EVALUASI PERKEMBANGAN DAN CAPAIAN PELAKSANAAN LP2B

BAB 6 EVALUASI PERKEMBANGAN DAN CAPAIAN PELAKSANAAN LP2B

Regulasi terkait dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan telah diundangkan sejak tahun 2009. Akan tetapi sejauh ini belum ada evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan undang-undang tersebut. Yang dimaksud dengan evaluasi menyeluruh adalah penilaian terhadap semua aspek yang diamanatkan di dalam regulasi tersebut. Berdasarkan UU No.

41 Tahun 2009, ada 12 aspek penting di dalam penilaian atas pelaksanaan LP2B. Adapun hasil evaluasi atas pelaksanaan LP2B di 9 (sembilan) lokasi kajian adalah sebagai berikut:

6.1. Aspek Perencanaan dan Penetapan LP2B

Perencanaan LP2B. Di dalam Undang-undang No. 41 tahun 2009 ditegaskan bahwa di dalam perencanaan LP2B sebelum ditetapkan memiliki kekuatan hukum, terlebih dahulu harus direncanakan. Perencanaan tersebut diawali oleh penyusunan usulan perencanaan di tingkat pemerintah, selanjutnya usulan tersebut disebarluaskan kepada masyarakat untuk memperoleh tanggapan, khususnya masyarakat yang lahannya akan dijadikan sebagai LP2B. Jika proses tersebut berjalan dengan baik, maka usulan LP2B tersebut ditetapkan dan memiliki kekuatan hukum. Adapun hasil survey di beberapa wilayah atas aspek perencanaan dan penetapan LP2B adalah seperti pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Proses Perencanaan LP2B di Wilayah Studi

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 48

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 49

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 50

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Dari 9 kabupaten yang dikunjungi, hanya ada dua kabupaten yang memiliki tim LP2B. Tim ini bertugas menyusun Raperda LP2B di tahun 2015, yaitu Kabupaten Garut dan Maros.

2. Usulan rencana LP2B tidak dibahas secara khusus di dalam rapat pemerintah kabupaten, namun menjadi bagian dalam pembahasan RTRW

3. Seluruh pemerintah kabupaten yang menjadi wilayah kajian, tidak menyusun usulan LP2B secara spesifik. Beberapa hal yang menyebabkan tidak dibahasnya secara khusus adalah kurang koordinasi antar SKPD, kurangnya sosialisasi tentang LP2B di tingkat SKPD, dan tidak adanya anggaran khusus untuk LP2B.

4. Dari 9 kabupaten yang di survey, hanya ada 3 kabupaten yang telah mensosialisasikan LP2B di tingkat kelompok tani, yaitu Kabupaten Tabanan di tahun 2010, Kabupaten Garut di tahun 2014, dan Kabupaten Maros di tahun 2014. Sosialisasi LP2B di Kabupaten Tabanan, Bali bertepatan dengan ditetapkannya sistem subak sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO.

5. Disamping itu, ada satu kabupaten yang telah mengeluarkan Perda LP2B, yaitu Kabupaten Tabanan di tahun 2012, sedangkan Kabupaten Garut dan Maros sedang menyusun Raperda LP2B dengan dana dari APBD.

Penetapan Kawasan P2B dan LP2B. Sebagaimana dalam amanat UU No. 41 Tahun 2009, penetapan kawasan pertanian berkelanjutan harus ditetapkan di dalam RTRW kabupaten (UU No. 41/2009, pasal 18-19), sedangkan penetapan LP2B dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan ditetapkan dalam rencana rinci/detail tata ruang (RDTR) kabupaten (UU No. 41/2009, pasal 20-21). Adapun uraian dari penetapan Kawasan P2B, LP2B dan Cadangan P2B pada beberapa lokasi kajian seperti pada Tabel

Berdasarkan tabel tersebut dapat dapat diidentifikasi hal-hal sebagai berikut:

1. Seluruh kabupaten yang dikunjungi telah memiliki RTRW kabupaten, namun tidak ada satupun yang telah menyusun RDTR.

2. Dari RTRW yang telah disusun, yang menyebutkan KP2B di dalam RTRW-nya terdapat di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang (tetapi tidak menyebutkan luasannya), Kabupaten Garut dengan luasan 44.028 ha, dan Kabupaten Maros dengan luasan 20.222 ha.

