PANDANGAN PETANI TERHADAP APLIKASI PHSL

24

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil – hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap aplikasi PHSL Pemupukan Hara Spesifik Lokasi, faktor – faktor yang mempengaruhi petani untuk mengadopsi inovasi aplikasi PHSL, perbandingan hasil panen dan keuntungan usahatani yang didapatkan petani yang menggunakan aplikasi PHSL dengan menggunakan pemupukan non PHSL Lampiran 6 dan kecenderungan petani untuk mengadopsi teknologi PHSL di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Dalam pandangan petani terhadap inovasi aplikasi PHSL akan dideskripsikan respon petani terhadap adanya inovasi baru untuk rekomendasi pemupukan tanaman padi yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi. Untuk mengetahui respon petani dengan adanya inovasi aplikasi PHSL ini dilakukan wawancara Lampiran 1 secara perseorangan kepada setiap petani yang mengikuti program PHSL ini meliputi keuntungan, kelebihan, kekurangan dan kendala yang dialami petani dalam mengadopsi inovasi aplikasi PHSL tersebut. Hal ini dapat dijadikan alasan petani untuk mengambil keputusan menerima ataupun menolak mengadopsi aplikasi rekomendasi pemupukan tersebut. Pendugaan keuntungan secara ekonomi dalam menggunakan aplikasi PHSL dengan cara langsung membandingkan hasil panen dan selisih keuntungan yang didapatkan dan faktor penentu adopsi teknologi PHSL didapatkan dengan model regresi logistik.

A. PANDANGAN PETANI TERHADAP APLIKASI PHSL

Aplikasi PHSL merupakan inovasi teknologi baru usahatani padi sawah melalui rekomendasi pemupukan yang tepat jenis, dosis, dan waktu pemupukan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Aplikasi ini dikembangkan oleh IRRI International Rice Reserach Institute, Filipina bersama Puslitbang Tanaman Pangan, BB Padi, dan Badan Litbang Pertanian. Sejak pertama kali diperkenalkan aplikasi ini sudah 9 kali melakukan pengujian lapang yang tersebar di 9 provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah aplikasi PHSL yang di prakarsai oleh IRRI dan BPTP Jawa Tengah dilakukan di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Oleh karena itu, analisis respon dan pandangan petani yang ditinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek operasional, teknologi informasi, sosial budaya, dan faktor pendorong dan penghambat adopsi teknologi PHSL. Pengertian pandangan petani terhadap inovasi aplikasi PHSL dalam hal ini merupakan respon petani dilihat dari sebelum dan setelah mencoba menggunakan rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL tersebut. Pada program PHSL Pemupukan Hara Spesifik Lokasi, seorang petani membagi jumlah lahan yang dimiliki, yang pertama lahan yang pemupukannya berdasarkan rekomendasi aplikasi PHSL dan yang kedua lahan yang pemupukannya berdasarkan petani sendiri. Untuk budi daya pertanian diserahkan sepenuhnya kepada petani seperti yang biasa mereka lakukan baik pada lahan PHSL maupun lahan petani sendiri yang telah mereka bagi. Termasuk didalamnya ketersediaan benih, pengolahan lahan, pengendalian OPT Organisme Pengganggu Tanaman. Dalam hal ini yang dibedakan hanya rekomendasi pemupukannya, yaitu berdasarkan aplikasi PHSL dan berdasarkan kebiasaan petani sendiri. Untuk menghindari risiko, yakni hasil panen padi pada lahan PHSL Pemupukan Hara Spesifik Lokasi tidak sesuai yang diharapkan pihak IRRI dan BPTP Jawa Tengah memberikan kompensasi untuk lahan PHSL yang hasil panennya lebih kecil daripada hasil panen pada lahan petani sendiri. Oleh sebab itu, pada lahan PHSL dibuat lebih kecil daripada lahan petani sendiri. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko pemberian kompensasi yang terlalu besar. Pemberian kompensasi ganti rugi ini disesuaikan selisih panen padi pada lahan PHSL yang dikonversi ke lahan 25 milik petani, jumlah uang yang diberikan sesuai dengan harga penjulan gabah pada saat itu. Hal ini dinilai petani membantu dan mengindari risiko terhadap hasil panen padi yang akan diperoleh. Pada program PHSL Pemupukan Hara Spesifik Lokasi di Desa Jembungan varietas yang ditanam dibebaskan sesuai keinginan petani sehingga varietasnya bervariasi, antara lain Inpari 13, Mekongga, IR-64, Membramo, Lok Ulo, Inpari 1, Inpari 6. Kebutuhan benih padi juga bervariasi menurut luasan lahan yang dimiliki oleh petani. Benih padi merupakan input untuk menghitung biaya produksi padi sampai akhir panen. Dalam hal pemupukan petani peserta program PHSL melakukan 2 perlakuan terhadap lahan yang mereka miliki. Setelah lahan yang mereka miliki diukur dan dibagi menjadi dua tidak sama besar, lahan pertama untuk aplikasi pemupukan rekomendasi PHSL dan lahan yang lain untuk aplikasi pemupukan rekomendasi petani. Pemupukan untuk lahan pertama didasarkan pada rekomendasi pemupukan aplikasi PHSL melalui pengisian kuesioner yang didampingi petugas dari BPTP Jawa Tengah dan PPL setempat, data dari kesioner di isikan dalam aplikasi PHSL, kemudian hasil rekomendasi pemupukan ditetapkan untuk diaplikasikan pada lahan tersebut. Untuk lahan kedua rekomendasi pemupukan sesuai kebiaan petani pada saat memberi pupuk. Mekanisme cara mengakses aplikasi PHSL di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali di gambarkan pada Gambar 7. Gambar 7. Mekanisme pengaksesan aplikasi PHSL Pemberian kuesioner oleh BPTP kepada Petani Pengisian kuesioner oleh Petani Kuesioner di kembalikan pada BPTP Data petani diolah BPTP dengan aplikasi PHSL Rekomendasi pemupukan kepada Petani 26

