Ihwal Sengkarut Perizinan Laporan: Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK | PWYP Indonesia Batubara Ind

3 Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK Berdasarkan data pada tahun 2001, izin tambang yang tercatat oleh pemerintah pusat diketahui hanya sebanyak 750-an izin, namun dengan peralihan kewenangan pemberian izin di era desentralisasi, angka izin minerba berkembang secara tidak terkontrol menjadi 8.000-an lebih di tahun 2008 Tri Haryati, 2013. Angka tersebut melonjak lebih signiikan lagi menjadi 10.900-an lebih di tahun rentang 2010 hingga 2014. Dari angka tersebut 40 diantaranya adalah IUP batubara dengan total luasan mencapai mencapai 16,2 juta hektar Ditjen Minerba, 2013. Sedangkan luasan untuk rezim izin PKP2B luasanya sekitar 1,95 juta hektar Ditjen Planologi, 2014. Kelahiran UU Nomor 42009 tentang Minerba menjadi titik balik baru dalam tata kelola pertambangan. UU Minerba diharapkan mampu menyelesaikan sejumlah masalah dari regulasi pertambangan sebelumnya dan menyesuaikan dengan semangat desentralisasi. UU Minerba telah mengakhiri skemamodel kontrakperjanjian dan beralih ke bentuk IUP yang terdiri atas IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. UU ini memandatkan pada seluruh KP yang ada untuk dikonversi menjadi IUP.

3. Moratorium Izin Tambang

Pasca-diterbitkannya UU Minerba Nomor 42009, Direktur Jenderal Dirjen Minerba meresponnya dengan menerbitkan dua Surat Edaran SE untuk dilakukannya moratorium penerbitan IUP baru, yakni: 1. SE Nomor 032009 tertanggal 30 Januari 2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara Sebelum Terbitnya Peraturan Pemerintah Sebagai Pelaksanaan UU Nomor 42009. SE ini ditujukan kepada seluruh gubernur dan bupatiwalikota agar menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Poin 2 Surat Edaran; 2. SE Nomor 082012 tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru Sampai Ditetapkannya Wilayah Pertambangan WP. Surat Edaran yang menegaskan soal moratorium ini diterbitkan tiga tahun dari SE Nomor 032009 tepatnya pada tanggal 6 Maret 2012 dan ditujukan kepada gubernur dan bupatiwalikota di seluruh Indonesia. Dengan terbitnya SE itu, maka gubernur dan bupatiwalikota seluruh Indonesia diminta untuk menghentikan penerbitan IUP baru sampai ditetapkannya WP. Kedua SE tersebut merupakan pedoman bagi Dinas Pertambangan Provinsi dan Kabupaten Kota di seluruh Indonesia untuk melaksanakan moratorium penghentian sementara IUP. Bagi kepala daerah yang melanggar akan ada sanksi tegas yang dijatuhkan, bahkan dapat dipidana. Sedangkan bagi perusahaan yang melanggar maka semua izin usahanya akan dicabut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM. Menurut Sawitri 2013, sayangnya moratorium dalam praktik di beberapa daerah kerap “diakali” dengan tanggal permohonan izin tambang yang dibuat mundur backdate, seolah- olah permohonan IUP diajukan sebelum tahun 2009. Hal ini bertujuan agar permohonan izin tambang dapat diproses segera tanpa harus melalui lelang 1 . 1 Konirmasi juga kembali dilakukan kepada Tim SDA KPK yang mengemukakan indikasi backdate izin terjadi di sejumlah daerah. 4 Indikasi kuat adanya backdate dari SK penerbitan IUP ini tampak dari adanya peningkatan jumlah izin tambang yang terindentiikasi di tingkat pusat, dari hanya 8.000-an izin di akhir 2008 menjadi sekitar 10.900-an di akhir 2011, sehingga ada IUP yang diduga lahir pada rentang 2009-2011, yang jumlahnya mencapai 2900-an izin lebih.

4. Rekonsiliasi IUP dan Status Clean and Clear dan Non-Clean and Clear

Minimnya validitas data dan banyaknya permasalahan turunan akibat lonjakan perizinan di era desentralisasi membuat Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba berinisiatif mengadakan rekonsiliasi nasional data IUP pada 3-6 Mei 2011. Rekonsiliasi itu yang bertujuan untuk mendapatkan data pasti dalam proses penataan IUP yang diterbitkan Pemda seluruh Indonesia. Untuk menyaring keberadaan tambang tersebut, maka dilakukan identiikasi melalui penetapan status CnC dan non-CnC yang diharapkan untuk mendapatkan data IUP nasional, sekaligus untuk mempercepat proses penyesuaian KP menjadi IUP sebagaimana diamanatkan oleh PP Nomor 232010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada momen rekonsiliasi, pemerintah daerah BupatiWalikotaGubernur menyerahkan seluruh IUP yang diterbitkan beserta kelengkapan seluruh dokumen pendukungnya antara lain: kelengkapan administrasi seperti Surat Keputusan SK penerbitan IUP yang masih berlaku beserta lampiran peta dan koordinat, dokumen yang menunjukkan tidak terjadi tumpang tindih antar izin dan komoditas, dokumen terkait kewajiban keuangan, serta persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL. Berdasarkan veriikasi dan klasiikasi tersebut, IUP dikelompokkan menjadi IUP CnC dan IUP non-CnC. Data yang dihimpun oleh pemerintah dalam proses rekonsiliasi IUP nasional itu digunakan untuk melakukan penataan KPIUP, khususnya terhadap KPIUP yang diterbitkan oleh Pemda. Secara umum, IUP CnC adalah IUP yang proses penerbitannya telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak memiliki permasalahan administrasi dan tumpang tindih kewilayahan dan komoditas. Sebaliknya, IUP Non-CnC merupakan IUP yang memiliki permasalahan dalam proses penerbitannya danatau memiliki permasalahan tumpang tindih kewilayahan. Selanjutnya bagi IUP yang telah menyandang status CnC, dapat ditingkatkan untuk mendapatkan sertiikat CnC dengan catatan selain tidak bermasalah secara administrasi dan tumpang tindih kewilayahan, IUP tersebut juga telah memenuhi seluruh kewajiban inansial baik pajak dan non-pajak, memenuhi kewajiban persyaratan teknis seperti laporan akhir eksplorasi, laporan studi kelayakan dan laporan lingkungan seperti AMDAL, UKLUPL Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan, serta rencana reklamasi dan pasca tambang beserta persetujuannya. Upaya rekonsiliasi ini bukan tanpa hambatan dan perdebatan. Banyak kabupatenkota dan provinsi yang tidak juga patuh untuk menyampaikan datanya, lantaran dianggap proses rekonsiliasi ini tidak memiliki payung hukum yang jelas. Selain itu, pemerintah daerah juga ada