Analisis pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan nasional

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH SUBSIDI PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: FADILAH NOOR F0108062 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

HALAMAN MOTTO

Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Q.S. Al-Mujadilah[58] : 11)

Take time to think, it is the source of power. Take time to read, it is the foundation of wisdom. Take time to quiet, it is the opportunity to seek God. Take time to dream, it is the future made off. Take time to pray, it is the greatest power on earth. (author unknown)

Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis.

(Aristoteles)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada : Mama dan Papa tercinta atas support dan do’a yang selalu mengiringi

langkahku, Kakak, dan Adik-adik serta seluruh keluarga besarku, Sahabat-sahabatku, Almamaterku Fakultas Ekonomi UNS, Keluarga Besar KEI FE UNS.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan, Nabi Besar Muhammad SAW berserta seluruh keluarga, sahabat, dan penerusnya hingga akhir zaman.

Skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Subsidi Pertanian Terhadap

Ketahanan Pangan Nasional” ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kebijakan harga pangan termasuk di dalamnya kebijakan subsidi pertanian merupakan salah satu dari representasi dari peran pertanian terhadap upaya peningkatan ketahanan pangan. Kebijakan input, melalui subsidi pupuk dan kebijakan output, melalui subsidi pangan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan mengendalikan harga pangan. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan nasional dengan Vector Error Correction Model (VECM) yang merupakan desain Vector Auto Regression (VAR) bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.

Karya ini diharapkan dapat memberikan sejumlah informasi bagi para pembaca pada umumnya dan memberikan gambaran kepada pemerintah sebagai instansi terkait di dalam merumuskan kebijakan yang lebih baik.

Persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan hingga selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil, oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Guntur Riyanto, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, serta motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulisan selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Supriyono, M.Si dan Ibu Izza Mafruhah, SE, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

4. Ibu Nurul Istiqomah, SE, M.Si selaku Pembimbing Akademik.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan studi yang telah diberikan.

6. Papa dan mama yang selalu support dan mendo‟akan kelancaran dan keberhasilan pencapaian skripsi ini.

7. Kaka, Uwi, Aldi, Aziz, Anggi, Kakung, Mbah Uti, Bude, Pakde, Om, Tante dan seluruh keluarga besar yang selalu menemani dan memotivasi serta

mendo‟akan.

8. Seluruh keluarga besar KEI FE UNS yang telah mengajari kebersamaan dan kenangan dalam ilmu, organisasi, serta persahabatan yang indah.

9. Sahabat-sahabatku di Fakultas Ekonomi, terimakasih atas persahabatan yang luar biasa.

10. Sahabat-sahabat di Bogor yang selalu ada, jarak itu hanya masalah waktu.

11. Semua pihak yang telah membantu, terimakasih. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Surakarta, Juli 2012

Fadilah Noor

c. Indikator Ketahanan Pangan ................................... ........

2. Kebijakan Pertanian dan Kebijakan Harga Pertanian ..... ........

a. Kebijakan Pertanian ................................................. ........

b. Kebijakan harga Pertanian ........................................ ........

a. Penggertian Subsidi .................................................. ........

b. Efek Subsidi Pemerintah .......................................... ........

4. Teori Produksi ................................................................. ........

5. Keterkaitan Subsidi Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan ...

B. PENELITIAN TERDAHULU ............................................. ........

C. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................ ........

D. HIPOTESIS .......................................................................... ........

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................

A. RUANG LINGKUP PENELITIAN ..............................................

B. JENIS DAN SUMBER DATA .....................................................

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL ....................................

D. METODE PENGUMPULAN DATA ...........................................

E. METODE ANALISIS DATA .......................................................

1. Metode Vector Error Correction Model (VECM) .................

a. Uji Stasioneritas dan Derajat Integrasi ............................

b. Penentuan Lag Optimal ...................................................

c. Uji Kointegrasi ................................................................

d. Vector Auto Regression (VAR) .......................................

e. Vector Error Correction Model (VECM) .......................

g. Impuls Response Function (IRF) ....................................

h. Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ....

2. Uji Asumsi Klasik ..................................................................

a. Uji Normalitas .................................................................

b. Uji Autokorelasi ..............................................................

c. Uji Heteroskedastisitas ....................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................

A. GAMBARAN UMUM KETAHANAN PANGAN NASIONAL 59

1. Keterkaitan Subsidi Pertanian dan Ketahanan Pangan ........

2. Keragaan Ketersediaan dan Konsumsi Energi dan Protein .

B. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN .................................

1. Deskripsi Variabel Penelitian ..............................................

2. Interpretasi Hasil Estimasi VAR/VECM .............................

a. Unit Root Test (Uji Akar Unit) .....................................

b. Uji Derajat Integrasi .....................................................

c. Penentuan Lag Optimal ................................................

d. Uji Kointegrasi..............................................................

e. Analisis Vector Error Correction Model (VECM) ......

f. Analisis Granger Causality Test (Uji Kausalitas Granger)81

g. Analisis Impuls Response Function (IRF) ....................

h. Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) .........................................................................

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ......................................................

95

b. Uji Autokorelasi............................................................

96

c. Uji Heteroskedastisitas .................................................

