57
e. Kesimpulan tentang keber- pihakan media
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa media massa yang diteliti
dalam kajian ini secara garis besar cukup peka terhadap isu gender serta mendukung
kesetaraan gender. Dari total berita, 50 mendukung kesetaraan gender melalui
beberapa argumentasi, dan 39 mengambil posisi netral dalam pemberitaan. Hanya 6
item berita mengembangkan argumentasi yang menolak kesetaraan gender.
Tabel 13: Argumentasi saat menolak kesetaraan gendermendukung perspektif patriarkis
Khusus untuk pertanyaan menyangkut argumentasi media dalam mendukung kesetaraan gender dalam artikelnya, enumerator kajian ini diberi kemungkinan isian lebih dari satu pilihan.
Terkait dengan keberpihakan, kita dapat melihat bahwa media massa lebih
sering berpihak kepada isu yang sudah seringkali dibahas di ranah publik seperti
“akses terhadap pelayanan”, “kekerasan dalam rumah tangga”, “kesehatan
reproduksi”, atau “eksploitasi buruh perempuan”. Isu seperti “pernikahan
anak” atau “kepala keluarga” belum menerima banyak perhatian walaupun
dampak negatif terhadap anak dan perempuan sangat signifikan.
58
Kesimpulan
Ada sederet kesimpulan dari penelitian ini, yakni:
1. Frekuensi pemberitaan dalam media masih rendah. Secara total, riset
ini menemukan 685 item berita yang berkaitan dengan hak asasi perempuan,
kesetaraan gender, atau kebijakan perkawinan yang dikembangkan oleh 13
media massa antara 1 Januari hingga 31 Maret 2010. Jika jumlah tersebut dibagi
tiga bulan dan jumlah media =685313, dapat diketahui bahwa rata-rata media
yang dikaji membertitakan atau menyiarkan 18 berita per bulan yang
terkait dengan hak asasi perempuan atau persoalan kesetaraan gender. Walaupun
perhitungan seperti ini dapat dianggap terlalu menyederhanakan, angka 18 berita
per bulan memberi gambaran awal tentang sedikitnya pemberitaan.
F r e k u e n s i p e m b e r i t a a n y a n g d i p e r i k s a m e n u n j u k k a n f r e k u e n s i
pemberitaan terbanyak adalah pada bulan Februari, yaitu sebanyak 300 berita
dari total 685 berita 44. Hal ini terjadi karena maraknya pemberitaan terkait
dengan diangkatnya kembali kasus pernikahan seorang pemuka agama di
Jawa Tengah dengan seorang gadis di bawah umur.
2. Perhatian terhadap isu hak asasi perempuan dan kesetaraan
gender bervariasi. Tiga isu utama yang
diliput oleh media massa yang dikaji adalah: isu pencatatan pernikahan,
kekerasan dalam rumah tangga, dan partisipasi perempuan di ruang publik.
Tiga isu utama yang paling jarang diliput oleh media adalah: isu perceraian, isu
kepala keluarga, dan poligami. Namun, gambaran sedikit berubah
jika membandingkan fokus pemberitaan antara media cetak nasional dan provinsi
dan televisi. Isu yang paling banyak dilaporkan di koran nasional adalah
“kekerasan dalam rumah tangga”, disusul oleh “pencatatan pernikahan” dan
“kesehatan reproduksi”. Bersama-sama, tiga isu tersebut mencapai hampir 50
dari semua pelaporan. Di tingkat provinsi, isu yang paling kerap diliput adalah
“partisipasi perempuan dalam ranah publik”, “pencatatan pernikahan”, dan
“kesehatan reproduksi”. Tiga persoalan ini melebihi 50 pemberitaan di tingkat
provinsi. Pada pemberitaan televisi, isu “pencatatan pernikahan” mendapat
perhatian paling tinggi, disusul oleh “kekerasan dalam rumah tangga” dan
“kekerasan seksual”. Di media televisi, fokus pada tiga isu tersebut mencapai
86 dari pemberitaan yang terkait.
59
Walaupun “pencatatan pernikahan” s e b a g a i i s u y a n g t e r k a i t d e n g a n
k e b i j a k a n p e r k a w i n a n m e n e r i m a perhatian yang paling tinggi, berdasarkan
data dapat diasumsikan bahwa hal ini disebabkan oleh satu kasus yang terjadi
pada bulan Februari. Selain itu, hal yang terkait dengan kebijakan perkawinan
tidak banyak mendapat perhatian. Dapat disimpulkan, terkait isu
kesetaraan gender, dalam kajian ini – s e c a r a u m u m – m e d i a s u d a h
memberikan liputan yang lebih tinggi. Namun, dalam hal isu menyangkut
kebijakan perkawinan, media masih terlihat lemah atau kurang menguasai.
Hal ini bisa dilihat dari jumlah total atas isu yang diliput media, yakni hanya
mencapai 30 dibandingkan dengan liputan atas hak perempuan secara
umum yang mencapai 70.
3. Keberpihakan media terhadap kesetaraan gender
mencapai 50 saja. Hasil penelitian ini
menyebutkan kecenderungan media massa memberikan dukungan terhadap
isu kesetaraan gender, mencapai 340 berita 50. Sementara penerbitan yang
netral mencapai 267 berita 39, dan yang menolak kesetaraan gender atau
lebih mendukung nilai patriarki ada 38 berita 6. Kesimpulannya adalah:
media massa yang diteliti rata-rata bisa dianggap cukup peka gender 50,
dengan komposisi suratkabar nasional paling mendukung kesetaraan gender
54, sedangkan suratkabar dari provinsi menunjukkan tendensi
nonkesetaraan gender paling tinggi 8 dari semua artikel yang disusun di tingkat
provinsi. Televisi bisa dikatakan bahwa laporannya bernada netral 60.
4. Isu hak-hak perempuan biasanya diberitakan dalam berita
langsung. Kecenderungan umum
pemberitaan media mengenai kesetaraan gender bertumpu pada jenis penulisan
berita langsung 66, disusul penulisan feature 19 dan opini penulis luar
13. Yang paling sedikit ditemukan terkait dengan isu kesetaraan gender, hak
asasi perempuan, atau kebijakan perkawinan ada dalam tajuk rencana
dengan jumlah total 16 buah item berita 2. Mengingat tajuk rencana
merupakan wadah untuk membahas isu yang dianggap penting oleh redaksi media,
angka 2 itu menunjukkan bahwa secara rata-rata isu terkait dengan hak asasi
perempuan belum dianggap krusial oleh media yang dikaji.
Yang mengherankan adalah bahwa 4 2 d a r i s t r a i g h t n e w s j u g a
memperkenalkan isu terkait hak asasi