xxiii
BAB II LANDASAN TEORI
II.A. Kepuasan terhadap Supervisi Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang
disebutkan Herzberg dalam teorinya. Faktor hygiene merupakan faktor yang tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja tetapi dapat mengurangi ketidakpuasan kerja
Aamodt, 1990. Kepuasan terhadap supervisi merupakan hal yang tidak dapat diabaikan
karena akan berpengaruh terhadap kepuasan karyawan secara keseluruhan Mardanov, dkk., 2007. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kepuasan
terhadap supervisi, di bawah ini dijelaskan mengenai pengertian kepuasan terhadap supervisi, aspek-aspek kepuasan terhadap supervisi, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan terhadap supervisi.
II.A.1. Pengertian Kepuasan terhadap supervisi
Kepuasan berasal dari kata dasar puas yang mana dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti puas lega, merasa senang, dan tidak ada yang harus disalahkan.
Sedangkan supervisi berarti pemantauan atau pengawasan. Proses pemantauan dan pengawasan dijelaskan secara lebih lanjut oleh Manullang dalam
Simatupang, 2006 sebagai suatu proses melihat pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilai sesuai dengan rencana semula, dan mengoreksinya bila
perlu. Gitosudarmo dalam Daryatmi, 2002 menambahkan bahwa supervisi juga
Universitas Sumatera Utara
xxiv melihat kondisi dari kegiatan yang sedang dilakukan apakah telah mencapai
sasaran yang ditentukan atau belum. Miner 1992 menyebutkan bahwa kepuasan dalam pekerjaan merupakan
salah satu konsekuensi dari hubungan antara atasan dan bawahan, dalam hal ini supervisor dan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Mardanov,et.al. 2007
menyebutkan bahwa semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Graen,et.al. dalam
Muchinsky, 2001 menjelaskan hubungan antara supervisor dan karyawan ini dalam Leader-member exchange theory LMX.
LMX adalah teori yang memfokuskan pada interaksi antara pemimpin dan pengikutnya. Yukl dalam Dionne, 2000 menyebutkan bahwa LMX menjelaskan
bagaimana pemimpin dan bawahan mengembangkan hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran bawahan di dalam suatu
organisasi. LMX tidak hanya melihat sikap dan perilaku pemimpin dan pengikutnya tetapi menekankan pada kualitas hubungan yang terbentuk.
Teori LMX sebelumnya disebut vertical dyad lingkage theory karena terfokus pada proses timbal balik yang terjadi dalam dyad dua bagian yang
berupa kesatuan yang berinteraksi dan merujuk pada hubungan antara seorang pemimpin dan seorang bawahan saja Yukl, 1998.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan terhadap supervisi adalah perasaan yang menyenangkan terhadap proses
pemantauan dan pengawasan yang terbentuk melalui kualitas hubungan antara supervisor dan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
xxv
II.A.2. Aspek-Aspek Kepuasan terhadap Supervisi
Dienesch dan Liden 1986 mengemukakan aspek-aspek dalam LMX yang disebut dengan ”currencies of exchange”, yaitu:
a. Kontribusi; persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat
tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama. Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang berorientasi pada tugas adalah suatu
tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja dan atau kontrak kerja, demikian juga dengan pimpinan
yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut.
b. Loyalitas; pernyataan atau ungkapan untuk mendukung penuh tujuan dan sifat
individu lainnya dalam hubungan timbal balik pemimpin dan bawahan. Loyalitas menyangkut suatu kesetiaan penuh terhadap seseorang secara
konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya. c.
Perasaan; saling kasih sayang di antara pemimpin dan bawahannya yang berdasarkan terutama pada daya tarik antar individu dan bukan hanya pada
pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk kasih sayang yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam suatu keinginan untuk melakukan
hubungan yang menguntungkan dan bermanfaat, seperti antar sahabat. d.
