Konstanta tanpa tren Antar Wilayah Spatial

dengantanpa tren. Hasil uji ADF untuk deret harga masing-masing variabel pada level dan first difference disajikan pada Tabel 6. Jika menggunakan konstanta tanpa tren panel A, variabel pada tingkat level yang sudah stasioner secara alami adalah harga pembelian pemerintah untuk beras LHPPB, jumlah pengadaan beras yang dilakukan oleh Bulog LJPB, jumlah pengadaan gabah yang dilakukan oleh Bulog LJPG, dan total distribusi beras yang dilakukan oleh Bulog LDB. Sementara, jika diuji menggunakan konstanta dengan tren panel B, variabel jumlah pengadaan beras yang dilakukan oleh Bulog LJPB, jumlah pengadaan gabah yang dilakukan oleh Bulog LJPG, jumlah stok beras Bulog LSB, dan total distribusi beras yang dilakukan oleh Bulog LDB yang stasioner alami pada tingkat level. Tabel 6 Uji unit root ADF untuk masing-masing variabel dalam natural log No. Variabel Variabel pada Level Variabel pada first difference Variabel pada Level Variabel pada first difference Jumlah lag ADF test Jumlah lag ADF test Jumlah lag ADF test Jumlah lag ADF test

A. Konstanta tanpa tren

B . Konstanta dengan tren 1 LHGB 0 -2.05 0 -6.55 0 -1.93 0 -6.51 2 LHPPG 0 -2.05 0 -9.54 0 -2.85 0 -9.58 3 LHPPB 0 -3.04 -9.5 0 -2.93 -9.5 4 LJPB 1 -5.76 1 -8.39 1 -5.77 1 -8.34 5 LJPG 0 -4.25 1 -8.61 0 -4.57 1 -8.56 6 LSB 2 -2.82 1 -6.85 1 -4.46 1 -6.83 7 LDB 0 -4.26 1 -9.7 0 -4.26 2 -8.42 8 LNTP -1.8 0 -10.9 0 -2.81 0 -10.9 9 LHBBM -1.2 0 -10.1 0 -2.26 0 -10.1 10 LHI 1 -2.05 -6.3 1 -3.16 -6.28 11 LER -1.54 -8.94 -2.63 0 -8.89 a Jumlah lag optimal dipilih pada nilai SIC Schwarz’s Information Criteria minimum. b Test ADF dibandingkan dengan nilai Tabel MacKinnon, dimana dan adalah tolak hipotesis nol bahwa variabel tersebut mengandung unit root pada taraf nyata 1 dan 5. Untuk uji ADF variabel pada first difference, hipotesis nol adanya unit root ditolak pada taraf nyata 1, baik jika menggunakan konstanta tanpa tren maupun menggunakan konstanta dengan tren. Dengan demikian, semua variabel adalah terintegrasi pada ordo satu, yang dilambangkan dengan I1 Engle dan Granger, 1987. Karena pada panel A dan B hipotesis nol adanya unit root ditolak pada taraf nyata 1, maka untuk análisis faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras dapat digunakan model dengan konstanta tanpa tren atau dengan tren. Tahap kedua dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras adalah melihat kestabilan dari model VAR. Hasil dari uji kestabilan menunjukkan bahwa model VAR pada lag 1 sampai dengan lag 4 masih stabil. Sementara model VAR dengan lag 5 sudah tidak stabil. Artinya, kemungkinan lag optimal yang dapat digunakan adalah antara lag 1 sampai dengan lag 4. Tahap ketiga adalah menentukan lag optimal dengan uji-uji selection order-criteria yang disediakan oleh E Views. Hasilnya menunjukkan bahwa lag optimum yang dapat digunakan pada model VAR adalah lag 1, yaitu berdasarkan kriteria informasi LR, FPE, AIC, SC, HQ Tabel 7. Tabel 7 Penentuan lag optimal untuk variabel Lag LL LR FPE AIC SC HQ 448.3959 NA 5.36E-18 -8.552084 -7.044493 -7.943608 1 1042.145 980.9762 1.92E-22 -18.82923 -14.00494 -16.88211 2 1120.653 110.936 5.64E-22 -17.9055 -9.764513 -14.61973 3 1206.36 100.6118 1.78E-21 -17.13825 -5.68056 -12.51383 4 1349.56 