13
13
Penanaman
Penanaman dilakukan setelah pemberian kotoran sapi dan pengapuran. Tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah kultivar jagung hibrida Bisi-
16 dengan jarak tanam 40 cm x 75 cm.
Pemupukan
Pupuk majemuk NPK, Urea dan KCl di aplikasikan dua kali, sedangkan SP-36 di aplikasikan sekaligus pada saat tanam. Aplikasi pupuk majemuk NPK,
Urea dan KCl pertama dilakukan pada saat penanaman sebesar ½ dosis dan sisanya diberikan pada saat tanaman jagung berumur 4 minggu setelah tanam
MST.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakuakan meliputi: 1 penyulaman, dilakukan pada saat tanaman berumur 7
– 14 hari setelah tanamn HST; 2 penyiangan dari gulma; 3 pembersihan saluran; 4 pembumbunan.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada saat tongkol masak, yaitu pada 100 HST.
Parameter yang dianalisis:
1. Variabel pertumbuhan: yaitu tinggi tanaman mulai dari umur 2 sampai dengan 8 Minggu Setelah Tanam MST. Pengukuran dilakukan setiap 2
minggu sekali dan contoh tanaman yang diamati dalam 1 petak adalah 10 tanaman yang diambil secara acak.
2. Variabel produksi tanaman: bobot tongkol kering per petak, bobot tongkol kering contoh dan bobot pipilan kering per petak.
3. Variabel serapan hara: serapan N, serapan P dan serapan K jaringan tanaman.
3.6. Analisi Tanah dan Tanaman
Pengambilan contoh tanah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum penanaman dan setelah panen berupa contoh tanah komposit yang mewakili
masing- masing perlakuan. Kemudian contoh tanah tersebut dikering- udarakan dan disaring. Analisis tanah yang dilakuaka n meliputi N-total metode Kjeldahl, P-
14
14 tersedia Bray 1, Al-dd dan H-dd ekstrak KCl 1 N, pH pH meter, dan K, Na,
Ca, Mg ekstrak NH
4
Oac pH 7.0
Analisis tanaman pertama-tama dilakukan dengan pengambilan daun bendera sebanyak 7
– 10 lembarpetak saat tanaman jagung telah berbunga atau memasuki fase generatif 9 MST. Kemudian pada saat panen dilakukan
pengambilan berangkasan untuk analisis kadar hara. Analisi yang dilakukan
meliputi N metode Kjeldahl, P dan K pengabuan basah. Serapan hara diperoleh
dengan cara mengkalikan kadar N, P, dan K yang diperoleh dengan bobot berangkasan kering.
3.7. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dianalisis ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati. Selanjutnya pada faktor yang
berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Duncan Multiple Range Test, DMRT.
15
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil
4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga
Latosol Inceptisol merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian. Latosol menyebar
paling luas dibandingkan jenis tanah lainnya, yaitu sekitar 70,5 juta ha atau sekitar 37,5 dari luas daratan Indonesia. Tanah ini dapat dijumpai terutama di pulau-
pulau besar seperti: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua Puslittanak, 2000. Umumnya Latosol terbentuk di daerah tropika basah,
mempunyai curah hujan dan suhu yang tinggi. Hasil analisis pendahuluan sifat kimia Latosol Darmaga yang d igunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel
2. Tabel 2. Sifat Kimia Latosol Darmaga
Jenis Analisis Satuan
Nilai Kriteria PPT, 1983
pH H
2
O 1:1 -
4.50 Masam
pH KCl 1:1 -
3.70 -
C-organik 2.07
Sedang N-total
0.18 Rendah
Nisbah CN -
9.66 -
P-tersedia ppm
11.6 Tinggi
P-HCl 25 ppm
124.6 Sangat Tinggi
Ca-dapat ditukar me100 g
1.82 Sangat Rendah
Mg-dapat ditukar me100 g
0.79 Rendah
K-dapat ditukar me100 g
0.20 Rendah
Na-dapat ditukar me 100 g
0.50 Sedang
KTK me100 g
10.93 Rendah
KB 30.28
Sedang Al dapat ditukar
me100 g 1.68
- H-dapat ditukar
me100 g 0.30
- Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah PPT, 1983 dalam
Hardjowigeno, 2003 Lampiran 2 Latosol Darmaga Tabel 2 tergolong bereaksi
16
16 masam dengan nilai pH 4.50, C organik tergolong sedang dengan nilai 2.07 , N -
total tergolong rendah dengan nilai 0.18 , Ca dapat ditukar tergolong sangat rendah dengan nilai 1.82 me100 g dan Mg-dd, K-dd masing- masing tergolong
rendah dengan nilai 0.79 me100 g dan 0.20 me100 g, KTK yang menunjukan potensi tanah dalam menyimpan hara tergolong rendah. Rendahnya KTK tanah
karena Latosol Darmaga didominsai oleh tipe liat 1:1 94 pada horison A Hartono et al., 2005 dan mempunyai kadar bahan organik tergolong rendah,
sedangkan rendahnya kadar kalsium, kalium dan magnesium selain disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah juga oleh sifat liat hidro-oksida
Soepraptohardjo dan Suharjo, 1978. Selanjutnya untuk nilai kejenuhan basa tergolong sedang yaitu sebesar 30.28 .
