PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
A. TEMA
Pemeriksaan saraf kranial
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf kranial serta mampu menjelaskan fungsi masing- masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf kranil
Level No
Jenis Kompetensi
Kompetensi
1 assessment of sense of smell
2 inspection of width of palpebral cleft
3 inspection of pupils (size and shape)
4 pupillary reaction to light
5 pupillary reaction of close objects
6 assessment of extra-ocular movements
7 assessment of diplopia
8 assessment of nystagmus
9 corneal reflex
10 assessment of visual fields
11 test visual acuity
12 fundoscopy assessment of pupil
13 assessment of facial symmetry
14 assessment of strength of temporal and masseter muscles
15 assessment of facial sensation
16 assessment of facial movements
17 assessment of taste
18 assessment of hearing (lateralization, air and bone conduction)
19 assessment of swallowing
20 inspection of palate
21 test gag reflex
22 assessment of sternokleidomastoid and trapezius muscles
23 tongue, inspection at rest
24 tongue, inspection and assessment of motor system (e.g. sticking out)
(Sumber : Standar Kompetensi Dokter (SKDI), 2006)
C. ALAT DAN BAHAN
1. Meja dan kursi tempat pemeriksaan
2. Kapas
3. Snellen chart
4. Garpu tala 512 Hz
5. Pin/jarum
6. Palu reflek
7. Pipet
8. Pen light
9. Cairan gula, garam, cuka, dan kina/kopi
10. Kopi, teh, dan tembakau
11. Ofthalmoskop
D. SKENARIO
Pasien laki-laki, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini dirasakan sudah 3 hari. Keluhan disertai dengan rasa kebas pada sebelah sisi kanan wajahnya. Nyeri dirasakan berdenyut- denyut pada sisi kanan kepala, keluhan hilang timbul. Keluhan berkurang bila pasien beristirahat di tempat yang tidak terang. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Untuk memastikan diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem saraf perifer terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan fungsi intelektual yang lebih tinggi (termasuk tingkat kesadaran), saraf-saraf kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi sensoris, dan fungsi serebelum.
Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam blok ini adalah penilaian 12 fungsi saraf kranial
Penilaian Fungsi Saraf Kranial (Saraf Otak)
Saraf kranial merupakan saraf khusus yang keluar dari tengkorak (cranium), dan terdiri dari 12 pasang. Beberapa saraf kranial memiliki fungsi sensoris dan motoris umum, sementara yang lain memiliki fungsi khusus seperti untuk penciuman, penglihatan maupun pendengaran. Lokasi dan fungsi dari saraf-saraf kranial tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dan tabel 1 di bawah ini:
Gambar. Bagian inferior dari otak dan saraf kranial
Tabel 1. Saraf-saraf kranial dan fungsinya NO NAMA
FUNGSI
I Olfaktorius
Penciuman
II Optikus
Penglihatan
III Okulomotorius Konstriksi pupil, membuka mata, pergerakan sebagian besar otot ekstraokuler
IV Trokhlearis
Pergerakan bola mata ke medial bawah
V Trigeminus Motorik: Pergerakan otot temporal dan masseter, dan pergerakan rahang ke lateral Sensoris: Sensasi wajah, (1) N. Ophtalmikus, (2) N. Maksilaris, (3) N. Mandibularis
VI Abdusens
Deviasi lateral mata
VII Fasialis Motorik: pergerakan wajah (ekspresi, menutup mata, menutup mulut) Sensoris: Sensasi rasa asin, manis, asam, pahit)
VIII Akustikus Mendengar (bagian koklea), keseimbangan (bagian vestibularis) (vestibulokoklearis)
IX Glossofaringeus
Motorik: Faring Sensoris: bagian posterior dari membran timfani dan kanalis auditorius, faring, dan posterior dari lidah, termasuk sensasi rasa.
X Vagus
Motorik: palatum, faring dan laring Sensoris: faring, laring
XI Assesorius Motorik: Sternocleidomastoid dan bagian atas dari trapezius
XII Hipoglossus
Motorik: lidah
Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat bahwa pasien menderita gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan pada suatu saraf kranial (sesuai urutan), dapat dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
Tabel 2. Saraf-saraf kranial dan pemeriksaannya SARAF KRANIAL PEMERIKSAAN
I Penciuman
II - Ketajaman penglihatan (kartu Snellen) - Lapangan pandang - Fundus okuli
III, IV, VI
- Reaksi pupil (langsung dan tidak langsung) - Pergerakan otot ekstraokuler
V - Sensasi wajah di 3 daerah sensoris - Menggigit dan menggerakkan rahang ke sisi berlawanan, palpasi otot
masseter dan temporal - Reflek Sentakan Rahang
- Refleks kornea
VII
- Pergerakan wajah (mengerutkan dahi, tersenyum, memperlihatkan gigi,
mengangkat alis) - Sensoris lidah 2/3 anterior
VIII
- Tes Weber dan Rinne
IX Sensoris lidah 1/3 posterior
X Pemeriksaan reflek muntah (gag refleks) dan arkus faring
V, VII, X, XII
Suara dan ucapan
XI Otot sternocleidomastoid Otot Trapezius
XII
Gerakan lidah
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan lurus kedepan.
d. Cuci Tangan WHO
2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
A. Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang hidung ditutup (alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.
B. Nervus II. Optikus
I. Kaji Tajam Penglihatan
Gambar. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika pasien memakai kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai kacamatanya)
2. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan tangannya)
3. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
4. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan. (Misalnya 20/60, dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak pemeriksaan yang dipakai dalam
pemeriksaan, dan penyebut (60 kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera
pada baris huruf Snellen chart.)
5. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan prosedur
berikut:
1. Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih jari, minta pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan diri ke arah pasien dan kembali meminta pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari pemeriksa. Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat dilakukan dengan baik hingga jarak 60 meter.
2. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter dari pasien, periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah gerakan/lambaian. Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga jarak 300 meter.
3. Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya: persepsi cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat cahaya maka visus pasien adalah 0 atau No Light Perception (NLP).
II. Lapang Pandang (Konfrontasi)
Gambar. Pemeriksaan Lapang Pandang (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan tangan ( 30 – 50 cm )
2. Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.
3. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien yang ditutup.
4. Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa (fiksasi).
5. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.
6. Gerakkan objek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior nasal.
7. Bandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.
8. Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.
III. Funduskopi
Gambar. Pemeriksaan Funduskopi (sumber: http://www.osceskills.com)
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang temaran dan pasien diberikan midriatikum sebelumnya.
1. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa mata kiri pasien (untuk memeriksa mata kanan pasien dengan memegang oftalmoskop pada tangan kiri), pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
2. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata. Lalu perlahan bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal pasien hingga gambaran fundus terlihat.
3. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya dioptri yang diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat terlihat jelas (bila diperlukan).
4. Amati gambaran fundus yang terlihat.
Gambar. Fundus Normal
neovaskular
hemoragik
Gambar. Fundus Retinopati Diabetikum
C. Nervus III. Okulomotorius, Nervus IV. Troklearis, Nervus VI. Abdusen
I. Gerakan Okular Duksi (Monocular)
Gambar. Pemeriksaan N.III, N.IV, N.VI (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal.
3. Ulangi prosedur untuk mata kiri.
II. Gerakan Okular Versi (Binocular)
1. Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
2. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah pada garis tengah.
3. Ulangi prosedur untuk mata kiri
III. Reflek Pupil
Gambar. Pemeriksaan Reflek Pupil (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien untuk melihat benda yang jauh untuk fiksasi
2. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah samping atau bawah.
3. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
4. Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
5. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon pupil langsung.
6. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
D. Nervus V. Trigeminus
I. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
Gambar. Pemeriksaan Sensoris Wajah (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada sentuhan daerah wajah.
2. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk memberikan usapan pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang sama pada dahi sisi yang lain.
3. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
4. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi wajah.
5. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri dan tumpul, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pin tajam dan benda tumpul yang dilakukan dengan tekanan ringan pada daerah wajah secara bergantian tajam dan tumpul dan pada kedua sisi wajah, minta pasien menyebutkan sensasi yang dirasakan apakah tajam atau tumpul dan apakah sensasi yang dirasakan simetris pada kedua sisi wajah.
II. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
1. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot temporalis pasien.
2. Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan kontraksi otot temporalis pada tangan.
3. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.
III. Kontraksi Otot Pterygoideus anterior dan lateral
a. Uji gigit spatel
1. Pasien diminta untuk menggigit spatel kayu/stainless steel.
2. Pasien diminta untuk tetap menahan gigitannya, sementara pemeriksa menarik spatel.
3. Nilai kekuatan otot pterygoideus medialnya.
b. Pergerakan Rahang Sisi ke Sisi
1. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang bawah pasien.
2. Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke arah kanan dan ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
3. Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien, dan minta pasien untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
IV. Reflek Sentakan Rahang
Gambar. Pemeriksaan Reflek Sentakan Rahang (Sumber: http://www.scepticemia.com)
1. Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
2. Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
3. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.
4. Reflek normal akan memberikan sedikit gerakan rahang bawah ke arah atas. Respon abnormal akan memberikan sentakan yang berlebih.
V. Reflek Kornea
Gambar. Pemeriksaan Reflek Kornea (sumber: http://www.osceskills.com)
Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas yang diusapkan ringan pada kornea
1. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
2. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada kornea.
3. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola mata.
E. Nervus VII. Fasialis
I. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Bawah
Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Bawah (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-geliginya.
2. Pada respon yang normal sudut bibir simetris. Pada keadaan abnormal respon mulut deviasi ke arah yang sehat.
II. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Atas
Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Atas (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.
2. Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
3. Pada respon yang normal, kedua mata pasien tidak akan terbuka walaupun pemeriksa berusaha membuka kedua kelopak mata dengan tenaga.
4. Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
5. Pada respon normal, akan tampak kerut pada kedua sisi dahi simetris. Pada respon abnormal tak tampak adanya kerut dahi pada sisi yang sakit.
III. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah
1. Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis (gula), asin (garam), pahit (kina/kopi), asam (cuka). Semua subtansi disediakan dalam bentuk cairan.
2. Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
3. Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan menggunakan pipet.
4. Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang dirasakan pasien.
F. Nervus VIII. Akustikus
Gambar. Pemeriksaan Rinne dan Webber (sumber: http://www.osceskills.com)
I. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
1. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
2. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
3. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus kanan pasien.
4. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
5. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
II. Uji Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.
1. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
2. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada dahi tepat di garis tengah.
3. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah sama keras.
4. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tidak ada lateralisasi.
G. Nervus IX. Glossopharingeal
Gambar. Pemeriksaan N.IX (sumber: http://www.osceskills.com)
I. Reflek Muntah
1. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
2. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
3. Periksa respon muntah
II. Test pengecap 1/3 posterior lidah
Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis hanya posisi pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.
H. Nervus X. Vagus
I. Perubahan Bicara
1. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.
2. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria. (Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara (laring), suara
menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria adalah kesulitan menghasilkan artikulasi karena paralisis vagal sehingga menyebabkan kelemahan kontraksi soft palatum.
II. Kontraksi Soft Palatum
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata ―Aaaaa‖.
2. Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi sekaligus memeriksa posisi uvula.
3. Pada respon normal soft palatum (arkus palatum) kedua sisi terangkat simetris dan uvula tetap pada posisi tengah.
4. Respon abnormal akan didapatkan bila salah satu sisi soft palatum tidak terangkat, dan uvula akan tertarik ke sisi yang berlawanan (sisi yang sehat).
III. Menelan
1. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
2. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah pasien tersedak.
I. Nervus XI. Accessory
I. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus
Gambar. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
2. Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan tangan pemeriksa
II. Pemeriksaan Otot Trapezius
Gambar. Pemeriksaan Otot Trapezius (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pemeriksa berhadapan dengan pasien.
2. Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.
3. Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan tangan pasien.
4. Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius pasien.
J. Nervus. XII. Hypoglossal Pemeriksaan Motoris Lidah
Gambar. Pemeriksaan N.XII (sumber: http://www.osceskills.com)
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.
4. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi pada sisi yang terkena (sisi yang sakit).
4. Item Profesionalisme
1. Percaya diri, minimal error.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.
4. Cuci tangan WHO
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta.
2. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5: 155-208
3. http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/
CHECK LIST LATIHAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
No
Aspek
Nilai Feedback
0 1 2 INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri
2 Menjelaskan tujuan pemeriksaan
3 Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak
4 Cuci tangan WHO
CONTENT Inspeksi
5 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
N. I. Olfaktorius
6 Pasien diminta untuk bernafas dengan satu lubang hidung ditutup (alternatif: dengan menggunakan tangan pasien).
7 Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
8 Setiap lubang hidung dites bergantian.
9 Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu meminta pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.
N. II. Optikus
A. Kaji Tajam Penglihatan
10 Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart (Jika pasien memakai kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai kacamatanya).
11 Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan tangannya).
12 Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
13 Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan (misal : 20/20).
14 Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan
prosedur berikut:
15 Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, 15 Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart,
16 Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa, periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah gerakan/lambaian.
17 Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya : persepsi cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya.
B. Lapang Pandang (Konfrontasi)
18 Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan tangan ( 30 – 50 cm ).
19 Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.
20 Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien yang ditutup
21 Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa (fiksasi).
22 Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.
23 Gerakkan obyek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior nasal.
24 Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.
C. Funduskopi
25 Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa mata kiri pasien dan tangan kiri dengan, pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
26 Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata pasien. Lalu perlahan bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal pasien hingga gambaran fundus terlihat.
27 Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya dioptri yang diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat terlihat jelas (bila diperlukan).
28 Amati gambaran fundus yang terlihat
N.III. Okulomotorius, N.IV. Troklearis, N.VI. Abdusen
A. Gerakan Okular Duksi (Monocular)
29 Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
30 Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal.
31 Ulangi Prosedur untuk mata kiri.
B. Gerakan Okular Versi (Binocular)
32 Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
33 Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah pada garis tengah.
34 Ulangi Prosedur untuk mata kiri
D. Reflek Pupil
35 Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien untuk melihat benda yang jauh untuk fiksasi.
36 Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah samping atau bawah.
37 Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
38 Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
39 Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon pupil langsung.
40 Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
N. V. Trigeminus
A. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah
41 Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada sentuhan daerah wajah.
42 Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk memberikan usapan pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang sama pada dahi sisi yang lain.
43 Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
44 Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi wajah.
45 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri, pemeriksaan uji nyeri dilakukan dengan menggunakan pin tajam yang dilakukan dengan tekanan ringan pada daerah wajah.
B. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter
46 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot temporalis pasien.
47 Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan kontraksi otot temporalis pada tangan.
48 Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.
C. Kekuatan otot Pterygoideus Medial dan Lateral
49 Pasien diminta untuk menggigit spatel dengan kuat, kemudian pemeriksa menarik spatel. Nilai kekuatan otot pterygoideus medial
50 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang bawah pasien Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke kanan dan ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot 50 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang bawah pasien Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke kanan dan ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot
51 Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien, dan minta pasien untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah tahanan pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
D. Reflek Sentakan Rahang
52 Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
53 Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
54 Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.
55 Periksa respon pasien.
E. Reflek Kornea
56 Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
57 Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada kornea.
58 Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola mata.
N.VII. Fasialis
A. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Bawah
59 Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-geliginya.
B. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Atas
60 Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.
61 Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
62 Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
C. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah
63 Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis (gula), asin (garam), pahit (kina), asam (cuka). Semua subtansi disediakan dalam bentuk cairan.
64 Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
65 Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan menggunakan pipet.
66 Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang dirasakan pasien.
N.VIII. Akustikus
A. Tes Rinne
67 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
68 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
69 Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus kanan pasien.
70 Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
B. Tes Weber
71 Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz
72 Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada dahi tepat di garis tengah.
73 Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah sama keras.
N. IX. Glossopharingeal
A. Reflek Muntah (Gag Reflex)
74 Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
75 Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
76 Periksa respon muntah
B. Tes Pengecap 1/3 Posterior Lidah
77 Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis hanya posisi pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.
N. X. Vagus
A. Perubahan Bicara
78 Pasien diminta untuk berbicara satu kata atau satu kalimat.
79 Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria.
B. Kontraksi Soft Palatum
80 Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata ―Aaaaa‖
81 Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi sekaligus memeriksa posisi uvula.
C. Menelan
82 Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
83 Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah pasien tersedak.
N. XI. Accessory
A. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus
84 Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.
85 Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan tangan pemeriksa.
B. Pemeriksaan Otot Trapezius
86 Pemeriksa berhadapan dengan pasien
87 Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.
88 Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan tangan pasien.
89 Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius pasien.
N. XII. Hypoglossal
90 Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar mulut.
91 Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi atau atropi.