3. Adapun kabupaten-kabupaten yang mencantumkan LP2B di dalam RTRW kabupaten adalah Kabupaten Aceh Tamiang dengan luasan 4.508,17 ha dan ditetapkan per kecamatan saja, Kabupaten Tabananan seluas 18.831 ha dan perkecamatan saja, Kabupaten Magelang seluas 42.070 ha namun tidak ditetapkan secara detail, Kabupaten Lombok Tengah tetapi tidak disebutkan luasannya, dan Kabupaten Garut juga tidak disebutkan luasannya

4. Sedangkan yang mencantumkan lahan cadangan P2B hanya ada satu kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang namun tidak disebutkan luasannya.

Adapun wilayah lainnya belum mencantumkan kawasan P2B ataupun LP2B di dalam RTRW-nya memiliki alasan sebagai berikut:

1. Belum jelasnya aturan detail dari pelaksanaan LP2B

2. Tidak adanya pedoman dalam penerapan LP2B

3. Tidak berani mencantumkan LP2B di dalam regulasi karena belum siap dengan mekanisme insentif dan disinsentif.

4. Undang-undang No. 41 Tahun 2009 masih rancu terutama dalam penetapan insentif atas lahan-lahan yang masuk kategori LP2B. Insentif yang diberikan kepada masyarakat yang terkena LP2B mirip dengan kegiatan reguler dari Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di kabupaten tersebut sehingga tidak ada bedanya antara masyarakat petani yang terkena LP2B dengan yang tidak terkena LP2B

Tabel 6.2. Penetapan Kawasan P2B dan LP2B di dalam RDTR

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 53

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 54

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 55

6.2. Aspek Pengembangan LP2B

Pengembangan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (kawasan P2B) dan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) difokuskan pada kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi. Program intensifikasi yang harus dikembangkan di dalam Kawasan P2B dan LP2B meliputi:

1. Peningkatan kesuburan tanah

2. Peningkatan kualitas bibit

3. Diversifikasi tanaman pangan

4. Pencegahan dan penanggulangan HPT

5. Pengembangan irigasi

6. Pemanfaatan teknologi pertanian

7. Pengembangan inovasi pertanian

8. Penyuluhan pertanian

9. Jaminan akses permodalan

Sedangkan Program Ekstensifikasi meliputi kegiatan:

1. Pencetakan LP2B

2. Penetapan lahan pertanian pangan menjadi LP2B

3. Pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi LP2B Hasil survey menunjukkan bahwa penilaian atas aspek pengembangan yang

menitikberatkan pada program intensifikasi dan ekstensifikasi pada kawasan P2B dan LP2B di wilayah-wilayah studi secara spesifik belum dilakukan. Namun, program intensifikasi seperti yang disebutkan diatas merupakan kegiatan reguler dari Pemerintah Pusat/Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di daerah, baik yang daerah yang telah menetapkan LP2B di dalam peraturan daerah maupun yang belum menetapkannya. Dengan kata lain, program intensifikasi menjadi bagian rutinitas dari program daerah. Sedangkan program ekstensifikasi yang terkait dengan program kawasan P2B dan LP2B belum dilakukan. Walaupun ada program cetak sawah, namun bukan merupakan bagian dari kegiatan pertanian pangan berkelanjutan. Adapun rincian hasil survey dari lokasi yang menjadi wilayah kajian adalah seperti pada tabel berikut.

