KAJIAN BEBERAPA STUDI TERDAHULU

6 Untuk menduga ketersediaan hara didalam tanah diperlukan uji tanah. Uji ini cukup sederhana, cepat, murah, tepat, dan dapat diulang. Tujuannya adalah memberikan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang rasional kepada petani. Untuk mendukung program tersebut laboratorium uji tanah telah dikembangkan dengan fasilitas yang memadai, antara lain di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Yogyakarta; serta di beberapa perguruan tinggi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002. Peluang peningkatan produktivitas lahan sawah di Indonesia masih terbuka melalui evaluasi insidensi dan penanganan hara selain N, P, dan K, yakni hara S dan Zn. Insidensi kekurangan S diduga cukup luas dan sudah diidentifikasi pada tanah Grumusol di Ngale Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Kecenderungan penggunan pupuk N dan P berkadar S rendah atau bebas S seperti urea dan TSP juga akan meningkatkan insidensi kekurangan S. Pada sebagian lahan sawah, kekurangan Zn merupakan faktor pembatas produksi setelah N dan P. Insidensi kekurangan Zn semakin meluas karena angkatan yang besar dan terus menerus dalam produk tanaman dan adanya fiksasi Zn oleh sulfida dalam tanah sawah Radjagukguk, 2002.

C. KAJIAN BEBERAPA STUDI TERDAHULU

Penelitian yang berkaitan mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi produksi dan adopsi teknologi baru pertanian telah banyak dilakukan, antara lain Yuliarmi 2006, Yanuar 1999, Anggraeini 2005, Buana 1997, Nahraeni 2000, Santoso et al 2001 dan lain – lain. Namun untuk kasus program PHSL Pemupukan Hara Spesifik Lokasi belum ada yang menganalisis. Yanuar 1999 menganalisis pendapatan dan produksi usahatani padi di lahan gambut di Desa Blang Ramee, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Barat, Propinsi Daerah Istemewa Aceh. Usahatani di Desa Blang Ramee merupakan usahatani yang dilakukan pada kondisi yang bergambut, dengan tingkat kematangan gambut hemic dan safrik yang kesuburannya rendah. Pengusahaan lahan masih rendah disebabkan ketersediaan modal, tenaga kerja dan kondisi lahan yang miskin unsur hara. Penggunaan faktor produksi juga masih sangat rendah dan belum sesuai anjuran PPL setempat. Teknologi budi daya yang diterapkan pada usahatani padi di Desa Blang Ramee ini masih sangat sederhana dan tanpa perlakuan khusus sesuai dengan kondisi lahan walaupun sebenarnya kondisi lahan di Desa Blang Ramee menuntut penggunaan yang lebih baik. Sehingga produktivitas lahan menjadi rendah. Anggreini 2005 menganalisis usahatani padi pestisida dan non pestisida di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usahatani padi non pestisida lebih menguntungkan untuk dilakukan jika dibandingkan dengan usahatani padi pestisida di Desa Purwasari. Hal ini dapat dilihat dari nilai pendapatan usahatani padi non pestisida atas biaya tunai dan total yang lebih tinggi. Nilai RC atas biaya tunai dan total yang lebih besar dari satu serta nilai imbangan penerimaan untuk tiap pekerja secara keseluruhan yang lebih besar daripada usahatani padi pestisida, baik pada saat musim kemarau maupun hujan. Faktor – faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi pestisida dan non pestisida adalah luas lahan, jumlah bibit dan pupuk KCl. Buana 1997 menganalis tingkat adopsi teknologi budidaya padi sawah di Provinsi Sulawesi Tenggara melalui pendekatan Koefisien Kolerasi Peringkat Spearman. Hasil analisisnya memberikan gambaran bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi budi daya padi sawah tergolong sedang, petani telah melaksanakan budi daya padi sawah tetapi belum sesuai dengan rekomendasi penyuluh pertanian setempat. Karateristik internal pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan 7 garapan, dan pendapatan menunjukkan hubungan yang nyata dan bersifat positif, yang menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan, dan pendapatan semakin tinggi tingkat adopsi teknologinya sedangkan umur dan pengalaman berusahatani menunjukkan hubungan yang nyata dan besifat negatif, yang menjelaskan bahwa semakin lama berusahatani semakin menurun tingkat adopsi teknologinya. Nahraeni 2000 dengan analis keputusan menggunakan model logit diperoleh hasil bahwa keputusan petani untuk mengadopsi teknologi sangat terkait dengan faktor risiko, keyakinan dan pendapatan yang tinggi dari teknologi tersebut. Upaya – upaya pembinaan langsung lapang dan demonstrasi lapang lebih efektif dalam mendorong penerapan teknologi tabela di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Santoso, et al 2001 mengkaji mengenai tingkat penerapan teknologi Sitem Usaha Pertanian SUP padi di wilayah Kabupaten Bojonegoro, Sidoarjo dan Jember yang dilakukakan pada tahun 19981999 sampai dengan tahun 2000 dengan analisis deskriptif memakai sistem skor. Hasil kajian menunjukkan bahwa adopsi teknologi anjuran pada sistem usahatani padi di wilayah pengkajian, belum sepenuhnya diadopsi oleh petani. teknologi anjuran yang diadopsi oleh petani peserta di Kabupaten Bojonegoro, Sidoarjo dan Jember sekitar 53 , sedangkan teknologi anjuran yang terdifusi oleh petani non peserta mencapai sekitar 47 . Adopsi teknologi telah berdampak terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani padi, yaitu sekitar 9 dan 26 . Agar adopsi teknologi anjuran dapat berlanjut, disarankan agar dorongan pemerintah daerah, pembinaan dan bimbingan melalui kelompok tani ditingkatkan. Yuliarmi 2006 menganalisis produksi dan faktor – faktor penentu adopsi teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi. Hasilnya tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah di Kecamatan Plered berada pada kategoti sedang 60 - 75 . Kalau dilihat dari tingkat produksi dan pendapatan, perbedaan produksi sebasar 976 kg dan perbedaan pendapatan yang diperoleh petani sebesar Rp 830,959. Permasalahan yang dihadapi petani dalam penerapan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered adalah kurangnya modal petani untuk membeli sarana produksi dan membiayai upah tenaga kerja serta tidak adanya jaminan harga yang layak pada saat panen raya. Proses adopsi teknologi pemupukan berimbang di Kecamatan Plered dipengaruhi oleh faktor luas lahan, biaya pupuk, dan harga gabah, dimana semakin luas lahan petani, semakin kecil biaya pupuk, dan semakin tinggi harga gabah semakin besar peluang petani dalam mengadopsi teknologi pemupukan berimbang.

D. PERTANIAN PRESISI