133.8617 2.37E-21 -17.62088 -2.846488 -11.65781 Keterangan: adalah hipotesis nol ditolak pada taraf nyata 5 Tahap selanjutnya adalah uji kointegrasi dan menentukan jumlah vektor kointegrasi r di antara sistem variabel yang ada. Hasil uji kointegrasi multi- variabel dengan Johansen maximum likelihood dengan lag 1 untuk analisis faktor- faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil uji kointegrasi tersebut menunjukkan bahwa jumlah hubungan jangka panjang dalam sistem adalah tiga r = 3 untuk taraf nyata 1. Tabel 8 Uji kointegrasi dan jumlah vektor kointegrasi r untuk analisis faktor- faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia Hipotesis Nol Eigenvalue Trace statistics Max-eigen statistic r = 0 0.624100 416.7839 91.9725 r ≤ 1 0.568093 324.8114 78.9171 r ≤ 2 0.534975 245.8942 71.9724 r ≤ 3 0.380303 173.9218 44.9814 r ≤ 4 0.310897 128.9404 35.0023 r ≤ 5 0.288895 93.93818 32.0479 r ≤ 6 0.220168 61.89026 23.3756 r ≤ 7 0.158210 38.51463 16.1892 r ≤ 8 0.148194 22.32546 15.0773 r ≤ 9 0.047047 7.248157 4.5298 r ≤ 10 0.028504 2.718314 2.7183 Keterangan: adalah hipotesis nol ditolak pada taraf nyata 5 Hasil Uji Model VECM disajikan pada Lampiran 1 Karena salah satu tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia, maka estimasi model VECM yang dianalisis, difokuskan pada estimasi spread harga gabah dan beras LHGB. Tabel 9 menampilkan persamaan kointegrasi Cointegration EquationCE untuk keseimbangan jangka panjang. Terlihat adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara jumlah pembelian beras LJPB, jumlah pembelian gabah LJPG, harga pembelian pemerintah untuk beras LHPPB, harga pembelian pemerintah untuk gabah LHPPG, harga BBM LBBM, harga beras internasional LHI, dan nilai tukar LER dengan spread harga gabah dan beras LHGB. Sementara, nilai tukar petani LNTP tidak memiliki hubungan keseimbangan jangka panjang dengan spread harga gabah dan beras LHGB. Tabel 9 Persamaan kointegrasi jangka panjang untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia Variabel Persamaan Kointegrasi 1 CE 1 Persamaan Kointegrasi 2 CE 2 Persamaan Kointegrasi 3 CE 3 LHGB-1 1.00000 0.00000 0.00000 LSB-1 0.00000 1.00000 0.00000 LDB-1 0.00000 0.00000 1.00000 LJPB-1 0.01382 0.06429 0.07026 LJPG-1 -0.00556 0.05809 -0.06753 LHPPB-1 1.96919 1.39884 -11.09685 LHPPG-1 -1.06430 -1.17990 5.44663 LHBBM-1 -0.23880 -0.75039 1.76392 LNTP-1 -0.24936 0.33442 -0.18197 LHI-1 -0.09238 -0.04733 1.90031 LER-1 -0.51021 -2.65414 1.84956 TREND01M01 0.00955 0.02471 -0.05383 C 5.25396 35.71304 11.75240 Keterangan: adalah hipotesis nol ditolak pada taraf nyata 5, adalah hipótesis nol ditolak pada taraf nyata 1 Sementara, persamaan jangka pendek untuk spread harga gabah dan beras DLHGB ditunjukkan pada Tabel 10. Seperti sebelumnya, nilai t-hitung yang diperoleh dibandingkan dengan nilai t-tabel, di mana nilai yang digunakan adalah tingkat kepercayaan 5 persen t-tabel=1.96 dan 10 persen t-tabel=1.67. Apabila nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t-tabel, maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut berpengaruh signifikan. Dalam Tabel 10 tersebut, koefisien baris DLHGB-1, DLSB-1, DLDB-1, DLJPB-1, DLJPG-1, DLHPPB-1, DLHPPG-1, DLHBBM-1, DLNTP-1, DLHI-1, DLER-1 menunjukkan besaran penyesuaian