92 Pasien diminta untuk menjulurkan lidah
93 Periksa adakah deviasi lidah
PROFESIONALISME
95 Melakukan dengan penuh percaya diri, serta minimal error
96 Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus
97 Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien
98 Cuci tangan WHO
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% =
PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL DAN RANGE OF MOTION (ROM)
A. TEMA
Keterampilan Klinis Pemeriksaan ROM (Range of Motion)
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui CSL ini diharapkan mahasiswa mampu untuk melakukan pemeriksaan ROM
C. ALAT DAN BAHAN
1. Bed periksa pasien
2. Meja dan kursi periksa
3. Goniometer
D. SKENARIO
Pasien pria gemuk, berusia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri tajam pada sendi lutut sebelah kanan. Keluhan sudah dirasakan hilang timbul selama 2 bulan belakangan, namun selama 3 hari ini keluhan dirasa terus menerus dan memberat. Keluhan disertai dengan gerak sendi terbatas karena nyeri, sulit untuk ditekuk maupun diluruskan, dan rasa kaku sementara pada sendi tersebut setelah bangun tidur. Keluhan bertambah nyeri apabila sendi digerakkan, sedangkan bila beristirahat keluhan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
1. Pemeriksaan Anggota Gerak
Pada pemeriksaan anggota gerak dilakukan penilaian terhadap keadaan tulang, otot serta sendi. Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi kemudian diikuti dengan palpasi serta perkusi seperti yang telah dipelajari pada blok sebelumnya. Kelainan pada anggota gerak dapat terjadi:
a. Berbagai kelainan kongenital dapat terjadi pada ekstremitas superior maupun inferior, diantaranya amelia (tidak terdapatnya semua anggota gerak), ekstromelia (tidak adanya salah satu anggota gerak), fokomelia (anggota gerak bagian proksimal yang pendek), sindaktili (bergabungnya jari-jari), atau polidaktili (jumlah jari lebih dari normal).
b. Fraktur, dislokasi, hemangioma yang besar, limfangioma, fistula arteriovena, neurofibromatosis dapat menyebabkan panjang dan bentuk ekstremitas kanan dan kiri tidak sama.
c. Pada keadaan yang menyebabkan hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan sianotik, penyakit paru kronik) dan dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit hati kronik, endokarditis dan beberapa keganasan menyebabkan adanya jari-jari tabuh pada c. Pada keadaan yang menyebabkan hipoksia kronik (penyakit jantung bawaan sianotik, penyakit paru kronik) dan dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit hati kronik, endokarditis dan beberapa keganasan menyebabkan adanya jari-jari tabuh pada
d. Nyeri tekan pada angggota gerak paling sering disebabkan oleh trauma dan infeksi. Nyeri tekan pada m. Sartorius dapat merupakan tanda dari meningitis tuberculosa. Tiap rasanyeri pada bagian distal tulang harus dicurigai kemungkinan terdapatnya osteomyelitis.
e. Gangren atau nekrosis jaringan akibat sumbatan pembuluh darah. Proses ini mula-mula ditandai dengan anggota gerak yang dingin, pucat, kekuatan ototnya menghilang, serta rasa nyeri. Dengan berlanjutnya proses nekrosis, maka daerah itu menjadi hipoestesi dan bewarna hitam.
f. Disamping deformitas, tanda fraktur lainnya adalah nyeri, krepitasi serta gangguan fungsi anggota gerak.
g. Kelainan bentuk tulang. Seringkali sampai lebih kurang satu tahun setelah anak dapat berjalan, bentuk tibia melengkung keluar (genu varum). Genu valgum, tungkai berbentuk huruf X seringkali didapatkan pada anak berumur 2-5 tahun yang masih dikategorikan normal, akan tetapi dapat ditemukan pada anak dengan poliomyelitis, rakitis, sifilis, atau pada anak yang posisi kedua kakinya pronasi.
h. Kelainan posisi kaki, misalnya club foot, pes kavus, pes ekuinus.
i. Gaya berjalan berupa kaki menyeret (foot drop), gaya berjalan seperti menggunting (scissors gait), ataksia (cara berjalan yang canggung dan meluas).
Hal penting yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan sendi mayor:
a. Inspeksi sendi untuk melihat simetris atau tidak, alignment dan deformitas tulang
b. Inspeksi dan palpasi jaringan sekitar, lihat perubahan kulit, nodul, atrofi otot dan krepitasi
c. ROM dan manuver tiap sendi
d. Penilaian tanda inflamasi seperti bengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan dan kemerahan
Tanda-tanda radang sendi seperti RA, Demam Rematik, Serum Sickness gerakan menjadi terbatas akibat rasa nyeri spasme otot dan tendon daerah sekitarnya. Adanya deformitas sendi pergelangan tangan, siku, bahu, sendi sternoclavicularis, temporomandibularis dan sendi panggul bisa menjadi tanda adanya subluksasi atau dislokasi.
2. Range Of Motion (ROM)
Pemeriksaan range of motion (ROM) adalah pemeriksaan dengan melakukan pengukuran luas gerakan sendi (derajat) yang terjadi dari kontraksi dan pergerakan otot. Pemeriksaan dilakukan dengan meminta klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Tujuan pemeriksaan range of motion adalah:
a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
b. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi Jenis ROM :
a. ROM pasif, pemeriksa melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 % a. ROM pasif, pemeriksa melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %
Jenis gerakan :
a. f. Fleksi Supinasi
g. Pronasi
b. Ekstensi
h. Abduksi
c. Hiper ekstensi
i. Aduksi
d. Rotasi
j. Oposisi
e. Sirkumduksi
Sendi yang digerakan :
a. ROM Aktif
Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.
b. ROM Pasif Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral) Bahu tangan kanan dan kiri (fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu) Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi) Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi) Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/ adduksi, oposisi) Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal) Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, rotasi) Jari kaki (fleksi/ekstensi)
Indikasi :
a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
b. Kelemahan otot
c. Fase rehabilitasi fisik
d. Klien dengan tirah baring lama Kontra Indikasi :
a. Trombus/emboli pada pembuluh darah
b. Kelainan sendi atau tulang
c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (misalnya: jantung)
Pemeriksaan Goniometri Geniometri
Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang berarti sudut dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan pengukuran sudut, khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi melalui tulang-tulang ditubuh manusia. Goniometri merupakan bagian yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak.
Goniometer digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif dan pasif. Goniometer juga digunakan untuk menggambarkan secara akurat posisi abnormal sendi. Pada CSL 2 ini pemeriksaan goniometri beluum dilakukan.
Prosedur
Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur.
1. Meletakkan goniometer :
a. Aksis goniometer pada aksis gerak sendi.
b. Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik.
c. Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal
2. Membaca besaran lingkup gerak sendi (LGS) pada posisi awal pengukuran dan
mendokumentasikannya
3. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada
4. Mebaca besaran LGS
Gambar. Goniometer & Pemeriksaan ROM dengan menggunakan goniometer
F. PROSEDUR
1. PEMERIKSAAN SENDI BAHU
a. Inspeksi
Inspeksi apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau fasikulasi. Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri karena lokasi nyeri
bisa menjadi petunjuk letak lesi, misalnya : o Tepat diatas bahu, menyebar sampai ke leher : sendi acromioclavicular
o Lateral bahu, menyebar ke insersi dari musculus deltoideus – lesi dari cuff
rotator o Bahu bagian depan : lesi dari tendon bicipitalis
b. ROM
Selama melakukan pemeriksaan ROM bahu, pemeriksa menempatkan tangannya pada bahu pasien untuk mendeteksi ada tidaknya kresipitasi. Minta pasien untuk mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90°) dengan telapak tangan menghadap ke atas (untuk menilai pergerakan glenohumeralis) Kemudian angkat lengan pada posisi vertical di atas kepala dengan telapak tangan saling berhadapan (untuk menilai pergerakan scapulothoracalis sebesar 60°dan kombinasi pergerakan glenohumerale dan scapulothoracalis pada aduksi 30°)
Gambar Prosedur pemeriksaan ROM sendi bahu
Selanjutnya minta pasien menempatkan kedua tangan di belakang lehernya dengan siku menghadap keluar (untuk menilai rotasi eksternal dan abduksi Terakhir minta pasien menempatkan kedua tangan dibelakang tubuh (untuk menilai rotasi internal dan adduksi)
2. PEMERIKSAAN SIKU
a. Inspeksi
Topang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70°. Inspeksi medial dan lateral epicondylus dan olecranon. Inspeksi kontur dari siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna. Catat adanya nodul
atau pembengkakan.
b. Palpasi
Palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan, catat jika ada dislokasi dari olekranon. Palpasi grooves antara epicondylus dan olekranon, perhatikan adakah nyeri, pembengkakan atau penebalan
c. Pemeriksaan ROM Siku
Pemeriksaan rom siku mencakup gerakan fleksi dan ekstensi siku serta gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah. Pada saat pemeriksaan dengan pronasi dan supinasi, sebelumnya mintalah pasien untuk memposisikan lengannya fleksi pada siku untuk meminimalisasi gerakan sendi bahu.
Gambar Pemeriksaan ROM siku
3. PEMERIKSAAN PERGELANGAN TANGAN DAN JARI TANGAN
a. Inspeksi
Inspeksi daerah palmar dan dorsal dari tangan, juga tulang dari setiap jari tangan apakah terdapat deformitas, pembengkakan atau angulasi.
b. Palpasi
Palpasi daerah pergelangan tangan pada bagian distal radius dan ulna dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian dorsum pergelangan tangan. Perhatikan adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Nyeri daerah distal radius dapat menjadi pertanda adanya fraktur colless. Palpasi daerah jari tangan PIP dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, Perhatikan apakah terdapat nyeri, pembengkakan, dan pembesaran tulang. Bila
ditemukan nodul (pembesaran tulang ) biasanya merupakan tanda dari Osteoarthritis.
Gambar Palpasi pergelangan tangan dan jari tangan
c. Pemeriksaan ROM pergelangan tangan Flexion
Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien. Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi dan jari pemeriksa pada
telapak tangan pasien. Minta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan gravitasi
Extension
Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien. Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tempatkan tangan pemeriksa
pada punggung tangan pasien. Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan gravitasi.
Ulnar and radial deviation
Posisikan telapak tangan pasien menghadap ke bawah. Salah satu tangan pemeriksa memegang pergelangan tangan pasien dan tangan lainnya
menopang telapak tangan pasien Minta pasien untuk menggerakan pergelangan tangannya ke arah lateral dan medial.
Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan tangan Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan tangan
Minta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian memekarkan jari-jarinya secara bergantian. Normalnya pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan lancar.
Abduction dan adduction
Minta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi) dan merapatkan jarinya (adduksi) secara bergantian. Pada ibu jari, nilailah pergerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan oposisi:
Tes Fleksi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak tangan dan menyentuh dasar jari kelingking. Tes ekstensi dengan meminta pasien kembali menggerakkan ibu jarinya Tes Abduksi dengan meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam keadaan netral,
telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian gerakkan ibu jari ke arah anterior menjauh dari telapak tangan
Tes adduksi dengan gerakan kembali ibu jari ke arah belakang. Tes oposisi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak
tangan,ibu jari menyentuh setiap ujung jari yang lain.
Gambar Pemeriksaan ROM jari tangan
4. Pemeriksaan lutut dan ekstremitas bawah
a. Inspeksi
inspeksi cara dan irama berjalan pasien saat memasuki ruang pemeriksaan. Perhatikan bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi m. quadriceps apakah terdapat pembengkakan.
b. Palpasi
Mintalah pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut dalam posisi fleksi. Pada posisi ini landmark tulang dapat lebih mudah terlihat sementara otot, tendon dan ligament lebih rileks, sehingga palpasi lebih mudah dilakukan.
Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis media dan lateral Palpasilah ligamen, batas meniscus dan bursa dari lutut, perhatikan jika terdapat kekakuan.
c. Pemeriksaan ROM lutut
Prinsip pemeriksaan rom lutut adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan eksternal.
Minta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam keadaan duduk. Jika diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan meminta pasien berjongkok-berdiri
yang juga dapat menilai keseimbangan pasien. Minta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral untuk menilai rotasi.
Terkadang juga diperlukan pemeriksaan stabilitas ligament dan integritas meniscus terutama jika terdapat riwayat trauma atau teraba kekakuan. Pemeriksaan tersebut mencakup Abduction Stress Test, Adduction Stress Test, Anterior Drawer Sign, Lachman Test, Posterior Drawer Sign, dan McMurray Test yang dapat Anda pelajari sendiri pada literatur pemeriksaan fisik.
5. Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki
a. Inspeksi
Inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan apakah terdapat deformitas, pembengkakan, nodule dan atau calus
b. Palpasi
Palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari pergelangan kaki dan perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri. Nyeri lokal dapat ditemukan pada kasus arthritis, cedera ligament, atau infeksi daerah pergelangan kaki.
Palpasi juga dilakukan di sendi-sendi Metatarsofalang dengan cara menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Nyeri yang didapatkan oleh karena penekanan bisa menjadi pertanda stadium awal dari RA atau inflamasi akut yang disebakan oleh GOUT.
Gambar Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki
c. Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki
ROM dari pergelangan kaki adalah dorsofleksi dan plantarfleksi. ROM kaki terdiri dari eversi dan inversi dengan cara memegang pergelangan kaki dan
tumit kaki pasien kemudian minta pasien menggerakan kakinya inversi dan eversi.
Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki
G. DAFTAR PUSTAKA
Bate’s barbara. Guide to Physical Examination. Lippincot. 2007. Chapter 15 Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006
CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN RANGE OF MOTION (ROM)
Nilai Feedback No
Aspek
I INTERPERSONAL
1 Sambung Rasa dan Informed consent
II Pemeriksaan Muskuloskeletal dan ROM
II.1 Sendi Bahu
2 Lakukan inspeksi: apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau fasikulasi
3 Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri, lakukan palpasi pada area tersebut. Lakukan pemeriksaan ROM sendi bahu dengan memegang sendi bahu pasien dan meminta pasien untuk:
4 Mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90°) dengan telapak tangan menghadap ke atas
5 Mengangkat lengannya vertical di atas kepala dengan telapak tangan saling berhadapan
6 Menempatkan kedua tangan di belakang lehernya dengan siku menghadap keluar
7 Menempatkan kedua tangan dibelakang tubuh
II.2 Sendi Siku
8 Lakukan inspeksi dengan menopang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70°. Perhatikan epicondylus medial dan lateral serta olecranon. Perhatikan kontur siku, apakah terdapat nodul atau pembengkakan.
9 Lakukan palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan. Perhatikan apakah terdapat dislokasi olekranon, adakah nyeri, pembengkakan atau penebalan antara epicondylus dan olekranon.
Lakukan pemeriksaan ROM Siku dengan meminta pasien untuk :
10 Melakukan gerakan fleksi pada sikunya
11 Melakukan gerakan ekstensi pada sikunya
12 Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan gerakan pronasi (telapak tangan menghadap ke bawah)
13 Lengan tetap fleksi pada siku kemudian melakukan gerakan supinasi (telapak tangan menghadap ke atas)
II.3 Sendi Pergelangan Tangan dan Jari
14 Lakukan inspeksi daerah palmar dan dorsal tangan serta jari tangan, perhatikan apakah terdapat deformitas, pembengkakan atau angulasi.
15 Lakukan palpasi daerah pergelangan tangan pada bagian distal radius dan ulna dengan menggunakan kedua ibu jari. Perhatikan adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Palpasi daerah jari tangan dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Perhatikan adakah nyeri, pembengkakan atau pembesaran tulang.
Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan tangan:
16 Flexion:
a) Menempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien.
b) Memposisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi dan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien.
c) Meminta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan gravitasi
17 Extension:
a) Menempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien.
b) Memposisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tangan pemeriksa pada punggung tangan pasien.
c) Meminta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan gravitasi.
18 Ulnar and radial deviation:
a) Memposisikan telapak tangan pasien menghadap ke bawah.
b) Memegang pergelangan tangan pasien dan menopang telapak tangan pasien
c) Meminta pasien untuk menggerakan pergelangan tangannya ke arah lateral dan media
Lakukan pemeriksaan ROM jari tangan :
19 Flexion dan extension: Meminta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian memekarkan jari-jarinya secara bergantian
20 Abduction dan adduction: Meminta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi) dan merapatkan jarinya (adduksi) secara bergantian
Lakukan pemeriksaan ROM ibu jari:
21 Tes Fleksi: Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak tangan dan menyentuh dasar jari kelingking
22 Tes ekstensi : Meminta pasien kembali menggerakkan ibu jarinya
23 Tes Abduksi: Meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam keadaan netral, telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian gerakkan ibu jari ke arah anterior menjauh dari telapak tangan.
24 Tes adduksi: Meminta pasien menggerakan kembali ibu jari ke arah belakang.
25 Tes oposisi: Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak tangan,ibu jari menyentuh setiap ujung jari yang lain
II.4 Lutut dan ekstremitas bawah
26 Lakukan inspeksi cara dan irama berjalan pasien. Perhatikan pula bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi M. quadriceps, apakah terdapat pembengkakan.
27 Lakukan palpasi dengan meminta pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut fleksi. Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis media dan lateral serta ligamen, batas meniscus, perhatikan jika terdapat kekakuan.
Lakukan pemeriksaan ROM lutut:
28 Fleksi dan Ekstensi:
Meminta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam keadaan duduk.
29 1) Rotasi internal dan eksternal:
2) Meminta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral
II.5 Pergelangan kaki dan kaki
30 Lakukan inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan apakah terdapat deformitas, pembengkakan, nodule dan atau calus
31 Lakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari pergelangan kaki. Perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri. Palpasi sendi metatarsofalang dengan menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.Perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri
Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan kaki & kaki dengan:
32 Meminta pasien melakukan gerakan dorsofleksi dan plantarfleksi
33 Eversi dan inversi:
1) Peganglah pergelangan kaki dan tumit kaki pasien Pinta pasien menggerakan kakinya inversi (memutar ke medial)
dan eversi (memutar ke lateral)
IV PROFESIONALISME
34 Melakukan dengan percaya diri
35 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% = ……………
PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS
A. TEMA
Pemeriksaan refleks fisiologis dan reflek patologis
B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mampu melakukan pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis
3. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan
C. ALAT DAN BAHAN
1. Reflek hammer
2. Meja pemeriksaan
D. SKENARIO
Tn.X, 48 tahun, diantar oleh keluarganya ke RS karena pagi ini tiba-tiba beliau jatuh pingsan setelah bertengkar hebat dengan tetangganya, dan ketika sadar Tn.X menjadi sulit untuk menggerakkan tangan dan kaki kanannya. Anda kebetulan yang saat itu sedang bertugas di UGD memeriksa Tn.X dengan seksama, dan memang benar tangan dan kaki kanan beliau menjadi lemah.
E. DASAR TEORI
1. Refleks Fisiologis dan Patologis
Reflek adalah jawaban atas rangsang. Reflek neurologik tergantung pada suatu lengkung reflek yang terdiri dari jalur aferen yang dicetus oleh reseptor dan sistem eferen yang mengaktivasi organ efektor, serta hubungan antara kedua komponen. Misalnya reflek tendon yang timbul karena adanya rangsang, yang akan diteruskan ke reseptor--serabut aferen--ganglion spinal-- serabut eferen —efektor (otot). Gerak otot reflektoris dapat ditimbulkan pada setiap orang sehat (reflek fisiologis). Reflek regang otot adalah reflek yang timbul oleh regangan otot yang disebabkan rangsangan dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Nama lain dari reflek ini adalah reflek tendon atau reflek fisiologis. Pada kerusakan UMN dapat terjadi refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada orang –orang sehat, yang dinamakan refleks patologis.