Tabel 6.3. Penilaian Aspek Pengembangan Kawasan P2B dan LP2B

Program Intensifikasi

Program Ekstensifikasi n n

B pert P

la

No Kabupaten

a pert

es

ha fung n

n a emba

emba a nia

uluh

a a n a liha a

ersifika

pert B

ening na

min a encet

enet ng

P pena

P pert

P pert

P pa

P no L

Aceh Tamiang, Program intensifikasi sebagai Provinsi

program rutin dan bukan dalam 1. Nanggroe Aceh

konteks Pengan Pertanian Darussalam

Berkelanjutan OKU Timur,

Program intensifikasi sebagai program rutin dan bukan dalam

2. Provinsi

konteks Pengan Pertanian Sumatera Selatan Berkelanjutan

Lamongan, Program intensifikasi sebagai 3. Provinsi Jawa

program rutin dan bukan dalam Timur

konteks Pengan Pertanian Berkelanjutan

Program intensifikasi sebagai 4. Tabanan,

program rutin dan bukan dalam Provinsi Bali

konteks Pengan Pertanian Berkelanjutan Program intensifikasi sebagai

5. Sleman, Provinsi Yogyakarta

program rutin dan bukan dalam konteks Pengan Pertanian

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 57

Program Intensifikasi

Program Ekstensifikasi n n

fung n n n si ta

emba nia

a uluh a

a emba

a n a liha a

ersifika

a a pert B

P ening na ta

P ening

P pena

P eng

P ema pert

P eng pert

enet ng

Berkelanjutan Magelang,

Program tersebut merupakan program 6. Provinsi Jawa

rutin, dan belum diterapkan secara Tengah

spesifik untuk LP2B Lombok Tengah,

Program tersebut merupakan program 7. Provinsi Nusa

rutin, dan belum diterapkan secara Tenggara Barat

spesifik untuk LP2B

Maros, Provinsi Tidak ada program pengembangan 8. Sulawesi Selatan

yang dikhususkan untuk LP2B Garut, Provinsi

Program tersebut merupakan program

rutin, dan belum diterapkan secara Jawa Barat spesifik untuk LP2B

9. x

Keterangan: x = tidak ada kegiatan khusus untuk Kawasan P2B dan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 58

6.3. Aspek Penelitian LP2B

Penelitian merupakan salah satu aspek yang ditetapkan di dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2009. Penelitian menjadi salah satu dukungan bagi pangan pertanian berkelanjutan. Beberapa kriteria penilaian dari aspek penilitian adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan penganekaragaman pangan

2. Identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan

3. Pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan

4. Inovasi pertanian

5. Fungsi agroklimatologi dan hidrologi

6. Fungsi ekosistem

7. Sosial budaya dan kearifan lokal

Kriteria penilaian tersebut nantinya akan dijadikan sebagai sumber informasi bagi penetapan lahan-lahan mana yang akan dijadikan kawasan P2B, LP2B, dan Cadangan P2B. Selain penetapan lahan, penelitian tersebut dapat juga merekomendasikan pemilik lahan yang mana lahannya akan dijadikan sebagai LP2B. Adapun Aspek Penelitian P2B yang dilakukan oleh wilayah-wilayah studi seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6.4. Penilaian Aspek Penelitian P2B

Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya beberapa wilayah saja yang melakukan penelitian P2B dalam rangka mendukung kegiatan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Wilayah- wilayah yang melakukan penelitian LP2B adalah Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Garut dengan dana yang disediakan berasal dari APBD. Akan tetapi, wilayah yang melakukan penelitian LP2B Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya beberapa wilayah saja yang melakukan penelitian P2B dalam rangka mendukung kegiatan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Wilayah- wilayah yang melakukan penelitian LP2B adalah Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Garut dengan dana yang disediakan berasal dari APBD. Akan tetapi, wilayah yang melakukan penelitian LP2B

6.4. Aspek Pemanfaatan LP2B

Pemerintah memberikan harapan besar atas ditetapkan UU No. 41 Tahun 2009, yaitu menjaga kelestarian lahan-lahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, lahan- lahan pangan pertanian tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa beralih fungsi menjadi lahan non pangan.

Pada aspek pemanfaatan ini dititikberatkan pada jaminan konservasi tanah dan air. Ada dua pelaku yang dinilai pada aspek ini, yaitu pemerintah dan pemilik lahan. Pemerintah berkewajiban untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta mengendalikan pencemaran. Sedangkan pemilik lahan harus memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, mencegah kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Adapun hasil evaluasi atas aspek pemanfaatan untuk kegiatan LP2B dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6.5. Penilaian Aspek Pemanfaatan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 62

Atas dasar Tabel 6.5 bahwa kewajiban pemerintah dalam hal melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta mengendalikan pencemaran secara langsung ataupun tidak langsung telah menjadi bagian rutin Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya dibidang pengairan. Bidang pengairan mempunyai kewajiban untuk menjaga hal tersebut diatas dengan mengelola bendungan dan irigasi teknis yang menjadi tugas dari pemerintah pusat. Sedangkan pemilik lahan pertanian, sebelum ataupun sesudah adanya UU No. 41 Tahun 2009, para pemilik lahan pada umumnya, yaitu:

1. Memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, baik untuk lahan padi ataupun tanaman pangan lainnya. Namun, pada kondisi tertentu di mana pemilik lahan tidak memiliki modal untuk usaha ataupun hal lainnya, ataupun hak bagi waris bagi keluarganya, maka kondisi pemanfaatan lahan tidak dapat dipertahankan karena setelah beralih kepemilikan akan sangat ditentukan oleh pemilik lahan baru.

2. Petani ataupun kelompok tani memiliki tanggung jawab yang besar dalam memelihara irigasi karena irigasi merupakan bagian penting di dalam sistem pertanian. Berdasarkan hasil survey disebutkan bahwa para petani membentuk kelompok tani untuk pengaturan air, seperti di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dan Kabupaten Tabanan Bali. Bahkan, di Bali dikenal dengan sebutan Subak yaitu kelompok pengatur air.