yang disebabkan perubahan setiap variabel jangka pendek pada periode sebelumnya terhadap perubahan spread harga gabah dan beras pada saat ini. Tabel 10 Hasil uji model VECM untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia Koreksi Galat DLHGB Pers. Kointegrasi 1 -0.226544 Pers. Kointegrasi 2 -0.031867 Pers. Kointegrasi 3 -0.044628 DLHGB-1 0.025851 DLSB-1 -0.163852 DLDB-1 0.018322 DLJPB-1 -0.002472 DLJPG-1 -0.001140 DLHPPB-1 0.032999 DLHPPG-1 0.058411 DLHBBM-1 0.074983 DLNTP-1 0.035827 DLHI-1 0.096559 DLER-1 -0.154742 C 0.000612 DM_1 0.043974 DM_2 0.012561 DHP -0.014385 DSB -0.019365 Keterangan: adalah hipotesis nol ditolak pada taraf nyata 10, adalah hipotesis nol ditolak pada taraf nyata 5. Tabel 10 menunjukkan bahwa peubah persamaan kointegrasi 1 signifikan terhadap spread harga gabah dan beras sebesar -0.23, artinya terdapat penyesuaian dari persamaan jangka pendek menuju persamaan jangka panjang sebesar 0.23 persen. Dapat pula diartikan bahwa setiap bulannya, kesalahan dikoreksi sebesar 0.23 persen menuju keseimbangan jangka panjang. Dari beberapa peubah yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras dalam jangka pendek, hanya peubah stok beras pada periode sebelumnya DLSB-1 dan dummy musim panen raya DM_1 yang signifikan mempengaruhi spread harga gabah dan beras pada taraf nyata 5 persen. Dalam jangka pendek, peubah stok beras signifikan mempengaruhi spread harga gabah dan beras dengan koefisien sebesar -0.16, artinya setiap kenaikan satu persen stok beras yang dikelola oleh Bulog akan menurunkan spread harga gabah dan beras sebesar 0.16 persen. Hasil estimasi Model VECM seringkali tidak memuaskan jika dilihat dari uji t. Selain itu, secara individual koefisien dalam model VECM sulit diinterpretasikan. Analisis penting yang dapat dihasilkan dari model VECM adalah impulse response function IRF dan forecast error variance decomposition FEVD. Analisis IRF melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem VECM karena adanya goncangan shock pada variabel endogen lainnya sebesar 1 satuan standar deviasi SD. Pada Gambar 12 disajikan hasil IRF selama 24 bulan ke depan dari model VECM untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia. Faktor yang paling besar mempengaruhi spread harga gabah dan beras adalah jumlah pembelian beras JPB yang dilakukan oleh Bulog, 1 standar deviasi kenaikan jumlah pembelian beras akan mengurangi spread harga gabah dan beras HGB sebesar 0,013 pada bulan ke-2, nilai ini semakin membesar sampai bulan ke-9, sedikit turun pada bulan 10-12, setelah itu spread harga akan stabil. Shock pada jumlah pembelian gabah JPG juga memberikan efek yang sama seperti shock pada jumlah pembelian beras, namun pengaruhnya terhadap spread harga jauh lebih kecil. Pembelian beras dan gabah yang dilakukan Bulog akan menentukan stok yang dikelola oleh Bulog. Sesuai Instruksi Presiden mengenai kebijakan perberasan, stok ini akan digunakan untuk operasi pasar dalam rangka menstabilkan harga. Berdasarkan hasil IRF, Stok beras SB yang dikendalikan oleh Bulog akan direspon secara negatif oleh spread harga, kenaikan 1 SD stok beras akan mengurangi spread harga sebesar 0,0084 pada bulan ke-2, nilai ini terus membesar, dan mulai mencapai kestabilan baru pada bulan