1. Karakteristik Responden

Karakteristik petani responden di Desa Jembungan akan disajikan pada Tabel 2. Kuesioner yang diberikan kepada 20 petani responden, yaitu para petani yang telah menggunakan pemupukan rekomendasi aplikasi PHSL menjelaskan tentang berbagai karakteristik petani responden. Karakteristik yang dideskripsikan antara lain umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status lahan, luasan lahan. Tabel 2. Karakteristik petani responden. Sumber : Data diolah Berdasarkan data yang didapat Tabel 1 semua responden mempunyai umur 40 tahun dan lebih dari 50 diantaranya berada pada selang 40 – 45 tahun. Dari umur petani responden terlihat bahwa petani di Desa Jembungan telah memasuki usia tua. Semakin tua umur maka semakin menurun kekuatan dan kemampuan fisik yang mengakibatkan produktivitas menurun. Hal ini menjadi suatu kendala dalam proses petani untuk mengadopsi aplikasi PHSL Pemupukan Hara Uraian Petani Responden Jumlah Orang Persentase 1. Umur tahun a. 40 – 45 14 70 b. 46 – 50 5 25 c. 50 1 5 2. Fasilitas akses a. Handphone 20 100 b. Smartphone c. Koneksi internet 1 5 3. Jenis Kelamin a. Laki - laki 18 90 b. Perempuan 2 10 4. Pendidikan a. SD 3 15 b. SLTP 4 20 c. SLTA 11 55 d. S1 2 10 5. Status Lahan a. Milik Sendiri 18 90 b. Sakap 2 10 6. Luas Lahan a. 0.2 - 0.3 15 75 b. 0.3 - 0.4 4 20 c. 0.4 - 0.5 1 5 7. Pengolahan Lahan a. Sendiri 17 85 b. Buruh Tani 3 15 27 Spesifik Lokasi. Karena untuk mengakses aplikasi PHSL diperlukan kemampuan pengguna untuk dapat mengoperasikan sarana komunikasi handphone, smartphone, dan internet. Oleh karena itu, banyak diantara petani responden mengeluhkan hal ini, walaupun 100 dari petani responden memiliki handphone yang dapat digunakan untuk mengakses rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL. Selain itu pada saat ini untuk mengakses aplikasi PHSL melalui handphone NMRiceMobile masih dikenakan tarif sesuai durasi selama mengakses aplikasi PHSL tersebut. Hal ini memberikan tanda harus adanya regenerasi agar keberlanjutan pertanian khusunya usahatani padi terus berjalan dan berkesinambungan. Umur petani akan mempengaruhi fisiknya untuk bekerja dan berfikir, umumnya petani muda mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat daripada petani berumur tua. Petani muda umumnya lebih cepat menerima inovasi baru kosmopolit = terbuka serta lebih berani mengambil risiko dibandingkan dengan petani yang berumur tua. Dari 20 petani responden, semuanya dalam satu keluarga petani minimal memiliki satu handphone. Sedangkan, untuk smartphone belum ada petani responden yang memilikinya. Di lokasi penelitian ada salah satu kelurga petani responden yang memiliki koneksi internet. Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong petani responden untuk mengadopsi inovasi baru aplikasi PHSL. Karena untuk mengakses aplikasi PHSL melalui internet dinilai lebih mudah, cepat dan menguntungkan. Jenis kelamin dari petani responden 90 adalah laki – laki, sedangkan petani perempuan hanya berjumlah 2 orang atau 10 saja. Dari fakta ini petani berjenis kelamin perempuan semuanya menyewa orang lain buruh tani untuk mengolah lahan yang dimiliki. Sedangkan, untuk petani laki – laki hanya seorang petani yang menyewa orang lain untuk mengolahkan lahan yang dimiliki. Buruh tani akan dibayar menurut hari orang kerja HOK selama melakukan aktivitas budidaya sesuai dengan tarif setempat. Biaya ini akan mempengaruhi biaya produksi padi yang akan mempengaruhi langsung terhadap pendapatan usahatani. Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani. Tingkat pendidikan petani responden tergolong sedang. Tingkat pendidikan terendah dari petani responden adalah SD Sekolah Dasar yaitu berjumlah 3 orang petani, sedangkan tingkat pendidikan tertinggi adalah perguruan tinggi S1 yang berjumlah 2 orang petani. Tingkat pendidikan terbanyak dari petani responden adalah SLTA dan sisanya tingkat SLTP. Untuk pendidikan non-formal petani responden telah mengikuti kegiatan SLPTT Sekolah Lapang Tanaman Terpadu dan saat ini sedang mengikuti kegiatan SLPHT Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu. Dari 20 petani responden sebagian besar yakni berjumlah 90 petani memiliki lahan sendiri, sedangakan sisanya yang berjumlah 2 petani menyewa lahan untuk kegiatan usahataninya. Biaya sewa lahan di lokasi penelitian bervariasi tergantung luasan lahan dan lama penyewaan lahan. Masing – masing kedua petani itu menyewa lahan dengan luasan 3000 m 2 dan biaya sewa Rp 7.000.0002tahun, sedangkan yang lain menyewa dengan biaya sewa Rp 20.000.0005tahun untuk luasan lahan sebesar 5000 m 2 . Kepemilikan lahan petani responden relatif kecil 75 diantaranya memiliki luasan lahan 0.2 – 0.3 ha. Luasan lahan antara 0.3 – 0.4 ha digarap oleh 4 orang petani atau sekitar 20 petani. Sedangkan petani yang luasan lahannya 0.4 – 0.5 ha hanya ada seorang petani. Luasan lahan yang dimiliki oleh petani akan mempengaruhi produksi padi yang dihasilkan, secara umum luasan lahan yang semakin besar akan menghasilkan produksi padi yang besar pula. Akan tetapi, tidak selalu luasan lahan yang besar menghasilkan produksi yang tinggi, hal ini dipengaruhi dari hasil ubinan atau petakan lahan. Semakin besar hasil produksi ubinan, maka semakin besar hasil produksi padi bila dihitung pada luasan yang sama. 28 Di samping karakteristik petani responden di Desa Jembungan yang bervariasi, pada umumnya petani responden melakukan usahatani padi atas dasar turun temurun sesuai dengan kebiasaan yang telah diwariskan dari orang tua mereka. Jadi, petani responden telah mulai mengenal usahatani padi sejak kecil dan menekuninya setelah berumahtangga untuk mendapatkan keuntungan.

