- Material transfer meliputi input jangka waktu, in air, in wisata, out wisata, dan out air.
d. Sub model pengelolaan usaha KPH BDU - State variable meliputi jangka waktu, biaya kayu, biaya non usaha pokok,
pendapatan non usaha pokok, pemasukan wanatani, dan biaya administrasi dan lain-lain.
- Driving variable meliputi suku bunga, peningkatan pendapatan non usaha pokok, peningkatan pengeluaran non usaha pokok, penurunan biaya
administrasi, pemasukan getah, pengeluaran getah, pengeluaran wanatani, pemasukan jasa lingkungan, dan pengeluaran jasa lingkungan.
- Auxilary variable pengeluaran kayu, pemasukan non pokok, pengeluaran non usaha pokok, pengeluaran administrasi dan lain-lain, pemasukan KPH
BDU, dan pengeluaran KPH BDU. - Material transfer meliputi in jangka waktu, in pengeluaran kayu, in
pendapatan non usaha pokok, in pengeluaran non usaha pokok, dan in biaya administrasi dan lain-lain.
5.2.1.4 Mempresentasikan Model Konseptual
Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan antar komponen, perilaku model, dan pola yang terdapat dalam model simulasi pengelolaan hutan KPH
BDU. A. Sub model pengelolaan usaha getah Pinus Pinus merkusii Jungh.
Sub model pengelolaan usaha getah Pinus Pinus merkusii Jungh. digunakan untuk menggambarkan nilai dan parameter ekonomi kegiatan
pengelolaan usaha getah Pinus Pinus merkusii Jungh. yang dilaksanakan oleh KPH BDU. Sub model ini terdiri dari state variable jangka waktu yang
mengalami penambahan seiring waktu pengelolaan usaha yang semakin bertambah, state variable pendapatan getah yang mengalami penambahan karena
terdapat peningkatan volume produksi getah dalam waktu tiga tahun terakhir serta harga getah yang cenderung melemah dalam rentang waktu tiga tahun terakhir,
dan state variable pengeluaran getah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Aliran materi dalam sub model model pengelolaan usaha getah Pinus Pinus merkusii Jungh. dimulai dengan adanya input jangka waktu yang
mempengaruhi state variable jangka waktu untuk digunakan dalam perhitungan auxilary variable pemasukan dan pengeluaran setelah sebelumnya berinteraksi
dengan driving variable suku bunga. Aliran materi input pendapatan dipengaruhi oleh driving variable volume produksi, harga getah, peningkatan produksi,
peningkatan pendapatan, dan fluktuasi harga yang semuanya berperan dalam peningkatan state variable input pendapatan getah. Kemudian aliran materi input
biaya terpengaruh oleh driving variable peningkatan biaya, state variable input pengeluaran getah cenderung mengalami peningkatan akibat dari aliran materi
input pengeluaran. Hasil akhir dari sub model pengelolaan usaha getah Pinus Pinus merkusii
Jungh. adalah nilai dan parameter ekonomi kegiatan pengelolaan usaha getah Pinus Pinus merkusii Jungh. berupa variable net present value yang
menggambarkan selisih dari auxilary variable pemasukan dengan auxilary variable pengeluaran serta variable BCR Benefit Cost Ratio yang
menggambarkan perbandingan antara auxilary variable pemasukan dengan auxilary variable pengeluaran. Berikut adalah konseptualisasi sub model
pengelolaan usaha getah Pinus Pinus merkusii Jungh. yang terdapat pada gambar delapan.
Gambar 7. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha getah Pinus Pinus merkusii Jungh.
