Potret Tata Kelola Perizinan Batubara

2 Hasil kajian KPK di sektor batubara pada tahun 2011 yang mengungkap berbagai permasalahan di pertambangan batubara mendorong KPK untuk melakukan Koordinasi dan Supervisi Korsup, khususnya di sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Minerba. Sejumlah temuan pada kajian tersebut melahirkan beberapa rekomendasi tindak lanjut, diantaranya: • Perlunya dilakukan perbaikan regulasi, misalnya berupa Peraturan Menteri Permen; • Perlunya dilakukan penguatan kelembagaan; • Perlu adanya perbaikan ketatalaksanaan perizinan; • Perlunya dibangun database minerba, salah satunya melalui Minerba One Map Indonesia MOMI; • Pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban pemda dan pelaku usaha; • Mendorong penetapan batas wilayah pertambangan; • Membenahi IUP melalui proses Clean and Clear CNC; dan • Perlu adanya pelatihan inspektur tambang untuk menguatkan pengawasan. Korsup juga merupakan salah satu mandat yang dimiliki KPK sesuai dengan tugas dan kewenangan KPK pada pasal 14 UU No 302002 tentang KPK yaitu, • Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah. • Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi. • Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan. Selain itu, isu batubara merupakan bagian dari rencana strategi KPK 2011-2015 yang salah satunya berfokus pada perbaikan sektor strategis terkait kepentingan nasional national interest meliputi ketahanan energi dan lingkungan migas, pertambangan dan kehutanan serta penerimaan negara pajak, bea dan cukai, serta PNBP. Korsup Minerba juga lahir sebagai trigger mechanism yang dijalankan KPK untuk melakukan pencegahan korupsi di sektor-sektor tertentu melalui koordinasi dan supervisi dengan kementerianlembaga terkait

2. Ihwal Sengkarut Perizinan

Jika ditarik mundur, sengkarut tata kelola tambang minerba yang memicu booming perizinan tambang terjadi pasca-ditetapkannya Peraturan Pemerintah PP Nomor 752001 tentang Penyerahan Kewenangan Pertambangan kepada Pemerintah Daerah yang merupakan turunan UU Nomor 221999 tentang Pemerintahan Daerah Pemda. PP Nomor 752001 itu mulanya dimaksudkan sebagai jembatan perantara antara UU Nomor 111967 tentang Pertambangan dengan UU Nomor 221999 tentang Pemerintahan Daerah. Konsekuensi lahirnya PP Nomor 752001 tersebut secara umum memberikan kewenangan pengelolaan sektor pertambangan secara utuh kepada Pemda di tingkat KabupatenKota, sehingga memicu ketidaksinkronan dengan UU Nomor 111967 tentang Pertambangan. 3 Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Berdasarkan data pada tahun 2001, izin tambang yang tercatat oleh pemerintah pusat diketahui hanya sebanyak 750-an izin, namun dengan peralihan kewenangan pemberian izin di era desentralisasi, angka izin minerba berkembang secara tidak terkontrol menjadi 8.000-an lebih di tahun 2008 Tri Haryati, 2013. Angka tersebut melonjak lebih signiikan lagi menjadi 10.900-an lebih di tahun rentang 2010 hingga 2014. Dari angka tersebut 40 diantaranya adalah IUP batubara dengan total luasan mencapai mencapai 16,2 juta hektar Ditjen Minerba, 2013. Sedangkan luasan untuk rezim izin PKP2B luasanya sekitar 1,95 juta hektar Ditjen Planologi, 2014. Kelahiran UU Nomor 42009 tentang Minerba menjadi titik balik baru dalam tata kelola pertambangan. UU Minerba diharapkan mampu menyelesaikan sejumlah masalah dari regulasi pertambangan sebelumnya dan menyesuaikan dengan semangat desentralisasi. UU Minerba telah mengakhiri skemamodel kontrakperjanjian dan beralih ke bentuk IUP yang terdiri atas IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. UU ini memandatkan pada seluruh KP yang ada untuk dikonversi menjadi IUP.

3. Moratorium Izin Tambang

Pasca-diterbitkannya UU Minerba Nomor 42009, Direktur Jenderal Dirjen Minerba meresponnya dengan menerbitkan dua Surat Edaran SE untuk dilakukannya moratorium penerbitan IUP baru, yakni: 1. SE Nomor 032009 tertanggal 30 Januari 2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan Pemerintah Sebagai Pelaksanaan UU Nomor 42009. SE ini ditujukan kepada seluruh gubernur dan bupatiwalikota agar menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Poin 2 Surat Edaran; 2. SE Nomor 082012 tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan WP. Surat Edaran yang menegaskan soal moratorium ini diterbitkan tiga tahun dari SE Nomor 032009 tepatnya pada tanggal 6 Maret 2012 dan ditujukan kepada gubernur dan bupatiwalikota di seluruh Indonesia. Dengan terbitnya SE itu, maka gubernur dan bupatiwalikota seluruh Indonesia diminta untuk menghentikan penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP. Kedua SE tersebut merupakan pedoman bagi Dinas Pertambangan Provinsi dan Kabupaten Kota di seluruh Indonesia untuk melaksanakan moratorium penghentian sementara IUP. Bagi kepala daerah yang melanggar akan ada sanksi tegas yang dijatuhkan, bahkan dapat dipidana. Sedangkan bagi perusahaan yang melanggar maka semua izin usahanya akan dicabut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM. Menurut Sawitri 2013, sayangnya moratorium dalam praktik di beberapa daerah kerap “diakali” dengan tanggal permohonan izin tambang yang dibuat mundur backdate, seolah- olah permohonan IUP diajukan sebelum tahun 2009. Hal ini bertujuan agar permohonan izin tambang dapat diproses segera tanpa harus melalui lelang 1 . 1 Konirmasi juga kembali dilakukan kepada Tim SDA KPK yang mengemukakan indikasi backdate izin terjadi di sejumlah daerah.