ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

B. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Variabel Penelitian

Penelitian ini mengambil data mengenai pengaruh subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan yang diproksi melalui ketersediaan energi, ketersediaan protein, konsumsi energi dan konsumsi protein nasional. Data yang diperoleh dari BPS dan berbagai sumber mulai tahun 1975 sampai dengan 2010 yang mencakup wilayah nasional.

a. Ketersediaan Energi Jumlah ketersediaan energi (KE), satuannya ribu kkal/tahun adalah jumlah ketersediaan energi yang bersumber dari beras, jagung, kedelai, gula, daging ayam ras, telur ayam ras, daging ayam buras dan telur ayam buras, ubi jalar dan ubi kayu (termasuk gaplek dan tapioka).

b. Ketersediaan Protein Jumlah ketersediaan protein (KPR), satuannya kilogram/tahun adalah jumlah ketersediaan protein yang bersumber dari beras, jagung, kedelai, gula, daging ayam ras, telur ayam ras, daging ayam b. Ketersediaan Protein Jumlah ketersediaan protein (KPR), satuannya kilogram/tahun adalah jumlah ketersediaan protein yang bersumber dari beras, jagung, kedelai, gula, daging ayam ras, telur ayam ras, daging ayam

c. Konsumsi Energi Jumlah konsumsi energi (CEK), satuannya kkal/kap/tahun adalah jumlah konsumsi energi yang bersumber dari beras, jagung, kedelai, gula, daging ayam ras, telur ayam ras, daging ayam buras dan telur ayam buras, ubi jalar dan ubi kayu (termasuk gaplek dan tapioka).

d. Konsumsi Protein Jumlah konsumsi protein (CPRK), satuannya kilogram/kap/tahun adalah jumlah ketersediaan energi yang bersumber dari beras, jagung, kedelai, gula, daging ayam ras, telur ayam ras, daging ayam buras dan telur ayam buras, ubi jalar dan ubi kayu (termasuk gaplek dan tapioka).

e. Subsidi Pertanian Variabel ini terdiri dari kebijakan subsidi pupuk untuk pertanian dan kebijakan subsidi untuk pengadaan pangan. Dana yang digunakan bersumber dari dana APBN dengan satuan milyar rupiah.

2. Interpretasi Hasil Estimasi VAR/VECM

a. Unit Root Test (Uji Akar Unit)

Kestasioneran data merupakan hal yang sangat penting dalam analisis data time series, hal ini karena penggunaan data yang tidak stasioner dalam model dapat menyebabkan regresi lancung (spurious regression ). Uji stasioneritas data pada penelitian ini menggunakan

Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Pada tahap ini akan diuji apakah suatu variabel mengandung akar unit (unit root) atau tidak.

Suatu variabel dikatakan stasioner apabila nilai ADF test- statistic- nya lebih kecil secara aktual dari nilai kritis MacKinnon, atau nilai probability-nya kurang dari nilai selang kepercayaan yang dipakai (dalam penelitian ini 5% atau 0,05). Hasil uji stasioneritas dari variabel-variabel yang akan dianalisis terlihat pada tabel berikut ini (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas (in level)

Variabel

ADF Statistik (Nilai Mutlak)

Nilai Kritis MacKinnon Ket.

10% LN_KE

-3.639407 -2.951125 -2.614300

Non stasioner

LN_KPR

-3.639407 -2.951125 -2.614300

Non stasioner

LN_CEK

-3.632900 -2.948404 -2.612874

Non stasioner

LN_CPRK -3.074519 -3.632900 -2.948404 -2.612874

-3.632900 -2.948404 -2.612874

Non stasioner

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : ***stasioner critical value level 1%

**stasioner critical value level 5% *stasioner critical value level 10%

Hasil pengujian pada tingkat level uji stasioneritas pada ordo 0 [I(0)], menghasilkan nilai absolute statistic ADF (tα) lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada setiap α-nya, maka data pada analisis subsidi pertanian dan ketahanan pangan termasuk data tidak stasioner, kecuali pada CPRK yang sudah stasioner. Hal ini berarti dilakukan pengujian pada tingkat diferensiasi pada data agar semua variabel menjadi stasioner, untuk mengetahui berapa derajat Hasil pengujian pada tingkat level uji stasioneritas pada ordo 0 [I(0)], menghasilkan nilai absolute statistic ADF (tα) lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada setiap α-nya, maka data pada analisis subsidi pertanian dan ketahanan pangan termasuk data tidak stasioner, kecuali pada CPRK yang sudah stasioner. Hal ini berarti dilakukan pengujian pada tingkat diferensiasi pada data agar semua variabel menjadi stasioner, untuk mengetahui berapa derajat

b. Uji Derajat Integrasi

Uji derajat integrasi digunakan untuk mengetahui pada tingkat berapa data yang diamati stasioner, apabila data belum stasioner pada derajat satu maka pengujian harus dilanjutkan pada derajat berikutnya sampai data yang diamati stasioner.