B. Sub model pengelolaan usaha wanatani Sub model pengelolaan usaha wanatani digunakan untuk menggambarkan
nilai dan parameter ekonomi kegiatan pengelolaan usaha wanatani yang dilaksanakan oleh KPH BDU. Sub model ini terdiri dari beberapa state variable
yang mengalami penambahan seiring waktu pengelolaan usaha yang semakin bertambah dan memiliki jangka waktu maksimal tiga tahun ke depan. State
variable pendapatan HMT, pendapatan aren, pendapatan kopi, pendapatan bambu, dan pendapatan rotan mengalami penambahan nilai seiring berjalannya waktu
pengelolaan usaha yang dilakukan oleh KPH BDU. State variable yang mengalami penambahan nilai tersebut dipengaruhi oleh driving variable seperti
harga, volume, dan peningkatan sehingga menjadikan nilai yang terdapat dalam state variable tersebut bertambah dari waktu ke waktu serta aliran materi yang
memasuki state variable secara terus menerus. Terdapat aliran materi yang berasal dari input pendapatan beberapa
komoditas wanatani seperti bambu, kopi, dan lainnya sehingga meningkatkan nilai dari masing-masing state variable yang dimasuki oleh aliran materi.
Sebaliknya terdapat aliran materi yang menuju keluar state variable pendapatan rotan dan sharing albizia hingga berpengaruh pada penurunan nilai state variable
tersebut. Akumulasi nilai state variable yang terdapat pada sub model ini dijadikan patokan untuk menentukan nilai auxilary variable yang terdapat pada
sub model pengelolaan usaha wanatani ini yaitu pendapatan dan pengeluaran. Net present value dan BCR menjadi parameter dalam penentuan keberhasilan
pengelolaan usaha wanatani yang dilakukan oleh KPH BDU. Berikut adalah konseptualisasi sub model pengelolaan usaha wanatani.
Gambar 8. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha wanatani C. Sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan
Sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan mengandung dua komoditas yang dapat dijual dari keberadaan hutan, yaitu mata air dan wisata. Sub model ini
dibuat dengan tujuan untuk menerangkan keberhasilan kegiatan pengelolaan usaha jasa lingkungan melalui nilai dan parameter ekonomi yang menjadi hasil
akhir dari sub model usaha jasa lingkungan ini. Terdapat lima state variable pada sub model ini yang seluruhnya mengalami penambahan nilai yang diakibatkan
oleh aliran materi masuk menuju state variable masing-masing, kelima state variable tersebut ialah penerimaan wisata, biaya wisata, penerimaan air, biaya air,
dan jangka waktu. Pada state variable penerimaan wisata, aliran materi input wisata masuk
ke dalam state variable penerimaan wisata setelah mengakumulasikan nilai-nilai
yang diterima dari driving variable pengunjung, tiket, dan peningkatan. Driving variable pengunjung menggambarkan jumlah pengunjung yang mendatangi
objek-objek wisata yang terdapat di BKPH Lembang, Cisalak, Padalarang, dan Manglayang Barat, driving variable tiket menggambarkan harga tiket pada tahun
2011 pada objek-objek wisata yang terdapat di keempat BKPH tersebut, sedangkan driving variable peningkatan menggambarkan persentase peningkatan
jumlah pengunjung yang datang mengunjungi objek wisata yang ada di masing- masing BKPH dalam tiga tahun terakhir.
State variable penerimaan air menggambarkan akumulasi nilai penerimaan dari jasa lingkungan berupa air baku yang dihasilkan hutan KPH BDU, air baku
dihasilkan di seluruh BKPH dan dijual kepada pihak pemerintah, swasta, dan warga melalui skema tarif yang disesuaikan dan tercermin pada driving variable
pendapatan manglayang barat, lembang, cisalak, dan padalarang. Driving variable penurunan air manglayang mempengaruhi auxiliary variable air
manglayang barat, driving variable peningkatan air lembang, peningkatan air cisalak, dan peningkatan air padalarang juga mempunyai pengaruh pada sistem.