3. Secara otomatis karena penghidupan petani berasal dari lahan, maka para petani akan menjaga kesuburan tanahnya dan mencegah kerusakan lahan, baik dengan pemupukan, pengapuran ataupun kegiatan lainnya dalam menjaga kesuburan dan menjaga kerusakan tanah

4. Menjaga kelestarian lingkungan menjadi salah satu kriteria kewajiban dari pemilik lahan. Menjaga kelestarian lingkungan ini sangat sulit dikontrol karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Fokus dari kelestarian lingkungan ini adalah konservasi sumber daya lahan dan air. Khusus untuk menjaga sumber daya air, sangat sulit dikontrol terutama mencegah penebangan hutan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Atau mungkin juga banyak petani yang mencari kayu bakar di hutan tanpa mengindahkan kondisi kedepan, sehingga banyak sungai-sungai dan sumber mata air menjadi berkurang akibat gundulnya hutan akibat penebangan tersebut.

6.5. Aspek Pembinaan LP2B

Sebagian besar petani akan mempertahankan lahan mereka untuk kegiatan pertanian, khususnya bagi petani yang mata pencaharian pokoknya adalah pertanian. Upaya pembinaan atas petani telah banyak dilakukan dan menjadi tugas rutin dari Dinas Pertanian/Tanaman Pangan di daerah. Khusus untuk kegiatan LP2B, pemerintah memberikan porsi yang berbeda bagi pembinaan para petani yang masuk dalam LP2B. Pembinaan yang dimaksud disini lebih pada upaya pengembangan LP2B. Hasil evaluasi atas aspek pembinaan LP2B di daerah menunjukkan sebagai berikut, seperti pada Tabel

Berdasarkan tabel tersebut sangat jelas memperlihatkan bahwa pemerintah daerah belum pernah melakukan sosialisasi atas LP2B. Koordinasi perlindungan P2B pun jarang dilakukan. Koordinasi terkait LP2B cenderung dibicarakan di tingkat Badan Koordinasi Tata Ruang (BKTR) dalam rangka penetapan ruang pertanian.

Tabel 6.6. Penilaian Aspek Pembinaan LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 64

6.6. Aspek Pengendalian LP2B

Dalam rangka pengendalian LP2B, pemerintah memberikan poin khusus didalam aspek pengendalian. Aspek pengendalian dibagi atas 3 hal, yaitu insentif, disinsentif, dan alih fungsi. Insentif yang diberikan pemerintah kepada para petani yang lahannya masuk kategori LP2B, yaitu perbaikan infrastruktur pertanian, pembiayaan penelitian benih dan varietas unggul, kemudahan akses informasi dan teknologi, penyediaan prasarana dan sarana produksi, bantuan penerbitan sertifikat tanah, penghargaan bagi petani berprestasi, dan keringanan pajak bumi dan bangunan. Adapun disinsentif diberikan jika petani melanggar aturan LP2B, dan alih fungsi LP2B. Hasil evaluasi atas aspek ini adalah seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.7. Aspek Pengendalian LP2B

b a Alih No

Disintensif b it B a LP2B fr

i m Peta

g a p rieta a i

K d a Peny p er

Ba ta a Peng

er

Peng

Aceh Tamiang, 1. Provinsi Nanggroe

xx Aceh Darussalam 2. OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan

x √ Lamongan, Provinsi

3. Jawa Timur

xx Tabanan, Provinsi

4. Bali

xx 5. Sleman, Provinsi Yogyakarta

xx 6. Magelang, Provinsi Jawa Tengah

xx Lombok Tengah,

7. Provinsi Nusa

xx Tenggara Barat 8. Garut, Provinsi Jawa Barat

xx 9. Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

xx

Tabel di atas menunjukan bahwa pemerintah daerah tidak melakukan pengendalian LP2B karena masih sebatas pada penetapan LP2B dalam RTRW kabupaten. Dengan demikian, penerapan atas insentif, disinsentif, serta alih fungsi lahan P2B tidak dilaksanakan. Beberapa faktor belum diterapkannya aspek pengendalian ini antara lain:

