4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BUDAYA PADI
Globlalisasi telah mengubah status padi dari sumber pangan menjadi komoditas dagang dan spekulasi. Bagi Indonesia, Vietnam, dan Thailand, kenaikan produktivitas memberi kontribusi 80
terhadap kenaikan produksi selama 40 tahun terakhir. Di Indonesia, kenaikan produksi mulai menanjak sejak tahun 1969 – 1984 dengan laju 5.3 per tahun. Setelah itu 1984 – 2000, laju
kenaikan produksi hanya 1.9 per tahun, terutama karena kemarau panjang El – Nino pada tahun 1987, 1991, 1994, dan 1997 dan dampak sampingnya berupa serangan hama dan penyakit Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002. Inovasi teknologi yang diintroduksikan setelah terjadi pelandaian atau penurunan produksi
memacu kembali kenaikan produksi. Sejak tahun 1998, diawali oleh kemarau panjang dan krisis moneter pada pertengahan 1997, subsidi saprodi dicabut dan kelembagaan sosial dan keuangan
berubah – ubah. Produksi padi yang menurun drastis pada tahun 1998 terpacu kembali oleh iklim yang baik, walaupun kelembagaan sosial, keuangan, dan pemasaran belum berubah, bahkan semakin
kurang kondusif. Pada tahun 2000, produksi padi mampu menembus angka 51 juta ton. Dalam dasawarsa terakhir, produksi padi Indonesia mengalami stagnasi, karena sebagian besar lahan
produktif telah ditanami varietas unggul. IR64 merupakan varietas yang paling populer dengan areal tanam lebih dari 6 juta hektar. Namun Ciherang, Way Apo Buru, Sintanur, Memberamo, dan beberapa
varietas lainnya mulai menggeser pertanaman IR64 di beberapa sentra produksi padi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002.
Di Indonesia pada mulanya hanya masyarakat Jawa dan Bali yang mengenal dominasi budidaya padi sawah, sehingga telah terjadi pemilahan bahwa padi sawah bergantung pada pengairan,
dan padi tegalan bergantung pada hujan karena itu disebut juga padi tadah hujan. Hal ini mungkin karena tanah di Jawa dan Bali lebih subur dengan adanya gunung – gunung berapi di tengah kedua
pulau. Dari waktu ke waktu gunung – gunung tersebut meletus dan mengeluarkan lahar yang menyuburkan tanah Tjondronegoro, 2002.
Seperti disimpulkan oleh Geertz 1963 dalam Tjondronegoro 2002, kesuburan itu mengakibatkan bangsa – bangsa Timur semakin mundur pada umumnya. Sejarah mencatat bahwa
setelah ekspansi plasma nutfah padi dari Timur ke Barat, panduduk di belahan Timur bumi seperti mandeg stangnant dan pertumbuhannya dibendung oleh penduduk di belahan Barat. Bila ditelusuri
lebih lanjut, ternyata terjadi arus balik dan Barat berekspansi ke Timur dan Selatan. Beras merupakan makanan pokok bagi separuh umat manusia. Penduduk Asia memproduksi
dan mengkonsumsi 90 beras dari hasil padi yang ditanam. Di Asia Tenggara, beras menyediakan 70 – 80 kalori dan 40 – 70 protein bagi kebutuhan penduduknya. Bagi bangsa Asia, padi berarti
kehidupan Fagi et al, 2002.
5
B. PEMUPUKAN PADI