96

C. INTERPRETASI EKONOMI .......................................................

97 Pengaruh Subsidi Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan ............

97

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 100

A. KESIMPULAN ............................................................................. 100

B. SARAN ......................................................................................... 101 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas (in level) .....................................................

72

Tabel 4.2 Hasil Uji Stasioneritas (first difference) ..........................................

73

Tabel 4.3 Hasil Uji Penentuan Lag Optimum .................................................

74

Tabel 4.4 Hasil Uji Kointegrasi Johansen .......................................................

75

Tabel 4.5 Model VECM Ketahanan Pangan (KE) ..........................................

77

Tabel 4.6 Model VECM Ketahanan Pangan (KPR) .......................................

78

Tabel 4.7 Model VECM Ketahanan Pangan (CEK) .......................................

79

Tabel 4.8 Model VECM Ketahanan Pangan (CPRK) .....................................

80

Tabel 4.9 Hasil Uji Kausalitas Granger ...........................................................

82

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Sistem Ketahanan Pangan ............................................................. 17 Gambar 2.2 Pengaruh Konsumsi Bersubsidi ..................................................... 27 Gambar 2.3 Pengaruh Produksi Bersubsidi ....................................................... 27 Gambar 2.4 Kurva Hubungan Antara Input (Pupuk) dan Output Total ............ 30 Gambar 2.5 Pengaruh Subsidi Terhadap Kurva Penawaran dan Produksi ........ 31 Gambar 2.6 Dampak Peningkatan Pendapatan dan Penurunan Harga Pangan

Terhadap Kesejahteraan dan Konsumsi Pangan ............................ 33

Gambar 2.7 Skema Kerangka Pemikiran .......................................................... 42 Gambar 3.1 Uji Autokorelasi (Durbin-Watson) ................................................ 57 Gambar 4.1 Perkembangan Subsidi Pertanian Indonesia 1975-2010 ................ 64

DAFTAR DIAGRAM

halaman

Diagram 1.1 Laju Pertumbuhan Harga Dunia dan Harga Domestik Beberapa

Komoditi Pangan, Januari 2007-Oktober 2008 ............................. 5

Diagram 1.2 Alokasi Subsidi Pertanian (Pangan & Pupuk) Indonesia 2000-

2010 ............................................................................................ 8

Diagram 4.1 Rata-rata Proporsi Kalori yang Tersedia Per Kapita Per Hari

Menurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2010 ............... 67

Diagram 4.2 Rata-rata Proporsi Protein yang Tersedia Per Kapita Per Hari

Menurut Bahan Pangan di Indonesia Tahun 1975-2010 ............... 68

Diagram 4.3 Variance Decomposition Ketahanan Pangan (KE) ........................ 91 Diagram 4.4 Variance Decomposition Ketahanan Pangan (PR) ........................ 92 Diagram 4.5 Variance Decomposition Ketahanan Pangan (KE) ........................ 93 Diagram 4.6 Variance Decomposition Ketahanan Pangan (KE) ........................ 95

DAFTAR GRAFIK

halaman

Grafik 1.1 Stocks to Use Ratio for Total Grains in The World (1960-2009) .... 4 Grafik 4.1 Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1970-2010 ..................... 60 Grafik 4.2 Perkembangan Subsidi Pangan Indonesia Tahun 1975-2010 .......... 62 Grafik 4.3 Perkembangan Subsidi Pupuk Indonesia Tahun 1975-2010 ............ 63 Grafik 4.4 Perkembangan Ketersediaan Energi Pangan Indonesia Tahun

1975-2010 ........................................................................................ 66

Grafik 4.5 Perkembangan Ketersediaan Protein Pangan Indonesia Tahun

1975-2010 ........................................................................................ 67

Grafik 4.6 Perkembangan Konsumsi Energi Pangan Indonesia Tahun 1975-

Grafik 4.7 Perkembangan Konsumsi Protein Pangan Indonesia Tahun 1975-

Grafik 4.8 Analisis IRF Ketahanan Pangan (KE) ............................................. 84 Grafik 4.9 Analisis IRF Ketahanan Pangan (KPR) ........................................... 86 Grafik 4.10 Analisis IRF Ketahanan Pangan (CEK) .......................................... 88 Grafik 4.11 Analisis IRF Ketahanan Pangan (CPRK) ........................................ 89

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan sumber dasar kebutuhan manusia. Isu ketahanan pangan menjadi tema sentral yang saat ini menjadi ancaman bagi kelangsungan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun global. Harga pangan dunia yang melonjak diiringi peningkatan permintaan akan pangan merupakan isu permasalahan yang kritis. Permintaan pangan yang terus meningkat terjadi seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Indonesia dengan penduduk berjumlah sekitar 230 juta jiwa akan terus mengalami peningkatan penduduk yang positif yang artinya permintaan pangan akan semakin tinggi. Permintaan tersebut belum diimbangi dengan jumlah produksi atau porsi pangan yang tersedia, sehingga menimbulkan kesenjangan yang akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia.

