55
Posisi yang mendukung nilai patriarkis terfokus pada tiga isu yang
semuanya terkait dengan kondisi kebijakan perkawinan, yaitu “perceraian”
29, “konsep keluarga” 27, serta “pencatatan pernikahan” 14. Yang
menarik di sini, tiga hal ini juga yang berskor paling tinggi untuk kategori “tidak
jelas”. Itu berarti bahwa pada tiga isu ini posisi yang berpihak pada hak asasi
perempuan belum begitu didukung oleh media.
Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa dukungan lebih tinggi terhadap
kesetaraan gender terkait dengan hak asasi perempuan – seperti partisipasi
dalam ranah publik, kekerasan dalam rumah tangga, akses kepada pelayanan,
dan lain-lain. Sementara isu yang terkait dengan diskriminasi perempuan yang
disebabkan oleh kebijakan perkawinan hanya ada satu yang diberi perhatian
cukup tinggi, yaitu persoalan pencatatan pernikahan. Ini berarti bahwa media
belum terlalu peka terhadap keterkaitan antara kesetaraan gender dan kebijakan
perkawinan.
d. Argumentasi media dalam mendukung atau menolak
kesetaraan
Untuk mengetahui lebih persis berdasarkan argumentasi apa media
mendukung atau menolak posisi kesetaraan gender, kajian media ini
melihat argumentasi yang diambil dalam suatu artikel.
Pertama, Tabel 12 menggali argumentasi pemberitaan yang
mendukung kesetaraan gender dalam pemberitaannya. Bisa dilihat bahwa
sebagian besar 216 dari 340 artikel menggambarkan kasus atau isu dari
perspektif perempuan. Juga, sekitar sepertiga atikel, yaitu 117 dari 340 artikel,
mengadvokasikan kesetaraan gender. Sedangkan sekitar 20 artikel
mendukung reformasi kebijakan perkawinan atau mendorong perubahan
implementasi hukum untuk kesetaraan gender 62 item berita. Argumentasi
seperti ini justru dapat ditemukan dalam artikel yang membahas isu yang terkait
dengan “pencatatan pernikahan”. Sejumlah 57 dari 68 artikel yang ditulis
tentang pencatatan pernikahan mendorong reformasi hukum keluarga.
Temuan ini merefleksikan bahwa media menganggap bahwa pencatatan
pernikahan merupakan persoalan yang belum diatur secara memadai dari segi
perundang-undangan. Padahal, isu lain yang terkait dengan kebijakan
perkawinan – seperti pernikahan anak atau status kepala keluarga – menerima
sangat sedikit perhatian dari media.
56
Kedua, Tabel 13 menunjukkan argumentasi atau perspektif yang diambil
oleh media yang mendukung posisi yang menolak kesetaraan gender atau
menggambarkan isu dengan nada patriarkis.
Kenyataan yang muncul dari data ini adalah bahwa hanya beberapa isu yang
menolak kesetaraan, yaitu terutama “pencatatan pernikahan”, “konsep
keluarga” yang setara, serta “partisipasi perempuan dalam publik”. “Pencatatan
pernikahan” menerima perhatian paling tinggi 16 dari 38 artikel, dengan
Tabel 12: Argumentasi saat mendukung kesetaraan gender
Khusus untuk pertanyaan menyangkut argumentasi media dalam mendukung kesetaraan gender dalam artikelnya, enumerator kajian ini diberi kemungkinan isian lebih dari satu pilihan.
argumentasi bahwa reformasi kebijakan perkawinan tidak diperlukan. Sedangkan
penolakan keterlibatan perempuan dalam ranah publik lebih didasarkan atas relasi
gender yang berdasarkan nilai tradisional. Walaupun analisis nilai tertinggi dalam
Tabel 12 menunjukkan sebuah tren, harus diingat bahwa contoh artikel yang menolak
kesetaraan gender sangat kecil: dari total 685 berita, hanya 38 berita atau hanya 6
memberi perspektif yang menolak kesetaraan gender. Dan hanya 3 yang
menggambarkan isu dengan perspektif relasi gender berdasarkan nilai tradisional.
57
e. Kesimpulan tentang keber- pihakan media
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa media massa yang diteliti
dalam kajian ini secara garis besar cukup peka terhadap isu gender serta mendukung
kesetaraan gender. Dari total berita, 50 mendukung kesetaraan gender melalui
beberapa argumentasi, dan 39 mengambil posisi netral dalam pemberitaan. Hanya 6
item berita mengembangkan argumentasi yang menolak kesetaraan gender.
Tabel 13: Argumentasi saat menolak kesetaraan gendermendukung perspektif patriarkis
Khusus untuk pertanyaan menyangkut argumentasi media dalam mendukung kesetaraan gender dalam artikelnya, enumerator kajian ini diberi kemungkinan isian lebih dari satu pilihan.
Terkait dengan keberpihakan, kita dapat melihat bahwa media massa lebih
sering berpihak kepada isu yang sudah seringkali dibahas di ranah publik seperti
“akses terhadap pelayanan”, “kekerasan dalam rumah tangga”, “kesehatan
reproduksi”, atau “eksploitasi buruh perempuan”. Isu seperti “pernikahan
anak” atau “kepala keluarga” belum menerima banyak perhatian walaupun
dampak negatif terhadap anak dan perempuan sangat signifikan.