7
garapan, dan pendapatan menunjukkan hubungan yang nyata dan bersifat positif, yang menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan, dan
pendapatan semakin tinggi tingkat adopsi teknologinya sedangkan umur dan pengalaman berusahatani menunjukkan hubungan yang nyata dan besifat negatif, yang menjelaskan bahwa semakin lama
berusahatani semakin menurun tingkat adopsi teknologinya. Nahraeni 2000 dengan analis keputusan menggunakan model logit diperoleh hasil bahwa
keputusan petani untuk mengadopsi teknologi sangat terkait dengan faktor risiko, keyakinan dan pendapatan yang tinggi dari teknologi tersebut. Upaya – upaya pembinaan langsung lapang dan
demonstrasi lapang lebih efektif dalam mendorong penerapan teknologi tabela di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Santoso, et al 2001 mengkaji mengenai tingkat penerapan teknologi Sitem Usaha Pertanian SUP padi di wilayah Kabupaten Bojonegoro, Sidoarjo dan Jember yang dilakukakan pada tahun
19981999 sampai dengan tahun 2000 dengan analisis deskriptif memakai sistem skor. Hasil kajian menunjukkan bahwa adopsi teknologi anjuran pada sistem usahatani padi di wilayah pengkajian,
belum sepenuhnya diadopsi oleh petani. teknologi anjuran yang diadopsi oleh petani peserta di Kabupaten Bojonegoro, Sidoarjo dan Jember sekitar 53 , sedangkan teknologi anjuran yang terdifusi
oleh petani non peserta mencapai sekitar 47 . Adopsi teknologi telah berdampak terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani padi, yaitu sekitar 9 dan 26 . Agar adopsi
teknologi anjuran dapat berlanjut, disarankan agar dorongan pemerintah daerah, pembinaan dan bimbingan melalui kelompok tani ditingkatkan.
Yuliarmi 2006 menganalisis produksi dan faktor – faktor penentu adopsi teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi. Hasilnya tingkat penerapan teknologi usahatani padi
sawah di Kecamatan Plered berada pada kategoti sedang 60 - 75 . Kalau dilihat dari tingkat produksi dan pendapatan, perbedaan produksi sebasar 976 kg dan perbedaan pendapatan yang
diperoleh petani sebesar Rp 830,959. Permasalahan yang dihadapi petani dalam penerapan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered adalah kurangnya modal
petani untuk membeli sarana produksi dan membiayai upah tenaga kerja serta tidak adanya jaminan harga yang layak pada saat panen raya. Proses adopsi teknologi pemupukan berimbang di Kecamatan
Plered dipengaruhi oleh faktor luas lahan, biaya pupuk, dan harga gabah, dimana semakin luas lahan petani, semakin kecil biaya pupuk, dan semakin tinggi harga gabah semakin besar peluang petani
dalam mengadopsi teknologi pemupukan berimbang.
D. PERTANIAN PRESISI
Pertanian presisi adalah sebuah konsep manajemen yang relatif baru, diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980-an dimana dimulai sebuah revolusi baru dalam manajemen sumber daya
pertanian. Sejak diperkenalkan, pertanian presisi mendapatkan berbagai sebutan, yakni manajemen spesifik lokasi, pertanian spesifik lokasi, dan pertanian presisi, tetapi karakteristik umum yang
mendasarinya adalah data yang diberikan dan penggunaan teknologinya. Meskipun penggunaan teknologi pertanian presisi dan peralatan meningkat, tingkat adopsi telah melambat dibanding dengan
pertengahan dan akhir tahun 1990. Ada beberapa alasan perluasan penggunaan pertanian presisi tertunda Murakami et al 2007. Alasan – alasan tersebut antara lain : 1 waktu untuk belajar
peralatan dan perangkat lunak, 2 kurangnya ketrampilan elektronik, 3 kurangnya pelatihan bagi produsen dan industri, 4 menghubungkan pengumpulan data dan pengambilan keputusan, 5
kurangnya bantuan teknis, 6 kurangnya tenaga ahli lokal, 7 bekerja dengan data yang berbeda format, 8 hasil analisis data untuk membatasi faktor – faktor produksi, kesulitan dalam menjaga
kualitas data, 9 penelitian dasar pada hasil dan hubungannya dengan tanah, dan 10 kebutuhan
8
peralatan pertanian presisi, teknik, perangkat lunak. Sebuah survey dari petani di Denmark menunjukkan bahwa meskipun mereka umumnya optimis tentang pertanian presisi, masalah utama
telah menjadi kesulitan dalam membuktikan dalam hal keuntungan ekonomi dan lingkungan Murakami et al, 2007.
Seminar 2011 menyatakan bahwa ketepatan dan kecepatan waktu produksi produk pertanian menjadi tuntutan pasar pertanian global. Pertanian presisi adalah paradigma pertanian yang
memberikan perlakuan presisi dalam semua simpul – simpul rantai agribisnis. Isgin et al, 2008 menyatakan pertanian presisi yang juga dikenal sebagai pengelolaan tanaman spesfiik lokasi adalah
manajemen berbasis teknologi pertanian. Beberapa teknik pertanian presisi juga dirancang untuk menyediakan data berharga dan terperinci sebagai informasi tentang kandungan hara dan kualitas
tanah di lapangan. Informasi yang dikumpulkan dengan cara ini sangat berguna dalam membantu petani ketika membuat alokasi masukan keputusan yang lebih baik daripada menggunakan praktik
konvensional dalam manajemen aspek di segala bidang. Pertanian presisi membantu petani untuk menghindari masukan input pada tanaman seperti benih, pupuk, kapur, dan bahan kimia lain
melebihi jumlah yang dibutuhkan tanaman yang akan mengakibatkan pencucian atau limpasan permukaan menjadi polutan potensial. Dengan demikian, penggunaan teknologi pertanian presisi
memungkinkan petani untuk memantau seluruh aspek usahatani dengan menyesuaikan tingkat aplikasi masukan untuk memaksimalkan tujuan produksi dan meminimalkan jumlah bahan kimia yang
diberikan. Pada akhir abad ke-20, pertanian presisi telah berkembang menjadi topik penelitian di dunia.
Saat ini bidang yang paling berperan penting dalam kemajuan pertanian adalah melalui integrasi teknologi informasi ke dalam traktor, mesin dan alat pertanian lain. Namun yang cukup menarik
adalah pertanian presisi selalu terkait dengan pemupukan spesifik lokasi. Petani mengharapkan penggunaan teknologi baru dapat menurunkan penggunaan pupuk sebesar dua kali lipat dengan hasil
panen yang ralatif sama sengan hasil panen biasanya. Auernhammer, 2001.
E. APLIKASI PEMUPUKAN HARA SPESIFIK LOKASI