Malthus dalam teorinya mengatakan bahwa pertumbuhan pangan berjalan layaknya deret hitung dan pertumbuhan penduduk layaknya deret ukur. Jumlah penduduk yang meningkat tidak sejalan dengan peningkatan akan produksi kebutuhan manusia dapat menimbulkan ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidakstabilan. Bahan pangan merupakan salah satu hal terpenting yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan tentu sulit berjalan dengan lancar apabila kualitas sumber daya tersebut kurang. Peneliti dan sebagian ilmuwan kurang setuju dan menolak tentang Malthus dalam teorinya mengatakan bahwa pertumbuhan pangan berjalan layaknya deret hitung dan pertumbuhan penduduk layaknya deret ukur. Jumlah penduduk yang meningkat tidak sejalan dengan peningkatan akan produksi kebutuhan manusia dapat menimbulkan ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidakstabilan. Bahan pangan merupakan salah satu hal terpenting yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan tentu sulit berjalan dengan lancar apabila kualitas sumber daya tersebut kurang. Peneliti dan sebagian ilmuwan kurang setuju dan menolak tentang

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang positif, sementara produksi pangan terus menurun tidak dapat dipastikan akan selalu dapat menghindari ancaman krisis pangan. Pertumbuhan penduduk semakin meningkat, semakin tinggi pula kebutuhan pangan, padahal pertumbuhan penduduk lebih cepat daripada pertumbuhan produksi pangan sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya kekurangan pangan. Dewan Ketahanan Pangan (2009) menyebutkan inti dari persoalan dalam mewujudkan ketahanan pangan di tingkat nasional beberapa tahun belakangan ini adalah pertumbuhan permintaan pangan yang melebihi pertumbuhan penyediaannya. Hanani (2008) mendukung dengan menyatakan bahwa laju peningkatan produksi pangan cenderung melandai dengan rata-rata pertumbuhan kurang dari 1%, sedangkan pertambahan penduduk sebesar 1,2 % setiap tahun.

Ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Konsep tersebut menunjukkan pentingnya peran pangan sehingga membutuhkan basis produksi yang tangguh untuk memenuhi kebutuhan dasar akan pangan.

Hanani (tanpa tahun) menyatakan ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu, ketersediaan, akses, penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan hal yang harus dipenuhi secara utuh untuk menciptakan ketahanan pangan yang baik. Ketahanan pangan dikatakan masih rapuh dan lemah apabila pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional tetapi akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata.

Masalah pangan tidak dapat dipisahkan dari masalah harga pangan sebagai salah satu aspek yang mencerminkan ketersediaan atau produksi pangan sekaligus permintaan atau konsumsi pangan. Harga adalah salah satu indikator yang memiliki peran dalam ketahanan pangan. Fluktuasi harga yang muncul disebabkan oleh perubahan penawaran dan permintaan pangan, serta pengaruh impor pangan yang harganya cenderung lebih murah dapat membuat produsen lokal goyah. Nicholson (2002) mengatakan perubahan penawaran pangan dengan nilai elastisitas penawaran dan permintaan yang inelastis akan menyebabkan besarnya fluktuasi harga. World Food Program (WFP) menyatakan bahwa akibat melejitnya harga pangan dunia, sekitar 100 juta orang di tiap benua terancam kelaparan (Tambunan, 2008).

Harga bahan pangan yang meningkat tidak hanya mengindikasikan ketergantungan terhadap beras yang semakin besar tetapi lebih lanjut juga mencerminkan kenaikan tingkat konsumsi pangan yang melebihi ketersediaannya. Rasio atau perbandingan cadangan pangan dunia terhadap penggunaan atau konsumsi pangan dunia semakin menurun dalam dua Harga bahan pangan yang meningkat tidak hanya mengindikasikan ketergantungan terhadap beras yang semakin besar tetapi lebih lanjut juga mencerminkan kenaikan tingkat konsumsi pangan yang melebihi ketersediaannya. Rasio atau perbandingan cadangan pangan dunia terhadap penggunaan atau konsumsi pangan dunia semakin menurun dalam dua

1.1. ( http://scribd.com/doc/61418172/Nuhfil )

Grafik 1.1

Stocks to Use Ratio for Total Grains in the World (1960-2009)

Rasio stok terhadap konsumsi pangan dunia mendekati 15% pada tahun 2008/2009 yang sebelumnya di atas 35% pada tahun 1986/1987. Cadangan pangan dunia semakin menurun pada periode tersebut atau dengan kata lain jumlah penduduk dunia yang dijamin pangannya semakin sedikit. Rasio yang menurun tersebut disebabkan tidak adanya kenaikan dalam produksi pangan sementara jumlah penduduk dunia selalu bertambah dari tahun ke tahun. ( http://scribd.com/doc/61418172/Nuhfil )

Laju pertumbuhan harga dunia dan harga domestik beberapa komoditi pangan ditunjukkan dalam Diagram 1.1. Harga beras, kedelai, jagung pipil, minyak goreng dan daging menunjukkan perkembangan yang positif, sedangkan gula menunjukkan perkembangan laju harga yang negatif.

