PEMUPUKAN PADI TINJAUAN PUSTAKA

5

B. PEMUPUKAN PADI

Degradasi lahan pertanian merupakan salah satu masalah dalam pembangunan pertanian. Degradasi sumberdaya lahan pertanian yang dihadapi terutama adalah kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah sebagai akibat dari penggunaan tanah yang over intensive, menurunnya penggunaan pupuk organik, serta kurangnya penerapan usaha tani konversi. Gejala terjadinya tanah “lapar pupuk” yang menuntut penggunaan dosis lebih tinggi untuk sekedar mempertahankan tingkat produktivitas yang dicapai. Hal ini berkaitan dengan terkurasnya unsur – unsur hara mikro dan menurunnya kesuburan tanah akibat semakin habisnya bahan – bahan organik. Penambahan pupuk organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Penggunaan pupuk organik muncul terutama karena masalah pencemaran lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap produk pertanian, dan aspek penting dari hal tersebut adalah penggunaan bahan organik sebagai pengganti sebagian atau seluruh pupuk kimia tanpa mengurangi tingkat produksi tanaman. Pupuk merupakan salah satu masukan yang mahal dalam sistem pertanian. Pemberian pupuk yang kurang dari mestinya menyebabkan produksi kurang optimal, sedangkan pemberian yang berlebihan akan mengakibatkan pemborosan dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, pupuk harus diberikan secara rasional sesuai kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Pemupukan pada tanaman padi merupakan hal yang tidak mudah, karena dosis pemupukan tanaman padi sangat relatif. Hal ini dipengaruhi oleh cuaca atau iklim, jenis tanah, ketersediaan unsur hara dalam tanah, varietas tanaman padi, jenis pupuk yang diberikan dan cara pemberian pupuk. Oleh karena itu takaran pemberian pupuk dan waktu pemberian menjadi hal yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman padi. Penggunaan pupuk secara rasional dan berimbang adalah salah satu kunci dalam memperbaiki dan meningktakan produktivitas lahan pertanian. Penggunaan pupuk secara rasional dan berimbang harus memperhatikan kadar unsur hara di tanah, jenis dan mutu pupuk, keadaan agroklimat, dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk berproduksi optimal. Mengingat mahalnya harga pupuk, maka penggunaannya harus diefisienkan melalui pemupukan spesifik lokasi yang didasarkan pada data uji tanah. Untuk sementara ini takaran pupuk terutama P dan K dapat didasarkan pada peta P dan K yang telah disusun oleh Puslitbangtanak dan BPTP. Jumlah kebutuhan pupuk berdasarkan peta tersebut di sebagian besar provinsi jauh lebih rendah daripada rekomendasi saat ini. Namun diakui bahwa sebagian petani memupuk melampaui takaran anjuran. Oleh karena itu peran penyuluh lapangan harus ditingkatkan. Rochayati dan Adiningsih, 2002. Pendekatan ini menguntungkan jika rekomendasi pemupukan dilandasi oleh uji tanah dan analisis tanaman bedasarkan metodologi yang tepat dan teruji. Program pelayanan uji tanah disajikan pada Gambar 1. Contoh tanah Uji tanah Pemodelan Petani Analisis Peneliti REKOMENDASI = Hasil meningkat Lapang Lab.UT Komputer Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan program pelayanan uji tanah. Sumber : Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian, 2002 6 Untuk menduga ketersediaan hara didalam tanah diperlukan uji tanah. Uji ini cukup sederhana, cepat, murah, tepat, dan dapat diulang. Tujuannya adalah memberikan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang rasional kepada petani. Untuk mendukung program tersebut laboratorium uji tanah telah dikembangkan dengan fasilitas yang memadai, antara lain di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Yogyakarta; serta di beberapa perguruan tinggi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002. Peluang peningkatan produktivitas lahan sawah di Indonesia masih terbuka melalui evaluasi insidensi dan penanganan hara selain N, P, dan K, yakni hara S dan Zn. Insidensi kekurangan S diduga cukup luas dan sudah diidentifikasi pada tanah Grumusol di Ngale Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Kecenderungan penggunan pupuk N dan P berkadar S rendah atau bebas S seperti urea dan TSP juga akan meningkatkan insidensi kekurangan S. Pada sebagian lahan sawah, kekurangan Zn merupakan faktor pembatas produksi setelah N dan P. Insidensi kekurangan Zn semakin meluas karena angkatan yang besar dan terus menerus dalam produk tanaman dan adanya fiksasi Zn oleh sulfida dalam tanah sawah Radjagukguk, 2002.

C. KAJIAN BEBERAPA STUDI TERDAHULU