1. Pemerintah daerah masih belum memahami insenstif yang akan diberikan kepada petani.

2. Jenis insentif yang diberikan sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2009 tidak menarik petani

3. Pemerintah daerah belum mampu menyediakan dana jika harus memberikan insentif kepada petani LP2B

Hasil survey juga menunjukkan bahwa Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur telah menetapkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2009 tentang Alih Fungsi Lahan Sawah ke Non Pertanian. Berdasarkan Perda tersebut disebutkan bahwa alih fungsi lahan sawah irigasi dan non irigasi dapat dilakukan, namun harus mendapatkan izin dari Bupati. Apabila izin tersebut telah diterbitkan, maka pada proses alih fungsi tersebut dikenakan biaya retribusi. Alih fungsi lahan sawah dapat diberikan untuk usaha jasa, industri/pabrik, rumah walet, dan perdagangan dengan biaya retribusi ditetapkan sebesar Rp 10 juta, sedangkan untuk permukiman dan fasilitas umum ditetapkan sebesar Rp 7,5 juta. Adapun untuk alih fungsi lahan non irigasi untuk kepentingan usaha jasa, industri/pabrik, rumah walet, dan perdagangan ditetapkan retribusi sebesar Rp 7,5 juta, dan untuk permukiman dan fasilitas umum ditetapkan sebesar Rp 5 juta. Perda alih fungsi ini berarti tidak sejalan dengan UU No. 41 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa tidak boleh alih fungsi lahan bagi LP2B. Oleh sebab itu, perlu menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah setempat untuk merevisi Perda tersebut.

Khusus untuk Kabupaten Sleman, pemerintah daerah telah mengeluarkan Perda No. 11 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Berdasarkan Pasal 8 ditetapkan bahwa:

1. Tarif pajak untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan sebesar 0,01% dari nilai NJOP

2. Tarif pajak untuk lahan pertanian non berkelanjutan adalah: a) luas lahan sampai 1000 m2 ditetapkan sebesar 0,01% dari nilai NJOP; b) 1000 m2 sampai 5000 m2 ditetapkan sebesar 0,02% dari nilai NJOP; dan c) di atas 5000m2 ditetapkan sebesar 0,03% dari nilai NJOP.

Perda ini merupakan salah satu insentif yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Sleman jika LP2B telah ditetapkan di dalam peraturan daerah. Namun, sampai saat ini Perda tentang LP2B belum dikeluarkan.

6.7. Aspek Pengawasan LP2B

Pengawasan merupakan salah satu aspek dari manajemen. Pengawasan dilakukan untuk mengevaluasi atas apa yang sedang atau telah dilaksanakan agar program/kegiatan yang sedang atau telah dilaksanakan dapat diperbaiki dengan segera. Berkaitan dengan Aspek Pengawasan LP2B, pengawasan dalam hal ini dititikberatkan pada pelaksanaan LP2B di daerah. Namun dari hasil survey menunjukkan bahwa kegiatan ini belum dilaksanakan mengingat banyak daerah yang belum menerapkan LP2B di dalam peraturan daerah.

Otomatis, pelaksanaan kegiatan pelaporan, pemantauan dan evaluasi LP2B belum dijalankan (lihat tabel di bawah).

Tabel 6.8. Penilaian Aspek Pengawasan LP2B

Aspek Pengawasan No

pelaporan LP2B

LP2B

Evaluasi LP2B

Aceh Tamiang, Provinsi

x Nanggroe Aceh Darussalam

1. x

OKU Timur, Provinsi Sumatera 2. Selatan

x Lamongan, Provinsi Jawa

x Timur

3. x

4. Tabanan, Provinsi Bali

x 5. Sleman, Provinsi Yogyakarta

x 6. Magelang, Provinsi Jawa

x Tengah

Lombok Tengah, Provinsi Nusa

x Tenggara Barat

7. x

8. Garut, Provinsi Jawa Barat

x Maros, Provinsi Sulawesi

9. Selatan

6.8. Aspek Sistem Informasi LP2B

Sistem informasi merupakan salah satu paket di dalam UU No. 41 Tahun 2009 yang ditujukan untuk memberikan gambaran yang seluas-luasnya terkait dengan LP2B. Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa di dalam sistem informasi harus meliputi informasi terkait dengan kawasan P2B, LP2B, Cadangan P2B, tanah terlantar dan subjeknya, fisik alamiah, fisik buatan, kondisi SDM dan sosial ekonomi, status kepemilikan dan penguasaan lahan, lahan dan lokasi lahan, serta jenis komoditasnya. Hasil survey di beberapa daerah seperti diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.9. Penilaian Aspek Sistem Informasi LP2B

Hasil wawancara dengan pihak Bappeda ataupun Dinas Pertanian/Tanaman Pangan menyebutkan bahwa pada umumnya mereka belum mengetahui harus dibentuknya sistem informasi LP2B. Kalaupun harus ada sistem informasi LP2B, disarankan agar sistem informasi tersebut ditempatkan di Bappeda supaya tidak terjadi tumpang tindih. Bahkan sebaiknya digabung dalam BKPRD yang ada di Bappeda karena wadah tersebut merupakan badan koordinasi untuk penanganan tata ruang wilayah.