Sumber : Susilowati & Rachman

Diagram 1.1

Laju Pertumbuhan Harga Dunia dan Harga Domestik Beberapa Komoditi Pangan, Januari 2007 – Oktober 2008

Krisis pangan juga melanda Indonesia, data dari Deptan menunjukkan bahwa selama periode 2005-2007, harga dari sejumlah komoditas pangan penting mengalami kenaikan lebih dari 50%. Harga pangan memang cenderung meningkat, tetapi sejumlah ahli mengatakan bahwa krisis pangan yang terjadi di dalam negeri bukan karena stok terbatas melainkan karena akses ke pangan yang terbatas. (Tambunan, 2008)

Persediaan pangan yang tidak stabil dan atau bergejolaknya harga pangan pokok (beras) di Indonesia telah terbukti dapat memicu munculnya ketidakstabilan sosial. Harga pangan yang meningkat berarti menurunnya tingkat konsumsi dari sisi kuantitas dan atau kualitas khususnya bagi kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah. Kuantitas dan kualitas konsumsi pangan penduduk dapat menurun sehingga dalam jangka pendek dapat menurunkan produktivitas kerja dan dalam jangka panjang dapat

Harga Dunia

Harga Domestik

a ju %/B

ula

Beras Kedelai Jagung Pipil Gula Minyak Goreng Daging

berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan masyarakat terutama bagi kelompok yang rawan gizi (anak balita dan ibu hamil/menyusui). Kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam jangka panjang akan menurun merupakan dampak lanjutan dari menurunnya status gizi/kesehatan kelompok rawan gizi tersebut (Syarief, 1997). (Saliem, 2002)

Ketersediaan pangan yang tinggi di pasar tidak menjamin tingginya derajat ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, terbukti dari pengalaman masa lalu sehingga terjadi fenomena hunger paradox (Simatupang, 1999). Daya beli yang menurun sehingga banyak rumah tangga tidak mampu membeli pangan dan mengalami “kelaparan”, pada kondisi demikian ketersediaan pangan yang berlimpah menjadi tidak banyak berarti. (Hardono, 2003)

Fenomena produksi, perdagangan dan konsumsi pangan menuntut peran pemerintah agar produsen dan konsumen domestik dapat dilindungi. Peran tersebut diharapkan mampu menstabilkan harga pangan yang dapat dilakukan melalui kebijakan harga pangan agar mengurangi ketidakpastian petani dan menjamin harga pangan lebih stabil bagi konsumen. (Ellis, 1992 dalam Ilham, 2006)

Kebijakan harga pangan dalam pelaksanaannya menghadapi dua masalah utama. Masalah eksternal adalah lingkungan strategis perdagangan internasional cenderung semakin meningkatnya derajat liberalisasi. Masalah internal adalah semakin terbatasnya anggaran pemerintah mendukung pembangunan. Dua masalah ini menyebabkan masih adanya inkonsistensi kebijakan. Kelompok yang menginginkan pemerintah tetap mendukung Kebijakan harga pangan dalam pelaksanaannya menghadapi dua masalah utama. Masalah eksternal adalah lingkungan strategis perdagangan internasional cenderung semakin meningkatnya derajat liberalisasi. Masalah internal adalah semakin terbatasnya anggaran pemerintah mendukung pembangunan. Dua masalah ini menyebabkan masih adanya inkonsistensi kebijakan. Kelompok yang menginginkan pemerintah tetap mendukung

Perdagangan internasional sangat penting bagi kelangsungan perekonomian negara, karena membawa dampak positif bagi pendapatan yang berasal dari ekspor contohnya. Produsen domestik akan berhasil memperoleh keuntungan yang banyak jika memiliki kekuatan untuk bersaing, lain halnya apabila tidak memiliki daya saing cukup untuk menghadapi produsen luar negeri, produsen domestik akan tumbang. Produk impor yang marak akibat arus globaliasasi tidak terbendung semakin lama akan membuat penurunan pendapatan bagi usaha produk domestik. Harga produk luar negeri yang murah, sementara produk domestik memiliki harga yang lebih rendah daripada produk impor tersebut membuat konsumen lebih memilih untuk membeli produk impor yang dirasa sesuai untuk kemampuan daya beli mereka, terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Pemerintah mengalami kesulitan untuk menstabilkan anggaran pembangunan. Dana yang terbatas untuk menunjang perkembangan usaha produk domestik menjadi hambatan yang cukup menantang untuk membuat suatu kemajuan yang berarti. Anggaran yang terbatas pun, tidak bisa dipungkiri, kadang salah sasaran.

Ellis dalam Ilham, Siregar, dan Priyarsono (2006) mengatakan kebijakan harga pangan yang merupakan upaya untuk menstabilkan harga pertanian, dapat dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta investasi langsung. Stabilisasi harga dapat juga dapat dilakukan secara tidak langsung melalui kebijakan Ellis dalam Ilham, Siregar, dan Priyarsono (2006) mengatakan kebijakan harga pangan yang merupakan upaya untuk menstabilkan harga pertanian, dapat dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta investasi langsung. Stabilisasi harga dapat juga dapat dilakukan secara tidak langsung melalui kebijakan

Kebijakan input/output pertanian seperti subsidi pupuk dan subsidi pangan merupakan kebijakan fiskal yang ditujukan pada petani dengan tujuan meningkatkan produksi pertanian dan untuk membantu penyediaan beras dengan harga terjangkau bagi keluarga miskin.