Penghargaan profesional; persepsi mengenai sejauh mana pada setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam dan
atau luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di dalam pekerjaan. Persepsi ini bisa saja berdasarkan pada riwayat hidup seseorang, seperti
Universitas Sumatera Utara
xxvi pengalaman pribadi seseorang, pendapat-pendapat orang lain di dalam dan di
luar organisasi, serta keberhasilan atau penghargaan profesional lainnya yang telah diraih seseorang. Oleh karena itu, mungkin saja persepsi tentang rasa
hormat pada seseorang tersebut telah ada sebelum bekerja atau bertemu
dengan orang tersebut. Setelah mengetahui aspek-aspek kepuasan terhadap supervisi selanjutnya
akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap supervisi.
II.A.3. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan terhadap Supervisi
Luthans 2005 menyebutkan ada dua dimensi dari gaya pengelolaan supervisor yang mempengaruhi kepuasan karyawan, yaitu:
a. Employee-centeredness
Tingkat dimana supervisor memiliki ketertarikan personal dan kepedulian terhadap karyawannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu memeriksa
pekerjaan karyawan dan bersedia memberikan saran dan bantuan kepada karyawan.
b. Participation or influence
Dimensi ini ditunjukkan dengan manajer yang memperbolehkan karyawan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi
pekerjaan mereka. Berdasarkan teori LMX dimensi participation or influence disebut dengan
negotiating latitude, yaitu kebebasan yang diberikan supervisor kepada
Universitas Sumatera Utara
xxvii karyawannya dalam pelaksanaan tugas. Tidak semua karyawan membutuhkan
banyak persetujuan supervisornya, ada juga karyawan yang tidak membutuhkannya Graen Scandura, 1987 dalam Dionne, 2000. Negotiating
latitude sangat tergantung pada dua hal, yaitu: a.
Keinginan supervisor untuk mengizinkan adanya perbedaan dalam pelaksanaan tugas oleh karyawannya.
b. Ketidakpedulian pada otoritas formal yang dimiliki supervisor; kecenderungan
untuk memanfaatkan kekuasaan untuk membantu memecahkan masalah karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan Dansereau dkk., 1975 dalam
Dionne, 2000.
Berdasarkan faktor-faktor yang disebutkan di atas terlihat bahwa gaya pengelolaan supervisor mempengaruhi tingkat kepuasan terhadap supervisi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa supervisor yang berbeda memiliki cara yang berbeda pula dalam memimpin dan berhubungan dengan karyawannya.
Perbedaan tersebut salah satunya adalah perbedaan asal negara atau kewarganegaraannya. Supervisor yang berasal dari negara yang berbeda memiliki
cara dan gaya pengelolaan yang berbeda pula terhadap karyawan Adler, 1997.
II.B. Jenis Supervisor
Kamus Bahasa Indonesia menyebutkan jenis berarti macam. Sedangkan supervisor menurut Hodgetts 1987 adalah manajer pada tingkatan pertama yang
bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan.
Universitas Sumatera Utara
xxviii Jenis supervisor adalah macam manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung
jawab langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan. Jenis supervisor dalam penelitian ini dibagi berdasarkan
kewarganegaraannya, yaitu supervisor asing yang berkewarganegaraan non- Indonesia, dalam hal ini Amerika, dan supervisor lokal yang berkewarganegaraan
Indonesia.
II.B.1. Supervisor Amerika
Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di
wilayah Indonesia. Supervisor asing adalah manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan
yang merupakan tenaga kerja asing. Supervisor asing dalam penelitian ini adalah supervisor yang berkewarganegaraan Amerika. Adler 1997 menyebutkan gaya
pengelolaan supervisor Amerika sebagai berikut: a.
Lebih individualis. Supervisor Amerika yang memiliki sifat yang lebih individualis akan
membiarkan karyawan menentukan perilakunya sendiri. Supervisor Amerika juga lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan kepentingan
karyawannya. b.
