Terapi Anatomi Sinus 1. Sinus Frontalis

CT csan CT scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya tulang yang relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut. Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT scan menggunakan dosis radiasi yang sangat besar, yang berbahaya bagi mata.Rosenfeld, 2007. MRI Walaupun MRI tidak dapat menunjukkan anatomi tulang sinus paranasal seperti CT scan, namun MRI dapat menunjukkan kelainan pada mukosa dengan baik. Rosenfeld,2007

2.2.7. Terapi

Tujuan terapi rinosinusitis adalah untuk mempercepatkan penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah progresifitas penyakit menjadi lebih kronik. Prinsip kerja pengobatan rinosinusitis adalah dengan membuka sumbatan di kompleks osteo meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus dipulihkan secara alami. 1. Rinosinusitis akut Bagi pengobatan rinosinusitis akut, antibiotik empirik diberikan 2x24 jam. Di sini,obat lini I golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan seperti dekongestan oral + topikal, mukolitik digunakan untuk memperlancarkan drainase. Analgetik juga dapat diberikan untuk menghilangkan rasa nyeri. Jika terdapat pembaikan, maka pemberian harus diteruskan selama 10-14 hari. Namun, apabila tidak ada kebaikan, antibiotik lini II diberikan selama 7 hari seperti amoksisilin klavulanat, atau ampisilin sulbaktam, sefalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Setelah pemberian pengobatan ini terdapat pembaikan, maka pemberian antibiotik diteruskan selama 10-14 hari. Namun apabila tidak terdapat pembaikan, maka pasien harus dijalani foto rontgen polos, CT scan atau naso-endoskopi. Menurut pemeriksaan ini,jika terdapat kelainan,seterusnya dilakukan terapi rinosinusitis kronis. Jika tidak terdapat kelainan, maka harus dilakukan evaluasi diagnosa yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari sinus. McCort,2005 2. Rinosinusitis subakut Pertama sekali harus diberikan pengobatan medikamentosa, dan apabila perlu sahaja maka dibantu dengan tindakan diatermi atau pencucian sinus. Dari segi pengobatan, antibiotik berspektrum luas diberikan sesuai dengan resistensi kuman selama 10-14 hari. Selain itu, obatan simptomatis juga dapat diberikan seperti dekongestan. Obatan seperti analgetik, antihistamin dan mukolitik juga dapat diberikan kepada pasien. Tindakan diatermi dengan sinar gelombang pendek Ultra Short Wave Diathermy dilakukan sebanyak 5 hingga 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki atau melancarkan vaskularisasi sinus. Setelah tindakan ini masih tidak ada pembaikan, maka harus dilakukan pencucian sinus. Pada sinus maksila, ini dilakukan dengan pungsi irigasi manakala pada sinus etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dilakukan dengan cuci sinus cara Proetz,di mana prinsip kerjanya adalah dengan membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus paranasal. . Hansen, 2011 3. Rinosinusitis kronis Pada penatalaksanaan rinosinusitis, jika diketemukan faktor predisposisi, dapat dilakukan tatalaksana yang sesuai bersama terapi tambahan. Jika terdapat perbaikan setelah pemberian terapi, maka antibiotik yang diberi harus diteruskan selama 10-14 hari. Jika faktor predisposisi tidak diketemui, maka pemberian terapi sesuai episode akut lini II dan terapi tambahan dapat diberikan. Sambil menunggu hasil pemberian terapi, pasien dapat diberi antibiotik alternatif 7 hari atau dilakukan kultur. Jika ada pembaikan, diteruskan pemberian antibiotic selama 10-14 hari. Namun, jika tidak ada pembaikan, maka diteruskan proses evaluasi dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi jika irigasi sebanyak 5 kali tidak membaik. Jika terdapat obstruksi osteo meatal, maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Walaubagaimanapun, jika tidak ada obstruksi kompleks osteo meatal, maka dilakukan kembali evaluasi diagnosa.

2.2.8. Tindakan operasi