6.9. Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Aspek berikutnya yang menjadi penilaian evaluasi perkembangan pelaksanaan LP2B di daerah adalah aspek perlindungan dan pemberdayaan petani. Dalam aspek ini, pemerintah berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pemberdayaan kepada petani yang lahannya masuk kategori LP2B. Adapun hasil evaluasi terhadap beberapa wilayah yang menjadi sampel kajian evaluasi ini adalah seperti pada Tabel 6.10 di bawah.

Apabila aspek perlindungan dan pemberdayaan petani dikaitkan dengan LP2B, maka kegiatan perlindungan tersebut semuanya tidak dilakukan karena belum jelasnya para petani yang terkena LP2B. Akan tetapi, jika kegiatan perlindungan dan pemberdayaan petani dalam konteks di luar LP2B, maka pemerintah telah melakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan melalui berbagai program dan kegiatan. Beberapa hal perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan pemerintah di luar konteks LP2B adalah sebagai berikut:

1. Jaminan harga komoditas pangan pokok. Walaupun tidak seluruh harga komoditas mendapat jaminan dari pemerintah, namun untuk penentuan harga dasar gabah, pemerintah ikut campur tangan karena beras merupakan komoditas yang sangat strategis yang memiliki nilai politis yang tinggi

2. Jaminan memperoleh sarana dan prasarana produksi. Sejak jaman orde baru sampai saat ini, pemerintah terus berupaya agar para petani mendapatkan prasarana dan sarana produksi pertanian, seperti irigasi dan bantuan alat dan mesin pertanian.

3. Jaminan pemasaran hasil pertanian pangan pokok. Pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) memberikan jaminan pemasaran padi dengan harga dasar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

4. Jaminan penguatan hasil pertanian pangan dalam negeri. Salah satu program penguatan yang dilakukan pemerintah untuk pertanian tanaman padi adalah bantuan alat perontok padi agar jumlah gabah yang hilang dapat diminimalisir.

5. Jaminan ganti rugi akibat gagal panen. Pemerintah telah melaksanakan ganti rugi kepada petani yang gagal panen akibat serangan hama ataupun bencana alam melalui pemberian bantuan puso atau sekarang ini diinisiasi melalui program asuransi pertanian.

6. Jaminan perlindungan sosial yang menjadi bagian dari sistem jaminan sosial. Dalam konteks jaminan sosial, kebanyakan petani belum mampu mengakses sistem jaminan sosial yang diluncurkan pemerintah karena kurangnya informasi kepada petani.

Tabel 6.10. Penilaian Aspek Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 70

6.10. Aspek Pemanfaatan LP2B

Pemerintah memberikan harapan besar atas ditetapkan UU No. 41 Tahun 2009, yaitu menjaga kelestarian lahan-lahan pangan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, lahan- lahan pangan pertanian tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa beralih fungsi menjadi lahan non pangan.

Pada aspek pemanfaatan ini dititikberatkan pada jaminan konservasi tanah dan air. Ada dua pelaku yang dinilai pada aspek ini, yaitu pemerintah dan pemilik lahan. Pemerintah berkewajiban untuk melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air, serta mengendalikan pencemaran. Sedangkan pemilik lahan harus memanfaatkan lahan sesuai peruntukannya, mencegah kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Adapun hasil evaluasi atas aspek pemanfaatan untuk kegiatan LP2B dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6.11. Penilaian Aspek Pembiayaan LP2B

6.11. Aspek Peranserta Masyarakat pada LP2B

Pelibatan masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan merupakan salah satu ciri dari penerapan good governance. Partisipasi masyarakat di dalam pembangunan sangat perlu dilakukan mengingat yang menjadi objek pembangunan adalah masyarakat itu sendiri. Hal ini serupa juga dilakukan pada kegiatan LP2B ini, dimana di dalam UU No. 41 Tahun 2009 diamanatkan untuk melibatkan masyarakat di dalam LP2B. Hasil evaluasi atas aspek peran serta masyarakat dalam LP2B dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa seluruh kabupaten belum melibatkan masyarakat di dalam kegiatan LP2B. Bahkan, saat wawacara langsung dengan kelompok tani (yang umumnya diwakili oleh pengurus kelompok) disebutkan bahwa mereka belum mengetahui tentang kegiatan LP2B. Dengan demikian, aspek peran serta masyarakat ini pada LP2B belum maksimal dilaksanakan.

