INTERPRETASI EKONOMI

C. INTERPRETASI EKONOMI

Analisis ekonometrika menunjukkan bahwa kebijakan subsidi pertanian, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh positif terhadap ketersediaan energi di tingkat nasional dan secara statistik pengaruh tersebut sangat signifikan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ilham, Siregar, dan Priyarsono (2006) yang mengandung arti, bahwa dana yang dikeluarkan pemerintah selama ini untuk membiayai pengadaan pangan melalui subsidi pertanian berpengaruh terhadap ketersediaan energi yang bersumber dari beras, jagung, kedelai, gula, ubi kayu, ubi jalar, telur dan daging ayam ras dan ayam buras.

Kebijakan subsidi ini juga masih terfokus pada penyediaan pangan energi dan bias terhadap penyediaan protein, sehingga model ketersediaan protein menunjukkan hubungan yang signifikan dan negatif terhadap subsidi pertanian baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Kebijakan subsidi pertanian selama ini mampu menyediakan kalori dan protein, akan tetapi ketersediaan tersebut belum diiringi dengan kualitas yang memadai, karena sebagian besar dipenuhi oleh sumber nabati. Pada kasus Indonesia sebagai negara berkembang, peningkatan produksi lebih difokuskan dibandingkan kualitas, karena bahan utama pangan masih terjadi pada beras, jadi dianggap wajar jika terjadi bias ketersediaan protein.

Kebijakan subsidi pertanian dalam jangka panjang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi energi dan konsumsi protein. Hubungan subsidi pertanian dengan konsumsi energi memiliki hubungan yang signifikan positif, namun signifikan negatif pada model konsumsi protein dalam jangka pendek, ini membuktikan bahwa ketersediaan pangan di

tingkat nasional tidak menjamin akses pangan yang memadai di tingkat rumah tangga penduduk. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lantarsih dkk. (2011) yang menyatakan ketahanan pangan wilayah menjadi prasyarat terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga, namun demikian ketahanan wilayah belum menjamin terciptanya ketahanan pangan rumah tangga. Kontribusi konsumsi energi yang bersumber dari beras terhadap konsumsi energi total adalah rata-rata 44,30 persen di Jawa Timur dan 60,33 persen di Sulawesi Selatan. Beras masih menjadi bahan pangan sumber energi yang utama di Indonesia, sehingga upaya untuk mendistribusikan beras guna mewujudkan ketahanan pangan nasional perlu mendapat perhatian serius.

Nilai keseluruhan semua model, jika dilihat dari nilai elastisitasnya yang sangat kecil, ketahanan pangan tersebut belum respon terhadap perubahan kenaikan biaya untuk melakukan kebijakan subsidi pertanian tersebut, dapat dikatakan bahwa kebijakan subsidi pertanian belum efektif pengaruhnya terhadap ketahanan pangan. Alternatif yang sejalan dengan hal tersebut dikemukakan oleh Mantau dan Bachtiar (2010) bahwa kebijakan harga pangan nonberas perlu dirancang dan diimplementasikan secara komprehensif, dengan menjamin ketersediaan pangan bagi penduduk miskin, dan implementasi perlindungan harga (HPP), mengurangi kesenjangan antara pusat dan daerah dengan menghilangkan kesan sentralistik dan top down. Hal ini sesuai dengan kenyataan yang ada bahwa kebijakan harga yang ada terfokus hanya pada sumber nabati terutama beras.

Ilham, Siregar dan Priyarsono (2006) dalam penelitiannya yang membuktikan bahwa ketersediaan pangan di tingkat nasional terbukti tidak menjamin akses pangan di tingkat rumah tangga, untuk mengefektifkan kebijakan harga pangan, perlu didukung oleh kebijakan lain, terutama kebijakan penyediaan infrastruktur, peningkatan pendapatan masyarakat, dan membenahi kebocoran-kebocoran dana yang berkaitan dengan program pangan. Pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dapat mendukung kualitas ketahanan pangan. Pertumbuhan ekonomi tidak diikuti pemerataan cenderung meningkatkan inflasi dan menurunkan konsumsi energi sehingga menurunkan tingkat ketahanan pangan.

Kebijakan subsidi pertanian yang dilakukan selama ini, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang sangat memengaruhi ketahanan pangan, walaupun respon ketahanan pangan terhadap perubahan kebijakan subsidi pertanian lemah, sehingga dikatakan masih belum efektif. Kebijakan subsidi pertanian ini masih terfokus pada padi-padian dan bukti yang menunjukkan bahwa ketersediaan pangan di tingkat nasional tidak menjamin akses pangan yang cukup di tingkat rumah tangga. Hasil tersebut tidak hanya besarannya saja yang perlu dikaji, pengaruh yang signifikan mengindikasikan pentingnya kebijakan subsidi pertanian untuk mendukung ketahanan pangan.