Reflek patologis yang dikemukakan oleh Babinski (1896) menyatakan bahwa reflek superfisial yang dibangkitkan pada keempat ekstremitas menjadi berubah jawabannya jika terdapat lesi pada traktus piramidalis. Reflek, baik berupa lesi Upper Motor Neuron (UMN) atau Lower Motor Neuron (LMN) yang pada ekstrimitas bawah tidak lagi terjadi plantar fleksi seperti pada orang normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari lainnya sedangkan pada Reflek patologis yang dikemukakan oleh Babinski (1896) menyatakan bahwa reflek superfisial yang dibangkitkan pada keempat ekstremitas menjadi berubah jawabannya jika terdapat lesi pada traktus piramidalis. Reflek, baik berupa lesi Upper Motor Neuron (UMN) atau Lower Motor Neuron (LMN) yang pada ekstrimitas bawah tidak lagi terjadi plantar fleksi seperti pada orang normal tetapi dorso fleksi ibu jari kaki disertai gerakan mekar jari-jari lainnya sedangkan pada
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan refleks fisiologis adalah: Penderita harus dalam keadaan santai. Bagian yang diperiksa harus dalam posisi
sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang terjadi dapat muncul secara optimal Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung. Pukulan tidak perlu terlalu keras
Gambar Cara melakukan pukulan dengan menggunakan palu refleks
Penilaian hasil refleks
Refleks fisiologis dapat dinilai sebagai negatif, menurun, normal, meninggi dan hiperaktif Ada pula yang menggunakan kriteria sebagai berikut :
0 : negatif +1 : lemah (dari normal) +2 : normal +3 : meninggi +4 : hiperaktif
Jenis refleks fisiologis
Reflek bisep: Dengan memberi rangsangan berupa ketoka pada tendon otot biseps maka akan menimbulkan gerakan fleksi lengan bawah. Pusat reflek ini terletak di C5-C6
Reflek tricep: dengan memberikan rangsangan berupa ketokan pada tendon otot triceps dan sebagai jawabannya akan terjadi ektensi lengan bawah. Pusat refleks ini terletak di C6-C8 Reflek patella: dengan memberi rangsangan pada tendon m quadriceps femoris dan sebagai jawabannya akan terjadi gerakan ekstensi tungkai bawah. Pusat refleks terletak L2, L3, L4. Reflek achilles: dengan memberi rangsangan pada tendon achilles dan sebagai jawabannya akan terjadi gerakan plantar fleksi pada kaki. Pusat refleks melalui S1 dan S2
Jenis refleks patologis
Hoffmann tromer Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Gores dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari. Abnormal terjadi fleksi jari telunjuk serta fleksi dan aduksi ibu jari.
Reflek babinski Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral. Orang normal akan memberikan respon fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka Reflek babinski Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral. Orang normal akan memberikan respon fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka
Reflek oppenheim Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
Reflek gordon Lakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski
Reflek gonda Lakukan penekanan/fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan dengan cepat. Jika positif, maka akan timbul reflek seperti babinski.
Reflek schaefer Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski Reflek caddock Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki dari maleolus lateral ke arah kaudal. Jika positif maka akan timbul reflek seperti babinski.
F. PROSEDUR
Pemeriksaan Refleks Fisiologis
1. Pemeriksaan refleks biseps
a. Meminta pasien duduk dengan santai
b. Lengan dalam keadaan lemas, posisikan lengan bawah antara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
c. Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa
d. Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian pukullah ibu jari tadi dengan refleks hammer
e. Reaksi utama adalah kontraksi otot biseps & fleksi lengan bawah
Gambar Refleks Biseps
2. Pemeriksaan refleks triseps
a. Posisikan pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleks biseps a. Posisikan pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleks biseps
c. Pukullah tendo yang lewat di fossa olekranon
d. Triseps akan kontraksi dengan sedikit menyentak (ekstensi lengan bawah di siku)
Gambar Refleks Triseps
3. Pemeriksaan refleks patella
a. Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
b. Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu untuk menentukan daerah yang tepat
c. Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan pemeriksa sedangkan tangan yang lain memukul tendo patella dengan palu refleks hammer secara cepat
d. Respon: ekstensi tungkai bawah
Gambar Refleks Patella
4. Pemeriksaan refleks achilles
a. Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring dimana sebagian tungkai bawah & kakinya terjulur di luar meja pemeriksa
b. Regangkan tendo achilles dengan cara menahan ujung kaki ke arah dorsofleksi
c. Pukullah Tendo achilles dengan ringan tetapi cepat
d. Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak
Gambar Refleks Achiles
Pemeriksaan Reflek Patologis
1. Plantar Response
a) Reflek Babinsky
Gores telapak kaki bagian lateral dari tumit menuju pangkal jari.
Gambar. Arah goresan dan reflek yang muncul pada reflek Babinski
b) Reflek Chaddock
Gores bagian lateral maleolus ke arah kaudal.
Gambar. Arah goresan pada pemeriksaan reflek Chaddock
c) Reflek Gordon
Remas otot betis.
Gambar. Cara pemeriksaan reflek Gordon dan responnya
d) Reflek Gonda
Tekuk maksimal jari keempat kaki kemudian lepaskan tiba-tiba.
Gambar. Cara pemeriksaan reflek Gonda
e) Reflek Schaefer
Pencet tendon achilles dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Gambar. Cara pemeriksaan reflek Schaefer
f) Reflek Oppenheim
Urut kuat tibia dan m. tibialis anterior dari proksimal ke distal.
Kesimpulan keseluruhan untuk Refleks Plantar Response :
Normal akan terlihat gerakan plantar fleksi kaki Abnormal akan terlihat gerakan dorsofleksi ibu jari disertai mekarnya jari-jari yang lain
2. Reflek Hoffman Tromner
Pegang tangan pada pergelangan, jari-jari difleksikan. Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Gores dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari. Abnormal terjadi fleksi jari telunjuk serta fleksi dan aduksi ibu jari.
Gambar. Cara pemeriksaan reflek Hoffman Tromner
(Sumber: Bate’s guide to physical examination)
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI, 2000
2. Bahan kuliah Neurologi FK UI, 2010
3. Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas, 2010
4. Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006
6. Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
7. SM Lumbantobing: Neurologi Klinik, Pemeriksaan fisik dan mental. BP FKUI. Jakarta:2000
8. T Juwono: Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. EGC. Jakarta: 2000
9. Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995
CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS
Nilai Feedback
Prosedur
No
I INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
II PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
3 Lakukan pemeriksaan reflek biseps
Meminta pasien duduk dengan santai Posisikan lengan bawah pasien antara fleksi dan ekstensi serta
sedikit pronasi Letakkan siku pasien pada lengan/tangan pemeriksa Letakkan ibu jari di atas tendo biseps kemudian pukullah ibu jari
tadi dengan refleks hammer Hasil : Fleksi lengan bawah
4 Lakukan pemeriksaan reflek triseps
Posisikan pasien sama dengan posisi pada pemeriksaan refleks biseps
Instruksikan kepada pasien untuk melemaskan lengan dan relaksasi sempurna Pukullah tendo yang lewat di fossa olekranon Hasil : Ekstensi lengan bawah
5 Lakukan pemeriksaan reflek patella
Posisikan pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai Raba daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dulu untuk
menentukan daerah yang tepat Pegang paha pasien bagian distal dengan tangan kiri sedangkan
tangan yang lain memukul tendo patella dengan palu refleks hammer secara cepat
Hasil : ekstensi tungkai bawah
6 Lakukan pemeriksaan reflek achilles
Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring dimana sebagian tungkai bawah & kakinya terjulur di luar meja Meminta pasien duduk dengan tungkai menjuntai atau berbaring dimana sebagian tungkai bawah & kakinya terjulur di luar meja
III PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
7 Lakukan pemeriksaan reflek babinski
Gores plantar pedis sisi lateral dari tumit ke kaudal
8 Lakukan pemeriksaan reflek Chaddock
Gores dorsum pedis pada maleolus lateral ke arah kaudal
9 Lakukan pemeriksaan reflek Gordon
Tekan/cubit otot gastrocnemius pasien
10 Lakukan pemeriksaan reflek Gonda Fleksikan jari ke-4 pedis kemudian lepaskan secara cepat
11 Lakukan pemeriksaan reflek Oppenheim Gosok sepanjang tulang tibia dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
12 Lakukan pemeriksaan reflek Schaefer Tekan/cubit tendon achiles dengan ibu jari dan telunjuk
13 Lakukan pemeriksaan reflek Hoffman Tromner Pegang tangan pada pergelangan, jari-jari difleksikan. Jepit jari tengah pasien diantara telunjuk dan jari tengah
pemeriksa. Gores dengan kuat jari tengan dengan menggunakan ibu jari.
IV PROFESIONALISME
18 Melakukan dengan penuh percaya diri
19 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% = ……………
PEMERIKSAAN MOTORIS DAN KEKUATAN OTOT
B. TEMA
Pemeriksaan motoris dan kekuatan otot
B. TUJUAN PEMBELAJARAN:
1. Mampu melakukan pemeriksaan sensoris dan kekuatan otot
2. Mampu menjelaskan tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan sensoris dan kekuatan otot
3. Mampu memilih metode untuk pemeriksaan
4. Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan
C. ALAT DAN BAHAN
1. Meja dan Bed pemeriksaan
D. SKENARIO GENERAL WEAKNESS
Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan badan terasa lemah. kedua tangan dan kaki lemah untuk digerakkan. Anda kemudian melakukan pemeriksaan motoris dan kekuatan otot pada pasien ini.
E. DASAR TEORI
1. Tonus Otot dan Kekuatan Otot
Pada pemeriksaan otot dinilai tonus otot dan kekuatan otot. Tonus otot: pada otot normal dengan inervasi intak sedang berelaksasi, otot tersebut masih
mempunyai tegangan residu yang kita kenal dengan tonus otot. Tonus otot dapat diperiksa dengan meraba dan merasakan resistansi otot setelah dilakukan peregangan pasif (gerakan pasif). Contoh pemeriksaan tonus otot pada tangan: Minta pasien untuk bersikap relaks, kemudian pemeriksa mengambil salah satu tangan pasien, fleksi dan ekstensikan siku. Pemeriksa memperhatikan resistensi otot. Evaluasi apakah tonus otot normal, rigid atau flaccid. Rigidity jika ketika pemeriksa menggerakkan lengan ke depan dan belakang terdapat tahanan tersentak-sentak. Flaccidity, jika ketika pemeriksa menggerakan lengan ke depan dan belakang, tidak terdapat tahanan,hampir seperti terkulai.
Pemeriksaan kekuatan otot dilakukan dengan menyuruh pasien melakukan gerakan aktif melawan tahanan pemeriksa. Jika otot yang akan diperiksa terlalu lemah, minta pasien untuk menggerakkan otot melawan gravitasi. Pengurangan kekuatan otot disebut parese dan kehilangan seluruh kekuatan otot disebut plegia. Penilaian kekuatan otot digradasikan dalam skala 0-5
0 Tidak ada kontraksi otot
1 Ditemukan kedutan otot minimal
2 Pergerakan aktif dari bagian tubuh melawan gravitasi yang terbatas
3 Pergerakan aktif melawan gravitasi
4 Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan
5 Pergerakan aktif melawan tahanan
F. PROSEDUR Pemeriksaan Kekuatan Otot
1. Test flexion (C5, C6—biceps)
Minta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku Pemeriksa menempatkan salah satu tangannya pada otot biseps pasien dan tangan yang
lainnya pada pergelangan tangan pasien, beri tahanan Minta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa dengan berupaya menekukkan lengannya.
Gambar Tes Fleksi
2. Test ekstensi (C6, C7, C8—triceps)
Minta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku Pemeriksa menempatkan tangannya pada pergelangan tangan pasien, beri tahanan Minta pasien untuk melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa dengan berupaya
meluruskan lengannya.
Gambar Tes Ekstensi
3. Test ekstensi pada pergelangan tangan (C6, C7,C8, radial nerve)
Minta pasien untuk meluruskan lengannya dan menggengam Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman pasien dan memberi tahanan berupa
upaya menarik genggaman pasien ke arah bawah Minta pasien untuk melawan tahanan tersebut
Gambar Ekstensi Pergelangan Tangan
4. Test the grip atau tes genggam (C7, C8, T1).
Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa pada telapak tangan pasien Minta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa tersebut dengan kuat Pemeriksa mengusahakan menarik jari tersebut dari genggaman pasien
Gambar Test The Grip atau Tes Genggam
5. Test finger abduction (C8, T1, n. ulnaris).
Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan menghadap ke bawah dan jari jari memekar Minta pasien untuk mempertahankan posisi tersebut Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien.
Gambar Test Finger Abduction
6. Test opposition of the thumb (C8, T1, n. medianus).
Tempatkan tangan pemeriksa seperti pada gambar, beri tahanan Minta pasien untuk menyentuh ujung jari kelingkingnya dengan ibu jari dengan melawan
tahanan pemeriksa.
Gambar Test Opposition of the Thumb
7. Test flexion at the hip (L2, L3, L4—iliopsoas)
Tempatkan tangan pemeriksa di atas lutut pasien, beri tahanan Minta pasien untuk mengangkat kakinya melawan tahanan pemeriksa.
Gambar Test Flexion at the Hip
8. Test extension at the knee (L2, L3, L4—quadriceps).
Pemeriksa menopang lutut pasien pada posisi fleksi, pegang pergelangan kaki pasien, beri tahanan. Minta pasien untuk meluruskan kakinya melawan tahanan pemeriksa.
Gambar Test Extension at the Knee
9. Test flexion at the knee (L4, L5, S1, S2—hamstrings)
Minta pasien untuk memposisikan kakinya fleksi pada lutut Instruksikan pasien untuk menahan usaha pemeriksa untuk meluruskan kakinya.
10. Test dorsiflexion (terutama L4, L5) dan plantar flexion (terutama S1) Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah atas
Gambar Test Dorsiflexion
Minta pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah bawah
Gambar Test Plantarflexion
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Bahan kuliah Neurologi FK UNSRI, 2000
2. Bahan kuliah Neurologi FK UI, 2010
3. Panduan CSL Pemeriksaan Neuropsikiatri Unhas, 2010
4. Swartz, M.H., 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006
6. Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
7. Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier.2007
8. Afzal Mir: Atlas of clinical diagnosis. Ed 2. Elshevier science limited. 2003
9. Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995
CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS DAN KEKUATAN OTOT
Nilai No
Prosedur
Feedback
I INTERAKSI DOKTER – PASIEN
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan persetujuan tindakan (informed consent)
II PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT
12 Lakukan pemeriksaan test flexion (C5, C6 —biceps) :
Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku Tempatkan salah satu tangan pemeriksa pada otot biseps pasien
dan tangan yang lainnya pada pergelangan tangan pasien, beri tahanan
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan berupaya menekukkan lengannya.
13 Lakukan pemeriksaan test ekstensi (C6, C7, C8 —triceps):
Meminta pasien untuk menekukkan lengannya pada siku Tempatkan tangan pemeriksa pada pergelangan tangan pasien,
beri tahanan Instruksikan pasien untuk melawan tahanan dengan berupaya
meluruskan lengannya
14 Lakukan pemeriksaan test ekstensi pada pergelangan tangan
(C6, C7,C8, radial nerve):
Meminta pasien untuk meluruskan lengannya dan menggengam Tempatkan tangan pemeriksa pada genggaman pasien dan
memberi tahanan berupa upaya menarik genggaman pasien ke arah bawah
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan tersebut
15 Lakukan pemeriksaan test the grip atau tes genggam (C7, C8,
T1):
Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa pada telapak tangan pasien
Meminta pasien untuk menggenggam jari pemeriksa tersebut dengan kuat Usahakan menarik jari tersebut dari genggaman pasien
16 Lakukan pemeriksaan test finger abduction (C8, T1, n.
ulnaris):
Posisikan tangan pasien dengan telapak tangan menghadap ke bawah dan jari jari memekar Instruksikan pasien untuk mempertahankan posisi tersebut Pemeriksa berusaha merapatkan jari-jari pasien
17 Lakukan pemeriksaan test opposition of the thumb (C8, T1, n.
medianus):
Tempatkan tangan pemeriksa seperti pada gambar (baca prosedur), beri tahanan
Instruksikan pasien untuk menyentuh ujung jari kelingkingnya dengan ibu jari dengan melawan tahanan pemeriksa
18 Lakukan pemeriksaan test flexion at the hip (L2, L3, L4 —
iliopsoas):
Tempatkan tangan pemeriksa di atas lutut pasien, beri tahanan Instruksikan pasien untuk mengangkat kakinya melawan tahanan
19 Lakukan pemeriksaan test extension at the knee (L2, L3, L4 —
quadriceps):
Topanglah siku pasien pada posisi fleksi, pegang pergelangan kaki pasien, beri tahanan.
instruksikan pasien untuk meluruskan kakinya melawan tahanan
20 Lakukan pemeriksaan test flexion at the knee (L4, L5, S1, S2 —
hamstrings) :
Meminta pasien untuk memposisikan kakinya fleksi pada lutut Instruksikan pasien untuk menahan usaha pemeriksa untuk
meluruskan kakinya.
21 Lakukan pemeriksaan test dorsoflexion (terutama L4, L5)
Instruksikan pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah atas
22 Lakukan pemeriksaan test plantar flexion (terutama S1): Instruksikan pasien untuk melawan tahanan pemeriksa dengan mendorong telapak kaki ke arah bawah
IV PROFESIONALISME
23 Melakukan dengan penuh percaya diri
24 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% = ……………
PEMERIKSAAN SIRKULASI PERIFER
A. TEMA
Keterampilan Prosedural Pemeriksaan Sirkulasi Perifer terdiri dari beberapa item pemriksaan sbb:
1. Pemeriksaan Sistem Pembuluh Darah Perifer
2. Capillary Refill Time
3. Rumple Leede
B. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pemeriksaan sirkulasi perifer pada ekstremitas superior dan inferior
2. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur pemeriksaan penilaian Capillary Refill Time
3. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan prosedur Rumple Leed serta aplikasinya pada klinis
C. ALAT DAN BAHAN
1. Tempat tidur
2. Kursi & Meja Periksa
3. Stetoskop
4. Tensimeter
5. Alat Tulis/bullpen
D. SKENARIO DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Anak laki-laki, berusia 12 tahun, datang ke UGD RS Medika dengan keluhan demam 4 hari, disertai lemas, tangan dan kaki dingin. Anda yang kebetulan bertugas saat itu curiga pasien menderita Dengue Shock Syndrome, karena di daerah itu sedang banyak kasus DBD. Lakukan Pemeriksaan sirkulasi perifer pada pasien ini secara cepat, tepat serta interpretasinya!
