Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
7
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,68; kelompok; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,66;
kelompok sandang 1,81; kelompok kesehatan 0,37; dan kelompok transport, komunikasi, dan jasa keuangan 0,95.
Di awal tahun 2013, Bank Indonesia mematok suku bunga acuan BI rate sebesar 5,75. Kemudian, di bulan Juni 2013, bank sentral
menaikkan 25 basis poin ke level 6 . Kebijakan ini diambil BI sebagai antisipasi terhadap inflasi dan respon terhadap pelemahan
rupiah seiring dengan arus keluar modal asing mulai akhir Mei 2013. Kemudian pada Rapat Dewan Gubernur RDG BI tanggal 11 Juli
2013, bank sentral kembali menaikkan BI rate sebesar 50 basis poin menjadi 6,5. Kebijakan ini diambil BI sebagai upayanya merespon
semakin tingginya ekspektasi inflasi serta memelihara kestabilan makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan ditengah
ketidakpastian pasar keuangan global.
Menyikapi pelemahan rupiah yang terus berlangsung serta dinamika perubahan ekonomi global dan nasional, Bank Indonesia
mengadakan RDG bulanan tambahan pada Kamis, 29 Agustus 2013 yang memutuskan untuk menaikkan BI rate sebesar 50 basis poin
menjadi 7.
C. Tingkat Suku Bunga
Gambar 7: Perkembangan BI Rate, Suku Bunga SBI, Deposito, dan Penjaminan, Tahun 2009 - 2013 dalam
Suku bunga acuan naik menjadi 7
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
8
Selanjutnya, sehubungan dengan tekanan yang masih dihadapi oleh rupiah, Bank Indonesia kembali menaikkan BI rate dalam RDG
tanggal 12 September 2013 menjadi 7,25. Keputusan BI menaikkan suku bunga acuan diambil untuk membantu menjaga kurs mata uang
rupiah agar tidak jatuh lagi karena suku bunga dalam rupiah jadi lebih atraktif. Kebijakan ini juga sebagai bagian dari langkah bank
sentral dalam menekan defisit transaksi berjalan. Selain menaikkan BI rate, bank sentral juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga
Lending Facility LF menjadi 7,25 dan suku bunga Deposit Facility DF menjadi 5,5.
Selain itu, BI juga mengeluarkan kebijakan untuk memperpendek jangka waktu month-holding-period kepemilikan Sertifikat Bank
Indonesia SBI dari 6 bulan menjadi 1 bulan. BI juga memutuskan untuk memperhitungkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia SDBI
sebagai komponen Giro Wajib Minimum GWM Sekunder.
Kebijakan lainnya adalah bank sentral memutuskan untuk memperkuat kerjasama antara bank sentral dengan memperpanjang
Bilateral Swap Arrangement BSA antara Bank Indonesia dengan Bank of Japan . Bank Indonesia telah menandatangani perpanjangan BSA
dengan Bank of Japan sebagai agen Menteri Keuangan Jepang sebesar USD 12 miliar, berlaku efektif 31 Agustus 2013.
Gambar 8 : Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2011- 2013 dalam USD Milyar Cadangan devisa semakin tergerus
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
9
Cadangan devisa Indonesia merupakan aset eksternal yang dapat langsung tersedia dan berada di bawah kontrol bank sentral selaku
otorita moneter untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran, serta melakukan intervensi di pasar dalam rangka
memelihara kestabilan nilai tukar.
Namun, saat ini posisi cadangan devisa semakin tergerus karena defisit transaksi berjalan yang meningkat padahal surplus transaksi
modal dan finansial belum dapat menutup defisit transaksi berjalan, sehingga neraca pembayaran defisit. Cadangan devisa tercatat
merosot sebesar USD 20,11 miliar dari USD 112,78 miliar pada Desember 2012 menjadi USD 92,997 miliar pada Agustus 2013.
Kondisi cadangan devisa ini membuat upaya bank sentral untuk melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah semakin terbatas.
Padahal kebutuhan akan USD untuk pembayaran utang luar negeri cukup besar. Berdasarkan data BI, pembayaran utang luar negeri
sepanjang Juni hingga Desember 2013 mencapai USD 28,88 miliar.
Tekanan yang tinggi pada pasar keuangan global di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia telah memberikan
tekanan pada kinerja perdagangan dan pasar keuangan nasional. Rencana pengurangan bertahap stimulus moneter oleh bank sentral
Amerika Serikat the Fed terus memberikan tekanan pada pasar keuangan di berbagai negara. Penarikan modal dan meningkatnya
risiko investasi menyebabkan harga saham menurun serta nilai tukar di beberapa negara emerging market melemah, termasuk
Indonesia.
Selanjutnya, akibat tekanan pasar keuangan global serta faktor domestik terutama terkait dengan tingginya defisit transaksi
berjalan dan inflasi, pada bulan Agustus 2013 nilai tukar rupiah terhadap USD mencapai IDR 10.924 per USD, terdepresiasi sebesar
12,64 dibandingkan bulan Januari 2013 yang tercatat berada pada level IDR 9.698 per USD. Nilai rupiah terus menurun hingga
menembus level IDR 11.200 per USD pada tanggal 6 September 2013. Pergerakan rupiah terhadap USD yang terus tertekan disertai
dengan cadangan devisa yang semakin tergerus membuat para pelaku pasar panik, hal ini tercermin dari pelemahan pergerahan
Indeks Harga Saham Gabungan IHSG. Pergerakan IHSG semakin melemah, di awal tahun 2013 IHSG berada pada level 4.453,70.
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
10
Bahkan pada bulan Mei 2013 mampu menanjak hingga level 5.068,63. Namun pada akhir Agustus 2013, IHSG merosot hingga ke
level 4.195,09.
Sehubungan dengan semakin terpuruknya IHSG, Otoritas Jasa K e u a n g a n O J K m e n g e l u a r k a n p e r a t u r a n t e n t a n g
dimungkinkannya pembelian kembali saham buyback oleh emiten tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Kebijakan buyback ini
diatur dalam Peraturan OJK No. 02POJK 042013 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan
Publik dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi secara Signifikan. Pemberlakuan kebijakan buyback sebagai antisipasi merosotnya
harga berbagai saham big caps di pasar modal. Akibatnya, saham- saham blue chips yang tadinya menjadi leading movers IHSG terpaksa
harus bergeser menjadi lagging movers IHSG.
Gambar 9 : Nilai Tukar dan Harga Saham, Tahun 2011 - 2013 Nilai Rupiah terus menurun. Sejak awal tahun hingga Agustus 2013, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 12,64.
Sumber : Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia dan CEIC 2013
Macroeconomic Dashboard Universitas Gadjah Mada
11
III. Perkembangan Fiskal dan Utang Negara