2. Faktor Pendorong dan Penghambat Adopsi

Penerapan teknologi merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan untuk mempercepat pemanfaatan teknologi dari pengembang atau pemilik kepada pengguna teknologi. Menerapkan teknologi berarti menjadikan teknologi tersebut sebagai bagian dari pengoperasian fungsi – fungsi pengguna teknologi, menjadikan teknologi itu diketahui, dapat di jangkau dan difungsikan di lingkungan yang membutuhkan. Dalam menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi, sebelumnya perlu dilakukan studi kelayakan untuk menilai aspek kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, kelayakan sosial budaya dan lingkungan serta standardisasi teknologinya Mizar et al, 2008. Mizar et al 2008, merinci kinerja atau keberhasilan teknologi diukur dari empat faktor yang merupakan tolok ukur untuk mengevaluasi teknologi, faktor tersebut adalah : a. Faktor pertama, teknologi harus menghasilkan nilai tambah, mempunyai fitur atau kemampuan beragam untuk keperluan yang makin beragam, hemat dalam menggunakan sumber daya termasuk energi, awet dan faktor teknis lainnya. Secara teknis aplikasi PHSL telah memberikan kemudahan bagi pengguna khususnya petani, karena sudah dapat diakses menggunakan handphone dimana sebagian besar petani telah memilikinya, sehingga manfaat dan tujuan dari inovasi aplikasi dapat tercapai. Namun pada kenyataannya, penggunaan aplikasi PHSL di lokasi penelitian sangat minim. Selain prosedur dan akses yang masih berbayar, pendampingan dari penyuluh pertanian setempat menjadi faktor penting bagi petani untuk memutuskan mengadopsi aplikasi PHSL. b. Faktor kedua, teknologi harus menghasilkan produktivitas ekonomi atau keuntungan finansial. Inovasi aplikasi PHSL memberikan inovasi baru dalam pemupukan padi rekomendasi pemupukan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi, pendapatan petani dan mendukung sistem pertanian berkelanjutan. Petani di lokasi penelitian telah membuktikan dan membandingkan produksi padi melalui rekomendasi aplikasi PHSL dan rekomendasi pemupukan sendiri. c. Faktor ketiga, teknologi harus dapat diterima masyarakat pengguna. Teknologi dapat diterima karena memang diperlukan dan bermanfaat bagi pengguna, disenangi, mudah dipakai serta tidak bertentangan dengan budaya dan kebiasaan masyarakat pengguna. Secara umum aplikasi PHSL memang menjadi solusi permasalahan peningkatan produksi padi saat ini, namun belum semua petani di lokasi penelitian dapat sepenuhnya mengadopsi inovasi aplikasi PHSL. Hal ini disebabkan dengan budaya penggunaan teknologi dalam bidang pertanian khususnya di Indonesia masih lemah. d. Faktor keempat, teknologi harus serasi dengan lingkungan, faktor ini akan menentukan sustainability keberadaan teknologi ditengah masyarakat pengguna. Inovasi aplikasi PHSL adalah program jangka panjang seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, maka penggunaanya juga akan semakin meningkat. Ketika teknologi informasi dan komunikasi telah menyentuh bidang pertanian, disaat itulah inovasi PHSL dan aplikasi sejenis akan dapat diadopsi secara penuh oleh pengguna. 