E. DASAR TEORI
Arteri
Pulsasi arteri dapat dipalpasi jika arteri tersebut terletak dekat dengan permukaan tubuh. Di daerah lengan, terdapat tiga arteri yang terletak dekat permukaan tubuh, yaitu arteri brachialis, arteri radialis dan arteri ulnaris. Arteri brachialis dapat dipalpasi tepat di atas siku, medial dari tendon dan otot biseps. Pulsasi arteri radialis dapat dirasakan dipermukaan flexor, bagian lengan sebelah lateral. Pulsasi arteri ulnaris dapat diraba di permukaan flexor, bagian lengan sebelah medial.
Di daerah kaki, pulsasi arteri dapat diraba di empat tempat, yaitu arteri femoralis, arteri poplitea, arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior. Pulsasi arteri femoralis dapat diraba tepat dibawah ligamentum inguinalis, pulsasi arteri poplitea dapat diraba dibawah lutut. Dibawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi dua cabang, cabang bagian anterior menjadi arteri dorsalis pedis yang dapat dipalpasi di bagian dorsum pedis, lateral tendon ekstensor dari jempol kaki. Cabang posterior menjadi arteri tibialis posterior dapat diraba ketiba dia berjalan di melewati maleolus medialis.
Penilaian pulsasi arteri dinilai berdasarkan gradasi 0-4 : 4+ = Bounding 3+ = Increased 2+ = Brisk, expected 1+ = Diminished, weaker than expected
0 = Absent, unable to palpate
Pulsasi arteri poplitea
Lutut pasien difleksikan dan kaki dalam posisi relaksasi. Letakkan ujung jari-jari tangan hingga bertemu di garis tengah dibelakang lutut, kemudian tekan dalam-dalam ke arah popliteal fossa. Denyut Popliteal seringkali sulit dicari dibandingkan denyut lainnya. denyut ini terletak lebih ke dalam dan berasa lebih diffuse.
Gambar Prosedur pemeriksaan arteri poplitea
(Sumber: Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill)
Jika kamu tidak bisa merasakan denyut popliteal dengan cara ini, cobalah dengan cara meminta pasien untuk tengkurap. Fleksikan lutut pasien 90°, biarkan kaki bagian bawah relaks berlawanan arah dengan bahumu/lengan atas dan tekan dalam-dalam fossa popliteal menggunakan dua ibu jari.
Pulsasi Arteri Dorsalis Pedis
Rasakan denyut dorsum kaki (bukan di ankle) lateral dari tendon ekstensor jempol kaki. Jika pulsasi tidak dapat teraba, lakukan ekplorasi dorsum kaki lebih lateral.
Gambar Palpasi Arteri Dorsalis Pedis
Pulsasi arteri tibialis posterior
Tekuk dan letakkan dua jari dibelakang, di bawah maleolus medialis.
Gambar Palpasi Arteri Tibialis Posterior
Vena
Vena dari lengan, bersama dengan vena lain dari trunkus superior dan vena daerah kepala dan leher ditampung di vena cava superior dan masuk dalam atrium kanan. Vena dari ekstremitas inferior ditampung di vena cava inferior. Deep veins dari kaki membawa sekitar 90% darah dari venous return ekstremitas inferior. Vena superfisialis yang berlokasi subkutan termasuk diantaranya vena safena magna.Vena anastomosa menghubungkan dua vena safena, sementara vena perforantes menghubungkan vena safena dengan deep veins.
Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdiri dari jaringan vaskular ekstensif yang mengalirkan cairan yang disebut lymph dari jaringan tubuh dan mengembalikannya lagi ke sirkulasi vena. kelenjar getah bening bisa berbentuk bulat, oval, atau bentuk kacang yang bervariasi besar-kecilnya tergantung lokasinya. Beberapa kelenjar getah bening, seperti preauriculars berukuran sangat kecil. Sedangkan kelenjar getah bening didaerah inguinal berukuran relatif lebih besar —seringkali berdiameter 1 cm atau 2 cm pada orang dewasa. Sistem limfatik mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Sel-sel yang berada dalam lymph nodes menelan cellular debris and bakteri dan memproduksi antibodi. Hanya superficial lymph nodes yang dapat di rasakan dengan pemeriksaan fisik. Yang dapat diperiksa fisik termasuk cervical nodes, axillary nodes, dan nodes di lengan dan kaki.
Edema
Edema menunjukkan adanya cairan berlebihan didalam tubuh. Edema dibagi dua, yaitu edema intraseluler dan edema ekstraseluler. Untuk edema ekstraseluler, terdapat dua penyebab umum yang sering dijumpai (1) Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstitial dengan melintasi kapiler (2) Kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstitium ke dalam darah
Gambar Edema pedis (Sumber: Bate ’s, 2002)
Cara menilai edema :
Bandingkan kaki kanan dan kaki kiri, perhatikan ukuran, vena yang prominens,tendon dan tulang. Cek apakah terdapat adanya edema pitting, dengan cara tekan secara perlahan bagian kaki dengan menggunakan ibu jari tangan selama kurang lebih 5 detik. Pada kondisi normal tidak terdapat edema. Jika terdapat edema, biasanya dinilai dari angka 1 sampai dengan 4.
Gambar Prosedur pemeriksaan edema (Sumber: Szilagy,Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill)
Capillary Refill Time (CRT)
CRT dalah waktu yang digunakan oleh darah untuk mengisi kapiler yang kosong. Pemeriksaan CRT merupakan faktor penting untuk penilaian fungsi sirkulasi, mengetahui perfusi jaringan. Jika CRT memanjang ini dapat menjadi pertanda adanya syok sirkulasi, yang merupakan tganda gawat darurat. Cara pemeriksaan CRT adalah dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung untuk menghindari terjadinya refluks vena. Kemudian tekan kuku sampai berubah menjadi putih, lepaskan, kemudian catat waktu sampai kuku kembali ke warna semula. Catatan waktu CRT normalnya kurang dari 2 detik
Gambar. Pemeriksaan Capillary Refill Time
Tes Rumple Leede
Uji Rumple Leed atau lazim dikenal dengan uji Torniquet merupakan pemeriksaan yang menandakan fragilitas kapiler meningkat, untuk mengetahui tanda perdarahan pada kulit. Uji torniquet biasanya positif pada kasus-kasus penyakit virus seperti demam berdarah, demam chikungunya atau campak dan penyakit bakteri semisal tifus abdominalis. Uji torniquet dikatakan positif jika terdapat lebih dari sama dengan 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm (±1 inchi) di lengan bawah bagian depan (volar) termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).
Gambar. Uji Rumple Leed
F. PROSEDUR
a. Interaksi Dokter-Pasien
Sebelum melakukan pemeriksaan maupun tindakan kepada pasien diharuskan membina sambung rasa yang baik dengan pasien. Jelaskan dan informasikan prosedur yang akan dikerjakan kepada pasien. Jelaskan sesuai dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien. Tidak terkesan menakut-nakuti tetapi juga tidak terkesan menutup-nutupi. Jelaskan prosedur, indikasi, tujuan, efek samping dan kemungkinana komplikasi dari pemeriksaan atau tindakan yang akan dilakukan. Setelah itu mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan atau tindakan yang akan dilakukan. Selain untuk etikomedikolegal, hal ini juga berguna agar pasien menjadi kooperatif dan siap dengan pemeriksaan atau tindakan yang akan kita lakukan.
b. Persiapan
Dalam pemeriksaan Sirkulasi perifer, CRT dan Rumple Leed test, tidak banyak peralatan yang diperlukan. Cukup pasien, meja&kursi serta bed periksa, stetoskop, tensimeter, alat tulis serta penerangan/senter secukupnya. Namun dalam hal ini diperlukan keterampilan pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan
Pastikan semua peralatan tersebut sudah tersedia dan siap pakai di ruang periksa. Selain persiapan alat, persiapan diri penolong juga harus dilakukan dengan mencuci tangan menurut WHO dengan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah pemeriksaan.
c. Pemeriksaan Arteri dan Vena Perifer
Lakukanlah Inspeksi secara menyeluruh terhadap system sirkulasi pada darah tepi. Amati dengan seksama bentuk, ukuran, simetrisitas, ada tidak bendungan atau pembengkakan pada pembuluh darah vena di bawah kulit. Prioritaskan pada ke empat ekstrimitas superior dan posterior. Jangan lupa memperhatikan warna kulit, tekstur kulit serta kuku. Gangguan perfusi jaringan yang lama akan tampak perbedaan pada ujung-ujung ekstrimitas. Tampak lebih gelap dan tekstur kasar misal pada kaki penderita Dibetes Mellitus (DM) akibat vaskulopathy . Pada kuku pemeriksa amati warna, bentuk serta kelainan jika ada pada kuku tersebut. Warnanya apakah pucat atau bahkan sianosis (kebiruan). Terjadinya clubbing finger (jari tabuh) dimana jika kedua kuku bersesuaian kedua tangan yang berbeda di tempelkan menghilangnya celah kuku dan terbentuk sudut di distal ujung kuku akibat jari regio distal phalank dan kuku menggelembung (rounded and bulbous) seperti ujung stik drum pada penderita hipoksia yang lama/kronis .
Gambar Struktur dan Bagian-bagian kuku (Sumber: Swartz, Textbook of Physical Diagnosis. 4 th ed)
Gambar Clubbing Finger (Sumber: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6 th ed)
Cara lain menilai clubbing finger adalah dengan menilai sudut Lovibonds (lihat gambar) yang pada orang normal sekitar 160°. Pada clubbing finger bisa menjadi 180 atau lebih. Cara pemeriksaan seperti pada gambar berikut.
Gambar Perbandingan jari normal dan Clubbing finger serta cara pemeriksaannya (Sumber: Swatz’s Textbook of Physical Diagnosis, 4 th edition)
d. Palpasi Arteri Radialis
Untuk mempalpasi arteri radialis gunakanlah permukaan jari 2 dan jari 3 diletakkan pada bagian flexor, lateral lengan (pergelangan tangan sebelah luar). Rabalah kedua tangan kanan dan kiri secara bersamaan. Bandingkan apakah denyut nadi sam/serentak. Jika sama baru mulailah menilai nadi tangan sebelah kanan/ kiri bergantian. hitunglah denyut nadi per menit, teratur tidaknya, kuat lemahnya/ isi dan tegangan cukup. Nilailah apakah kondisi nadi tersebut dalam keadaan normal untuk masing-masing sisi.
e. Palpasi arteri poplitea
Mintalah pasien menkuk lutut (posisi fleksi). Bisa dilakukan dengan pasien posisi supine atau pronasi. Letakkan permukaan jari2-4 kedua belah tangan di fossa poplitea, tekan dalam.
Rasakan pulsasi terutama di jari tengah dan telunjuk. Kemudian hitunglah jumlah denyut, teratur atau tidak, keras atau pelan. Lakukan secara bergantian pada kedua sisi.
f. Palpasi arteri dorsalis pedis
Gunakan permukaan volar jari 2 dan jari 3, diletakkan pada dorsum kaki, lateral dari tendon ekstensor ibu jari kaki. Hitunglah jumlah denyut, keteraturan, keras lemahnya denyutan arteri. Bandingkan untuk kedua sisi.
g. Pemeriksaan Edema & Vena
Inspeksi. Bandingkan kedua kaki kanan dan kiri. Perhatikan jika tampak pembengkakaan pada kaki serta batasnya. Apakah hanya sebatas dorsum kaki atau sampai pretibia. Perhatikan vena-vena prominens. perhatikan lokasi, ukuran serta ada tidaknya bendungan. Lakukan penekanan dengan menggunakan ibu jari tekan secara lembut dorsum pada tiap kaki, di belakang maleolus medialis serta pretibia. Nilailah jenis edema, apakah Pitting (terjadi lekukan) atau non pitting. Nilai juga derajat edema. Pitting edema menunjukkan terjadinya edema ekstraseluler (cairan berada di jaringan interstisial), sebaliknya Non-Pitting edema menunjukkan terjadinya edema intraseluler.
h. Capillary Refill Time (CRT)
CRT dilakukan untuk menilai perfusi jaringan. Mulailah dengan meletakkan tangan lebih tinggi dari jantung. Tekan kuku pasien dengan menggunakan telunjuk dan ujung kuku ibu jari tangan dominan pemeriksa. Tekanlah selama 5 detik (sampai berwarna putih) kemudian lepaskan. Amati dan hitung waktu sampai kuku berubah seperti semula. Evaluasi hasil.bandingkanlah untuk tangan sebelahnya. Normalnya, CRT <2 detik. Jika terjadi pemanjangan CRT menunjukkan gangguan pada perfusi jaringan misalnya pada pasien syok.
i. Tes Rumple Leed (Uji Torniket/Uji Bendung Kapiler)
Sebelumnya pemeriksa sudah harus mempunyai keterampilan pemeriksan Tekanan Darah. Pasien dilakukan pengukuran tekanan darah dulu untuk mendapatkan nilai sistolik dan diastolic. Kemudian dilakukan manset di pompa kembali dan dikunci pada nilai tengah antara sistolik dan diastolic atau dengan rumus :
Pompaan Manset =
Pembendungan kapiler dengan manset ini dilakukan selama 5-10 menit. Kemudian setelah selesai, lepaslah manset dan perhatikan bagian distal bendungan tepat di daerah volar lengan atau daerah fossa cubiti apakah timbul ptekiae. Buatlah lingkaran (dengan menggunakan kertas karton yang dibuat lingkaran) dengan diameter 2 inchi atau sekitar 5,08 cm, kemudian hitunglah jumlah ptekiae yang terjadi. Interpretasikan apakah tes torniket positif atau negatif.
Jangan lupa untuk menjelaskan prosedur dan meminta ijin pasien sebelum melakukan tindakan, menjelaskan pada pasien bahwa lengan akan terasa pegal dan menjelaskan hasil pemeriksaan dengan interpretasinya serta menutup pemeriksaan dengan baik.
j. Penutup
Setelah selesai pemeriksaan tutuplah pemeriksaan dengan baik. Lakukan prosedur cuci tangan seperti sebelum pemeriksaan. Kemudian menjelaskan dan menyimpulkan keseluruhan hasil pemeriksaan kepada pasien, interpretasi, saran dan rencana lanjutan terhadap pasien tersebut. Jika semua sudah jelas, ucapkanlah terimakasih kepada pasien atas kerjasamanya dan akhirilah kunjungan dengan senyum dan salam.
G. DAFTAR PUSTAKA
Freedberg, Irwin M. et al. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6 th
ed. New York. Swartz, Mark. H. Textbook of Physical Diagnosis : History and Examination. 4 th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill
CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SIRKULASI PERIFER
Nilai Feedback No
Prosedur/ Aspek Latihan
0 1 2 Interaksi Dokter-Pasien
1 Senyum, Salam dan Sapa pasien & anamnesis yang diperlukan
2 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan; prosedur, indikasi, tujuan, efek samping dan kemungkinana komplikasi
3 Mintalah persetujuan terhadap pemeriksaan atau tindakan yang akan dilakukan
CONTENT PERSIAPAN
4 Persiapkan alat
5 Cucilah tangan dengan prosedur WHO
6 Lap dan keringkan tangan
PEMERIKSAAN
Inspeksi menyeluruh :
7 Bentuk, ukuran, warna kulit
8 Bentuk, warna serta kelainan pada kuku Instruksikan pasien untuk menempelkan kuku yang
9 bersesuaian jari kanan dan kiri secara bergantian. (Amati ada tidaknya Clubbing Finger)
10 Palpasilah Arteri Radialis secara benar
11 Palpasilah arteri poplitea secara benar
12 Palpasilah arteri dorsalis pedis secara benar
Pemeriksaan Edema
13 Inspeksi kaki kanan dan kiri terhadap ada tidaknya edema, perhatikan vena-vena prominens
14 Tekanlah secara bergantian kaki kanan dan kiri dengan menggunakan ibu jari.
15 Lepaskan dan perhatikan ada tidaknya edema
Pemeriksaan Capillary Refill Time
16 Mintalah pasien meluruskan tangan/ usahakan tangan lebih tinggi dari jantung
17 Tekan kuku pasien dengna menggunakan telunjuk dan ibu jari selama 5 detik (sampai berwarna putih)
18 Lepaskan sambil diamati dan dihitung sampai warna kuku berubah seperti semula
Tes Rumple Leed
19 Lakukan pengukuran tekanan darah dengan benar
20 Jelaskan kepada pasien hasil Sistole & Diastole pasien
21 Sekali lagi, informasikan bahwa manset akan dipompa kembali dan dikunci selama 5 menit mintalah ijin
22 Setelah 5 menit (simulasi) lepaslah manset dengan benar
23 Ambillah penerangan secukupnya
24 Buatlah lingkaran dengan diameter 1 inchi/2,8 cm dengan bullpen
25 Hitunglah jumlah ptekie yang terjadi (jika ada)
26 Ajaklah pasien ke meja & kursi periksa untuk menyampaikan hasil
27 Lakukanlah cuci tangan sesuai WHO setelah pemeriksaan
Penalaran Klinis
28 Sampaikanlah hasil pemeriksaan secara keseluruhan dan interpretasinya serta rencana tindak lanjut
29 Sampaikanlah dengan bahasa yang mudah difahami pasien, apa adanya tidak berkesan menutup-nutupi tetapi tidak juga menakut- nakuti pasien
30 Menanyakan apakah penjelasan dapat dimengerti pasien dan meminta feed back dari pasien
Item Profesionalisme
31 Bersikaplah baik, sopan, percaya diri
32 Ucapkanlah terimakasih atas kerjasama pasien
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% = ……………
PROSEDUR ASEPTIK
A. TEMA
Prosedur aseptik dan antiseptik
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional Umum
Mampu melakukan tindakan aseptik dan antiseptik sebelum melakukan tindakan pada pasien (tindakan bedah minor).