Alokasi subsidi pupuk yang sempat terhapus pada tahun 2000 mulai diberlakukan kembali pada tahun 2003 dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2010 (Diagram 1.2). Kebijakan tersebut bertujuan untuk membantu petani agar dapat membeli pupuk sesuai kebutuhannya dengan harga yang lebih murah, sehingga produktivitas dan pendapatan petani meningkat.

Sumber : Kementrian Keuangan, 2010 (berbagai sumber)

Diagram 1.2

Alokasi Subsidi Pertanian (Pangan dan Pupuk) Indonesia 2000-2010

Subsidi Pupuk

Subsidi Pangan

Subsidi pangan diberikan dalam bentuk penyediaan beras murah untuk masyarakat miskin sehingga harga beras terjangkau. Subsidi pangan menunjukkan peningkatan alokasi anggaran setiap tahunnya sampai dengan tahun 2010, hanya pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 5020.2 milyar rupiah dari 6356.9 milyar rupiah pada tahun 2005 (Diagram 1.2). Kedua jenis subsidi ini perlu dikaji lebih dalam, apakah subsidi yang selama ini sudah diberikan membantu petani dan kelompok masyarakat miskin sehingga dapat mendukung ketahanan pangan.

Tambunan (2008) menyatakan pertanian padi bukan merupakan suatu bisnis yang menghasilkan keuntungan besar dan berarti bukan jaminan bagi perbankan bahwa pinjamannya dapat dikembalikan. Pertanian bukan merupakan sektor penerima utama, walaupun merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional, khususnya dihubungkan dengan masalah ketahanan pangan jangka panjang. Sektor pertanian adalah sektor basis kebutuhan yang paling penting bagi ketersediaan bahan pokok yang menentukan kualitas sumber daya manusia, baik dalam status gizi maupun kesehatan.

Pangan dengan ketersediaan yang cukup, tetap akan menjadi tema sentral dalam pembangunan pertanian dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan dari hasil produksi sendiri tetap penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar dunia, walaupun bahan pangan yang dibutuhkan mungkin lebih murah apabila diimpor. Krisis penyediaan akan menjadi masalah yang sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik, oleh karena itu pemerintah harus terus bertekad untuk mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri Pangan dengan ketersediaan yang cukup, tetap akan menjadi tema sentral dalam pembangunan pertanian dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan dari hasil produksi sendiri tetap penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar dunia, walaupun bahan pangan yang dibutuhkan mungkin lebih murah apabila diimpor. Krisis penyediaan akan menjadi masalah yang sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik, oleh karena itu pemerintah harus terus bertekad untuk mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri

Hanani (2008) mengatakan ketersediaan pangan sebenarnya cukup, namun terjadinya kerawanan pangan karena akses pangan yang rendah akibat yang disebabkan oleh kemiskinan. Jumlah penduduk yang cukup besar membutuhkan konsumsi yang besar pula, dengan penduduk yang terus bertambah, meningkatkan permintaan terhadap pangan sehingga menurunkan ketahanan pangan.

Isu ketahanan pangan yang datang berkaitan dengan stabilitas harga. Keterjangkauan harga sembako dan komoditas lainnya serta pemenuhan input yang terjangkau perlu peran pemerintah sebagai pengendali kebijakan harga pangan pokok. Kebijakan subsidi yang ada saat ini perlu dikaji lagi demi membentuk ketahanan pangan yang kuat dan berkelanjutan.

Berdasarkan latar belakang ini maka penulis tertarik mengkaji “Analisis Pengaruh Subsidi Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan Nasional .”

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan (ketersediaan energi) nasional.

2. Bagaimana pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan (ketersediaan protein) nasional.

3. Bagaimana pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan (konsumsi energi) nasional.

4. Bagaimana pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan (konsumsi protein) nasinal.

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan (ketersediaan energi) nasional.

2. Mengetahui pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan (ketersediaan protein) nasional.

3. Mengetahui pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan (konsumsi energi) nasional.

4. Mengetahui pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan (konsumsi protein) nasional.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah pusat dalam usaha untuk mengoptimalkan kebijakan terkait pemberian subsidi pertanian yang ada agar efektif sekaligus membantu dalam merumuskan mekanisme kebijakan yang paling baik dalam mendukung sektor pertanian.

2. Bagi Masyarakat  Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi dan wawasan yang bermanfaat, sehingga civitas academika dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan referensi dalam membuat penelitian selanjutnya.

 Umum Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas akan pengaruh kebijakan harga dalam hal kebijakan pemberian subsidi yang ada dalam mendukung ketahanan pangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Ketahanan Pangan

a. Pengertian Ketahanan Pangan

Pangan merupakan hal yang sangat penting dalam pemenuhannya akan kebutuhan pokok manusia. Masalah konsumsi pangan dan pemenuhannya, serta adanya isu krisis penyediaan pangan akan menjadi hal yang sensitif dalam kehidupan sosial. Status konsumsi pangan sering dijadikan tolak ukur akan tingkat kesejahteraan manusia, oleh karena itu, mengkaji ketahanan pangan merupakan salah satu hal yang harus menjadi prioritas dalam pembangunan pertanian. Ketahanan pangan merupakan basis kebutuhan bagi kesejahteraan rumah tangga pertanian. Ketahanan pangan dalam skala makro merupakan pilar untuk membangun kualitas sumber daya manusia sebagai tujuan akhir pembangunan nasional.