Dari parameter-parameter yang telah di analisis maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesuburan tanah ini tergolong rendah. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengapuran dan pemupukan agar pertumbuhan dan produksi tanaman lebih baik.
4.1.2. Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol Kering per Petak, Bobot Tongkol Kering contoh, dan Bobot Pipilan Ke ring per Petak
Hasil pengamatan tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak disajikan dalam Lampiran 3-5, sedangkan hasil
analisis ragamnya disajikan dalam Lampiran 7-10. Hasil analisis ragam, menunjukan bahwa perlakuan pemupukan
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak. Hal ini menunjukan bahwa jagung
pada petak perlakuan BG, standar, dan kontrol memberikan respon yang berbeda terhadap semua perlakuan yang diberikan.
Tabel 3 menunjukan hasil uji Duncan tinggi tanaman minggu ke 6. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan BG dan standar nyata lebih
tinggi daripada Kontrol. Perlakuan BG 2.0 nyata lebih tinggi dari perlakuan BG 0.5 dan kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan standar, sedangkan
pada perlakuan BG 0.5, BG 1.0 dan BG 1.5 nyata lebih lebih rendah dari
17
17 perlakuan standar dan nyata lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Pada perlakuan
BG, tinggi tanaman yang paling tinggi dihasilkan pada BG 2.0 sedangkan tinggi tanaman yang paling rendah dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5. Akan tetapi antara
perlakuan BG 1.0, BG 1.5, dan BG 2.0 tidak berbeda nyata satu sama lain. Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol
per Petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan per Petak
Perlakuan Tinggi
Tanaman cm
Bobot TongkolPetak
kg Bobot Tongkol
Contoh kg
Bobot Pipilanpetak
kg Kontrol
40.53 a 0.95 a
0.13 a 0.49 a
BG 0.5 65.20 b
7.00 b 0.90 b
4.23 b BG 1.0
70.10 bc 5.46 b
0.87 b 3.14 b
BG 1.5 74.40 bc
6.95 b 1.23 bc
3.94 b BG 2.0
77.63 cd 5.83 b
0.95 b 3.26 b
Standar 83.86 d
7.62 b 1.53 c
4.16 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 α = 5 dengan uji DMRT
Data bobot tongkol per petak, menunjukan bahwa perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol per petak lebih tinggi daripada perlakuan BG tetapi
secara statistik tidak berbeda nyata. Perlakuan standar dan BG nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Pada perlakuan BG, bobot tongkol terbesar dihasilkan
oleh petak BG 0.5 yaitu sebesar 7.00 kgpetak dan tidak berbeda dengan standar, sedangkan bobot tongkol kering terkecil dihasilkan oleh petak BG 1.0 yaitu
sebesar 5.46 kgpetak. Perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol contoh terbesar
dibandingkan perlakuan BG dan kontrol, yaitu sebesar 1.53 kg namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan BG 1.5, sedangkan pada perlakuan
BG bobot tongkol terendah terdapat pada petak BG 1.0 yaitu sebesar 0.87 kg dan tidak berbeda nyata.