ke-12. Pengadaan melalui pembelian beras dan gabah yang dilakukan oleh Bulog pada periode 2001-2008 ternyata memberikan kontribusi yang cukup penting dalam mengendalikan spread harga beras dan gabah. Jumlah pengadaan yang dilakukan oleh Bulog setiap tahunnya berkisar antara 1.5–2 juta ton setara beras, yaitu sekitar 5–7 persen dari total produksitahun atau sekitar 20-25 persen dari surplus yang dipasarkan petani selama bulan Maret–Mei. Harga beras internasional HI, direspon secara positif oleh spread harga. Shock harga beras internasional sebesar 1 SD akan menambah spread harga sebesar 0.011 pada bulan ke-2. Pada pasar beras yang terbuka, dengan harga luar negeri yang murah dan tarif impor yang tidak efektif adalah tidak mungkin harga dasar diamankan oleh Bulog, kecuali dengan menyerap seluruh surplus beras di pasar dunia. Karena dengan harga dasar yang lebih tinggi dari harga luar negeri, aliran beras masuk dari pasar dunia ke pasar domestik tidak terbendung. Menurut Surono 2005, ada dua efek besar yang ditimbulkan dari arus beras impor. Harga beras dalam negeri akan tertekan rendah karena menyesuaikan dengan harga beras dunia meskipun telah ditetapkan tarif impor. Sebagai contoh, harga beras dunia pada bulan April tahun 2001 sekitar 150 USD per ton, dengan kurs sekitar Rp 10000 per USD dan tarif impor sebesar Rp 430 per kg, maka harga beras impor di pasar grosir adalah sekitar Rp 1930 per kg atau 20 persen di bawah harga beli Bulog. Selain itu, aktivitas perdagangan beras antar daerah dan antar waktu menurun karena sumber suplainya lebih terbuka. Pedagang dapat memilih sumber beras dari impor atau domestik, tergantung mana yang lebih menguntungkan. Berkurangnya aktivitas perdagangan beras antar daerah tersebut akan menekan harga di daerah produsen karena surplus hasil produksi tidak bergerak. Hal ini menunjukkan bahwa menjaga produksi beraspadi dalam negeri amat penting untuk menghindari tingginya resiko ketidakstabilan harga dan suplai beras dari pasar dunia. Indeks nilai tukar rupiah terhadap dollar ER mempengaruhi spread harga secara negatif, jika indeks nilai tukar menguat ditunjukkan dengan indeks nilai tukar yang semakin membesar maka spread harga gabah dan beras akan menurun, shock sebesar 1 SD pada indeks nilai tukar akan mengurangi spread harga sebesar 0.013 pada bulan ke-1, nilai ini semakin mengecil, dan kemudian mengalami kestabilan baru mulai bulan ke-11. Selama beras domestik masih memiliki ketergantungan terhadap produksi beras luar negeri, maka nilai tukar akan sangat berpengaruh terhadap harga beras domestik. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar akan menyebabkan beras di luar negeri menjadi relatif lebih murah, yang pada gilirannya akan mendorong impor beras masuk ke Indonesia. Pada periode 2001-2007, Indonesia masih melakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras domestik, baru pada tahun 2008 Indonesia tidak lagi melakukan impor, karena produksi beras domestik telah mencukupi, yaitu sebesar 38 juta ton beras. Shock pada distribusi beras yang dilakukan Bulog DB, harga pembelian pemerintah untuk beras HPPB, dan nilai tukar petani NTP hanya mempengaruhi spread harga pada jangka pendek 3-5 bulan, setelah itu spread harga akan kembali kepada tingkat kestabilan