Ketahanan pangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2002) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan bagi setiap negara merupakan hal yang penting, terutama bagi negara yang memiliki jumlah penduduk sangat banyak seperti Indonesia. Pengalaman pembangunan Indonesia Ketahanan pangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2002) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan bagi setiap negara merupakan hal yang penting, terutama bagi negara yang memiliki jumlah penduduk sangat banyak seperti Indonesia. Pengalaman pembangunan Indonesia

Nainggolan (2008) mengartikan ketahanan pangan di tingkat nasional sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman; yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal. Ketahanan pangan diartikan secara resmi dan disepakati oleh negara anggota PBB, termasuk Indonesia pada World Food Conference Human Right (1993) dan World Food Summit (1996) adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu dalam jumlah dan mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai budaya setempat (Hanafie, 2010).

Ketahanan pangan dalam tingkat global didefinisikan sebagai : “food security exists when all people, at all times, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food to meet their dietary needs and food preferences for an active and healthy life ” (FAO 1996 dalam Suryana, 2008). Kondisi ketahanan pangan dalam pengertian di atas tercapai apabila (1) setiap individu pada setiap saat mempunyai akses terhadap pangan baik secara fisik maupun secara ekonomi, dan (2) pangan tersebut harus cukup, aman, dan bergizi guna memenuhi kebutuhan energi untuk menjalankan kehidupan yang aktif, sehat dan produktif (Suryana, 2008). Ketahanan pangan dari pengertian tersebut memiliki konsep ketersediaan yang memadai, stabilitas, dan akses terhadap pangan itu sendiri. Ketersediaan pangan yang memadai mengandung arti bahwa Ketahanan pangan dalam tingkat global didefinisikan sebagai : “food security exists when all people, at all times, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food to meet their dietary needs and food preferences for an active and healthy life ” (FAO 1996 dalam Suryana, 2008). Kondisi ketahanan pangan dalam pengertian di atas tercapai apabila (1) setiap individu pada setiap saat mempunyai akses terhadap pangan baik secara fisik maupun secara ekonomi, dan (2) pangan tersebut harus cukup, aman, dan bergizi guna memenuhi kebutuhan energi untuk menjalankan kehidupan yang aktif, sehat dan produktif (Suryana, 2008). Ketahanan pangan dari pengertian tersebut memiliki konsep ketersediaan yang memadai, stabilitas, dan akses terhadap pangan itu sendiri. Ketersediaan pangan yang memadai mengandung arti bahwa

Hanafie (2010) menjelaskan pendapat lain mengatakan bahwa ketahanan pangan adalah keterjangkauan semua orang pada setiap waktu untuk dapat mencukupi pangan bagi aktivitasnya untuk dapat hidup sehat, termasuk di dalamnya kesiapan ketersediaan nutrisi yang cukup dan pangan yang aman, serta keyakinan akan jaminan untuk dapat memperoleh pangan melalui kegiatan sosial, misalnya mendapat supply pangan darurat dan berbagai strategi pemenuhan pangan lainnya.

Ketahanan pangan hanya dianggap sebagai satu dimensi dari konsep ketahanan mata pencaharian dengan skala yang lebih luas. Strategi ketahanan pangan yang diterapkan oleh penduduk miskin harus diinterpretasikan dalam konteks ketahanan mata pencaharian yang dinamis dan kompleks. Ketahanan mata pencaharian adalah stok, aliran makanan, dan uang dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketahanan pangan mengacu kepada kepemilikan, akses ke sumber daya, dan aktivitas yang menghasilkan pendapatan, termasuk cadangan dan aset untuk mengatasi risiko, meredakan goncangan, dan mengantisipasi kondisi darurat yang muncul. Kesinambungan mengacu Ketahanan pangan hanya dianggap sebagai satu dimensi dari konsep ketahanan mata pencaharian dengan skala yang lebih luas. Strategi ketahanan pangan yang diterapkan oleh penduduk miskin harus diinterpretasikan dalam konteks ketahanan mata pencaharian yang dinamis dan kompleks. Ketahanan mata pencaharian adalah stok, aliran makanan, dan uang dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar. Ketahanan pangan mengacu kepada kepemilikan, akses ke sumber daya, dan aktivitas yang menghasilkan pendapatan, termasuk cadangan dan aset untuk mengatasi risiko, meredakan goncangan, dan mengantisipasi kondisi darurat yang muncul. Kesinambungan mengacu

b. Subsistem Ketahanan Pangan

Simatupang (2007) menjelaskan ketahanan pangan terbentuk dari tiga sistem utama, yaitu ketersediaan, aksesibilitas, dan penyerapan pangan. Ketiga elemen inilah yang menjadi determinan fundamental ketahanan pangan dan berkaitan secara hierarkis. Ketersediaan bahan pangan merupakan syarat keharusan, namun tidak cukup untuk menjamin akses bahan pangan yang cukup.