Tabel 6.12. Penilaian Aspek Peran Serta Masyarakat pada LP2B

Aspek Peran Serta Masyarakat

enelit pet

er

P eng embia

eng

P emberda P

1. Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh

xxxx Darussalam

2. OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan

xxxx 3. Lamongan, Provinsi Jawa Timur

xxxx 4. Tabanan, Provinsi Bali

xxxx 5. Sleman, Provinsi Yogyakarta

xxxx 6. Magelang, Provinsi Jawa Tengah

xxxx 7. Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat

xxxx 8. Garut, Provinsi Jawa Barat

xxxx 9. Maros, Provinsi Sulawesi Selatan

xxxx

6.12. Aspek Sanksi

Didalam UU No. 41 Tahun 2009 dirumuskan juga pasal-pasal yang berkenaan dengan sanksi. Yang dimaksud dalam sanksi disini adalah sanksi administrasi. Sanksi menjadi salah satu aspek di dalam kegiatan LP2B. Sanksi diberikan kepada orang yang melanggar ketentuan LP2B, baik itu petani LP2B ataupun pejabat pemerintah. Sanksi yang paling ringan diberikan adalah sanksi administrasi. Sanksi yang lebih berat adalah sanksi jika permasalahan LP2B telah masuk dalam ranah pidana. Didalam UU No. 41 Tahun 2009 dijelaskan dengan rinci yang dimulai dari pasal 72-74 bahwa pidana penjara dan denda. Pidana penjara dan denda minimal yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut adalah Didalam UU No. 41 Tahun 2009 dirumuskan juga pasal-pasal yang berkenaan dengan sanksi. Yang dimaksud dalam sanksi disini adalah sanksi administrasi. Sanksi menjadi salah satu aspek di dalam kegiatan LP2B. Sanksi diberikan kepada orang yang melanggar ketentuan LP2B, baik itu petani LP2B ataupun pejabat pemerintah. Sanksi yang paling ringan diberikan adalah sanksi administrasi. Sanksi yang lebih berat adalah sanksi jika permasalahan LP2B telah masuk dalam ranah pidana. Didalam UU No. 41 Tahun 2009 dijelaskan dengan rinci yang dimulai dari pasal 72-74 bahwa pidana penjara dan denda. Pidana penjara dan denda minimal yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut adalah

Tabel 6.13. Penilaian Aspek Sanksi LP2B

6.13. Rekapitulasi Evaluasi Penilaian Seluruh Aspek LP2B

Hasil evaluasi atas keseluruhan aspek LP2B yang diamanatkan didalam UU No.41 Tahun 2009 terhadap kabupaten yang menjadi target lokasi kajian adalah seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.14. Rekapitulasi Evaluasi Seluruh Aspek LP2B terhadap Lokasi Kajian

No Aspek LP2B Pelakasanaan

1. Perencanaan dan Penetapan Tidak direncanakan secara matang, penetapan LP2B sebagian besar di RTRW bukan di RDTR

2. Pengembangan Sebagian besar merupakan program rutin bukan LP2B

3. Penelitian 5 kabupaten telah melaksanakan, 1 kabupaten akan dilaksanakan, dan 3 kabupaten belum melaksanakan peneltian

4. Pemanfaatan Bagian dari rutinitas bukan LP2B 5. Pembinaan

Bagian dari rutinitas bukan LP2B 6. Pengendalian

Insentif belum dikaitkan dengan program LP2B 7. Pengawasan

Belum ada sistem pelaporan LP2B 8. Sistem Informasi

Belum ada sistem informasi LP2B 9. Perlindungan dan Pemberdayaan

Cenderung program rutin bukan LP2B Petani 10. Pembiayaan

Pembiayaan Penelitian LP2B oleh 3 kabupaten, sumber APBD

11. Peranserta Masyarakat

Belum terlibat

12. Sansi Administrasi

Belum ada sanksi

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan LP2B dapat dikatakan belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan berbagai kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan amanat undang –undang tersebut. Berdasarkan seluruh aspek yang dikaji, hanya ada dua aspek yang baru dilakukan, yaitu meregulasi LP2B di dalam RTRW kabupaten, dan melakukan penelitian.