awal. Tidak seperti HPPB, ternyata shock yang terjadi pada harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen HPPG akan mengurangi spread harga menjauhi kestabilan awal mulai pada bulan ke-3. Begitu pula untuk harga BBM HBBM, shock sebesar 1 SD akan mengurangi spread harga sebesar 0.000948 pada bulan ke-1, nilai ini semakin membesar, dan mencapai keseimbangan awal di bulan ke-6. Selain IRF, model VECM juga menyediakan analisis forecast error variance decomposition FEVD. Analisis IRF sebelumnya digunakan untuk mengetahui dampak shock dari variabel endogen terhadap variabel lainnya di dalam model VECM. Sedangkan analisis FEVD digunakan untuk menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VECM karena adanya shock. FEVD berguna untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem VECM. Hasil FEVD selama 24 bulan ke depan dari model VECM untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia disajikan pada Tabel 11. Response to Cholesky One S.D. Innovations Gambar 12 Hasil impulse response function IRF dari model VECM untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia. 78 Tabel 11 Hasil forecast error variance decomposition FEVD dari model VECM untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia Period S.E. LHGB LSB LDB LJPB LJPG LHPPB LHPPG LHBBM LNTP LHI LER 1 0.048 100.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 2 0.066 89.821 2.491 1.831 0.472 0.919 0.000 0.012 0.550 0.005 2.470 1.429 3 0.077 81.679 2.693 2.698 0.367 2.460 0.001 0.009 0.960 0.083 6.057 2.993 4 0.088 75.832 2.240 3.962 0.330 4.258 0.019 0.017 1.487 0.206 8.077 3.572 5 0.098 72.159 1.922 5.080 0.354 5.319 0.051 0.036 2.068 0.337 8.919 3.753 6 0.107 70.246 1.752 5.631 0.361 5.765 0.067 0.050 2.453 0.413 9.411 3.852 7 0.115 69.185 1.654 5.873 0.359 5.979 0.074 0.060 2.665 0.449 9.787 3.916 8 0.122 68.357 1.585 6.056 0.356 6.155 0.081 0.067 2.810 0.472 10.101 3.960 9 0.129 67.585 1.529 6.241 0.355 6.330 0.087 0.073 2.932 0.493 10.373 4.003 10 0.136 66.910 1.478 6.407 0.354 6.487 0.092 0.077 3.037 0.513 10.602 4.045 11 0.143 66.363 1.434 6.540 0.353 6.614 0.096 0.080 3.125 0.530 10.785 4.079 12 0.149 65.926 1.398 6.646 0.353 6.716 0.099 0.083 3.198 0.544 10.932 4.106 13 0.155 65.562 1.368 6.734 0.353 6.799 0.102 0.086 3.259 0.555 11.056 4.127 14 0.160 65.248 1.343 6.810 0.353 6.870 0.104 0.088 3.311 0.564 11.163 4.146 15 0.166 64.971 1.321 6.877 0.352 6.934 0.106 0.090 3.356 0.573 11.258 4.162 16 0.171 64.727 1.302 6.936 0.352 6.990 0.108 0.092 3.396 0.580 11.341 4.177 17 0.176 64.511 1.284 6.988 0.352 7.039 0.109 0.093 3.432 0.587 11.415 4.190 18 0.181 64.320 1.269 7.034 0.352 7.083 0.111 0.094 3.463 0.592 11.480 4.201 19 0.186 64.148 1.255 7.076 0.351 7.123 0.112 0.096 3.492 0.598 11.538 4.212 20 0.191 63.994 1.243 7.113 0.351 7.158 0.113 0.097 3.517 0.602 11.591 4.221 21 0.196 63.853 1.232 7.147 0.351 7.190 0.114 0.098 3.540 0.607 11.639 4.229 22 0.200 63.726 1.221 7.178 0.351 7.220 0.115 0.099 3.561 0.611 11.682 4.237 23 0.205 63.609 1.212 7.206 0.351 7.247 0.116 0.099 3.580 0.614 11.722 4.244 24 0.209 63.502 1.203 7.232 0.351 7.271 0.117 0.100 3.598 0.617 11.759 4.250 Cholesky Ordering: LHGB LHI LER LSB LDB LJPB LJPG LHPPB LHPPG LHBBM LNTP Tabel 11 menunjukkan bahwa pada bulan pertama, shock