Hanani (tanpa tahun) lebih lanjut menyatakan ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu, ketersediaan, akses, penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan hal yang harus dipenuhi secara utuh untuk menciptakan ketahanan pangan yang baik. Ketahanan pangan dikatakan masih rapuh dan lemah apabila pangan tersedia cukup ditingkat nasional dan regional tetapi akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata.

Sub sistem tersebut dapat dijelaskan dan diuraikan secara rinci sebagai berikut:

1) Ketersediaan Pangan (food availability)

Ketersediaan pangan mengacu pada ketersediaan bahan pangan secara fisik di lingkungan tempat tinggal penduduk dalam jumlah yang cukup, aman, dan bergizi dan yang mungkin dijangkau oleh semua penduduk dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan.

Arifin (2001) menjelaskan ketersedian dan kecukupan pangan mencakup kuantitas dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari.

Sumber: USAID (1999) & Weeingärtner (2004) dalam Hanani (tanpa tahun)

Gambar 2.1 Sistem Ketahanan Pangan

Status Gizi (Nutrional Status)

Penyerapan Pangan (Food Utilization)

Akses Pangan (Food Access)

Ketersediaan Pangan (Food Availability)

Stabilitas (Stability)

Penyediaan pangan tentunya dapat ditempuh melalui (Arifin, 2001): (a) produksi sendiri, dengan cara memanfaatkan dan alokasi sumberdaya alam, manajemen dan pengembangan sumberdaya manusia, serta aplikasi dan penguasaan teknologi yang optimal; (b) dan impor dari negara lain, dengan menjaga perolehan devisa yang memadai dari sektor dan sub sektor perekonomian untuk menjaga neraca keseimbangan perdagangan luar negeri.

2) Akses Pangan (food access)

Keterjangkauan adalah keadaan dimana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai dengan kebutuhan untuk hidup yang sehat dan produktif (Ilham, 2006). Akses pangan mengacu pada kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh bahan pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya melalui media pertukaran (pasar) atau melalui transfer (institusional) maupun dari produksi pangannya sendiri.

Hanani (tanpa tahun) menyatakan akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik, dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja, dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut preferensi pangan.

Aksesibilitas setiap individu terhadap bahan pangan dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar serta mekanisme pemasaran yang efektif dan efisien, yang dapat juga Aksesibilitas setiap individu terhadap bahan pangan dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar serta mekanisme pemasaran yang efektif dan efisien, yang dapat juga

3) Penyerapan Pangan (food utilization)

Penyerapan pangan yaitu penggunaan atau proses alokasi dan pengolahan pangan yang telah diperoleh (diakses) untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektivitas dari penyerapan pangan tergatung pada pengetahuan rumah tangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita (Riely et al, 1999 dalam Hanani, tanpa tahun).

4) Stabilitas (stability)

Stabilitas merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity). Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan untuk memperolah kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena Stabilitas merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity). Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan untuk memperolah kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena

Definisi ketahanan pangan yang telah diterima secara luas: “ketika setiap orang pada setiap saat memiliki aksesibilitas secara

fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka agar dapat hidup sehat dan produktif”. Kalimat

„setiap saat‟ dengan jelas menunjukkan bahwa “keberlanjutan” adalah elemen penting dalam ketahanan pangan. Program ketahanan pangan seharusnya tidak hanya mementingkan kebutuhan orang saat ini untuk periode yang terbatas, tetapi juga untuk waktu dan generasi mendatang. (Hanafie, 2010)

5) Status gizi (nutritional status)

Status gizi adalah outcome ketahanan pangan yang merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang. Status gizi ini umumnya diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita, dan kematian bayi (Hanani, tanpa tahun).

c. Indikator Ketahanan Pangan

Paradigma perolehan pangan (food entitlement paradigm) pada dasanya ditopang oleh tiga pokok pemikiran, yaitu (Simatupang, 2007):

1) Indikator akhir ketahanan pangan ialah perolehan pangan yang cukup bagi setiap individu, oleh karena itu, ketahanan pangan haruslah diukur pada dimensi agregat terkecil, yaitu individu. Indikator akhir ketahanan pangan dengan kata lain ialah ketahanan pangan individu (individual food security).

2) Ketersediaan pangan merupakan syarat keharusan tetapi tidak cukup untuk menjamin perolehan pangan yang cukup bagi setiap individu.

3) Ketahanan pangan haruslah dipandang sebagai suatu sistem hierarkis; ketahanan pangan nasional, provinsi (kabupaten, lokal), rumah tangga dan individual. Paradigma ketahanan perolehan pangan menurut Simatupang (2007)

ketahanan pangan ditentukan oleh dua determinan kunci, yaitu ketersediaan pangan (food avaibility) dan akses pangan (food access).