2. Tujuan instruksional khusus
a. Mampu melakukan tindakan aseptik meliputi cuci tangan WHO, mengeringkan tangan dan lengan, serta memakai handschoen
b. Mampu melakukan tindakan pemberian antiseptik pada daerah luka
C. ALAT DAN BAHAN
1. Kran air
2. Sikat tangan
3. Sabun cuci tangan
4. Handuk kecil
5. Hand schoen (ukuran 7;7,5;8 gulungan dan sachet)
6. Minor set
7. Cairan antiseptik dalam botol (betadine)
8. Mangkok untuk cairan antiseptik
9. Mangkok (bengkok)
10. Tempat kassa steril
11. Tempat doek steril
12. Deeper/ kassa
steril
untuk
mengoleskan antiseptik di kulit
13. Doek steril
14. Gaun/ Baju Operasi
15. Forcep antiseptik (korentang dan tempatnya)
16. Baki segi empat besar
D. SKENARIO
Pasien Pria, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan luka robek pada lutut kanan setelah terjatuh dari sepeda motor. Pasien tidak pingsan dan masih dapat mengingat kejadian dengan baik, keluhan tidak disertai dengan nyeri kepala, mual, maupun muntah. Kepala pasien tidak terbentur. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran, tanda-tanda vital, kepala, leher, thorak, abdomen, dan ekstremitas atas dalam batas normal, hanya ditemukan luka robek pada lutut kanan. Setelah itu anda segera melakukan pembersihan luka dengan prinsip aseptik antiseptik sebelum dilakukan penjahitan.
E. DASAR TEORI
1. Aseptik
Asepsis merupakan sikap/perilaku melakukan tindakan dalam keadaan/suasana suci hama (steril). Perilaku ini dimaksudkan sebagai upaya mencegah terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme pada jaringan atau bahan-bahan dengan cara menghambat atau menghancurkan timbulnya organisme dalam jaringan sehingga dapat mencegah komplikasi infeksi pasca bedah pada luka operasi. Pengertian asepsis ini memiliki beberapa aspek, antara lain:
a. Aspek operator Mencuci tangan Penggunaan baju operasi (piyama/jas), topi, masker dan kacamata operasi (goggle) Menggunakan bahan dan alat steril
Sarung tangan Doek/laken steril
b. Aspek pasien Penggunaan baju operasi Lapangan operasi dalam keadaan steril
Scrubbing/ Menyikat kuku dan jari-jari tangan
Menyikat kuku dan tangan sampai lengan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan mencuci tangan. scrubbing terutama dilakukan jika akan melakukan tindakan operasi. Prinsip scrubbing adalah menyikat seluruh bagian tangan dengan menggunakan sikat khsusu dan diberi antiseptik. Prinsip penyikatan adalah dimulai dari ujung tangan samapai ke siku dengan posisi tangan selalu menghadap ke atas. (air sabun dan bekas sikatan mengalir ke bawah). Secara teknis tangan dan lengan dibagi menjadi 4 regio dengan pergelangan tangan sebagai perbatasan. Penyikatan harus rapat dan teliti serta dilakukan satu arah gerakan (atas ke bawah). penyikatan dimulai dari area 1 tagan kiri mulai dari ujung kuku, sela jari, permukaan tangan dan punggung tangan (area1). dilanjutkan ke tangan berikutnya untuk hal serupa (area 2) diteruskan ke bawah pergelangan tangan kanan bagian ventral dan dorsal sampai siku (area 3) dan kembali lagi ke bawah pergelangan tangan kiri sebelumnya sampai ke siku (area 4). setelah selesai dilakuka pembilasan dengan posisi tangan tetap menghadap ke atas. Teknik jelasnya dapat dilihat di bagian prosedur
Gowning/ Cara Memakai Baju Operasi
Memakai baju operasi bisa dilakukan sendiri oleh operator namun dibantu oleh orang lain/ asisten operator terutama untuk mengikatkan baju dari belakang. Prinsip gowning diantaranya adalah menjamin sterilitas area ataupun bagian baju yang akan terpapar dengan medan operasi. Dalam menjamin sterilitas ada beberapa hal yang harus diperhatikan setelah menggunakan baju operasi, yakni :
Harus membatasi gerakan tubuh agar bagian yang steril tidak menyentuh bagian atau alat yang tidak steril Harus menjaga jarak yang aman dari alat non steril (minimal 30 cm) Perhatikan sterilitas bagian depan dan punggung badan sebatas pinggang ke atas
Harus selalu menghadap area steril Posisi tangan paling rendah sebatas pinggang dengan cara melipatkan kedua tangan di
depan dada Jika bersisipan jalan posisi badan harus saling membelakangi Petugas lain tidak boleh melintas di depan tim bedah yang sudah memakai baju steril Setiap pergantian operasi harus ganti jas operasi dan sarung tangan (handschoen)
Langkah-langkah gowning sebagai berikut : Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah
kedua tangan Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian- bagian lain di kamar operasi. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan
secara bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang) Dilanjutkan memasang sarung tangan (handschoen) dan menjaga daerah baju operasi sampai operasi dimulai
Catatan : Jika prosedur hanya bedah minor, pemasangan gaun opperasi ini tdak dilakukan dan langsung dilakukan pemasangan handschoen saja
Cara memasang handschoen
Sebelum menggunakan handschoen, pastikan handschoen yang tersedia sesuai untuk tangan saudara karena handschoen yang terlalu besar atau terlalu kecil akan menghambat pergerakan dan kegiatan saudara. Dalam menggunakan handschoen, menganut prinsip hand to hand dan glove to glove
2. Antisepsis / antiseptik
Pencegahan infeksi dengan aplikasi zat yang memiliki khasiat antimikroba (antiseptik). Antiseptik adalah zat yang memiliki sifat :
Mencegah pertumbuhan dan perkembangan mikroba (bakteriostatik) Membunuh mikroba (bakteriosid)
Zat yang berkhasiat sebagai antiseptik diantaranya : Alkohol
Memiliki potensi antiseptik optimal pada konsentrasi 70%. Pada konsentrasi lebih tinggi menyebabkan presipitasi protein sehingga tidak efektif. Sediaan yang ada dalam bentuk larutan 70% dan larutan 96%.
Formalin Memiliki potensi antiseptik lemah-sedang, sifatnya iritatif dan korosif. Efek antiseptiknya diperoleh setelah 24 jam
Sublimat Memiliki potensi antiseptik kuat, tidak bersifat iritatif pada mukosa. Sediaan yang ada dalam bentuk larutan.
Iodium Memiliki potensi antiseptik kuat dan memiliki potensi sebagai germisid. Sifatnya iritatif dan menimbulkan bahaya terjadinya iodin-idiosinkrasi. Sediaan yang ada dalam bentuk tinctura (tinctura iodii) dan solusio (mengandung povidon iodin 7,5%).
Biguanid Memiliki potensi antiseptik kuat, germisid dan bersifat iritatif kuat terhadap mukosa parenkim otak (meningen) dan mukosa liang telinga. Sediaan yang ada di pasaran klorheksidin glukonat dalam bentuk scrubb 1,5% untuk pencucian tangan pra bedah dan solusio 4% yang digunakan untuk preparasi lapangan bedah.
Prinsip aseptik dan antiseptik harus selalu dilaksanakan secara terus menerusoleh tim kamar operasi dan segera bertindak jika ada indikasi terjadinya kontaminasi. Dalam upaya menerapkan teknik aseptik dan antiseptik di kamar operasi harus ditaati beberapa ketentuan sebagai berikut : Daerah steril harus tegas batasnya
Daerah operasi harus terjaga sterilitasnya Semua kasus pembedahan harus dijaga, dicegah terjadinya kontaminasi Lingkungan kamar operasi harus selalu dalam keadaan bersih Tim bedah dan pasiennya yang ada di kamar operasi tidak menjadi sumber kontaminasi
Membersikan lapangan operasi
Membersihkan lapangan operasi bermula dari daerah sentral kemudian ke perifer. Setelah diberikan antiseptik, batasi lapangan operasi dengan pemasangan doek steril pada daerah yang akan kita lakukan operasi.
Gambar Membersihkan daerah operasi
F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a. Senyum, salam dan sapa
b. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
2. Mempersiapkan alat
Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit: Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol harus dibuang
terlebih dahulu pada mangkok yang lain) Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
3. Mencuci tangan
a. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
b. Basahi tangan dan lengan (bila sumber air tidak otomatis, gunakan siku untuk membuka keran)
c. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm di atas siku
d. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
4. Scrubbing
e. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik (tekan tuas pada botol antiseptik dengan menggunakan siku)
f. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan kanan dengan gerakan atas ke bawah kemudian lakukan hal yang sama pada tangan kiri. Lanjutkan dengan menggosok dengan gerakan atas ke bawah pada lengan kanan lalu kemudian lengan kiri.
g. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
h. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
i. Bilas tangan dan lengan dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku (matikan keran air dengan siku).
5. Mengeringkan Tangan dan Lengan
a. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh bersentuhan.
b. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
c. Untuk menghindari kontaminasi, bagi handuk menjadi 4 bagian. Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri Permukaan kanan atas untuk tangan kanan Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
Tangan kiri
Tangan kanan
Lengan kiri
Lengan kanan
d. Keringkan tangan kanan dan kiri dahulu dengan menepukkan telapak dan punggung tangan pada handuk secara bergantian, baru kemudian keringkan lengan dengan cara permukaan handuk diletakkan di atas lengan kemudian digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku, tidak boleh melebihi karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
e. Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
6. Gowning
a. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah kedua tangan secara hati-hati
b. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-bagian lain di kamar operasi.
c. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan secara bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
d. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini
dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
7. Menggunakan Handschoen
a. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
b. Buka kemasan handschoen
c. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang bagian dalam ujung atas lipatannya
d. Pakaikan pada tangan kanan
e. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang bagian luar lipatan atasnya
f. Pakaikan pada tangan kiri
g. Rapikan (prinsip glove to glove)
h. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
i. Handschoen steril non kemasan j. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril k. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya l. Gunakan pada lengan kanan m. Ambil handschoen sebelah kiri n. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin to skin
8. Asepsis/ Antisepsis daerah pembedahan
a. Bersihkan daerah operasi
b. Celupkan kasa pada cairan antiseptic sekali saja b. Celupkan kasa pada cairan antiseptic sekali saja
d. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan (bengkok)
e. Ulangi pembersihan aera operasi dengan kasa steril sebanyak 3 kali.
f. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril
9. Melepas Handschoen
a. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada permukaan luar handscoen (gloves to gloves) menggunakan tangan kanan yg masih memakai handschoen
b. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas permukaan dalam handschoen kanan menggunakan tangan kiri yang sudah tidak menggunakan handscoen (hand to hand)
c. Buang handschoen pada tempat yang telah disediakan
G. DAFTAR PUSTAKA
Sabiston, D. 1995. Buku ajar Bedah Bagian 1. EGC. Jakarta Protap bedah RSHS/ FK UNPAD 2000. Bandung Johnson & johnson VCD interaktif. Aceptic Procedurs
CEKLIST KETERAMPILAN PROSEDUR ASEPTIK ANTISEPTIK Skor
1 Senyum, salam dan sapa
2 Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
CONTENT
3 Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit: Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol
harus dibuang terlebih dahulu pada mangkok yang lain) Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
Mencuci Tangan
4 Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
5 Basahi tangan dan lengan sampai siku
6 Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm di atas siku
7 Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
Penyikatan / Scrubbing
8 Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik
9 Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan dan lengan kanan kemudian kiri
10 Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
11 Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
12 Bilas tangan dan lengan
Mengeringkan Tangan dan Lengan
13 Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh posisinya mengahdap turun ke bawah
14 Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
15 Untuk menghindari kontaminasi, handuk dibagi menjadi 4 bagian. Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri Permukaan kanan atas untuk tangan kanan Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
16 Keringkan lengan dengan permukaan handuk diletakkan di atas lengan kemudian digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku, tidak boleh melebihi karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
17 Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
Gowning
18 Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah kedua tangan secara hati-hati
19 Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-bagian lain di kamar operasi.
20 Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan secara bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
21 Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
Menggunakan Handschoen
22 Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
23 Buka kemasan handschoen
24 Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang ujung atas lipatannya sebelah luar Pakaikan pada tangan kanan
25 Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang lipatan atasnya sebelah dalam
26 Pakaikan pada tangan kiri
27 Rapikan (prinsip glove to glove)
28 Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
Handschoen steril non kemasan
29 Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
30 Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya
31 Gunakan pada lengan kanan
32 Ambil handschoen sebelah kiri
33 Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin to skin
Antiseptik daerah pembedahan
34 Bersihkan daerah operasi
35 Celupkan pada cairan antiseptik
36 Bersihkan area pembedahan dengan antiseptik dimulai dari sentral menuju ke perifer (perhatikan untuk menghindari kontaminasi!)
37 Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan
38 Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril
Melepas Handschoen
39 Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada permukaan luar handscoen menggunakan tangan kanan yg masih memakai handschoen
40 Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas permukaan dalam handschoen kanan menggunakan tangan kiri yang sudah tidak menggunakan handscoen (prinsip gloves to gloves, hand to hand)
41 Buang handschoe pada tempat yang telah disediakan
ITEM PROFESIONALISME
42 Melakukan dengan penuh percaya diri
43 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% = ……………
PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR DAN HECTING DASAR
A. TEMA
Pengenalan alat bedah minor
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam tindakan bedah minor dan mampu melakukan penjahitan luka simple interupted suture.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2% Ampule
D. SKENARIO
Seorang laki-laki datang ke Puskesmas dengan keluhan terdapat luka robek di lengan kanan bawah. Anda selaku dokter di puskesmas ingin melakukan tindakan penjahitan. Sebelum melakukan penjahitan anda harus mengambil alat bedah minor di tempat steril. Dan lakukanlah penjahitan dasar.
E. DASAR TEORI
Penjahitan luka diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan membuat luka sayatan dan penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang terputus serta meningkatkan proses Penjahitan luka diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan membuat luka sayatan dan penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang terputus serta meningkatkan proses
A. PENGENALAN ALAT-ALAT BEDAH MINOR
Material penjahitan yang berkualitas adalah yang meliputi sarat-sarat tertentu. Yang pertama adalah kenyamanan untuk digunakan atau untuk dipegang. Lalu pengamanan yang cukup pada setiap alat. Harus selalu steril. Cukup elastik. Bukan terbuat dari bahn yang reaktif. Kekuatan yang cukup untuk penyembuhan luka. Kemampuan untuk biodegradasi kimia untuk menceah perusakan dari benda asing. Berikut alat-alat yang diperlukan untuk bedah minor.
1. Nald Voeder
Nama lainnya pemegang jarum atau needle holder. Jenis yang digunakan bervariasi, yaitu tipe Crille Wood (bentuk seperti klem) dan tipe Mathew Kusten (bentuk segitiga). Guna nald voeder ini pada penjahitan, sebagai pemegang jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul benang.
Gambar. (A) Nald Voeder Tipe Crille wood dan (B) Nald Voeder Tipe Mathew Kusten
2. Gunting Gunting diseksi
Gunting diskesi (disecting scissor). Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok. Ujungnya biasanya runcing. Terdapat dua tipe yang sering digunakan yaitu tipe mayo dan tipe metzenbaum. Kegunaan gunting ini adalah untuk membuka jaringan, membebaskan tumor kecil dari jaringan sekitarnya, untuk eksplorasi, maupun merapikan luka.
Gambar. (A) Gambar gunting tipe mayo, (B) gunting tipe metzenbaum
Gunting Benang
Ada dua macam gunting benang yaitu gunting benang yang bengkok dan yang lurus. Kegunaannya untuk memotong benang operasi, merapikan luka.
Gambar. Gunting benang
Gunting perban/pembalut
Kegunaannya adalah untuk menggunting pembalut dan plester.
Gambar. Gunting perban/pembalut
3. Pisau Bedah
Terdiri atas dua bagian, yaitu gagang dan mata pisau (mess/bistouri/blade). Pada pisau bedah model lama, mata pisau dan gagang bersatu, sehingga bila mata pisau tumpul harus diasah kembali. Pada model baru, mata pisau dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya untuk sekali pakai.
Terdapat dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor 4 (untuk mata pisau besar) dan gagang nomor 3 (untuk mata pisau kecil). Guna pisau bedah ini adalah untuk menyanyat berbagai organ/bagian tubuh. Mata pisau, disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.
Gambar. Pisau bedah
4. Klem (clamp) Klem arteri pean
Ada dua jenis yaitu yang lurus dan bengkok. Penggunaannya adalah untuk hemostasis terutama untuk jaringan tipis dan lunak. Penyediaan : masing-masing 6 buah.
Gambar. Klem arteri pean
Klem Kocher
Ada dua jenis yaitu, klem yang lurus dan yang bengkok. Tidak ditujukan untuk hemostatis. Sifat khasnya adalah mempunyai gigi pada ujungnya (mirip gigi pada pinset sirurgis). Gunanya adalah untuk menjepit jaringannya, terutama agar jaringan tidak meleset dari klem, dan hal ini dimungkinkan dengan adanya gigi pada ujung klem. Penyediaannya : masing-masing 4 buah.
Gambar. Klem Kocher
Klem Mosquito
Mirip dengan klem arteri pean, tetapi ukurannya lebih kecil. Penggunaannya adalah untuk hemostatis terutama untuk jaringan tipis dan lunak. Penyediaannya : masing-masing 6 buah.
Gambar. Klem Mosquito
Klem Allis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit tumor kecil.
Gambar. Klem Allis
Klem Babcock
Penggunaannya adalah untuk menjepit tumor yang agak besar dan rapuh.
Gambar. Klem Babcock
Towel Clamp (Doek Klem). Penggunaannya adalah untuk menjepit doek/kain operasi.
Gambar. Towel Clamp
5. Retractor (Wound Hook) Retractor Langenbeck
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka.
Gambar. Retractor Langenbeck
Retractor Volkman
Penggunaannya adalah untuk menguakkan luka, pemakaian retractor (ukurannya) disesuaikan dengan lebar luka. Ada yang mempunyai 2 gigi, 3 gigi dan 4 gigi. Dua gigi untuk luka kecil, 4 gigi untuk luka besar. Terdapat pula retractor bergigi tumpul.