Berorientasi pada tugas. Supervisor Amerika lebih berorientasi pada tugas. Supervisor Amerika akan
lebih jelas dan terperinci dalam memberikan tugas kepada karyawannya.
Universitas Sumatera Utara
xxix c.
Tidak menyukai struktur hirarki yang terlalu banyak di dalam perusahaan. Supervisor Amerika menganggap struktur hirarki berfungsi untuk mengatur
pelaksanaan tugas dan pemecahan masalah dalam pekerjaan. Supervisor Amerika menganggap struktur hirarki yang terlalu banyak tidak efektif untuk
tujuan tersebut. Struktur hirarki yang lebih sedikit akan memungkinkan supervisor menganggap karyawannya sebagai rekan kerja sehingga
pelaksanaan tugas akan lebih efektif. d.
Memecahkan masalah dengan bertindak sebagai orang yang membantu karyawan dalam memecahkan masalah.
Supervisor Amerika menganggap bahwa peran mereka adalah sebagai orang yang membantu memecahkan masalah, bukan langsung memberikan
pemecahan masalah. Dengan begitu karyawan akan lebih kreatif dan produktif.
II.B.2. Supervisor Lokal
Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Supervisor lokal adalah tenaga kerja yang melaksanakan proses supervisi.
Supervisor lokal dalam penelitian ini adalah manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi
karyawan yang berasal dari Indonesia. Adler 1997 menyebutkan gaya pengelolaan supervisor Indonesia sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
xxx a.
Lebih kolektivis. Supervisor Indonesia yang memiliki sifat yang lebih kolektivis akan
memperhatikan kepentingan kelompok. Supervisor Indonesia juga lebih memperhatikan kepentingan karyawannya.
b. Berorientasi pada karyawan.
Supervisor Indonesia lebih berorientasi pada karyawan. Supervisor Indonesia akan lebih berfokus pada siapa yang akan mengerjakan tugas, bukan
bagaimana cara mengerjakan tugas. c.
Lebih menyukai struktur hirarki yang banyak di dalam perusahaan. Supervisor Indonesia menganggap struktur hirarki berfungsi untuk
menunjukkan otoritasnya di dalam pekerjaan. Jadi semakin banyak struktur hirarki di dalam perusahaan akan lebih baik untuk menunjukkan otoritasnya.
d. Memecahkan masalah dengan bertindak sebagai orang yang ahli.
Supervisor Indonesia menganggap bahwa dalam memecahkan masalah supervisor harus langsung memberikan pemecahan masalah agar kredibilitas
dan kemampuan mereka tetap terlihat. Dengan begitu karyawannya akan menganggap bahwa mereka pantas menempati posisi mereka sebagai seorang
supervisor.
II.D. Perbedaan Kepuasan terhadap Supervisi ditinjau dari Jenis Supervisor
Perbedaan jenis supervisor mempengaruhi gaya pengelolaan supervisor terhadap karyawan. Adler 1997 menyebutkan bahwa supervisor yang berasal
Universitas Sumatera Utara
xxxi dari negara yang berbeda memiliki cara dan gaya pengelolaan yang berbeda pula
dalam memimpin dan berhubungan dengan karyawan. Hubungan antara supervisor dan karyawan dijelaskan dalam teori LMX,
yang mana dalam penelitian yang dilakukan oleh Mardanov,dkk. 2007 disebutkan bahwa semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan
menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, tingkat kepuasan terhadap supervisi ditentukan oleh kualitas hubungan yang
terbentuk antara supervisor dengan karyawan. Kualitas hubungan antara supervisor dan karyawan dipengaruhi oleh gaya pengelolaan supervisor dalam
berhubungan dengan karyawan di dalam pekerjaan. Adler 1997 menyebutkan bahwa supervisor Amerika cenderung lebih
individualis, lebih menekankan pada aksi dan perilaku di tempat kerja. Berbeda halnya dengan supervisor Indonesia yang lebih kolektivis, tidak hanya
memperhatikan perilaku di tempat kerja tetapi juga kehidupan pribadi karyawan. Selain itu, mereka lebih berorientasi pada karyawan sehingga mereka akan lebih
mementingkan siapa orang-orang yang akan mengerjakan tugas yang diberikan. Luthans 2005 menjelaskan hal ini dalam dimensi employee-centeredness, yang
mana supervisor Amerika seringkali mendapat keluhan dari karyawannya karena sikapnya yang seakan-akan tidak peduli dengan karyawan sehingga tidak jarang
menyebabkan karyawan berhenti dari pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa supervisor Indonesia akan lebih memberikan kepuasan karena sifatnya yang lebih
kolektivis.
