Mengawal Media agar Tak Jadi Tirani
“Saya sering terganggu oleh ulah para wartawan yang selalu mencari-cari
kesalahan saja”. “Pers kurang berimbang dalam memberitakan pembangunan daerah,
pers hanya menulis yang jelek-jelek saja, padahal banyak pula prestasi yang telah
dicapai pemerintah daerah.” “Lebih baik saya kasih aja Rp 10 ribu atau Rp 20 ribu
daripada mereka enggak pulang-pulang. Saya terganggu melihat mereka
bergerombol di depan kantor.” “Ini bagaimana pak? Mereka sudah benar-
benar seperti preman. Setiap Jumat, mereka mengerumuni pejabat di bandara, mencegat
pejabat yang akan pergi keluar kota. Mereka juga kembali lagi pada Minggu sore
bahkan membuntuti hingga ke parkiran.” Inilah beberapa pertanyaan klise atau
complaint yang sering terjadi pada session tanya jawab, bila Dewan Pers mengadakan
forum dialog dengan masyarakat di daerah. Selain itu, ada pers daerah yang terus
”menggempur” kepala daerah Gubernur, Bupati atau Walikota dengan berita-berita
headline mereka. Tentu dengan isi berita yang cenderung membuat si penguasa
daerah tidak nyaman. “Koran seperti ini biasanya baru berhenti bila kita sudah deal
untuk memasang iklan atau kontrak halaman,” ujar salah seorang pejabat
Humas suatu Pemerintah Propinsi saat menyampaikan uneg-unegnya ke Dewan
Pers beberapa waktu lalu. Padahal, sejak UU Pers No. 40
diundangkan tahun 1999, berbagai sosialisasi, seminar, diskusi, pelatihan hingga penelitian
sudah berpuluh kali diadakan. Tujuan semua kegiatan ini hanya satu: Dewan Pers ingin
membuat pers Indonesia—termasuk pers daerah tentunya—lebih profesional. Selain
itu, Dewan Pers juga mendambakan profesi wartawan semakin hari semakin terhormat,
bermartabat dan bergengsi. Tapi, seiring dengan bertambahnya peran penguasa
daerah karena besarnya peran otonomi, semakin besar dan leluasa pula polah tingkah
penumpang gelap profesi wartawan ini oknum-oknum yang mengaku wartawan
tanpa disertai komitmen dan integritas profesi dalam melakukan aksi “premannya.”
Penumpang gelap wartawan ini juga semakin pandai dan lihai memanfaatkan
celah dan noktah pejabat-pejabat daerah. Maklum, mereka tahu persis banyak pejabat
Pengantar Penyunting
Pers Daerah: Mati Enggan, Hidup Segan
v