Hasil uji stasioneritas pada tingkat diferensiasi pertama secara keseluruhan yaitu ketersediaan energi (KE), ketersediaan protein (KPR), konsumsi protein (CPRK) dan subsidi pertanian (SP) menghasilkan data stasioner karena nilai absolut ADF lebih besar dari nilai absolute statistic MacKinno n pada α = 1%, kecuali data konsumsi energi (CEK) pada α = 5%. Hasil uji ADF variabel- variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Stasioneritas (first difference)

Variabel

ADF Statistik (Nilai Mutlak)

Nilai Kritis MacKinnon Ket.

10% D(LN_KE)

-3.639407 -2.951125 -2.614300

Stasioner *** D(LN_KPR)

-3.639407 -2.951125 -2.614300

Stasioner *** D(LN_CEK)

-3.653730 -2.957110 -2.617434

Stasioner ** D(LN_CPRK) -6.882361

-3.646342 -2.954021 -2.615817

Stasioner *** D(SP)

-3.632900 -2.948404 -2.612874

Stasioner ***

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : ***stasioner critical value level 1%

**stasioner critical value level 5% *stasioner critical value level 10%

Variabel-variabel berarti mempunyai hubungan jangka panjang, pada langkah selanjutnya, data yang digunakan ialah data pada tingkat diferensiasi pertama.

c. Penentuan Lag Optimal

Penentuan lag optimal dalam analisis VAR sangat penting dilakukan karena suatu variabel dipengaruhi oleh lag dari variabel itu sendiri dan lag dari variabel lainnya. Penentuan lag optimal dapat diidentifikasi melalui Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Penelitian ini menggunakan kriteria informasi AIC untuk menentukan panjang lag maksimum, kemudian nilai AIC terkecil dipakai sebagai acuan dalam penentuan tingkat lag yang paling optimal.

Tabel 4.3 Hasil Uji Penentuan Lag Optimal

Lag

AIC

LN_KE

LN_KPR

LN_CEK LN_CPRK

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : *Lag Optimum

Tabel 4.3 memperlihatkan nilai terkecil dari AIC untuk proksi dari ketersediaan energi (KE), ketersediaan protein (KPR) dan konsumsi energi (CEK) terjadi lag optimal pada lag 9, sedangkan ketersediaan protein (CPRK) terjadi lag optimal pada lag 2. Lag Tabel 4.3 memperlihatkan nilai terkecil dari AIC untuk proksi dari ketersediaan energi (KE), ketersediaan protein (KPR) dan konsumsi energi (CEK) terjadi lag optimal pada lag 9, sedangkan ketersediaan protein (CPRK) terjadi lag optimal pada lag 2. Lag

d. Uji Kointegrasi

Pengujian kointegrasi merupakan kelanjutan dari akar-akar unit dan uji derajat kointegrasi. Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang hasilnya bisa menunjukkan pengaruh variabel independen (subsidi pertanian) terhadap variabel dependennya (ketahanan pangan).

Uji kointegrasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi Johansen dengan ketentuan H 0 = nonkointegrasi, dan

H 1 = kointegrasi. Jika t-Trace Statistic > t-MacKinnon, maka H 0 ditolak, dan H 1 diterima yang artinya terjadi kointegrasi. Hasil uji kointegrasi Johansen dengan Eviews 6.0 dijelaskan dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Uji Kointegrasi Johansen

Model

Trace Statistic

5% Critical Value

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : ***stasioner critical value level 1%

**stasioner critical value level 5% *stasioner critical value level 10%

Tabel 4.4 merupakan rangkuman hasil pengolahan data pengujian kointegrasi Johansen. Model ketahanan pangan KE dan KPR diketahui terdapat dua rank kointegrasi pada stasioner critical value level 1% dan 5%, sedangkan model CEK terdapat satu rank Tabel 4.4 merupakan rangkuman hasil pengolahan data pengujian kointegrasi Johansen. Model ketahanan pangan KE dan KPR diketahui terdapat dua rank kointegrasi pada stasioner critical value level 1% dan 5%, sedangkan model CEK terdapat satu rank