Universitas Sumatera Utara
xxxii Adler 1997 juga menyebutkan bahwa supervisor Amerika tidak
menyukai tingkatan hirarki yang terlalu banyak di dalam perusahaan, sedangkan supervisor Indonesia lebih senang dengan tingkatan hirarki yang lebih banyak.
Seperti yang disebutkan Papu 2002 bahwa para supervisor dapat memperoleh loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya
sebagai mitra kerja. Memperlakukan bawahan sebagai mitra kerja akan lebih memungkinkan apabila tingkatan hirarki di dalam suatu perusahaan tidak terlalu
banyak. Maka dalam hal ini supervisor Amerika akan lebih memberikan kepuasan.
House dalam Berry, 1998 mengemukakan bahwa supervisor yang memberikan pekerjaan dengan jelas dan tidak ambigu akan lebih memuaskan
karyawan. Dalam hal ini supervisor Amerika akan lebih meningkatkan kepuasan karena seperti yang disebutkan dalam Adler 1997 bahwa supervisor Amerika
adalah supervisor yang berorientasi pada tugas sehingga lebih terperinci dalam memberikan tugas kepada bawahan mereka, tidak seperti supervisor Indonesia
yang lebih berorientasi pada karyawan. Pada studi yang dilakukan oleh Trempe, Rigny, Haccoun dalam Berry,
1998 ditemukan bahwa tingkat kepuasan akan lebih tinggi ketika supervisor lebih banyak memberi pengaruh kepada karyawannya. Adler 1997 mengemukakan
bahwa dalam memecahkan masalah supervisor Amerika lebih bertindak sebagai orang yang membantu karyawan memecahkan masalah dengan memberi
kesempatan kepada karyawan untuk memecahkan masalah sendiri sehingga karyawan menjadi lebih kreatif dan produktif. Sedangkan supervisor Indonesia
Universitas Sumatera Utara
xxxiii akan bertindak sebagai orang yang ahli dengan langsung memberikan pemecahan
masalah yang dihadapi karyawan. Cara pemecahan masalah yang dilakukan oleh supervisor Indonesia akan menyebabkan karyawan merasakan pengaruh yang
lebih besar sehingga tingkat kepuasan karyawan cenderung lebih tinggi. Luthans 2005 menyebutkan dua faktor yang mempengaruhi kepuasan
terhadap supervisi yaitu employee-centeredness dan participation or influence. Faktor participation or influence menjelaskan bahwa manajer memperbolehkan
karyawannya untuk ikut berperan dalam pengambilan keputusan di pekerjaan mereka. Dalam banyak kasus hal ini menimbulkan tingkat kepuasan yang lebih
tinggi. Dalam hal ini supervisor Amerika akan lebih meningkatkan kepuasan karena seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa supervisor Amerika cenderung
memberikan kesempatan kepada karyawan dalam pekerjaan sehingga karyawan lebih kreatif.
II.E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Terdapat perbedaan kepuasan terhadap supervisi ditinjau dari jenis supervisor di PT.PP.Lonsum Indonesia Tbk
wilayah Sumatera Utara”.
Universitas Sumatera Utara
xxxiv
BAB III METODE PENELITIAN