Gambar 4 Pergerakan harga rata-rata gabah kering panen tingkat penggilingan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan, 1998
2008.
4.1.2. Tingkat Pedagang BesarGrosir
Pergerakan harga beras medium tingkat pedagang besargrosir di Indonesia pada periode Januari 1998 sampai dengan Desember 2008
menunjukkan tren yang meningkat Gambar 5. Kenaikan harga tertinggi terjadi pada bulan Juni 1998 yaitu sebesar 23.57 persen, sementara penurunan harga
tertinggi terjadi pada bulan Maret 2000 yaitu sebesar 5.22 persen. Penurunan harga yang terjadi di tingkat grosir tidak separah yang terjadi di tingkat petani. Ini
berarti pedagang besar memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menentukan harga beras.
Jika dilihat dari koefisien variasi CV antar tahun Tabel 3, harga beras medium grosir sangat tidak stabil pada tahun 1998, dengan koefisien variasi
sebesar 31.82 persen. Ini terkait dengan adanya krisis ekonomi yang menyebabkan buying panic, serta musim kemarau panjang yang mengurangi
produksi nasional pada tahun tersebut. Setelah periode 1998, harga beras medium di tingkat grosir relatif stabil, yaitu dengan rata-rata koefisien variasi sebesar 3.56
persen pada periode 1999-2008. Angka ini menunjukkan bahwa pergerakan harga di tingkat pedagang besar jauh lebih stabil dibandingkan fluktuasi harga yang
terjadi di pasar gabah tingkat petani pada periode yang sama.
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 Jabar
955,9 1219,2 1055,3 1142,2 1297,6 1320,3 1296,3 1609,0 2233,4 2592,5 2740,4
Jateng 891,6
1157,0 989,5
1112,3 1149,6 1226,5 1190,4 1391,2 1937,0 2204,8 2365,7 Jatim
905,8 1147,1
951,4 1087,0 1393,2 1362,1 1258,4 1544,8 2088,4 2368,9 2447,1
Sulsel 819,8
1051,0 821,3
974,3 1104,0 1108,9 1067,7 1313,5 1674,4 2065,3 2143,0
500 1000
1500 2000
2500 3000
Rp kg
Jabar Jateng
Jatim Sulsel
Gambar 5 Pergerakan harga beras kualitas medium tingkat pedagang besar di
Indonesia, Januari 1998-Desember 2008.
Jika ditelaah menurut pulau di Indonesia, pergerakan harga beras grosir di beberapa pulau besar di Indonesia pada periode Januari 1998 sampai dengan
Desember 2008 menunjukkan tren meningkat yang relatif sama Gambar 6. Namun, harga beras grosir di pulau Kalimantan memiliki kecenderungan tingkat
harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Ini bisa dimengerti, karena pulau Kalimantan bukan merupakan sentra produksi beras,
sehingga pasokan berasnya diperoleh dari pulau Jawa, yang menyebabkan tingginya biaya transportasi dan akhirnya menyebabkan tingginya tingkat harga di
wilayah tersebut. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3, variasi harga beras grosir di pulau-
pulau besar di Indonesia pada tahun 1998 relatif tinggi. Krisis ekonomi pada saat itu mendorong kenaikan harga beras yang sangat tinggi dan mengakibatkan semua
pulau mengalami gejolak harga yang sangat besar. Pulau Jawa dan Sulawesi mengalami ketidakstabilan harga beras grosir yang lebih tinggi dibandingkan rata-
rata nasional, yaitu masing-masing sebesar 35.27 dan 37.74 persen. Sementara, variasi harga di pulau Kalimantan dan Sumatera lebih rendah dibandingkan rata-
rata nasional, yaitu masing-masing sebesar 27.61 persen dan 29.51 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa Bulog tidak mampu melakukan stabilisasi harga
beras ketika terjadi gejolak harga yang meluas di seluruh wilayah Indonesia.
‐10 ‐5
5 10
15 20
25
1000 2000
3000 4000
5000 6000
Jan ‐98
Jun ‐98
Nop ‐98
Apr ‐99
Sep ‐99
Feb ‐00
Ju l‐
00 De
s‐ 00
Me i‐
01 Okt
‐01 Ma
r‐ 02
Agust ‐02
Jan ‐03
Jun ‐03
Nop ‐03
Apr ‐04
Sep ‐04
Feb ‐05
Ju l‐
05 De
s‐ 05
Me i‐
06 Okt
‐06 Ma
r‐ 07
Agust ‐07
Jan ‐08
Jun ‐08
Nop ‐08
Rpkg
Harga Beras Grosir HBG Medium
Growth HBG Sb. Kanan
Gambar 6 Pergerakan harga beras kualitas medium tingkat pedagang besar di
beberapa pulau besar di Indonesia, Januari 1998-Desember 2008.