Catatan atas penempatan LP2B di dalam RTRW kabupaten, saat ini masih pada tingkatan luasannya saja (numerik). Detail dari luasan tersebut yang berupa data spasial belum terakomodasi sehingga hal ini bisa membawa permasalahan berikutnya, yaitu jika aturan tersebut diterapkan. Perbedaan data luasan lahan sawah antara citra satelit yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian PU, BPS, dan Bappeda kabupaten/kota menjadi salah satu kendala tersendiri atas penetapan luasan lahan tersebut. Oleh karena itu, hal yang penting dilakukan adalah melakukan internalisasi baik di tingkat pusat ataupun daerah atas data luasan tersebut sehingga diperoleh luasan lahan sawah yang sama untuk seluruh instansi. Program pendataan petani by name by address menjadi salah satu solusi untuk mengidentifikasi dan memetakan luasan lahan pertanian dari masing- masing petani ditingkat daerah. Dengan adanya data tersebut, pemerintah dapat merencanakan program dengan target yang jelas karena informasi atas by name by address telah menggambarkan kondisi yang terjadi dengan luasan lahan pertanian di Indonesia.

Selanjutnya adalah ada beberapa daerah yang telah melakukan penelitian atas LP2B dengan dana yang dianggarkan dari APBD. Hal ini telah menjadi salah satu bukti nyata atas dukungan daerah dalam pelaksanaan LP2B. Akan tetapi, hasil penelitian ini belum dapat diterapkan karena mengingat aspek lain yang belum dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, misalnya insentif, disinsentif, dan sebagainya karena ketidakjelasan pedoman ataupun petunjuk pelaksanaan.

6.14. Pendapat Petani terhadap LP2B

Untuk memperoleh informasi yang seimbang tentang program LP2B, dilakukan wawancara dengan para petani yang menjadi target dari program LP2B. Wawancara dilakukan secara terbuka dan berdiskusi secara terfokus berkaitan dengan program tersebut. Wawancara langsung dilakukan melalui para pengurus kelompok tani di beberapa lokasi kajian guna memperoleh informasi sejauhmana program LP2B diinfomasikan ataupun dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani tentang program LP2B dan pendapat mereka tentang program tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6.15. Pendapat Petani Tentang LP2B

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 76

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 77

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 78

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 79

Kegiatan Evaluasi Implementasi Kebijakan LP2B____________ 80

Atas dasar tabel sebelumnya, maka pendapat petani atas program LP2B yang dicanangkan oleh pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi LP2B ke tingkat petani belum dilakukan mengingat belum jelasnya aturan ataupun pedoman atas pelaksanaan LP2B tersebut. Hanya Kabupaten Tabanan, Bali saja yang telah mensosialisasikan kegiatan LP2B karena hal ini sejalan dengan program UNESCO yang menempatkan wilayah Kabupaten Tabanan sebagai Warisan Budaya Dunia dengan sistem Subaknya

2. Oleh karena tidak adanya sosialisasi LP2B ke masyarakat, secara otomatis usulan rencana LP2B dari masyarakat petani menjadi belum dilakukan, kecuali di Kabupaten Tabanan. Beberapa kelompok Subak bersepakat untuk menetapkan Kecamatan Penebal menjadi wilayah LP2B dan telah ditetapkan oleh aturan Bupati Kabupaten Tabanan.

3. Secara keseluruhan, para petani yang dikunjungi setuju dengan adanya program dari pemerintah, LP2B. Mereka akan mendukung program tersebut sejauh program tersebut bermanfaat bagi petani.

4. Akan tetapi setelah diberikan penjelasan singkat tentang LP2B, terdapat persepsi yang lain terkait pelaksanaan tersebut, seperti:

a. Jika lahan pertanian petani ditetapkan sebagai LP2B, keseluruhan kelompok masih ragu atas keputusan tersebut karena mengingat konsekuensi logis yang harus diterima petani atas program LP2B dimana lahan tidak dapat dialihfungsikan dan alih komoditaskan. Apabila petani melakukan hal tersebut, harus mengganti atas alih fungsi dan komoditas tersebut ke pertanian awal.

b. Secara keseluruhan, para petani setuju dengan adanya insentif yang diberikan karena dapat membantu petani untuk meningkatkan produktivitas. Akan tetapi, mereka tidak setuju adanya disinsentif dan alih fungsi lahan karena tidak sesuai dengan program pemerintah yang harus mendukung masyarakat kecil, dalam hal ini petani.

c. Para petani tidak setuju dengan tidak bolehnya alih fungsi lahan karena aset yang dimiliki petani hanya sawah, maka jika terjadi hal-hal diluar dugaan, maka aset tersebut akan dijual atau dilepas atau akan menjadi rumah untuk anak-anak.

d. Petani tidak setuju dengan adanya sanksi yang diterapkan jika petani ikut dalam program LP2B namun tidak memenuhi syarat dan ketentuan program tersebut.