Berdasarkan hasil uji Duncan Tabel 3, menunjukan bahwa bobot pipilan per petak pada seluruh perlakuan BG tidak berbeda nyata dengan perlakuan
standar meskipun petak BG 0.5 menghasilkan bobot pipilan lebih tinggi dari
18
18 standar, sedangkan perlakuan BG 1.0, BG 1.5, dan BG 2.0 menghasilkan bobot
pipilan lebih rendah dari standar. Secara keseluruhan perlakuan BG dan standar nyata lebih tinggi dari
kontrol padak keempat variabel yang diamati. Rendahnya produksi pipilan kering pada perlakuan kontrol ini disebabkan tanaman kekurangan hara N, P, dan K yang
dibutuhkan tanaman
dalam perkembangannya
sehingga menghambat
pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman dan pertumbuhan generatif yaitu pengisian janggel.
4.1.3. Serapan Hara N, P, dan K
Data hasil pengukuran serapan hara N, P, dan K berangkasan jagung disajikan dalam Lampiran 6 dan hasil analisis ragamnya disajikan dalam
Lampiran 10-11, sedangkan hasil uji Duncan serapan N, P dan K dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis ragam, menunjukan bahwa perlakuan BG dan Standar
berpengaruh nyata terhadap serapan N, P dan K berangkasan jagung. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K
Perlakuan Serapan Hara
N P
K gpetak
gpetak gpetak
Kontrol 0.95 a
0.03 a 0.67 a
BG 0.5 1.71 ab
0.11 ab 4.29 b
BG 1.0 2.29 bc
0.11 ab 3.48 b
BG 1.5 2.62 bc
0.13 bc 4.80 b
BG 2.0 3.07 c
0.15 bc 5.17 b
Standar 2.96 c
0.21 c 4.64 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 α = 5 dengan uji DMRT
Dari hasil uji Duncan Tabel 4 perlakuan BG 2.0 mempunyai serapan N dan K tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Akan tetapi serapan N pada BG
2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan BG 1.5, BG 1.0 dan standar namun nyata lebih tinggi daripada perlakuan BG 0.5 dan kontrol. Serapan K pada perlakuan
BG 2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan BG 0.5. BG 1.0, BG 1.5 dan standar namun nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Tingginya serapan N dan K
pada perlakuan BG 2.0 ini kemungkinan disebabkan sumbangan N dan K yang
19
19 diberikan oleh perlakuan BG 2.0 lebih tinggi dibandingkan denga n perlakuan
lainnya. Perlakuan standar menghasilkan serapan P tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan BG 1.5 dan BG 2.0 namun lebih tinggi daripad a perlakuan BG 1.0,
BG 0.5 dan kontrol.
4.1.4. Sifat Kimia Tanah Setelah Panen
Tanah sebelum perlakuan memiliki pH masam 4.50 dengan kandungan N-total, P-tersedia, dan K-dapat ditukar masing- masing sebesar 0.18 , 11.6 ppm,
dan 0.20 me100 g, sedangkan setelah panen pH tanah tidak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan pH tanah yang tertinggi setelah panen terdapat pada
perlakuan BG 0.5 dengan nilai 5.10, dengan tingkat perubahan kurang dari 1 nilai pH.
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan Terhadap Sifat Kimia Tanah Perlakuan
H
2
O pH 1:1 N-total
P Ca
Mg K
Al H
.....ppm..... ..........me100g..........
Kontrol 4.50
0.24 8.50
4.39 0.58 0.15 0.57
0.32 BG 0.5
5.10 0.25
16.10 8.07
1.06 0.31 tr
0.24 BG 1.0
4.90 0.24
18.60 8.98
1.20 0.29 0.16 0.26
BG 1.5 4.20
0.25 19.50
4.22 0.53 0.30 0.65
0.31 BG 2.0
4.30 0.26
22.00 4.58
0.66 0.34 0.73 0.34
Standar 4.60
0.25 14.40
6.80 0.92 0.25 0.26
0.28 Kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar setelah panen cenderung meningkat
pada setiap perlakuan pemupukan baik perlakuan BG maupun perlakuan Standar. Kenaikan kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar ini di duga berasal dari pupuk
NPK yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar di dalam tanah.
4.2. Pembahasan Umum