Gambar. Retractor Volkman
6. Pinset Pinset Sirurgis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
Pinset Anatomis
Penggunaannya adalah untuk menjepit kasa sewaktu menekan luka, menjepit jaringan yang tipis dan lunak.
Pinset Splinter
Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka (mencegah overlapping).
Gambar. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
Penggunaannya adalah untuk mengikat pembuluh darah besar.
Gambar. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound Curett
Penggunaannya adalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus kronis
Gambar. Wound Curett
9. Korentang
Penggunaannya adalah untuk mengambil instrument steril, dan mengambil kasa, jas operasi, doek dan laken steril.
Gambar. Korentang
10. Jarum Bedah
Jarum bedah berfungsi untuk mengantarkan benang pada saat melakukan penjahitan luka operasi.
Klasifikasi
Pemilihan jarum bedah antara lain : jarum yang digunakan agar berperan aktif dalam penyembuhan luka dan tidak merubah atau merusak jaringan tubuh. Bentuk, ukuran, dan rancangan jarum dipilih yang sesuai dengan prosedur operasi. Terdapat 2 macam jarum bedah dilihat dari penggunaan benang yaitu berupa jarum lepas dan jarum atraumatik
o Jarum lepas
Memerlukan waktu penyambungan benang dengan jarum
Memerlukan re –sterilisasi
Memerlukan perawatan ujung jarum
Resiko jarum berkarat
Resiko benang terlepas dari jarum
Pemilihan jarum harus tepat dengan benang o Jarum bedah atraumatik
Benang bedah menyatu dengan jarum sekaligus
Penyambungan benang bedah dengan jarum secara channelateau drilled
Benang tunggal sehingga menimbulkan trauma yang minimal pada jaringan
Dijamin steril dan bebas karat
Sekali pakai buang sehingga tidak perlu re-sterilisasi
Struktur Jarum Bedah
Gambar. stuktur jarum bedah
Bagian – bagian dari jarum bedah, terdiri atas: o Ujung jarum (point of needle)
o Badan / Batang (body/shaft needle) o Mata jarum (eye needle)
a. Ujung jarum (point of needle)
Taper. Ujung jarum taper dengan batang bulat atau empat persegi cocok digunakan untuk menjahit daerah aponeurosis, otot, saraf, peritoneum, pembuluh darah, katup.
Gambar Jarum dengan Ujung Tapper
Blunt. blunt point dan batang gepeng cocok digunakan untuk menjahit daerah usus besar, ginjal, limpa, hati
Gambar Jarum dengan Ujung Blunt
Triangular. Ujung segitiga dengan batang gepeng atau empat persegi. Bisa dipakai untuk menjahit daerah kulit, fascia, ligament, dan tendon.
Tapercut. Ujung jarum berbentuk segitiga yang lebih kecil dengan batang gepeng, bisa digunakan untuk menjahit fascia, ligaments, uterus, rongga mulut, dan sebagainya.
b. Badan atau batang
Straight. Digunakan untuk daerah kulit, nervus, saluran pencernaan, tendon, pembuluh darah, dan sebagainya.
Halfcurved. Digunakan untuk kulit (tetapi jarang dipakai) o Curved dibagi atas:
1/4 circle – mata, bedah mikro
3/8 circle – dipakai pada hampir seluruh tubuh
1/2 circle – dipakai pada hampir seluruh tubuh
5/8 circle – traktus urinarius dan system reproduksi
Combine needle – daerah mata bagian anterior
c. Mata jarum
Rolled end
Drilled end
Regular eye
Spring eye
Spring double eye
11. Benang bedah
Benang bedah (suture) adalah materi berbentuk benang yang berfungsi untuk ligasi (mengikat) pembuluh darah atau aproksimasi (mengikat/menyatukan jaringan).
Spesifik material benang bedah
Steril, dan harus steril sewaktu digunakan.
Diketahui kekuatan untuk memegang jaringan (tensil strength) yang sesuai jenis material benang.
Diketahui massa penyerapan yaitu lamanya benang habis diserap tubuh
Simpul aman, diketahui jumlah minimal tali simpul yang aman untuk setiap jenis benang, artinya tetap tersimpul selama proses penyembuhan luka.
Mudah untuk digunakan.
Dapat digunakan untuk segala jenis operasi.
Reaksi/trauma jaringan yang minimal, diameter benang bedah yang dianjurkan dipergunakan adalah ukuran terkecil yang paling aman untuk setiap jenis jaringan yang dijahit, massa material benang dan reaksi jaringan sekecil mungkin.
Ukuran benang bedah
Ukuran terbesar adalah 7 dan ukuran terkecil adalah 11-0 atau 12-0.
Ukuran dimulai dari nomor 1 dan ukuran bertambah besar dengan bertambah 1, sedangkan apabila ukuran bertambah kecil maka ditambah 0.
Ukuran benang sistem Eropa (metric gauge) adalah metric 0,1 (0,010 – 0,019 mm) sampai metric 10 (1,00 – 1,09).
Ukuran benang sistem Amerika (imperial gauge) ukuran 11-0 (0,010 – 0,019 ) sampai ukuran 7 (1,00 – 1,09).
Dalam kemasan selain dicantumkan diameter juga panjang benang dalam cm.
Klasifikasi Benang Bedah
A. Berdasarkan keberadaannya didalam tubuh pasien dibagi atas : o Diserap (absorbable sutures)
Merupakan jenis benang yang materialnya dibuat dari jaringan collagen mamalia sehat atau dari sintetik polimer. Material di dalam tubuh akan diserap yang lamanya bervariasi, sehingga tidak ada benda asing yang tertinggal di dalam tubuh.
o Tidak diserap (non ansorbable sutures) Merupakan benang yang dibuat dari material yang tahan terhadap enzim penyerapan dan
tetap berada dalam tubuh atau jaringan tanpa reaksi penolakan selama bertahun – tahun. Kelebihan dari benang ini adalah dapat memegang jaringan secara permanen. Kekurangan dari benang ini adalah benang ini menjadi benda asing yang tertinggal didalam tubuh dan kemungkinan akan menjadi fistel.
B. Berdasarkan materi / bahan, dibagi atas :
a. Bahan alami, dibagi atas :
i. Diserap (absorbable) Dibuat dari collagen yang berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan serabut collagen tendon flexor sapi. Contoh :
a. Surgical catgut plain : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan serabut collagen tendon flexor sapi tanpa campuran.
b. Surgical catgut chromic : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan serabut collagen tendon flexor sapi dicampur dengan chromic aci
ii. Tidak diserap (non absorbable sutures) Jenis ini terbuat dari linen, ulat sutra (silk) seperti surgical silk, virgin silk dan dari kapas (cotton) seperti surgical cotton. Ada juga yang terbuat dari logam sehingga mempunyai tensil strength yang sangat kuat, contoh : metalik sutures (stainless steel).
b. Bahan sintetis (buatan), dibagi atas :
i. Diserap (absorbable) Terbuat dari sintetik polimer, sehingga mudah diserap oleh tubuh secara hidrolisis dan i. Diserap (absorbable) Terbuat dari sintetik polimer, sehingga mudah diserap oleh tubuh secara hidrolisis dan
a. Polyglactin 910
b. Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Coated Vicryl®)
c. Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Vicryl Rapide®)
d. Poliglikolik
e. Polyglecaprone 25 (Monocryl®)
f. Polydioxanone (PDS II®)
ii. Tidak diserap (non absorbable) Terbuat dari bahan buatan (sintetis) dan dibuat sedemikian rupa sehingga reaksi jaringan yang timbul sangat kecil, contoh :
a. Polypropamide (Ethilon®)
b. Polypropylene (Prolene®)
c. Polyester (Mersilene®)
C. Berdasarkan penampang benang, dibagi atas :
a. Monofilamen (satu helai)
i. Terbuat dari satu lembar benang, tidak meneyerap cairan (non capilarity)
ii. Keuntungan : Kelebihan dari jenis ini adalah permukaan benang rata dan halus, tidak memungkinkan terjadinya nodus infeksi dan tidak menjadi tempat tumbuhnya mikroba.
iii. Kelemahan : Kelemahannya adalah memerlukan penanganan simpul yang khusus karena relatif cukup kaku dan tidak sekuat multifilament. iv. Contoh : Catgut, PDS, dan Prolene
b. Multifilamen
i. Terbuat dari bebeapa filament atau lembar bahan benang yang dipilih menjadi satu.
ii. Keuntungan : Kelebihan jenis ini adalah benang lebih kuat dari monofilament, lembut dan teratur serta mudah digunakan.
iii. Kerugian : Kelemahannya adalah karena ada rongga maka dapat menjadi tempat
menempelnya mokroba dan sedikit tersendat pada saat melalui jaringan. iv. Contoh : Vicryl, Silk, Ethibond
Pemilihan material benang bedah
Karakteristik biologi dari material dalam jaringan yaitu diserap atau tidak diserap dan bersifat capilarity atau non capilarity.
karakteristik dan penyembuhan jaringan.
Lokasi dan panjang dari sayatan yang menjadi pertimbangan kosmetik.
Ada tidaknya infeksi, kontaminasi dan drainese. Pertimbangan ini mengingat kemungkinan benang akan menjadi pembentukan jaringan granulasi dan proses yang menjadi rongga (sinus) atau menjadi inti pengerasan yang kemungkinan berbentuk batu apabila dipakai pada operasi kandung kemih atau kandung empedu.
Problem pasien seperti kegemukan, debil, umur penyakit lain yang mengganggu proses penyembuhan yang lebih lama sehingga memerlukan penguatan yang lebih lama.
Karakteristik fisik dari material benang untuk menembus jaringan, pengikatan simpul dan juga alasan khusus tiap ahli bedah.
Gambar. Jenis sediaan benang
Jenis-Jenis Benang
a. Seide (Silk/Sutera)
Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan 30% bahan tambahan berupa perekat. Tersedia dalam warna hitam dan putih. Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar, maka benang harus dibuka kembali. Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari nomor 0000 (5 nol merupakan ukuran paling kecil) hingga nomor 3 (yang merupakan ukuran terbesar). Yang paling sering dipakai adalah nomor 00 (2 nol) dan 0 (1 nol) dan nomor 1 Kegunaannya adalah untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (terutama arteri besar) sebagai teugel (kendali). Benang harus steril, sebab bila tidak akan menjadi sarang kuman (focus infeksi) sebab kuman terlindung didalam jalinan benang, sedang benangnya sendiri tidak dapat diserap tubuh.
b. Plain Catgut
Asal katanya adalah cat (kucing), dan gut (usus). Dahulu benang ini dibuat dari usus kucing, tapi saat ini dibuat dari usus domba atau usus sapi. Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam waktu 7-10 hari, dan warnanya putih dan kekuningan. Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 00000 (5 nol merupakan ukuran yang paling kecil) hingga nomor 3 (merupakan ukuran yang paling besar). Sering digunakan nomor 000 (3 nol), 00 (2 nol) 0 (1 nol) nomor 1 dan 2. Kegunaanya adalah untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama untuk daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil. Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang, bila disimpulkan 2 kali akan terbuka kembali. Plain catgut tak boleh terendam dalam lisol karena akan mengembang dan menjadi lunak, sehingga tak dapat digunakan.
c. Chromic Catgut
Berbeda dari plain catgut, sebelum benang dipintal ditambahkan krom. Dengan adanya krom ini, maka benang menjadi lebih keras dan kuat, serta penyerapannya lebih lama, haitu 20-40 hari. Warnanya coklat dan kebiruan. Benang ini tersedia dalam ukuran 000 (3 nol merupakan ukuran yang paling kecil) hingga nomor 3. Penggunaannya pada penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk menjahit tendo pada penderita yang tak kooperatif dan bila mobilisasi harus segera dilakukan.
d. Etnilon
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum jahit) dan terbuat dari nilon, lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Tersedia dalam warna biru dan hitam. Tersedia dalam ukuran 10 nol hingga 1 nol. Penggunaannya pada bedah plastik, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit, sedang nomor yang kecil dipakai pada bedah mata.
e. Ethibond
Merupakan benang sintesis (terbuat dari polytetra methylene adipate). Tersedia dalam kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak diserap, dan warnanya hijau dan putih. Ukurannya dari 7 nol hingga nomor 2. Penggunaannya pada bedah kardiovaskuler dan urologi.
f. Vitalene
Merupakan benang sintetis (terbuat dari polimer profilen). Sangat kuat dan lembut, tidak diserap, warna biru. Tersedia dalam kemasan atraumatis. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1. Digunakan pada bedah mikro, terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata, bedah plastik, cocok pula untuk menjahit kulit
g. Vicryl
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Diserap oleh tubuh, dan tidak menimbulkan reaksi pada jaringan tubuh. Dalam subkutis bertahan selama 3 minggu, dalam otot bertahan selama 3 bulan. Benang ini sangat lembut dan warnanya ungu. Ukuran dari 10 nol hingga nomor 1. Penggunaan pada bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastik.
h. Supramid
Merupakan benang sintetis, dalam kemasan atraumatis. Bersifat kuat, lembut, fleksibel, reaksi tubuh minimum, dan tidak diserap. Warnanya hitam dan putih. Digunakan untuk menjahit kutis dan sub kutis.
i. Linen (Catoon)
Dibuat dari serat kapas alam dengan jalan pemintalan. Bersifat lembut, cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum. Warnanya putih. Tersedia dalam ukuran 4 nol hingga 1 nol. Digunakan untuk menjahit usus dan kulit, terutama kulit wajah.
j. Steel Wire
Merupakan benang logam yang terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat, tidak korosif dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul. Warna putih metalik. Terdapat dalam kemasan atraumatis dan kemasan biasa. Ukurannya dari 6 nol hingga nomor 2. Untuk menjahit tendo
12. Keperluan rutin bedah
a. Baju Kamar Bedah, Jas Operasi, Topi, Masker, Doek dan Laken
Pada umumnya semua alat diatas terbuat dari kain yang ringan, lembut, yang nyaman bila dipakai, mudah menyerap keringat dan mudah dicuci. Untuk itu dapat dipakai kain belacu atau katun. Warna alat-alat diatas harus lembut dan tidak cepat melelahkan mata. Biasanya dipilih warna putih, biru muda, dan hijau. Saat ini masker yang sering dipakai mempunyai model sekali pakai (disposable) yang terbuat dari kertas. Masker ini akan dibuang sesudah digunakan. Untuk alat tenun dari kain, sesudah dipakai harus direndam lalu dicuci. Setelah kering baru disterilkan. Masker, topi dan baju kamar bedah tidak perlu disterilkan.
b. Sarung Tangan Operasi
Terbuat dari karet, tipis tetapi cukup kuat dan elastic. Sarung tangan harus dibubuhi talcum sebelum disterilkan, agar mudah dipergunakan. Sarung tangan tersedia dalam berbagai nomor, disesuaikan dengan ukuran tangan pemakai
c. Kasa Hidrofil
Adalah kain dengan anyaman jarang (kasa), lembut dan bersifat mudah menyerap. Digunakan untuk penyerap darah yang keluar dari luka, menyerap sekret dan cairan lain serta digunakan sebagai penutup luka (dressing). Kasa ini tersedia dalam ukuran kecil-kecil, yaitu kira-kira 5 x 7,5 cm, terlipat rapi, tidak boleh ada bagian benang yang menjulur keluar, sebab dapat tertinggal pada luka sewaktu membersihkan luka. Kasa harus steril.
d. Tuffer (spons)
Dibuat dari kasa hidrofil yang dipadatkan dengan cara :
1. Kasa dipotong berbentuk segi empat sesuai dengan ukuran yang diinginkan
2. Dari salah satu sudutnya dilakukan penggulungan secara padat ke arah tengah
3. Ekor tadi digulung rapi hingga habis Tuffer digunakan untuk membebaskan jaringan (terutama jaringan longgar), menekan perdarahan, menggosok luka. Tuffer harus steril sebelum dipakai.
e. Drain
Terdapat bermacam-macam drain. Prinsip penggunaannya sama yaitu untuk memungkinkan pengaliran sekret keluar dari luka. Drain digunakan untuk luka yang terkontaminasi dengan kemungkinan terbentuknya pus atau sekret lainnya, atau pada luka dengan perdarahan hebat sewaktu telah ditutup ada kemungkinan perdarahan masih aktif di bawah jaringan yang ditutup.
1. Cigarette drain. Berbentuk seperti pipa dengan panjang 5-10 cm. dipergunakan pada operasi abses apendiks, trauma dan sebagainya, dimana sekret yang keluar diharapkan tidak terlalu banyak.
2. Corrugated drain (drain bergelombang). Dibuat dari lembaran karet khusus yang bergelombang halus (seperti pola lembaran seng atap rumah). Dipakai pada luka sedang, yang sekretnya tidak terlalu banyak.
3. Drain Sarung Tangan. Dibuat dari sarung tangan yang tak terpakai lagi dengan cara menggunting sarung tangan tadi menjadi lembaran-lembaran yang kemudian digulung seperti menggulung (melinting) rokok, kemudian dilem dengan lem karet, lalu disterilkan.
4. Tube drain. Berupa pipa panjang yang dapat dibuat dari selang infuse, sonde lambung, dan sebagainya, dengan ujung selang yang dimasukkan ke dalam luka diberi lubang- lubang (mata) pada sisinya. Bila ujung luar selang dihubungkan dengan wadah hampa udara (vakuum) maka drain tadi disebut vacuum drain. Dengan adanya tekanan negative dari wadah, maka sekret akan lebih mudah tertarik keluar.
B. HECTING DASAR
1. Definisi
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
2. Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
3. Luka
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis. Trauma tajam menyebabkan :
a. luka iris : vulnus scissum/incicivum
b. luka tusuk : vulnus punctum
c. luka gigitan : vulnus morsum Trauma tumpul menyebabkan :
a. luka terbuka : vulnus apertum
b. luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom ) Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum.