Pada state variable biaya wisata, akumulasi materi yang terkumpul berupa besar biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengelola objek-objek wisata yang berada
dalam wilayah pengelolaan dan dikelola secara rutin oleh KPH BDU. Biaya wisata dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan sehingga dapat
diasumsikan untuk kedepannya juga akan mengalami peningkatan dengan persentase yang sama, peningkatan biaya wisata merupakan driving variable yang
mempengaruhi aliran materi masuk ke dalam state variable biaya wisata. Pada kegiatan pengelolaan air yang dilakukan oleh KPH BDU, terdapat
biaya rutin yang dikeluarkan oleh KPH dalam rangka pemeliharaan mata air, sosialisasi kepada masyarakat dan pihak lain, pengamanan, dan lainnya. Biaya
tersebut terakumulasi dalam state variable biaya air dan cenderung mengalami peningkatan yang dalam sub model digambarkan sebagai driving variable
peningkatan biaya air. Sub model pengelolaan jasa lingkungan memiliki output yang sama dengan sub model lainnya pada sistem pengelolaan hasil hutan bukan
kayu di KPH BDU Perum Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat yaitu net present value dan benefit cost ratio. NPV dan BCR menjadi unsur penting dalam analisis
keberhasilan suatu usaha. Berikut adalah penggambaran mengenai sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan yang terdapat pada gambar sepuluh.
Gambar 9. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha jasa lingkungan D. Sub model pengelolaan usaha KPH BDU
Sub model ini mensimulasikan kegiatan pengelolaan usaha yang dilaksanakan oleh KPH BDU dalam kapasitasnya sebagai suatu perusahaan
kehutanan. Sub model ini memiliki lima material transfer dan sepuluh driving variable yang menjadi sumber kuantifikasi pada sub model ini, lima material
transfer tersebut yaitu input jangka waktu, input pengeluaran kayu, input pendapatan di luar usaha pokok, input biaya di luar usaha pokok, dan input biaya
administrasi dan lainnya. Kemudian sepuluh driving variable yang dimaksud ialah pemasukan getah, pemasukan jasa lingkungan, pengeluaran getah, pengeluaran
wanatani, pengeluaran jasa lingkungan, peningkatan biaya kayu, penurunan biaya
administrasi, suku bunga, peningkatan pendapatan non usaha pokok, dan peningkatan pengeluaran non usaha pokok.
Seluruh variable pemasukan akan terakumulasi pada auxilary variable pemasukan yang menjadi dasar kuantifikasi pada variable akhir net present value
dan BCR KPH BDU, kemudian auxilary variable pengeluaran KPH BDUmengakumulasikan keseluruhan variable yang memiliki data pengeluaran.
Terdapat tiga driving variable yang mempengaruhi auxilary variable pemasukan KPH BDU yaitu pemasukan getah dan pemasukan jasa lingkungan, seluruh
driving variable tersebut merupakan auxilary variable yang terdapat pada sub model sebelumnya. Pada auxilary variable pemasukan KPH BDU juga terdapat
auxilary variable yang mempengaruhinya yaitu pemasukan di non usaha pokok. Auxilary variable pengeluaran KPH BDU dipengaruhi oleh tiga driving variable
dan tiga auxilary variable, driving variable yang dimaksud adalah pengeluaran getah, pengeluaran wanatani, dan pengeluaran jasa lingkungan, sedangkan
auxilary variable yang dimaksud adalah pengeluaran kayu, pengeluaran di luar usaha pokok, dan pengeluaran administrasi dan lain-lain.
Sub model pengelolaan usaha KPH BDU ini adalah model utama yang mengakumulasikan auxilary variable pemasukan dan pengeluaran dari sub model
lainnya dalam rangka menilai keberhasilan ekonomi pada seluruh kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh KPH BDU. Sub model ini juga dapat
dikembangkan untuk menilai analisis sensitivitas dan penggunaan model, pada penggunaan model akan diciptakan skenario-skenario tertentu yang merubah
struktur model secara umum dan bertujuan untuk menilai skenario terbaik bagi sistem. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha KPH BDU disajikan pada
Gambar 10.
Gambar 10. Konseptualisasi sub model pengelolaan usaha KPH BDU
5.2.2 Spesifikasi Model Kuantitatif