4
Indikasi kuat adanya backdate dari SK penerbitan IUP ini tampak dari adanya peningkatan jumlah izin tambang yang terindentiikasi di tingkat pusat, dari hanya 8.000-an izin di akhir
2008 menjadi sekitar 10.900-an di akhir 2011, sehingga ada IUP yang diduga lahir pada rentang 2009-2011, yang jumlahnya mencapai 2900-an izin lebih.
4. Rekonsiliasi IUP dan Status Clean and Clear dan Non-Clean and Clear
Minimnya validitas data dan banyaknya permasalahan turunan akibat lonjakan perizinan di era desentralisasi membuat Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba berinisiatif
mengadakan rekonsiliasi nasional data IUP pada 3-6 Mei 2011. Rekonsiliasi itu yang bertujuan untuk mendapatkan data pasti dalam proses penataan IUP yang diterbitkan Pemda seluruh
Indonesia.
Untuk menyaring keberadaan tambang tersebut, maka dilakukan identiikasi melalui penetapan status CnC dan non-CnC yang diharapkan untuk mendapatkan data IUP nasional,
sekaligus untuk mempercepat proses penyesuaian KP menjadi IUP sebagaimana diamanatkan oleh PP Nomor 232010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Pada momen rekonsiliasi, pemerintah daerah BupatiWalikotaGubernur menyerahkan seluruh IUP yang diterbitkan beserta kelengkapan seluruh dokumen pendukungnya antara
lain: kelengkapan administrasi seperti Surat Keputusan SK penerbitan IUP yang masih berlaku beserta lampiran peta dan koordinat, dokumen yang menunjukkan tidak terjadi tumpang
tindih antar izin dan komoditas, dokumen terkait kewajiban keuangan, serta persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL.
Berdasarkan veriikasi dan klasiikasi tersebut, IUP dikelompokkan menjadi IUP CnC dan IUP non-CnC. Data yang dihimpun oleh pemerintah dalam proses rekonsiliasi IUP nasional itu
digunakan untuk melakukan penataan KPIUP, khususnya terhadap KPIUP yang diterbitkan oleh Pemda.
Secara umum, IUP CnC adalah IUP yang proses penerbitannya telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak memiliki permasalahan administrasi
dan tumpang tindih kewilayahan dan komoditas. Sebaliknya, IUP Non-CnC merupakan IUP yang memiliki permasalahan dalam proses penerbitannya danatau memiliki permasalahan
tumpang tindih kewilayahan.
Selanjutnya bagi IUP yang telah menyandang status CnC, dapat ditingkatkan untuk mendapatkan sertiikat CnC dengan catatan selain tidak bermasalah secara administrasi dan
tumpang tindih kewilayahan, IUP tersebut juga telah memenuhi seluruh kewajiban inansial baik pajak dan non-pajak, memenuhi kewajiban persyaratan teknis seperti laporan akhir
eksplorasi, laporan studi kelayakan dan laporan lingkungan seperti AMDAL, UKLUPL Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan, serta rencana reklamasi dan pasca tambang
beserta persetujuannya.
Upaya rekonsiliasi ini bukan tanpa hambatan dan perdebatan. Banyak kabupatenkota dan provinsi yang tidak juga patuh untuk menyampaikan datanya, lantaran dianggap proses
rekonsiliasi ini tidak memiliki payung hukum yang jelas. Selain itu, pemerintah daerah juga ada
5
Penataan Izin Batubara dalam Koordinasi dan Supervisi KPK
yang menyalahkan pemerintah pusat akibat tidak dilaksanakannya tugas pokok dan fungsi pemerintah pusat dalam mekanisme pengawasan.
Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah melalui sejumlah regulasi mulai mempersyaratkan CnC dalam pemberian layanan perizinan, termasuk perizinan angkut jual,
surat izin ekspor SIE, surat persetujuan ekspor SPE, dan perubahan investasi. Kebijakan penataan IUP terus berjalan seiring dengan terbitnya UU Nomor 232014
tentang Pemerintahan Daerah yang menarik kewengan bupatiwalikota sebagai pemberi izin kepada gubernur. Selain itu, terbit juga Permen ESDM Nomor 432015 Tentang Tata
Cara Evaluasi Penerbitan IUP yang memperkuat mekanisme evaluasi dan penertiban izin, dan khususnya melalui mekanisme audit CnC. Permen 432015 lahir setelah Korsup KPK
merekomendasikan pentingnya payung hukum dalam penataan perizinan.
5. Update Batubara Indonesia
Indonesia merupakan negara produsen batubara urutan kelima dunia setelah China, Amerika Serikat, India dan Australia BP Statistical Review, 2016. Produksi batubara Indonesia
sepanjang 2012-2015 rata-rata mencapai lebih dari 400 juta ton setiap tahun. Kendati demikian, Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar di dunia sebelum disalip Australia pada
tahun 2015. Sekitar 75-85 dari volume produksi batubara Indonesia diekspor, sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan domestik dengan peruntukan utama sebagai bahan
bakar pembangkit listrik. Namun, kontribusi batubara terhadap produk domestik bruto PDB masih sangat minim, rata-rata hanya berada di kisaran 2,5 sepanjang 2010-2015 dari kisaran
4-5 PDB pertambangan secara umum pada periode yang sama BPS, 2016.
Gambar 1. Volume Produksi Batubara: Ekspor VS Domestik dalam juta ton
Sumber: Laporan Kinerja Ditjen Minerba 2015-2016, Kementerian ESDM APBI 2016
2005 Ekspor
Produksi Batubara Domestik
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012 2013
2014 2015
2016 154
194 217
240 254
275 353
412 474
458 461
434 500
450 400
350 300
250 200
150 100
50 103
142 163
191 198
210 287
345 402
382 366
343.5
51 52
54 49
56 65
66 67
72 76
87 90.5