Klasiflkasi luka berdasar ada tidaknya kuman :
a. Clean wounds/Luka steril adalah luka bedah tanpa tanda peradangan dan tidak melibatkan organ respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus genitourinaria. Misalnya bedah laparoskopik, bedah pada kulit, mata, atau vaskular.
b. Clean-contaminated wounds/ Luka steril terkontaminasi adalah luka steril dengan risiko infeksi yang tinggi, misalnya oprasi yang melibatkan organ respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus genitourinaria yang dalam kondisi terkontrol, selama tanpa komplikasi pembedahan. Misalnya bedah terbuka pada pelepasan Pin/Wire, bedah pada organ telinga, ataupun tindakan ginekologi.
c. Contaminated wounds/Luka terkontaminasi adalah luka oleh benda luar (misalnya peluru, pisau, ataupun benda-benda tajam lainnya), ataupun kontaminasi luka yang terjadi oleh karena sejumlah besar tumpahan isi dari gastrointestinal pada luka. Ataupun jaringan yang terinfeksi dan meradang di sekitar luka bedah merupakan luka terkontaminasi.
d. Dirty wounds/Luka kotor/Luka terinfeksi adalah luka yang diakibatkan oleh benda asing yang bersarang (misalnya peluru ataupun debris lainnya), luka traumatik yang diakibatkan oleh sumber yang kotor, maupun luka yang terpapar oleh pus.
4. Alat dan Bahan Alat (Instrumen)
Bahan
a. Tissue forceps (pinset)
a. Benang
b. Scalpel handles dan scalpel blades
b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 %
c. Suture scissors
(Bethadine )
d. Needleholders
c. Cairan Na Cl 0,9%.
e. Suture needles (jarum)
d. Anestesi lokal: lidocain 2%.
f. Doek Steril
e. Sarung tangan.
g. Phantom kulit
f. Kasa steril.
5. Cara Memegang Alat
a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang kasa: yaitu ibu jari dan jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk memperkuat pegangan tangan.
b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibu jari serta jari kedua dan ketiga.
c. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang.
d. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung (hand to hand, glove to glove)
Gambar. Cara memagang dan menggunakan peralatan bercincin.
Sumber: Dudley HAF dkk.; 1995
6. Prinsip yang harus diperhatikan
a. Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps (pinset) harus dilakukan secara halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada jaringan tersebut.
b. Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama besarnya.
c. Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1 cm dari tepi luka. Khusus daerah wajah 2-3 mm.
d. Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan jarum dari tepi luka, yakni 1 cm.
e. Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar (everted) setelah penjahitan.
7. Teknik Anestesi Infiltrasi/Field Block
Dilakukan penyuntikan di sekitar area operasi. Suntikan dilakukan di daerah subkutis. Teknik yang berkembang saat ini adalah field block, yaitu menginfiltrasi suatu area dengan terget operasi ditengahnya. Setelah seluruh pinggir area diinfiltrasi, area tepat diatas insisi diinfiltrasi lagi. Jika daerah yang akan operasi cukup besar, kemungkinan diperlukan infiltrasi pada beberapa tempat agar area yang diinfiltrasi menjadi luas. Kedalaman infiltrasi tergantung dari jenis luka.
Teknik:
a. Masukan jarum di salah satu sudut luka.
b. Arahkan jarum ke area kanan luka, lakukan aspirasi (pastikan tidak terkena pembuluh darah), jarum dicabut (tetapi tidak sampai lepas dari kulit) sambil obat dikeluarkan.
c. Kemudian jarum dibelokan ke arah kiri luka, aspirasi, jarum dicabut sambil obat dikeluarkan.
d. Lakukan anestesi dengan teknik yang sama pada sudut luka sebelahnya, sehingga tampak pada gambar di bawah:
e. Cek anestesi dengan menjepitkan pinset
Komplikasi Tindakan Anestesi
a. Hematom Terjadi karena pecahnya pembuluh darah ketika anestesi, yang kemudian darah berkumpul di submukosa sehingga menimbulkan benjolan. Jika terjadi hematom, kita evaluasi beberapa saat apakah hematom itu terus membesar atau tetap. Jika terus membesar, kita harus berusaha mencari pembuluh darah yang pecah dan mengikatnya kemudian membuang bekuan darah yang terkumpul. Tetapi jika hematom tidak membesar hanya diperlukan membuang masa hematomnya saja.
b. Udem Disebabkan terlalu banyaknya obat anestesi yang diberikan sehingga obat tersebut berkumpul dalam jaringan ikat longgar mukosa dan sub mukosa. Hal ini akan mempersulit ketika melakukan penjahitan. Udem akibat anestesi ini diabsorpsi dalam 24 jam- See more
c. Shock Anafilaktik.
8. Teknik Simple Interupted Suture
Indikasi: pada semua luka Kontra indikasi: tidak ada Teknik penjahitan dilakukan sebagai berikut:
a. Lakukan pembersihan luka dengan NaCl 0.9%.
b. Lakukan antiseptik luka menggunakan cairan antiseptik dengan cara sentrifugal (dari arah dalam ke luar)
c. Lakukan pemasangan doek bolong steril
d. Lakukan anestesi infiltrasi/field block.
e. Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut sekitar 90 derajat sekitar 1 cm dari ujung luka, masuk subcutan kemudian dilajutkan dengan menusukkan jarum sekitar 1 cm dari ujung luka pada kulit sisi lainnya.
f. Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan diusahakan agar tepi luka
yang dijahit dapat mendekat dengan posisi membuka ke arah luar (everted).
g. Jarak antar jahitan satu dengan jahitan lainnya ± 1 cm. Berikut Gambar Teknik jahitan terputus sederhana (Simple Interrupted) :
h. Benang dapat dipegang, jarum tidak boleh dipegang dengan tangan. Gunakan pinset untuk memegang jarum.
i. Kemudian dibuat simpul dan geser simpul ke tepi luka (simpul tidak berada di atas luka), lakukan 2-3 kali simpul agar jahitan kuat. Simpul pertama menentukan kekuatan ikatan. Buatlah simpul yang dapat mendekatkan luka, tidak terlalu kencang namun tidak pula terlalu kendor.
Gambar. Teknik Simpul
j. Potong sisa benang 1,5-2 cm di atas simpul (bila benang absorable maka benang dipotong tepat di atas simpul) dengan teknik memiringkan gunting guna menghindari terpotongnya jaringan.
k. Rapikan jahitan, perhatikan eversi luka, gunakan pinset untuk mengeversikan luka jahitan bila dibutuhkan. l. Bersihkan sisa perdarahan bila ada, beri antiseptik, dan tutup luka dengan menggunakan kasa.
Gambar. Hasil jahitan teknik simple interrupted
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Karakata S, Bachsinar B. 1995. Bedah Minor. Hipokrates : Jakarta
2. Ethicon Inc. Wound Closure Manual. 1994. Johnson and Johnson company.
3. Doherty, GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Reksoprodjo, S. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.
PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR DAN HECTING DASAR
Skor Feed No
Aspek
0 1 2 Back I INTERPERSONAL
1 Membina rapport (menyambut dengan ramah, salam, menyilakan duduk,
perkenalan diri, sikap terbuka, kesejajaran)
2 Informed consent
II CONTENT
3 1. Menyiapkan dan menyebutkan nama alat dan bahan dengan menerapkan prinsip sterilitas
1. Needle holder
2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban
3. Pisau bedah
4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).
5. Refractor wound
6. Pinset
7. Deschamps Aneurysm Needle
8. Wound curret
9. Korentang
10. Jarum bedah
11. Benang
12. Sarung tangan steril
13. Doek steril
14. Kassa steril
15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)
16. Cairan NaCl 0.9%
17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc
18. Anastesi : Lidocaine 2%
Melakukan Hecting Simple Interupted
4 Melakukan cuci tangan WHO
5 Melakukan pembersihan luka dengan menggunakan NaCl 0.9%, kemudian melakukan antiseptik dengan prinsip sentrifugal (dalam ke luar), diterukan dengan memasang doek bolong steril
6 Melakukan anestesi field block dan menguji kerja anestesi dengan
menggunakan pinset.
7 Menggunakan pinset untuk memegang jaringan yang akan di jahit
8 Lakukan penusukan jarum dengan sudut ±90 o hingga tembus subcutan, kemudian teruskan ke kulit sisi lainnya dengan jarak masing-masing 1 cm dari ujung luka.
9 Membuat simpul di pinggir luka dengan menggunakan nald voeder.
10 Gunting benang 1,5-2 cm di atas simpul
11 1. Memposisikan agar tepi luka yang dijahit mendekat dengan posisi membuka
ke arah luar (eversi)
12 2. Membersihkan dan menutup luka
13 1. Cuci Tangan WHO setelah melakukan tindakan
III PROFESSIONALISM
12 Melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal
TOTAL
Nilai = ------------- x 100% = ……………
PEMERIKSAAN URINALISIS
A. TEMA
Keterampilan pemeriksaan laboratorium Urine Rutin (Urinalisis)
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Instruksional Umum
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urine rutin (urinalisis) secara makroskopis
b. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urinalisis secara mikroskopis (sedimen urine)
c. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan urinalisis dengan carik celup (dip strips)
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan persiapan pemeriksaan urinalisis
b. Mahasiswa mampu melakukan edukasi dan pengambilan sampel pemeriksaan urinalisis
c. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bau, warna, kekeruhan, keasaman (pH) dan berat jenis urine
d. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mikroskopik (sedimen) urine berupa unsur organik ; lekosit, eritrosit dan silinder (hialin, epitel, berbutir, lekosit, eritrosit, lemak, lilin, campuran, fibrin)
e. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan mikroskopik (sedimen) urine berupa unsur anorganik (Normal; kristal urat, kalsium oksalat, tripel fosfat, kalsium fosfat, kalsium karbonat dan Abnormal; Kristal cystin, tyrosin, Amorf)
f. Mahasiswa mampu menilai parameter-parameter pada kertas carik (reagent strips)
g. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi dan menyimpulkan hasil pemeriksaan urinalisis
A. ALAT DAN BAHAN
1. Sarung tangan Non sterile
2. Masker
3. Jas laboratorium
4. Sampel urine midstream & containernya
5. Pipet
6. Tabung reaksi 3 buah
7. Kertas lakmus
8. Alat sentrifugasi
9. Reagent strips/Dipstick
10. Mikroskop
11. Objek Glass dan cover-glassnya Gambar. Disptick
12. Lembar hasil pemeriksaan Lab
B. SKENARIO
Pasien anak laki-laki berusia 6 tahun datang dengan keluhan kencing berwarna merah sudah 1 hari, keluhan ini disertai dengan muka sembab sudah 3 hari. Pasien juga memiliki banyak koreng di kedua kakinya. Dokter F yang kebetulan bertugas saat itu memutuskan untuk melakukan pemeriksaan penunjang urinalisis pada pasien.
C. DASAR TEORI
1. Urine
Urine adalah cairan yang dihasilkan melalui ultra filtrasi plasma oleh ginjal dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran kemih. Di dalam urine terdapat bahan-bahan hasil metabolism tubuh (5%) dan air (95%), dengan demikian bahan-bahan tersebut dapat menentukan status kesehatan seseorang. Pemeriksaan urine untuk kepentingan menentukan status kesehatan seseorang disebut juga dengan urinalisis.
2. Urinalisis
Urinalisis merupakan suatu prosedur laboratoris untuk pemeriksaan urine dalam rangka menentukan status kesehatan individu terutama ginjal dan saluran kemih serta faal dari berbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, dll. Berdasarkan kepentingan klinisnya, pemeriksaan urine dibagi menjadi :
Pemeriksaan Urine Rutin Pemeriksaan Urine atas Indikasi
Pemeriksaan urine atas indikasi misalnya; pemeriksaan Urobilin, Urobilinogen, Bilirubin, Benda Keton, Darah Samar (benzidin), serta pemeriksaan Protein Kuantitatif. Dalam kegiatan CSL kali ini, yang akan dilaksanakan adalah pemeriksaan urin rutin. Pemeriksaan Urine rutin meliputi : Pemeriksaan Makroskopik Pemeriksaan Kimiawi Pemeriksaan Mikroskopik (Sedimen)
3. Jenis-jenis specimen (sampel) urine
a) Urine Sewaktu/Random
Urine yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Digunakan untuk pemeriksaan rutin, skrining, tanpa saran khusus. Dikenal juga urine segar (Fresh Voided Urine) = sampel untuk pemeriksaan rutin.
b) Urine Pagi
Urine yang dikeluarkan pertama kali pada pagi hari setelah bangun tidur sebelum makan dan sebelum gerak badan (urine lebih pekat). Digunakan untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein, Tes kehamilan)
c) Urine Postpandrial (PP)/2 jam PP
Urine yang dikeluarkan pertama kali 2-3 jam setelah makan. Digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
d) Urine tampung 24 jam
Urine yang ditampung satu hari penuh (24 jam) digunakan untuk pemeriksaan zat-zat dalam urine secara kuantitatif misalnya protein serta penilaian diuresis ginjal
e) Clean Catch ―Midstream‖
Mengambil urin pancaran tengah, meminimalisasi kontaminasi dari meatus
f) Kateterisasi
Diambil dari kateter. Untuk kultur tetapi masih memungkinkan kontaminasi
g) Punksi supra pubik
Diambil dengan melakukan punksi suprapubik. Untuk kultur urin
4. Pengumpulan spesimen
Pengumpulan specimen menjadi bagian yang penting dalam rangka keberhasilan pemeriksaan urin. Urine segar sebagai sampel pemeriksaan rutin diambil dalam waktu kurang dari 1 jam setelah pasien buang air kecil. Status hidrasi pasien juga berpengaruh terhadap konsentrasi bahan-bahan terlarut dalam urine. Pengumpulan specimen sebaiknya dilakukan sebelum pemeriksaan genital maupun rectal untuk mencegah kontaminasi dari introitus ataupun sekresi prostat. Pengumpulan urin dari bahan-bahan seperti kondom, kateter tidak dianjurkan untuk pemeriksaan urinalsis. Cara pengumpulan urine yang baik adalah dengan metode ―urine midstream‖ atau urine pancar
tengah. Adapun cara pengambilan sampelnya sebagai berikut :
1. Pada Laki-laki. Pada laki-laki relative lebih mudah. o Tarik (retraksikan) preputium (jika belum sunat), kemudian bersihkan meatus (orificium
urethra externa) dengan antiseptic (untuk mencegah kontaminasi) o Lewatkan pancaran pertama-tama dari urine (15-30 ml)
o Tampung pancaran tengah dari urine (50-100 ml) dengan wadah steril yang telah
disediakan, langsung ditutup kemudian serahkan kepada petugas lab.
2. Pada Wanita. Pada wanita agak rumit dan memerlukan kerjasama dari pasien o Pasien duduk di atas WC duduk
o Sibakkan kedua labia dan bersihkan dengan antiseptic sekali usap dari depan ke belakang
o Kencingkan/buang 10-15 ml pertama urine kemudian tampung 50-100ml berikutnya. o Posisi container/botol penampung menempel dekat di vulva serta langsung ditutup
setelah mendapatkan sampel
3. Pada Anak-anak Pada anak agak susah karena kurang kooperatif, untuk pemeriksaan bakteriologis/kultur bakteri, yang banyak digunakan adalah dengan metode
kateterisasi atau punksi suprapubik. Selanjutnya akan dipelajari pada CSL blok Genitourinary System
5. Pengiriman, Penyimpanan dan Penampungan
Sebaiknya sampel urin segar langsung ditutup untuk menghindari kontaminasi dan langsung dikirim untuk dilakukan pemeriksaan lab. Urine segar sebaiknya sudah diperiksa dalam waktu kurang dari 1 jam. Jika belum memungkinkan sebaiknya sampel urin disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5ºC. Adapun botol penampungan yang dianjurkan seperti gambar berikut:
Syarat: Syarat:
Gambar Botol Penampungan Urin/Container
6. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimiawi. Adapun bagan pemeriksaan urin sebagai berikut.
