26
2.4 Mata Pencaharian Masyarakat Batak Toba di Kota Medan
Pada awalnya masyarakat Batak Toba yang datang ke Kota Medan tujuannya adalah untuk menaikkan taraf hidup. Mereka cenderung beranggapan
bahwa dengan merantau ke Kota akan memperoleh sesuatu yang lebih baik dari segi ekonomi daripada bertani di desa. Akibat dari latar belakang dan pendidikan
yang berbeda, maka sistem mata percaharian masyarakat Batak Toba berbeda pula. Sistem mata pencaharian masyarakat pun sangat beragam sesuai keahlian
yang dimiliki. Berbeda dengan masyarakat Batak Toba di desa yang sebagian besar menggeluti dunia usaha pertanian, di Kota Medan mereka bekerja sebagai
wiraswasta, pegawai baik di instansi pemerintah maupun instansi swasta, seniman, buruh, sopir, pedagang dan lainnya.
2.5 Sistem Kekerabatan Batak Toba
Sistem kekerabatan memegang suatu peranan penting dalam menjalin hubungan antara individu pada suatu masyarakat. Suku Batak Toba mengenal
dalihan na tolu tungku berkaki tiga sebagai simbol struktur sosial yang berdasar pada marga. Pada masyarakat Batak Toba marga berfungsi sebagai landasan
dalam bermasyarakat. Dengan kata lain, marga sebagai penentu hubungan kekerabatan seseorang dengan orang lain dalam dalihan na tolu. baik sebagai
hula-hula, dongan tubu dan boru. Dalihan Na Tolu dalam pengertian secara harfiah adalah Tungku Nan Tiga. Adapun isi dari Dalihan Na Tolu sebagai
berikut; Pertama, Hula-hula adalah keluarga dari pihak isteri. Dalam adat-istiadat
Batak Toba hula-hula memiliki posisi paling dihormati dan biasanya mendapat
Universitas Sumatera Utara
27 perlakuan khusus. Sehingga bagi keseluruhan suku Batak ditekankan harus
menghormati hula-hula atau disebut dengan Somba Marhula-hula. Dalam bahasa Indonesia sombah artinya sembah. Jadi dalam adat istiadat Batak Toba hula-hula
harus disembah. Akan tetapi sembah kepada hula-hula tidak seperti sembah dalam pengertian sehari-hari. Istilah sembah disini adalah suatu bentuk ekspresi
penghormatan. Kemudian, penghormatan tersebut mempunyai aturan-aturan adat. Kedua, Dongan tubu atau dongan sabutuha adalah saudara satu marga
biasanya dilihat dari pihak laki-laki. Teman satu marga diharapkan bekerja sama untuk melakukan suatu pekerjaan dalam konteks adat. Jika ada suatu masalah
maka harus ditangani bersama-sama oleh pihak ini. Dalam hal ini mereka harus saling hati-hati untuk mengambil tindakan dan harus bertanya kepada satu
marganya. Dalam istilah Batak Toba disebut dengan Manat Mardongan Tubu. Ketiga, Boru adalah pihak keluarga mengambil isteri pada satu marga
keluarga lain. Boru biasanya sebagai pekerja dalam suatu acara adat. Mereka wajib memberikan kontribusi dan tenaga untuk berlangsungnya suatu acara.
Dalam kehidupan Batak Toba biasanya boru harus dibujuk serta dirayu dalam artian untuk menyemangati, mengingatkan tugas atau pekerjaan yang harus
diselesaikan. Dalam Bahasa Batak Toba disebut dengan istilah elek marboru. Sistem kekerabatan Masyarakat Batak Toba dapat dibentuk berdasarkan
marga. Dalam hal ini kekerabatan dibentuk berdasarkan keturunan dan tali persaudaraan.
Tentang pembentukan organisasi berdasar pada marga, ada dua pendapat yang dikutip oleh penulis. Pertama, Menurut pendapat Situmorang 1983:81-88,
Universitas Sumatera Utara
28 asosiasi klen Batak Toba, semacam perkumpulan marga yang memang tidak
identik dengan marga-marga dalam pengertian aslinya. Alasan untuk mendirikan perkumpulan marga didaerah perantauan adalah untuk mempertahankan adat-
istiadat, disamping alasan sosial; seperti gotong-royong. Kecenderungan mendirikan perkumpulan marga berasal dari tradisi ber-marga di kampung asal
yang tentu saja organisasi itu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Akantetapi tetap menjadi tempat berpaling, baik secara ekonomis sebagai
kelangsungan hidup, maupun secara psikologis dan sosial sebagai tempat menampung dan menjaga identitas dan tidak eksklusif dalam arti buruk. Kedua,
Panjaitan 1983:81, asosiasi klen Batak Toba ditujukan untuk mempertahankan dan memperkuat diri sebagai kelompok dalam menghadapi kelompok etnis
lainnya, serta kegiatan-kegiatannya sebagai penghamburan karena tidak ada hubungannya dengan akumulasi modal sesuai dengan pengamatannya dan
persangkaannya yang bersifat ekonomis terhadap asosiasi klen. Dari kedua pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
pembentukan organisasi berdasarkan marga yang satu pengertian dengan asosiasi klen dibentuk oleh karena adanya beberapa alasan. Alasan tersebut timbul dari
intern maupun ekstern. Organisasi marga tersebut tentunya bermanfaat bagi personal maupun kelompok terkait. Namun pada dasarnya pembentukan asosiasi
klen sejalan dengan tujuan yang mereka raih dengan adanya keorganisasian tersebut.
Wujud dari sistem kekerabatan di Medan berdasar pada marga contohnya: Punguan Pomparan Ni Raja Sonak Malela di Medan.
Universitas Sumatera Utara
29 Ini adalah sebuah ikatan berupa organisasi berdasarkan turunan leluhur mereka
yakni Raja Sonak Malela. Artinya orang-orang yang ada kaitannya dengan Sonak Malela baik anak maupun boru
22
ikut dan ambil bagian dalam organisasi ini. Selain sistem kekerabatan berdasar pada marga klen, sistem kekerabatan juga
dapat terbentuk berdasar dari tempat tinggal. Masyarakat Batak Toba yang satu komplek atau satu wilayah tempat tinggal membentuk sebuah organisasi. Adanya
anggapan bahwa mereka satu kepentingan yang sama akibat dari kebiasaan yang sama pula sehingga dibentuk organisasi guna membangun dan beberapa tujuan
lainnya. Wujud dari organisasi ini terlihat dari banyaknya STM serikat tolong- menolong di Wilayah Kota Medan. Contohnya, STM SAROHA, STM
SAUDURAN, STM SATAHI dan lainnya.
2.6 Pomparan Raja Sonak Malela