29 Indikasi aplikasi teknologi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu teknis, ekonomi dan sosial budaya. Pendekatan teknis ditekankan pada keberhasilan teknologi tersebut dalam meningkatkan produktivitas. Pendekatan ekonomi terkait dengan dukungan pasar, kemampuan permodalan dan adanya peningkatan pendapatan. Pendekatan sosial budaya ditekankan pada akseptabilitas dan tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku. Dengan demikian, keberhasilan aplikasi teknologi dalam mendukung pengembangan industri kecil akan tergantung pada kesesuaian teknologi tersebut dengan kondisi teknis, ekonomi dan sosial budaya. Adapun keberhasilan penerapan inovasi aplikasi PHSL di lokasi penelitian akan tergantung pada kriteria kesesuaian inovasi di Desa Jembungan. Indikator dari faktor keberhasilan penerapan teknologi yang mempengaruhi tingkat adopsi di jelaskan pada Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Faktor keberhasilan penerapan inovasi PHSL dan indikatornya No. Variabel Indikator 1. Faktor teknis Dapat meningkatkan produksi padi Aplikasi teknologi sederhana mudah dilakukan oleh pengguna petani Peralatan dan sarana produksi mudah didapat 2. Faktor ekonomi Biaya operasional terjangkau Secara finansial menguntungkan Produknya mempunyai nilai tambah penjual 3. Faktor sosial Sesuaitidak bertentangan dengan budaya masyarakat setempat 4. Faktor lingkungan Tidak menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkungan 5. Faktor kelembagaan Ada dukungan kebijakankelembagaan, UPTD kecamatan dan PPL setempat Dari hasil penelitian di Desa Jembungan, terdapat alasan yang dikelompokkan menjadi faktor – faktor yang bersifat mendorong alasan petani yang mengakses atau berniat aplikasi PHSL dan faktor penghambat alasan petani tidak mengakses langsung apliaksi PHSL dalam proses adopsi teknologi aplikasi PHSL. Faktor – faktor pendorong dan penghambat petani untuk mengikuti program PHSL dijelaskan pada Tabel 4. Faktor pendorong terbesar yang menyebabkan petani mengikuti program PHSL di Desa Jembungan adalah mengharapkan peningkatan produktivitas padi. Dari hasil perhitungan, rata – rata produksi padi per ha yang diperoleh petani dengan menggunakan aplikasi PHSL sebesar 6779.11 ton GKP, sedangkan rata – rata hasil panen padi petani tanpa menggunakan aplikasi PHSL sebesar 6464.74 ton GKP. Rata – rata produksi padi menggunakan inovasi aplikasi PHSL lebih tinggi 314.37 kg dibandingkan rekomendasi pemupukan yang biasa dilakukan oleh petani. Dari hasil tersebut, hasil panen padi mempunyai penyebaran yang bervariasi dan normal, dari sebanyak 20 petani yang mengikuti inovasi program PHSL, sebanyak 12 petani menyatakan hasil panen yang didapatkan lebih besar, 7 petani lebih kecil dan 1 petani tidak bisa dihitung hasil panen padinya dikarenakan padi sedah dipanen sebelum di ubin. 30 Tabel 4. Faktor pendorong dan penghambat petani untuk mengikuti program PHSL No. Faktor Pendorong Faktor penghambat 1. Meningkatkan produktivitas Sarana kurang 2. Adanya sarana mengakses Kekurangan modal 3. Adanya modal Keraguan rekomendasi pemupukan 4. Penggunaan pupuk efisien Prosedur rumit 5. Kualitas tanah terjaga Pada program PHSL Pemupukan Hara Spesifik Lokasi, ketersediaan fasilitas untuk mengakses yang dimiliki oleh petani responden merupakan faktor pendorong kedua yang menyebabkan petani mengikuti dan mengakses aplikasi PHSL. Fasilitas akses ini sangat penting, karena merupakan hal mutlak untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL. Namun selama mengikuti program PHSL dari IRRI dan BPTP Jawa Tengah petani di Desa Jembungan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL. Dalam proses adopsi inovasi aplikasi PHSL hanya satu petani yang melanjutkan