Gambar Alur Pemeriksaan Urinalisis
7. Pemeriksaan Makroskopik Urine
Pemeriksaan makroskopik urine meliputi : pemeriksaan warna, kekeruhan, keasaman, bau dan berat jenis
Normalnya Urine sebagai berikut :
No Variabel yg
Kuning muda (Kuning
Pengaruh obat-obatan
pucat sampai agak
Orange : phenazopyridine (Pyridium) Orange : phenazopyridine (Pyridium)
kuning-orange: rifampin Coklat: nitrofurantoin Coklat kemerahan: L- dopa, α-methyldopa,
dan metronidazole Merah: hematuria, Hb-uria, Porfiria Kuning-coklat: Bilirubinuria. Hijau-coklat: obstructive jaundice
2 Bau
Bau ureum/asam
Abnormal; bau jengkol, Keton (buah-buahan)
Kemerahan: darahsedimen eritrosit Berkabut: Bakteri (gram) Keruh: pus, fosfat/Kristal karbonat, Spermatozoa
4 Keasaman
4,7-7,5 (rata-rata 6,0)
asam urat pH>6,5 (larut alkaline) Batu kalsium pH tak pernah <6,0
Infeksi Sal Kencing ≥7,0 (pemecahan urea)
5 Berat jenis
Sewaktu:
Trauma intracranial/ADH menurun atau
1,003-1,030
diabetes insipidus BJ <1,010
Urine 24 jam: 1,015-
Acute renal tubulus = BJ plasma 1.010
Untuk pemeriksaan pH menggunakan kertas lakmus. Merah jika asam, biru jika alkalis/basa dan tetap jika netral. Berat jenis diperiksa dengan refraktometer ataupun dengan urinometer. Perbedaan keduanya sebagai berikut:
sedikit Mudah
Kerugian :
Bahan banyak
Adapun cara pemeriksaan dengan refraktometer dapat dilihat pada gambar berikut:
8. Pemeriksaan Kimiawi
Dalam CSL ini pemeriksaan kimiawi yang sederhana dan mudah, murah, cepat dan cukup akurat adalah dengan menggunakan metode carik celup/ reagen strips, atau dikenal dengan dip-strips atau dipstick. Reagen strips dicelupkan sesaat kemudian hasil dibandingkan dengan standar pada botol sesuai dengan waktu yang ditentukan. Urut-urutan parameter yang diperiksa berbeda-beda sesuai dengan merk dan pabrik buatannya. Prinsip kerja dapat dilihat pada gambar berikut
Prinsip kerja reagen pada dipstick sebagai berikut:
No Parameter Waktu
Prinsip Kerja
1 Glukosa 30‖ D-glukosa--glukosa oksidase D-glukonolakton+H 2 O 2
H 2 O 2 -- oksidasi + kromogen Warna Coklat
2 Bilirubin 30‖ Bilirubin+garam diazonium (2-6-diklorobenzendiazoniumfluoro-borat)
-- (asam) azobilirubin (warna merah violet)
3 Keton 40‖ Na-nitroprussid (oksidator kuat) + asam asetoasetat & aseton (basa)
senyawa berwarna ungu
4 Berat Jenis 45‖ Bromthymol blue + poly (methyl) vynil ether maleic acid sodium salt
bereaksi pada urine dengan berat jenis ≥ 6,5
5 Darah
60‖ H 2 O 2 -- peroksidase (Hb) H 2 O +O n
O n + Kromogen (benzidin) senyawa berwarna hijau-biru
6 pH 60‖ Kertas uji mengandung indicator-indikator methyl red dan bromthymol blue, kombinasi indicator-indikator tersebut
memungkinkan perubahan warna yang jelas, sesuai dengan warna pada tabung
7 Protein 60‖ 3’,3‖,5’,5‖ tetraklorofenol – 3,4,5,6 tetrabromosulfoftalein (buffer) +
protein warna hijau muda sampai tua
8 Urobilinogen 60‖ Urobilinogen + p-aminobenzaldehid – (asam) zat warna azo
(merah)
9 Nitrit
60‖ Nitrat -- Gram negative Nitrit
Nitrit + p-arsinilic acid + tetrahydrobenzoquinolin senyawa merah
10 Lekosit
2 Asam karbonat ester -- esterase (granulosit) indoxyl – oksidasi à 2 Asam karbonat ester -- esterase (granulosit) indoxyl – oksidasi à
Interpretasi dari hasil pemeriksaan dipstick sebagai berikut:
Test
Normal
Indikasi Hasil Positif
Bakteri Gram Negatif Protein
Negatif
Inflamasi renal, alergi Keton: Adanya keton pada urin
Negatif
Energi dari lemak, bukan karbohidrat mengindikasikan adanya penggunaan lemak atau adanya kelainan metabolisme karbohidrat Urobilinogen
Negatif
Kompensasi konjugasi bilirubin Bilirubin
Negatif
Destruksi hemoglobin Darah
Negatif
Infeksi, hipertensi, mens Hemoglobin
Negatif
Negatif
Kerusakan sel-oksidatif, alergi
9. Pemeriksaan Mikroskopik (Sedimen)
Pemeriksaan sedimen urin. Urin merupakan sediaan basah. Sehingga untuk pemeriksaan sediaan basah di mikroskop lensa kondensor harus diturunkan dan diafragma harus dikecilkan serta dikurangin cahayanya agar sediaan lebih jelas terlihat. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk memeriksa hal-hal sebagai berikut :
Sel: Eritrosit, Lekosit, Epitel (pembesaran 40x) Silinder (pembesaran 10x): hyaline, eritrosit, lekosit, lemak, dll. Silinder terbentuk di Tubulus
convulatus distal dan ductus collectives akibat kondisi asam, konsentrasi garam tinggi, aliran urin yang menurun serta adanya protein Tamm-Horsfall
Kristal (pembesaran 10x): Urine Asam (asam urat, amorphous urat, sodium urate, Ca-oksalat), Urine Alkali (Triple fosfat, fosfat amorf, Ca-fosfat, Amm biurat), Kristal abnormal (Csytine, Cholesterol, Leucine, Tyrosine, Bilirubin, Sulfonamide)
Bakteri, jamur, parasit Lain-lain: spermatozoa,mucous threads
Kondisi yang berkaitan/berkenaan dengan hasil pemeriksaan sedimen urine sbb :
Type of cast Composition Associated conditions Hyaline
Mucoproteins Pyelonephritis, chronic renal Disease; May be a normal finding
Erythrocyte Red blood cells Glomerulonephritis; May be a normal finding in patients who play contact sports
Leukocyte
White blood cells Pyelonephritis, glomerulonephritis, interstitial nephritis, renal inflammatory processes
Epithelial
Renal tubule cells Acute tubular necrosis, interstitial nephritis, eclampsia,
cells
nephritic syndrome, allograft rejection, heavy metal ingestion, renal disease
Granular
Various cell types
Advanced renal disease
Waxy
Various cell types
Advanced renal disease
Fatty
Lipid-laden renal Nephrotic syndrome, renal disease, hypothyroidism tubule cells
Broad
Various cell types
End-stage renal disease
Berikut ini gambar hasil pemeriksaan mikroskopik urine (sedimen) :
Gambar Hasil pemeriksaan mikroskopik urin
F. PROSEDUR
1. Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa Untuk item ini sama seperti CSL komunikasi yang sudah dipelajari sebelumnya.
2. Melakukan informed consent dan pengumpulan specimen urine Dalam informed consent perlu dijelaskan tentang
3. Mempersiapkan alat dan bahan Cek kelengkapan alat dan bahan Tulislah identitas pasien, tanggal dan waktu pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan Memasang Alat Pelindung Diri (APD) ; Hanschoen, masker, google dll Bagilah specimen pada 3 tabung reaksi @ minimal 10-15 ml untuk pemeriksaan
makroskopis, mikroskopis dan dipstick
4. Pemeriksaan makroskopis urine Pemeriksaan bau urine
Pemeriksaan warna urine Pemeriksaan kekeruhan urine Pemeriksaan keasaman (pH) urine
O Pemeriksaan pH dengan kertas lakmus atau reagen strips Pemeriksaan berat jenis urine O Dengan refraktometer atau urinometer
5. Pemeriksaan mikroskopis urin Ambillah dan persiapkan urine pada tabung reaksi kedua Sentrifus urine dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit Pisahkan sedimen hasil sentrifus dari supernatannya Sedimen hasil sentrifus diteteskan ke atas objek gelas Tutup dengan cover glass/ kaca penutup Periksa di bawah mikroskop
Perbesaran 10X untuk silinder Perbesaran 40X untuk eritrosit dan lekosit
Tuliskan hasil pemeriksaan pada lembar laboratorium
6. Pemeriksaan Kimiawi dengan Dip-strips/ Dipstick(Carik-celup) Ambil tabung reaksi ketiga yang berisi urine Basahi seluruh permukaan reagen strips dengan urine, tarik dengan segera Ketukkan strips pada bibir gelas untuk mengurangi urine yang berlebih Pegang carik secara horizontal dan bandingkan dengan kertas standar warna yang terdapat
pada label tabung Lakukan satu persatu untuk setiap parameter sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
masing-masing (lihat tabel) Lakukan pencatatan hasil untuk setiap parameter pada lembar yang telah disediakan
7. Selesaikan semua pencatatan dan berikan tanda tangan dan nama terang pemeriksa
8. Interpretasikan dan simpulkan hasil pemeriksaan
9. Jelaskan hasil pemeriksaan serta rencana tindak lanjut pada pasien
10. Akhiri dan tutup pemeriksaan dengan baik
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Baluyut, Benedict F. Interpretation of Urinalysis Results and Clinical Correlations: A brief overview. Assistant Section-in-charge, Clinical Microscopy. Angeles University Foundation Medical Center. Center for Anatomic Pathology and Laboratory Medicine. Angeles City, Pampanga.
PM dari : http://dc182.4shared.com/download/U0ohww1I/Interpretation_of_Urinalysis_R.ppt?tsid=201102 01-095010-d81f1f43
Didownload
tgl
1-2-2011
pukul
2. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/0f72169df5c0ba8d8e6bbb2c1a8e3f8a24f0c95e.pdf
3. Fischbach, Frances Talaska. 2003. A manual of Laboratory and Diagnostic Test. 7 th edition. Lipincott Williams & Wilkins Publisher.
4. Kumalawati, July. MD. Urinalysis. Clinical Pathology Department. Medical Faculty University of Indonesia-Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Jakarta. Indonesia. Didownload pada tanggal 1 februari 2011 pukul 09:32 PM dari :
5. Sudoyo, Aru.et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat jilid 1. Bab Ginjal dan Hipertensi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam-FKUI. Jakarta. Indonesia
6. Sylvia R. et al. 2003. Buku Praktikum Patologi Klinik 1. Bagian Patologi Klinik FK UNPAD/ RS. Dr. Hasan Sadikin. Bandung. Indonesia
7. Tanagho, Emil A. & Jack W. McAninch. 2008. Smith’s General Urology. 17 th edition. Lange Medical Books/ The McGraw-Hill Companies, USA.
CEK LIST PEMERIKSAAN URINALISIS
Nilai No
Item Penilaian
Feedback
0 1 2 Interpersonal
1 Senyum, salam, sapa dan membina sambung rasa
2 Melakukan informed consent dan pengumpulan specimen urine
Item Prosedural
3 Mengecek kelengkapan alat dan bahan
4 Menulis identitas pasien, tanggal dan waktu pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan
5 Memasang APD ; Hanschoen, masker dll
6 Membagi specimen pada 3 tabung reaksi dengan baik
Pemeriksaan makroskopis urine
7 Pemeriksaan bau urine dan menuliskan hasilnya
8 Pemeriksaan warna urine dan menuliskan hasilnya
9 Pemeriksaan kekeruhan urine dan menuliskan hasilnya
10 Pemeriksaan keasaman (pH) urine dan menuliskan hasilnya
11 Pemeriksaan berat jenis urine dan menuliskan hasilnya
Pemeriksaan mikroskopis urin
12 Mengambil dan mempersiapkan urine pada tabung reaksi kedua
13 Mensentrifus urine dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
14 Memisahkan sedimen hasil sentrifus dari supernatannya
15 Meneteskan sedimen hasil sentrifus ke atas objek gelas
16 Menutup dengan cover glass/ kaca penutup
17 Memeriksa di bawah mikroskop, dimulai dengan perbesaran 10 x untuk silinder
18 Memeriksa dengan perbesaran 40X untuk eritrosit dan lekosit
19 Menuliskan hasil pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Dip-strips/Dipsticks (Carik-celup)
20 Ambil tabung reaksi ketiga yang berisi urine
21 Basahi seluruh permukaan reagen strips dengan urine, tarik dengan segera
22 Ketukkan strips pada bibir gelas untuk mengurangi urine yang berlebih
23 Pegang carik secara horizontal dan bandingkan dengan kertas standar warna yang terdapat pada label tabung
24 Lakukan satu persatu untuk setiap parameter sesuai dengan waktu yang dibutuhkan masing-masing (lihat tabel)
25 Lakukan pencatatan hasil untuk setiap parameter pada lembar yang telah disediakan
26 Selesaikan semua pencatatan dan berikan tanda tangan dan nama terang pemeriksa
Item Penalaran Klinik dan Profesionalisme
27 Interpretasikan dan simpulkan hasil pemeriksaan
28 Jelaskan hasil pemeriksaan serta rencana tindak lanjut pada pasien
29 Akhiri dan tutup pemeriksaan dengan baik
30 Percaya diri, minimal error
Nilai = ------------- x 100% = ……………
PEMERIKSAAN PEWARNAAN GRAM
A. STANDAR KOMPETENSI Kompetensi
Level kompetensi
Prosedur diagnostik Pewarnaan Gram
*mampu melakukan secara mandiri
B. SKENARIO
Anda adalah seorang dokter yang bertugas di Puskesmas. Seorang penderita datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk disertai demam dan sesaknafas. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik anda menyimpulkan bahwa pasien tersebut suspek Pneumonia bacterial dan perlu dilakukan pemeriksaan sputum dengan pewarnaan Gram.
C. DASAR TEORI
Sebagian besar bakteri memiliki dinding sel yang mengandung lapisan peptidoglikan yang tebal atau lapisan peptidoglikan tipis yang dilengkapi dengan membrane luar yang tersusun dari lipopolisakarida. Perbedaan struktur kimia pada dinding sel bakteri diidentifikasi dengan pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram adalah pewarnaan yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi kultur bakteri yang belum diketahui, karena pewarnaan Gram menghasilkan informasi berupa reaksi gram yang terjadi, ukuran sel, bentuk sel, dan susunan sel bakteri.
Gambar. Perbandingan dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif
Pada prosedur pewarnaan Gram, semua bakteri berwarna ungu oleh kristal violet sebagai zat warna primer. Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan tebal mempertahankan kristaal violet pada tahap berikutnya yaitu pelunturan (decolorization) dan counterstain. Bakteri tersebut dengan mikroskop akan terlihat ungu dan disebut sebagai Gram positif.
Sel bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis dan dilengkapi dengan membrane luar lipopolisakarida, kristal ungu akan hilang pada tahap pelunturan dan akan menyerap zat warna safranin sebagai counterstain. Bakteri tersebut dengan mikroskop terlihat berwarna merah dan disebut sebagai Gram negatif.
Gram positif Gram negatif Coccus Batang Coccus Batang
1. Sel transparan sebelum diwarnai
2. Sel berwarna ungu oleh zat warna primer kristal violet dan Iodin
3. Etil alcohol sebagai bahan peluntur, menghilangkan warna ungu pada Gram negatif dan Gram positif tetap mempertahankan warnanya.
4. Gram negative menyerap counterstain safranin dan berwarna merah, Gram positif tetap ungu
D. ALAT DAN BAHAN
1. Kultur bakteri (berumur 24-48 jam pada media cair)
2. Zat warna :
i. Crystal Violet (primary Stain)
ii. Iodine Solution (mordant)
iii. Ethanol (decolorizer) iv. Safranin (counterstain)
3. Water (dianjurkan dalam botol semprot)
4. Mikroskop cahaya
5. Lampu Bunsen
6. Gelas objek
7. Ose bulat
8. Minyak emersi
9. Kertas lensa
10. Tissue biasa untuk membersihkan objek gelas
E. PROSEDUR
Sebelum memulai, pastikan bahwa semua reagen sudah tersedia dan mudah dijangkau selama bekerja, sebab proses pewarnaan perlu dilakukan dengan memperhatikan ketepatan waktu. Selalu menggunakan jas laboratorium dan sebaiknya melakukan semua prosedur di dekat bak cuci.
1. Prosedur pembuatan apusan :
a. Siapkan objek gelas baru. Bersihkan dan lewatkan di atas api. Tulis identitas pasien dan nomor spesimen pada pinggir object glass.
b. Buat lingkaran oval pada bagian bawah objek glass dengan spidol/ pensil kaca.
c. Panaskan ose sebelum dipakai sampai pijar berwarna merah, kemudian dinginkan dahulu,
d. Pegang tabung reaksi dengan tangan kiri, pegang ose seperti memegang pensil pada tangan kanan, buka kapas penutup tabung dengan dijepit menggunakan jari kelingking tangan kanan
e. Mulut tabung dilewatkan di api
f. Ambil spesimen dari dalam tabung dengan menggunakan ose steril.
g. Kemudian lewatkan kembali mulut tabung reaksi didekat api kemudian tutup kembali dengan kapas
h. Apuskan ose yang mengandung spesimen pada bagian tengah objek glass secara merata dan tipis, jangan melebihi lingkaran oval yang dibuat
i. Panaskan kembali ose sampai pijar setelah digunakan j. Lakukan fiksasi objek glass dengan penjepit preparat, dan lewatkan di atas lampu Bunsen sebanyak 3 kali secara perlahan
3 cm
2 cm
Gambar 2. Bentuk apusan
2. Prosedur pewarnaan Langkah 1 :
Letakkan slide pada rak pewarnaan. Genangi seluruh permukaan slide dengan crystal violet. Biarkan selama 60 detik, kemudian cuci slide di bawah air mengalir selama 5 detik. Spesimen seharusnya terlihat berwarna biru-ungu.
Langkah 2 :
Genangi slide dengan larutan iodine, biarkan selama 1 menit, kemudian cuci dengan air mengalir selama 5 detik. Spesimen seharusnya terlihat tetap berwarna biru-ungu.
Langkah 3 :
Langkah ini meliputi penambahan decolorizer (peluntur) etanol 15-30 detik dengan cara disiram atau direndam. Langkah ini seringkali bersifat subjektif karena apabila menggunakan terlalu banyak decolorizer akan menghasilkan Gram negatif palsu. Sebaliknya apabila tidak menggunakan decolorizer dalam jumlah cukup dapat menyebabkan Gram positif palsu. Untuk berhati-hati sebaiknya etanol diteteskan sedikit demi sedikit sampai warna biru ungu luntur pada specimen. Kemudian cuci dengan air 5 detik.
Langkah 4 :
Langkah ini meliputi penambahan counterstain, safranin. Genangi slide dengan zat warna seperti langkah sebelumnya, biarkan selama 1 menit supaya bakteri menyatu dengan safranin. Bakteri Gram positif tidak akan menyerap counterstain dan tetap tampak biru ungu. Bakteri Gram negatif akan berwarna pink dan mudah dibedakan dari bakteri Gram positif. Kemudian cuci dengan air mengalir selama 5 detik untuk menghilangkan zat warna.
Gambar 3. Prosedur pewarnaan Gram
Catt : Setelah langkah 1 sampai 4, keringkan dengan kertas saring atau biarkan kering sendiri di udara. Kemudian lihat di bawah mikroskop. Jangan sampai merusak spesimen.
CEKLIST PEWARNAAN GRAM
No Aspek Penilaian Skor
1 2 3 4 5 INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap terbuka)
2 Eksplorasi permasalahan pasien CONTENT
3 Cek kelengkapan peralatan dan bahan
4 Cuci tangan, menggunakan handschoen
5 Membuat preparat hapusan
6 Pewarnaan Gram : langkah 1
7 Pewarnaan Gram : langkah 2
8 Pewarnaan Gram : langkah 3
9 Pewarnaan Gram : langkah 4
10 Mengeringkan preparat
11 Periksa di bawah mikroskop Membersihkan peralatan, cuci tangan PROFESSIONALISM
12 melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal TOTAL
LAPORAN PRAKTIKUM
Hasil praktikum
1.
Bakteri __________________ Bentuk sel _______________ Susunan sel ______________ Reaksi Gram _____________
2.
Bakteri __________________ Bentuk sel _______________ Susunan sel ______________ Reaksi Gram _____________