pada spread harga gabah dan beras ditentukan oleh spread harga itu sendiri sebesar 100 persen persen. Pada bulan ke 2, shock pada spread harga gabah dan beras ditentukan oleh spread harga itu sendiri sebesar 89.8 persen, stok beras sebesar 2.5 persen, distribusi beras 1.83 persen, jumlah pembelian beras sebesar 0.47 persen, jumlah pembelian gabah sebesar 0.92 persen, harga pembelian pemerintah untuk gabah sebesar 0.012 persen, harga BBM sebesar 0.55 persen, NTP sebesar 0.005 persen, harga beras internasional sebesar 2.47 persen, dan indeks nilai tukar sebesar 1.43 persen. Semua variabel memiliki pengaruh yang semakin besar dari periode ke periode terhadap spread harga gabah dan beras. Namun, pada bulan ke-24, harga beras internasional memiliki pengaruh paling besar terhadap spread harga gabah dan beras, yaitu sebesar 11.8 persen. Hal ini dikarenakan pada periode pengamatan 2001-2008, Indonesia memiliki ketergantungan terhadap impor beras yang cukup tinggi. Selain itu, pada akhir periode, distribusi beras dan jumlah pembelian gabah juga menentukan spread harga cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 7.2 persen. Oleh karenanya, peran Bulog cukup penting dalam mengendalikan spread harga gabah dan beras di Indonesia. Halaman ini sengaja dikosongkan

V. INTEGRASI PASAR

Integrasi pasar beras dilihat melalui keseimbangan harga yang terjadi pada integrasi pasar spasialhorizontal dan integrasi pasar vertikal. Integrasi spasial dilihat dari pergerakan harga beras yang terjadi di tingkat konsumen dan di tingkat pedagang besar untuk provinsi-provinsi di Indonesia. Sementara, integrasi pasar vertikal dilihat dari pergerakan harga mulai dari tingkat petani, pedagang besar, dan harga di tingkat konsumen. Harga beras internasional tidak dimasukkan ke dalam analisis integrasi pasar vertikal karena cakupan analisis penelitian ini adalah untuk melihat spread harga gabah di tingkat petani dan harga beras di tingkat konsumen. Analisis data deret waktu akan dilakukan dengan metode kointegrasi dan model vektor koreksi galat VECM, dengan tahapan prosedur pengujian proses pembangkitan data data generating process, DGP seperti yang dikemukakan oleh Engle Granger dalam Enders 1995.

5.1. Integrasi Pasar Horizontal

Integrasi pasar spasial menunjukkan seberapa besar perubahan harga produk di suatu pasar mempengaruhi perubahan harga produk sejenis di pasar lain Trotter, 1992. Artinya, jika terjadi integrasi pasar beras di antara dua atau beberapa provinsi, maka perubahan harga beras di suatu provinsi akan diikuti oleh perubahan harga beras di provinsi lain. Analisis integrasi pasar spasial dilakukan terhadap harga beras bulanan Januari 2001-Oktober 2008 di tingkat konsumenpedagang pengecer dan di tingkat grosirpedagang besar antar pelabuhan besar di Indonesia. Harga beras tersebut dideflasi dengan indeks harga konsumen dalam harga riil, selanjutnya harga tersebut akan dianalisis dengan model vektor kointegrasi dan VECM.

5.1.1. Integrasi Pasar Beras di Tingkat Pedagang PengecerKonsumen

Analisis integrasi harga-harga di pasar konsumen beras dilakukan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana bekerjanya kekuatan pasar beras pada berbagai wilayah dan keterkaitannya satu sama lain dalam membentuk