Indikator yang dapat digunakan untuk menilai kinerja konsumsi adalah tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan, keduanya menunjukkan tingkat aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan (Dirjen Perikanan Tangkap). Aksesibilitas tersebut menggambarkan pemerataan dan keterjangkauan penduduk terhadap pangan. Pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan ke seluruh wilayah sampai tingkat rumah tangga, sementara keterjangkauan adalah keadaan di mana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai dengan kebutuhan untuk hidup sehat dan produktif. (Ilham, Siregar, dan Priyarsono, 2006)

Mutu pangan adalah indikator yang lain untuk mengukur kinerja konsumsi yaitu dengan menilai atas dasar kriteria keamanan pangan dan kandungan gizi. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan unyuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Kualitas gizi yang baik dapat Mutu pangan adalah indikator yang lain untuk mengukur kinerja konsumsi yaitu dengan menilai atas dasar kriteria keamanan pangan dan kandungan gizi. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan unyuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Kualitas gizi yang baik dapat

Keamanan pangan adalah pangan yang bebas dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan keadaan manusia serta terjamin mutunya (food quality) yaitu memenuhi kandungan gizi standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman (Purwaningsih, 2008).

2. Kebijakan Pertanian dan Kebijakan Harga Pertanian

a. Kebijakan Pertanian

Campur tangan pemerintah dalam hubungannya perencanaan pembangunan di sektor pertanian sangat diperlukan dalam rangka mempengaruhi keputusan produsen, konsumen, dan para pelaku pemasaran agar terlaksana pembanguan pertanian yang sukses dan berjalan lancar. Campur tangan pemerintah inilah yang kemudian disebut

sebagai “kebijakan pertanian/politik pertanian.” Snodgrass dan Wallace (1975) dalam Hanafie (2010) mendefinisikan

kebijakan pertanian sebagai usaha pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik dan kesejahteraan yang lebih tinggi secara bertahap dan kontinu melalui pemilihan komoditi yang diprogramkan, produksi bahan makanan dan serat, pemasaran, perbaikan struktural, politik luar negeri, pemberian fasilitas, dan pendidikan.

Ruang lingkup politik pertanian meliputi (Hanafie, 2010):

1) Kebijakan produksi (production policy)

2) Kebijakan subsidi (subsidy policy)

3) Kebijakan investasi (invesment policy)

4) Kebijakan harga (price policy)

5) Kebijakan pemasaran (marketing policy)

6) Kebijakan konsumsi (consumption policy) Monke dan Pearson (1989) mengatakan politik pertanian adalah

campur tangan pemerintah di sektor pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi yang menyangkut alokasi sumber daya untuk dapat menghasilkan output nasional yang maksimal dan memeratakan pendapatan, yaitu mengalokasikan keuntungan pertanian antar golongan dan antar daerah, keamanan persediaan jangka pendek, dan menjamin ketersediaan bahan makanan jangka panjang. Kebijakan pertanian dalam hal ini dibagi menjadi tiga kebijakan dasar, antara lain: (Hanafie, 2010)

1) Kebijakan komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi harga komoditi, subsidi harga komoditi dan kebijakan ekspor.

2) Kebijakan faktor produksi yang meliputi kebijakan upah minimum, pajak dan subsidi faktor produksi, kebijakan harga faktor produksi dan perbaikan kualitas faktor produksi.

3) Kebijakan makro ekonomi yang dibedakan menjadi kebijakan anggaran belanja, kebiajakan fiskal, dan perbaikan nilai tukar.

b. Kebijakan Harga Pertanian

Harga merupakan cerminan dari interaksi antara penawaran dan permintaan yang bersumber dari sektor rumah tangga (sebagai sektor konsumsi) dan sektor industri (sebagai sektor produksi). Kebijakan harga Harga merupakan cerminan dari interaksi antara penawaran dan permintaan yang bersumber dari sektor rumah tangga (sebagai sektor konsumsi) dan sektor industri (sebagai sektor produksi). Kebijakan harga

- kontribusi terhadap anggaran pemerintah, - pertumbuhan devisa negara, - mengurangi ketidakstabilan harga, - memperbaiki distribusi pemasaran dan alokasi sumber daya, - memberikan arah produksi, serta meningkatkan taraf swasembada

pangan dan serat-seratan, - meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan penduduk.

Harga komoditas pertanian biasanya sangat tinggi pada musim panen seperti sudah merupakan gejala umum dan siklus rutin, karena permintaan tinggi dan atau karena sedikitnya persediaan di pasar karena hampir semua persediaan ada yang menyerapnya. Permintaan yang tinggi tersebut mungkin ditentukan oleh faktor-faktor eksogen, seperti tingkat pendapatan, jumlah penduduk, selera konsumen atau perubahan pola konsumsi, dan sebagainya. (Arifin, 2001)

Ellis (1992) dalam Ilham (2006) menyebutkan kebijakan harga yang merupakan upaya untuk menstabilkan harga pertanian, khususnya beras, dapat dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta intervensi langsung. Stabilisasi harga dapat juga dilakukan selain melalui kebijakan Ellis (1992) dalam Ilham (2006) menyebutkan kebijakan harga yang merupakan upaya untuk menstabilkan harga pertanian, khususnya beras, dapat dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta intervensi langsung. Stabilisasi harga dapat juga dilakukan selain melalui kebijakan

3. Subsidi

a. Pengertian Subsidi