menggunakan aplikasi PHSL dengan faktor pendorong bahwa petani tersebut memiliki sarana mengakses yang memadai. Walaupun terdapat 3 cara untuk mengakses aplikasi PHSL, namun media internet menjadi cara yang paling populer untuk mengaksesnya. Media internet adalah media awal aplikasi PHSL saat diluncurkan, sehingga cara mengakses aplikasi ini identik dengan internet khususnya dan teknologi informasi pada umumnya. Media kedua yang paling populer dan potensial adalah melalui ponsel handphone, karena hampir semua masyarakat petani Indonesia sudah memilikinya. Namun untuk menjawab pertanyaan dari aplikasi PHSL dan biaya yang dihitung menurut lama menelepon menjadi salah satu kendalanya. Sedangkan pengaksesan melalui smartphone adalah cara yang kurang populer selain jumlah pemakainya sedikit di kalangan petani, aplikasi PHSL harus terpasang di smartphone tersebut akan menjadi kendalanya. Kekurangan sarana untuk mengakses menjadi faktor penghambat petani untuk mengadopsi inovasi aplikasi PHSL. Aplikasi PHSL diakses dengan menggunakan media yang bertujuan untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan. Untuk mendapatkan informasi tersebut tentunya diperlukan modal dan biaya. Biaya yang dikeluarkan sebanding dengan intensitas dan lamanya waktu mengakses aplikasi PHSL sesuai dengan media yang digunakan. Adanya anggaran biaya yang dikeluarkan untuk mengakses aplikasi PHSL menjadi faktor pendorong untuk mengadopsi inovasi ini, sebaliknya tidak adanya anggaran petani untuk mengakses aplikasi ini membuat petani enggan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Setelah mendapatkan rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL umumnya petani akan ragu untuk mengaplikasikan pemupukan ke lahan karena rekomendasi pemupukan yang lebih sedikit. Hal ini menjadi faktor penghambat petani untuk mengadopsi aplikasi PHSL. Pemupukan rekomendasi dari aplikasi PHSL adalah pemupukan yang berimbang dan mengadospsi sistem pertanian berkelanjutan. Jumlah rekomendasi pemupukan yang diberikan akan sesuai dengan kebutuhan hara tanaman dan kemampuan tanah untuk menyerap hara. Pemberian pupuk juga didasarkan pada jumlah bahan organik yang terdapat di dalam tanah, sehingga penggunaan pupuk kimia dapat ditekan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari risiko yang disebabkan oleh pemberian pupuk kimia yang berlebihan. Pemberian pupuk yang efisien dan efektif secara langsung akan menekan biaya produksi pertanian, sehingga pendapatan lebih besar tanpa mengurangi hasil panen padi. Sebagian petani di daerah penelitian telah menyadari hal ini 31 setelah mengikuti program dari PHSL bahwa dengan pemupukan yang lebih efisien mampu menghasilkan produksi yang sama bahkan lebih dari hasil produksi padi biasanya. Hal ini menjadi faktor pendorong petani untuk mengadopsi inovasi aplikasi PHSL. Rekomendasi pemupukan dari aplikasi PHSL hanya berlaku untuk satu musim tanam kedepan, sehingga untuk musim tanam berikutnya rekomendasi pemupukan sudah tidak relevan. Kendala yang didapatkan di lokasi penelitian sehingga petani enggan mengadopsi inovasi aplikasi PHSL adalah prosedur yang rumit, harus menjawab pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan harus relevan dengan keadaan nyata dilapangan sehingga hasil rekomendasi yang diberikan tepat. Umumnya petani di lokasi penelitian lebih nyaman menggunakan rekomendasi pemupukan menurut pengalaman mereka sendiri.

