Hotor - Hotor Sitolu Gistang dan Batu Somong Batu Na Sum

48 2. Sebatang pohon Bintatar di Holbung Bagas Pardede Lumban Dolok, yang dinamakan Bintatar Naga Baling 3. Sebatang pohon Unte Mungkur di Lumban Hariara Bagasan Napitupulu Sigumpar, yang dinamakan Batu Somong Hariara Bondar Natolu dan Bintatar Naga Baling adalah perlambangan atau simbol yang hidup dari ketiga butir amanah Sonak Malela yang berdiam di Toba Holbung Hasundutan dan menjadi wahana persyahadatan dan wadah permusyawaratan bagi seluruh keturunannya yang berdiam di Toba Holbung Hasundutan. Selanjutnya, Unte Mungkur adalah perlambangan yang hidup dari ketiga amanahnya. Apabila keturunan Sonak Malela menghayati dan melaksakan amanahnya tersebut, beliau akan memberkati keturunannya dan kiranya Tuhan kita melimpahkan anugerah dan memberkati selalu. Raja Sonak Malela dalam Bahasa Batak Toba berkata; Ingatlah, Manang ise na mangalosi tonangku tagamonna ma. Sapata dohot bura; Mol ma anakna, Mol dohot boruna, Sobuon na sora buruk, Gaol na sora dua, Bulan naso ubaon, Tona naso jadi oseon.

2.6.3.2 Hotor - Hotor Sitolu Gistang dan Batu Somong Batu Na Sum

Hotor- hotor adalah satu alat yang dipakai petani untuk mengusir dan menghalau burung dan tikus di sawah. Alat ini terbuat dari sepotong bambu yang ujung pada bagian atas dibelah dua. Pada ujung bambu yang telah dibelah, pada satu keping belahannya diikat dengan tali. Belahan bambu yang sudah diikat ditanam tegak lurus. Itu bisa ditanam atau diletakkan dibagian tengah maupun dibagian pinggir sawah. Alat inilah yang disebut hotor- hotor. Universitas Sumatera Utara 49 Dalam kehidupan Batak Toba yang menggeluti dunia pertanian khususnya sawah alat ini juga disebut dengan nama Hapak- hapak. Penamaan ini muncul dari suaranya yang berbunyi seperti “pak..pak”, jika ditarik. Tali yang diikat pada ujung bambu hotor- hotor tersebut dinamai Gistang. Jadi setiap satu alat ini , memiliki satu tali gistang. Selanjutnya, jika hotor- hotor mempunyai tiga gistang disebut dengan hotor- hotor sitolu gistang. Artinya hotor- hotor yang memiliki tiga buah gistang tali. Apabila tali ditarik, maka bambu tersebut akan mengeluarkan bunyi seperti halnya tangan manusia yang bertepuk. Apabila tiga buah tali hotor- hotor disatukan dan kemudian ditarik maka ketiga intrument ini akan mengeluarkan bunyi secara bersamaan. Selanjutnya jika salah satu tali dari hotor- hotor tersebut mengalami kerusakan atau putus maka alat tersebut tidak akan berfungsi lagi. Dari penjelasan tentang hotor-totor diatas, merupakan personifikasi tentang kekompakan, keutuhan, kesatuan dan kesatuan yang kemudian diananlogikan oleh Raja Sonak Malela terhadap perilaku ketiga puteranya dan turunan puteranya yang merupakan cita-cita Sonak Malela. Dalam penuturan Bapak Ludin Simangunsong, yang dimuat dalam Buku Dokumentasi PSM, bahwa sudah lama turunan Sonak Malela yang berdomisili diwilayah Porsea dan sekitarnya Habinsaran berbeda pendapat atau penafsiran terhadap makna amanah atau pesan Sonak Malela. Turunan Sonak Malela yang berdomisili diwilayah Sigumpar dan sekitarnya mengatakan bahwa arti dari butir nomor dua yang bunyinya; “Ingkon sada lulu anak jala lulu boru” artinya anak laki-laki turunan Sonak Malela dilarang atau tabu dan terkutuk mengawini puteri anak perempuan turunan Sonak Malela. Universitas Sumatera Utara 50 Sedangkan turunan Sonak Malela yang berdomisili di Porsea dan sekitarnya Habinsaran mengartikan bahwa makna butir nomor dua tersebut “ingkon sada lulu anak sada lulu boru” adalah kesetiaan membela martabat dan kehormatan perempuan turunan Sonak Malela jika mendapat gangguan dari pihak manapun. Harus dibela walau sekalipun harus mempertaruhkan nyawa. Peristiwa perbedaan pendapat tentang pengertian amanah Sonak Malela ini memuncak sewaktu pemerintahan Raja Sisingamangaraja XII sejak tahun 1725 abad XVIII. Masalah kawin mengawini diantara turunan Sonak Malela tidak pernah diperdebatkan di wilayah Toba Holbung Hasundutan wilayah Balige dan sekitarnya karena tidak dilarang atau tidak pantang sesuai dengan amanah Raja Sonak Malela. Pada pemerintahan Sisingamangaraja XII, terjadi peristiwa yang mengakibatkan tata krama turunan Sonak Malela yang menimbulkan perpecahan dalam marga simangunsong dan mengakibatkan dua kelompok yang berseteru. Perpecahan dari kedua pihak tersebut berawal dari perselisihan dua putera ber- marga simangusong yang saling berebut seorang puteri boru siagian. Kedua orang tersebut saling ngotot berusaha dengan segala cara untuk memperisterikan boru siagian tersebut. Masalah ini tidak hanya bersifat pribadi akan tetapi juga sudah sampai kepada orangtua bahwa ompu 32 mengetahuinya. Berita ini kemudian meluas ke wilayah Sigumpar dan sekitarnya hingga meresahkan turunan Sonak Malela umumnya. Untuk menyelesaikan masalah ini, pengetua adat turunan Sonak Malela Sigumpar dan sekitarnya dan bersepakat mengadakan musyawarah besar yang bertujuan pada kerukunan dan perdamaian diwilayah Sigumpar. 32 Kakeknenek Universitas Sumatera Utara 51 Dalam musyawarah besar tersebut ditetapkan lima butir kesepakatan, yaitu; Anak naso jadi marsibola-bolaan, Boru naso jadi marsitindian, Pomparan Sonak Malela naso jadi marsiolian atau marhula-hula boru, Sisada lulu anak sisada lulu boru, Sisada lulu tano. Kelima butir kesepakatan tersebut yang kemudian menjadi padan janji, ikrar yang harus dan wajib dilaksanakan serta dipatuhi oleh turunan Sonak Malela yang berdomisili diwilayah Sigumpar dan sekitarnya hingga batas aek na sun atau Binanga Sun. Sebagai simbol atau pertanda kelima butir kesepakan tersebut kemudian diambil sebuah batu besar berukuran ±1 meter persegi dan batu tersebut diletakkan di Huta Sosor Mobe Lumban Balian Sigumpar. Batu ini kemudian disebut dengan “Batu somong batu na sum”yang berarti manang ise na mangose padan on, sun ma ibana so maranak, so marboru. Dalam Bahasa Indonesia diartikan bahwa barang siapa yang mengingkar janji tersebut, tidak memiliki anak laki-laki maupun perempuan. Jadi tentang kawin-mengawini antara turunan Sonak Malela dapat disimpulkan “tidak ada larang pada turunannya untuk tidak saling mengawini diantara mereka” dan larangan tersebut tidak ada terdapat dalam amanah Sang Raja.

2.6.4 Riwayat Marga Napitupulu