III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Operasional Penelitian
Secara umum, spread harga gabah dan harga beras yang semakin membesar sejak tahun 1998 dapat disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, spread
tersebut dapat disebabkan oleh besarnya biaya yang diperlukan dari proses pembelian gabah di tingkat petani sampai penjualan beras di tingkat eceran. Biaya
tersebut meliputi biaya penyimpanan, penjemuran, penggilingan, biaya pengolahan, serta biaya distribusi antar wilayah transportasi yang melibatkan
banyak pelaku pasar. Sistem pemasaran yang menimbulkan biaya yang tinggi akan berdampak bukan saja mengurangi surplus produsen, tetapi juga akan
membebani konsumen. Kedua, keterkaitan harga beras di tingkat konsumen dan di tingkat
produsen yang bersifat asimetri Simatupang, 2001. Peningkatan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga gabah di
tingkat petani. Sementara itu, peningkatan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan sempurna dan cepat ke harga beras di tingkat konsumen,
demikian sebaliknya. Artinya, fluktuasi harga beras atau gabah cenderung merugikan petani dan konsumen.
Ketiga, kenaikan harga beras internasional dan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap US dollar juga mendorong terjadinya kenaikan harga beras
domestik, sehingga turut memperbesar gap antara harga gabah dan beras domestik. Pasar gabah dan beras di Indonesia semakin jauh dari sempurna dan
cenderung merugikan petani yang sebagian besar berperan sebagai net consumer. Inilah yang menjadi alasan kuat perlunya intervensi pasar oleh pemerintah.
Namun, bagaimana peran pemerintah melalui Instruksi Presiden Inpres mengenai HPP dan lembaga Bulog dalam menciptakan kestabilan harga gabah
dan beras tersebut. Ketika harga gabah jatuh di bawah harga dasar karena kelebihan
penawaran pada masa panen, Bulog meningkatkan permintaan dengan membeli beras dari koperasi petani danatau pedagang dan menyimpannya sebagai stok.
Sebaliknya, ketika harga beras meningkat karena kelebihan permintaan, Bulog
akan meningkatkan suplai dengan melepaskan stok beras ke pasar. Selain itu, jika suplai domestik tidak mencukupi konsumsi beras domestik, maka Bulog
melakukan impor dari negara lain. HPP terkait dengan pengadaan beras dalam negeri, yang kemudian dipakai
untuk memperkuat cadangan pemerintah dalam rangka mengatasi instabilitas harga maupun intervensi pada situasi darurat —bencana alam maupun bencana
ciptaan manusia— dimana pasar lumpuh dan tidak berfungsi. Cadangan pemerintah juga terkait dengan pengadaan beras dengan impor, manakala suplai
pangan dari produksi dalam negeri tidak mencukupi, akibat dari gangguan hamapenyakit, kekeringankebanjiran sehingga dapat mengganggu instabilitas
harga pangan antar tahun. Peran Bulog dalam stabilisasi harga gabah dan beras semakin melemah
setelah perubahan status lembaganya yang menjadi Perusahaan Umum Perum. Perubahan status tersebut menegaskan fungsi Bulog untuk menyelenggarakan
usaha logistik pangan pokok secara komersial dan mekanisme pasar. Usaha itu harus lebih bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
Masalah lainnya adalah kebijakan pemerintah yang menetapkan harga pembelian pemerintah HPP, yang tidak menjamin bahwa harga pasar gabah di
atas HPP. Kebijakan ini hanya efektif pada saat terjadi defisit produksi, tetapi efektifitasnya tidak dijamin mampu menyangga harga gabah di pasar sesuai
dengan HPP yang telah ditetapkan utamanya pada periode meningkat di luar yang diperkirakan surplus.
Lemahnya peran Bulog dalam mengendalikan harga beras dan gabah juga dapat dikaitkan dengan struktur pasar beras dan gabah yang mungkin tidak
sempurna. Integrasi pasar dapat memberikan informasi penting sehubungan dengan kekuatan atau kelemahan dari tingkat persaingan di masing-masing pasar.
Setiap kebijakan yang dibuat oleh pelaku misalnya, industri atau pemerintah pada suatu pasar, akan langsung berpengaruh pada pelaku pasar di setiap pasar
terkait. Berdasarkan uraian di atas, maka alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini diberikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Kerangka pikir penelitian.
3.2. Jenis dan Sumber Data