3. ANALISIS TEKNOLOGI INFORMASI

Adopsi teknologi baru di bidang pertanian masih rendah jika dibandingkan dengan bidang bisnis dan usaha lainnya. Bentuk nyata dari adopsi teknologi dapat diamati dalam bentuk tingkah laku, metode, peralatan atau fasilitas, maupun teknologi yang digunakan oleh adopter didalam kegiatannya. Adopsi merupakan proses mental dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut tentang penerimaan atau penolakan ide tersebut Mizar et al, 2008. Aspek ini merupakan aspek yang paling utama, karena basis dari aplikasi PHSL adalah teknologi informasi dan komunikasi. Kendala 1 keterbatasan kemampuan masyarakat petani dalam mengadopsi teknologi, 2 peranan pengembang dan penanggung jawab dalam kesuksesan adopsi teknologi masih lemah. Tingkat adopsi inovasi aplikasi PHSL diukur berdasarkan tingkatan penggunaan level of use terhadap tekonologi yang telah diadopsi di bidang pertanian yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu. Mizar et al 2008 menyebutkan tingkatan penggunaan inovasi ini dibagi menjadi 5 level, yaitu : 1 Discontinu, teknologi sudah tidak digunakan lagi untuk berproduksi berhenti digunakan, 2 Mechanical Use, teknologi digunakan masih dalam tahap untuk berlatih mengoperasikan, mencoba untuk berproduksi dan masih jarang sekali digunakan untuk keperluan produksinya, 3 Routine, teknologi sudah digunakan secara rutin untuk keperluan produksinya tetapi belum ada pemikiran untuk memodifikasinya, 4 Refinement, teknologi sudah digunakan secara rutin untuk keperluan produksinya dan sudah ada pemikiran modifikasi pernbaikan, 5 Integration, teknologi sudah digunakan secara rutin untuk keperluan produksinya dan sudah ada perlakuan memproduksi ulang teknologi tersebut untuk spesifikasi dan fungsi yang sama, bahkan teknologi yang telah digunakan diadaptasi sesuai dengan perkembangan kebutuhan untuk mencapai hasil yang lebih maksimal. Tingkatan adopsi inovasi aplikasi PHSL di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali masih sampai pada tahap “Mechanical Use”, pengunaan inovasi aplikasi PHSL masih sangat jarang. 32