Secara umum, pada periode 1999 sampai dengan 2008, semua pulau rata- rata mengalami gejolak harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan gejolak
harga nasional yang sebesar 3.56 persen. Secara rata-rata, harga beras grosir di pulau Kalimantan pada periode ini paling stabil, dengan koefisien variasi sebesar
3.90 persen, diikuti oleh pulau Sumatera 4.18 persen, Sulawesi 4.44 persen, dan Jawa 5.55 persen. Namun, jika dilihat dari koefisien variasi antar tahun,
stabilitas harga di pulau Kalimantan paling berfluktuasi dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya, yaitu memiliki CV yang berkisar antara 1.92 persen sampai
dengan 10.24 persen, diikuti dengan Jawa antara 1.62 persen sampai dengan 9.22 persen, Sumatera antara 0.99 persen sampai dengan 5.99 persen, dan Sulawesi
antara 2.48 persen sampai dengan 6.31 persen. Sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998,
timbul tekanan yang sangat kuat agar peran pemerintah dikurangi secara drastis sehingga semua kepentingan nasional termasuk pangan harus diserahkan
sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Tekanan tersebut menyebabkan Bulog sebagai lembaga yang mengurusi pangan nasional perlu melakukan perubahan
status hukum agar menjadi lembaga yang lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Puncaknya, pada Januari 2003, Bulog secara resmi berubah status dari Lembaga
1000 2000
3000 4000
5000 6000
Jan ‐98
Ju n
‐98 No
p ‐98
Apr ‐99
Sep ‐99
Feb ‐00
Jul ‐00
Des ‐00
Mei ‐01
Okt ‐01
Mar ‐02
Ag u
st ‐02
Jan ‐03
Ju n
‐03 No
p ‐03
Apr ‐04
Sep ‐04
Feb ‐05
Jul ‐05
Des ‐05
Mei ‐06
Okt ‐06
Mar ‐07
Ag u
st ‐07
Jan ‐08
Ju n
‐08 No
p ‐08
Rpkg Sumatera
Jawa Kalimantan
Sulawesi Lainnya
Pemerintah Non Departemen LPND menjadi Perusahaan Umum Perum. Perubahan status ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, karena
Bulog akan menjalankan dua fungsi bersamaan, yaitu fungsi publik dan fungsi komersial. Jika dilihat tingkat volatilitas harga beras di tingkat pedagang besar
yang ditunjukkan oleh nilai CV pada Tabel 3, ternyata harga beras bulanan lebih sering berfluktuasi pada era Bulog sebagai LPND dibandingkan pada era Bulog
sebagai Perum. Selama periode 1999-2002, rata-rata nilai CV nasional sebesar 4.08 persen, sedangkan tahun 2003-2008 sebesar 3.21 persen. Jika dilihat menurut
pulau, hanya pulau Kalimantan dan Sulawesi yang harga beras grosir lebih stabil pada periode LPND Bulog 1999-2002 dibandingkan selama periode Perum
Bulog 2003-2008, namun itupun tidak terlalu signifikan perbedaannya. Tabel 3 Koefisien variasi CV harga beras grosir di beberapa pulau besar di
Indonesia, 1998-2008
Tahun Sumatera Jawa
Kalimantan Sulawesi Lainnya Nasional
1998 29.51 35.27
27.61 37.74
34.19 31.82
1999 5.00 6.81
5.46 3.32
5.99 4.50
2000 3.35 6.14
2.49 3.11
6.62 2.69
2001 4.71 8.49
3.17 5.18
8.80 5.40
2002 5.38 6.79
4.28 5.79
5.45 3.73
2003 0.99 3.25
2.80 5.10
2.40 1.82
2004 3.40 4.17
2.10 2.48
1.78 1.93
2005 3.08 9.22
4.22 6.21
4.53 4.58
2006 5.78 5.22
10.24 6.31
10.98 6.33
2007 4.13 3.78
2.32 3.70
9.02 1.78
2008 5.99 1.62
1.92 3.18
3.25 2.81
rata-rata 1999-2008 4.18
5.55 3.90
4.44 5.88
3.56 minimum 0.99
1.62 1.92
2.48 1.78
1.78 maksimum 5.99
9.22 10.24
6.31 10.98
6.33 rata-rata 1999-2002
4.61 7.06
3.85 4.35
6.71 4.08
rata-rata 2003-2008 3.89
4.55 3.93
4.50 5.33
3.21
4.1.3. Tingkat KonsumenEceran