60
perempuan dengan pandangan yang m e n d u k u n g k e s e t a r a a n g e n d e r,
walaupun jenis berita straight news b i a s a n y a l e b i h b e r s i f a t n e t r a l .
Pemberitaan yang lebih menggambarkan p e r s p e k t i f p a t r i a r k i s a t a u t i d a k
mendukung kesetaraan gender terutama dapat ditemukan di jenis berita “tajuk
rencana”: 25 dari semua tajuk rencana yang dikaji tidak mendukung perspektif
kesetaraan gender. Sedangkan berita yang mengandung posisi netral paling
mudah didapatkan dalam jenis berita straight news, sesuai dengan sifat berita
ini yang memang bisa dianggap pelaporan netral tentang suatu kejadian.
5. Kepekaan terhadap dampak kebijakan perkawinan masih perlu
ditingkatkan. Dari temuan ini dapat
disimpulkan bahwa dukungan media terhadap kesetaraan gender tampak lebih
tinggi untuk isu terkait dengan hak asasi perempuan – seperti “partisipasi dalam ranah
publik”, “kekerasan dalam rumah tangga”, “akses kepada pelayanan”, dan lain-lain.
Diskriminasi perempuan yang disebabkan oleh kebijakan perkawinan hanya diangkat
melalui persoalan pencatatan pernikahan. Ini berarti bahwa media belum terlalu peka
terhadap keterkaitan antara kesetaraan gender, kerentanan perempuan, dan
kebijakan perkawinan.
Georgia Wimhöfer adalah Team Leader Proyek Strengthening Women’s Rights SWR atau Penguatan Hak-hak Perempuan.
Ignatius Haryanto adalah Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangunan LSPP.
61
Pendahuluan
Pers atau media massa sungguh menemukan kebebasan di era reformasi.
Namun, lewat dari 10 tahun runtuhnya rezim Orde Baru, pers Indonesia masih
terperangkap antara kebebasan yang kebablasan dan kriminalisasi pers tak
terelakkan. Keduanya menjadi ancaman jika
dibiarkan. Kriminalisasi media akan bermuara pada antikebebasan.
Sebaliknya, kebebasan tanpa etika, bisa menumbuhkan media menjadi tirani.
Keduanya sama-sama mengancam eksistensi demokrasi.
Kuncinya, media massa harus profesional. Sebab, media yang
Mengawal Media agar Tak Jadi Tirani
Catatan OMS Memantau Media di Sulawesi Selatan
Oleh Mustam Arif
Selama 2010, JURnaL Celebes, sebuah LSM di Makassar mendorong inisiatif peningkatan kualitas media massa lewat penegakan Etika Jurnalistik. JURnaL Celebes
yang didukung Yayasan Tifa, memfasilitasi perwakilan dari 18 Organisasi Masyarakat Sipil OMS untuk memantau tujuh media cetak di Sulawesi Selatan. Upaya ini juga
untuk mendorong pelibatan masyarakat secara luas berkontribusi memantau media massa di Sulawesi Selatan. Berikut catatan ringkas dari pembelajaran tersebut.
profesional dan mandiri, akan mencerdaskan dan mencerahkan
masyarakat. Sebaliknya, media yang tidak profesional, akan menyesatkan
masyarakat. Profesionalisme media ditentukan
sejauh mana etika media ditegakkan. Namun, di tengah kebebasan dan
persaingan, Kode Etik Jurnalistik kerap dikesampingkan. Media massa menjadi
menara gading sosial, yang egois menentukan kemauan sendiri, termasuk
urusan etika. Masyarakat tidak diberi ruang yang layak untuk berkontribusi
memantau media. Padahal, peran masyarakat sesungguhnya menjadi energi
menuju profesionalisme. Bukankah