4. ANALISIS OPERASIONAL

Aspek operasional merupakan faktor penting untuk petani mengakses inovasi aplikasi PHSL, sarana yang digunakan untuk mengakses aplikasi PHSL termasuk dalam aspek operasional. Dari 20 responden sudah memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk mengakses aplikasi PHSL, setiap kelurga tani di Desa Jembungan telah memiliki handphone. Namun untuk mengakses aplikasi PHSL melalui handphone dengan cara menelepon dikenakan biaya menurut durasi waktu telepon. Dalam aplikasi PHSL terdapat 10 pertanyaan untuk sekali mengakses aplikasi PHSL melalui handphone. Dari 20 responden yang didapatkan semuanya dapat mengoperasikan handphone, namun kendala dalam aspek operasional terletak pada saat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh aplikasi PHSL. Dalam mengakses melalui handphone pertanyaan disajikan secara lisan sehingga membutuhkan waktu untuk memahami dan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan, hal ini akan berdampak pada mahalnya biaya operasional untuk rekomendasi pemupukan. Menurut petani jumlah pertanyaan dalam aplikasi PHSL tidak terlalu banyak. Bahasa dalam aplikasi PHSL dapat disesuaikan dengan keinginan pengakses aplikasi ini, sehingga lebih memudahkan petani daerah untuk menggunakannya. Hal ini terlihat dalam kuesioner yang disebarkan dimana semua petani tidak mengalami kesulitan dalam menjawab dan memahami pertanyaan yang diajukan. Sebagian besar petani juga telah mengerti tentang satuan lokal di lokasi penelitian. Dari semua responden, 90 juga masih mengingat hasil panen musim lalu, hal ini digunakan sebagai acuan dalam memperkirakan seberapa besar kandungan organik yang tersisa di lahan. Pada Tabel 5 disajikan persentase faktor – faktor pendorong petani untuk mencoba mengakses aplikasi PHSL. Pada umumnya jawaban petani pada aspek operasional teknologi PHSL bersifat positif, tetapi penggunaan aplikasi PHSL di lokasi penelitian masih rendah. Hal ini disebabkan, menurut petani menjawab pertanyaan secara lisan dan melalui tombol keypad ponsel masih sulit dilakukan. Tabel 5. Faktor – faktor aspek operasional Uraian Pertanyaan Jumlah Sampel Jumlah Sampel Ya Orang Persentase Tidak Orang Persentase Mempunyai HP 20 100 Bisa Mengoperasikannya 20 100 Pertanyaan PHSL mudah dimengerti 18 90 2 10 Jumlah pertanyaan terlalu banyak 20 100 Bahasa mudah dipahami 20 100 Mengerti satuan lokal yang ada 18 90 2 10 Dapat mengingat hasil panen musim yang lalu 18 90 2 10 33

5. ANALISIS SOSIAL BUDAYA

Aspek ini merupakan faktor penentu petani untuk mengambil keputusan menerima atau menolak untuk mengadopsi inovasi baru yang diperkenalkan. Inovasi baru yang diperkenalkan akan mudah diadopsi oleh masyrakat jika tidak bertentangan dengan budaya atau kebiasaan masyarakat setempat dan tidak menimbulkan kesurakan lingkungan pada umumnya. Budidaya padi di lokasi penelitian berdasarkan pengalaman yang telah mereka dapatkan semenjak kecil ditambah dengan pengalaman selama mereka menjadi petani. Banyaknya pemupukan yang diaplikasikan ke lahan didasarkan pada musim pada saat tanam, melihat warna daun. Selama ini petani di lokasi penelitian biasanya berkonsultasi dengan penyuluh lapangan untuk mendapatkan informasi penting mengenai budidaya padi yang dilakukan tak terkecuali dalam hal pemupukan. Sebanyak 18 petani dari 20 petani telah aktif untuk berkonsultasi dengan PPL. Dari 20 petani, hanya ada 1 petani yang belum mengerti tentang aplikasi PHSL. Ada 16 petani yang berniat untuk mengakses aplikasi PHSL dan ada 18 petani yang bersedia untuk mengaplikasikan rekomendasi dari aplikasi PHSL. Pada Tabel 6 disajikan faktor – faktor petani untuk mengakses aplikasi PHSL dari aspek sosial budaya. Dari hasil ini, rekomendasi yang dapat diberikan adalah perlu adanya pendampingan dari penyuluh lapangan bagi petani yang ingin mengakses aplikasi PHSL untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan yang tepat. Tabel 6. Faktor – faktor aspek sosial budaya Uraian Pertanyaan Jumlah Sampel Jumlah Sampel Ya Orang Persentase Tidak Orang Persentase Pernah konsultasi dengan PPL 17 85 3 15 Pernah mendengar tentang aplikasi PHSL sebelumnya 18 90 2 10 Apakah bersedia mengakses PHSL 16 80 4 20 Apakah bersedia mengaplikasikan rekomendasi pemupukan 17 85 3 14 34

B. ANALISIS USAHATANI