c. Urusan pemerintah yang diberikan pelimpahan wewenang
kepada Gubernur. 3.
Penyelenggaraan PTSP yang menjadi kewenangan Perangkat Daerah KabupatenKota bidang Penanaman Modal PDKPM diselenggarakan
oleh BPMPTSP kabupatenkota terdiri atas: a.
Urusan pemerintah kabupatenkota di bidangpenanaman modal yang ruang lingkupnya dalam satu kabupatenkota; dan
b. Urusan pemerintah pusat yang diberi pelimpahan wewenang
kepada bupatiwalikota. 4.
Menurut pasal 8 Perka BKPM No. 15 Tahun 2015, penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal yang berlokasi di Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan BebasKPBPB dilakukan berdasarkan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari
MenteriKepala Lembaga Non-Kementrian LPNK, Gubernur, danatau BupatiWalikota kepada Badan Pengusahaan KPBPB.
5. Menurut pasal 9 Perka BKPM No. 15 Tahun 2015, penyelenggaraan
PTSP di bidang Penanaman Modal yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus KEK dilakukan berdasarkan pelimpahan atau
pendelegasian kewenangan dari MenteriKepala LPNK, Gubernur, danatau BupatiWalikota kepada Administrator KEK.
B. Peran Badan Koordinasi Penanaman Modal
Universitas Sumatera Utara
Lemahnya koordinasi kelembagaan ditimbulkan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi pokok masing-masing instansi dan juga oleh mekanisme
koordinasi yang tidak berjalan baik. Seringkali terjadinya kegagalan dalam koordinasi disebabkan oleh adanya pertimbangan subjektif yang berlatar belakang
kepentingan politis maupun ekonomi.
131
Dalam rangka meningkatkan daya saing investasi agar dapat menarik masuknya investasi ke Indonesia sebanyak mungkin, kelemahan koordinasi antara
instansi terkait tersebut perlu diperbaiki dengan cara meningkatkan singkronisasi dan koordinasi kelembagaan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Di
samping itu, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh reformasi terhadap aparatur negara civil service reform serta reformasi pelayanan publik public
service reform.
132
Koordinasi yang harmonis di antara berbagai institusi yang berkaitan dengan efektifitas sistem hukum, akan dapat berjalan dengan baik apabila ada
kejelasan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari masing-masing institusi, sehingga tidak terjadi duplikasi dan bahkan konflik. Hal ini karena fungsi
koordinasi adalah menyangkut kejelasan pola pelayanan terpadu serta pembagian kerja dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu,
diperlukan mekanisme koordinasi yang dipahami dan mengikat bagi instansi-
131
Ana Rokhmatussa’dyah, Suratman, Op.cit.,hlm 92
132
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan terhadap Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2007, hlm 248.
Universitas Sumatera Utara
instansi terkait, misalnya menyangkut masalah promosi investasi, perizinan, fasilitas investasi, dan lain-lain.
133
Dari sisi kepentingan investor, tertibnya koordinasi di antara instansi- instansi terkait akan memberikan kejelasan dan kepastian dalam pemenuhan
kewajiban mereka dan menciptakan efisiensi berusaha, di mana hal ini tentunya akan memberikan dampak yang positif bagi iklim investasi. Penertiban koordinasi
kelembagaan mencakup aspek-aspek sinkronisasi wewenang dan meningkatkan kerja sama antarlembaga. Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang
Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 mengatur Koordinasi dan Kebijakan Penanaman Modal yang termuat dalam Bab XII, Pasal 27 yang menyatakan
sebagai berikut:
134
1. Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi
antarinstansi pemerintah, antarinstansi pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi pemerintah dengan pemerintah daerah,
maupun antarpemerintah daerah.
2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
3. Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat 2
dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
133
Ana Rokhmatussa’dyah, Suratman, Loc.cit.
134
Ibid. Hlm 93.
Universitas Sumatera Utara
4. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada
ayat 3 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dari ketentuan ayat 2 tersebut, dalam rangka Koordinasi pelaksanaan
kebijakan penanaman modal sesuai dengan ayat 1 dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM dibentuk pertama kali oleh pemerintah pada tahun 1973 sebagai pengganti Panitia Teknis Penanaman Modal
yang dibentuk pada tahun 1968, yang terlebih dahulu menggantikan Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing yang dibentuk pada Tahun 1967.
Sebelum tahun 1967, pemerintah Indonesia tak menaruh perhatian mendalam pada koordinasi antarlembaga pemerintah terkait penanaman modal
asing. Akhirnya, pada tahun tersebut diberlakukan Undang-Undang Penanaman Modal Asing yang salah satu isinya ialah membentuk forum bernama Badan
Pertimbangan Penanaman Modal Asing BPPMA. Badan ini bertugas menghubungkan berbagai departemen nan terkait dengan kegiatan penanaman
modal asing dan memberi nasihat pada presiden tentang penerapan penanaman modal tersebut.
Setahun kemudian, sebuah undang-undang mengenai penanaman modal dalam negeri diterbitkan. Karena satu dan lain hal, BPPMA dibubarkan. Sebagai
gantinya, di akhir tahun 1968, dibentuk forum baru bernama Panitia Teknis Penanaman Modal. Tugasnya ialah mempelajari dan menilai setiap permohonan
penanaman modal yang masuk, baik dari dalam maupun luar negeri. Setiap
Universitas Sumatera Utara
permohonan penanaman kapital harus memenuhi syarat dan ketentuan nan berlaku.
Akan tetapi, pada teknis aplikasi kerjanya, forum ini tak mempunyai wewenang menerbitkan izin penanaman modal. Ia harus mengacu pada
departemen teknis dalam menilai permohonan penanaman kapital di tanah air. Guna menyempurnakan fungsi forum penanaman modal, pemerintah pun
membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 1973. Adapun visi dan misi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah
sebagai berikut:
135
1. Melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh
warga; 2.
membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya;
3. memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan;
4. melakukan reformasi sistem dan penegakan hokum;
5. meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
6. meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;
7. mewujudkan kemandirian ekonomi;
8. melakukan revolusi karakter bangsa;
9. memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
135
http:www.bkpm.go.id diakses pada tanggal 18 Mei 2016.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal juga mempunyai tugas
dan fungsi sebagai berikut:
136
1. Melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang
penanaman modal; 2.
mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal; 3.
menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;
4. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan
memberdayakan badan usaha; 5.
membuat peta penanaman modal Indonesia; 6.
mempromosikan penanaman modal; 7.
mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan
daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman
modal; 8.
membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman
modal; 9.
mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; dan
136
Undang-Undang Penanaman Modal, Op.cit., Pasal 28 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
10. mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu.
Selain tugas koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal antarinstansi pemerintah, antara instansi pemerintah dengan Bank Indonesia,
antara instansi pemerintah dengan daerah, maupun antarpemerintah daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal juga melaksanakan tugas pelayanan penanaman
modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
C. Peran Pemerintah Daerah