Informasi jumlah rank menunjukkan adanya kointegrasi dari variabel-variabel tersebut, selanjutnya untuk analisis model ketahanan pangan akan digunakan model VECM yang dapat melihat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek secara bersamaan.

e. Analisis Vector Error Correction Model (VECM)

VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya, karena itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Hasil estimasi model VECM dari masing-masing proksi ketahanan pangan dijelaskan sebagai berikut:

1) Hasil Estimasi VECM Model Ketahanan Pangan (KE)

Estimasi VECM model ketahanan pangan (KE) pada periode tahun 1975 hingga 2010 menunjukkan bahwa variabel subsidi pertanian (SP) dalam jangka panjang signifikan dan mempengaruhi ketahanan pangan (KE) secara positif yaitu Estimasi VECM model ketahanan pangan (KE) pada periode tahun 1975 hingga 2010 menunjukkan bahwa variabel subsidi pertanian (SP) dalam jangka panjang signifikan dan mempengaruhi ketahanan pangan (KE) secara positif yaitu

Tabel 4.5 Model VECM Ketahanan Pangan (KE)

Signifikan Positif

Signifikan Positif

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : ***stasioner critical value level 1%

**stasioner critical value level 5% *stasioner critical value level 10%

Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan KE menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik dan berhubungan positif. Hal ini ditunjukkan dengan hasil t- statistik dari persamaan kointegrasi yang signifikan, ini berarti bahwa vector kointegrasi yang menjelaskan kesesuaian KE terhadap hubungan jangka panjangnya dengan SP berpengaruh signifikan terhadap KE. Nilai ECT yang positif menunjukkan bahwa variabel independen dalam jangka panjang belum dapat mengembalikan pada titik seimbangnya.

Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat antara KE terhadap KE itu sendiri mempunyai pengaruh yang positif, terjadi pada lag 5, yaitu 1.9746375 pada tingkat signifikansi 1%. Hubungan antara SP terhadap KE memiliki pengaruh yang signifikan namun negatif pada lag 6 sebesar - 0.000105 pada tingkat signifikansi 1%.

2) Hasil Estimasi VECM Model Ketahanan Pangan (KPR)

Estimasi VECM model ketahanan pangan (KPR) pada periode tahun 1975 hingga 2010 menunjukkan bahwa variabel subsidi pertanian (SP) dalam jangka panjang signifikan dan mempengaruhi ketahanan pangan (KPR) secara negatif yaitu sebesar -5.65E-05. Hal ini berarti bahwa jika variabel SP meningkat 1% maka akan menyebabkan penurunan KPR sebesar 5.65E-05%.

Tabel 4.6 Model VECM Ketahanan Pangan (KPR)

Signifikan Negatif

Signifikan Negatif

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : ***stasioner critical value level 1%

**stasioner critical value level 5% *stasioner critical value level 10%

Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan KPR menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik tetapi berhubungan negatif, ini berarti bahwa vector kointegrasi yang menjelaskan kesesuaian KPR terhadap hubungan jangka panjangnya dengan SP signifikan dan negatif terhadap KPR. Nilai ECT yang negatif menunjukkan bahwa variabel independen dalam jangka panjang sudah dapat mengembalikan pada titik seimbangnya.

Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat antara KPR terhadap KPR itu sendiri mempunyai pengaruh yang negatif, terjadi pada lag 1, yaitu -1.1240494 pada tingkat Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat antara KPR terhadap KPR itu sendiri mempunyai pengaruh yang negatif, terjadi pada lag 1, yaitu -1.1240494 pada tingkat

3) Hasil Estimasi VECM Model Ketahanan Pangan (CEK)

Estimasi VECM model ketahanan pangan (CEK) pada periode tahun 1975 hingga 2010 menunjukkan bahwa variabel subsidi pertanian (SP) dalam jangka panjang tidak signifikan dan tidak mempengaruhi ketahanan pangan (CEK).

Tabel 4.7 Model VECM Ketahanan Pangan (CEK)

Tidak Signifikan

Tidak Signifikan

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : ***stasioner critical value level 1%

**stasioner critical value level 5% *stasioner critical value level 10%

Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan CEK menunjukkan sebagai variabel yang tidak signifikan secara statistik tetapi berhubungan positif, ini berarti bahwa vector kointegrasi yang menjelaskan kesesuaian CEK terhadap hubungan jangka panjang SP tidak signifikan secara statistik terhadap CEK. Nilai ECT yang positif menunjukkan bahwa Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan CEK menunjukkan sebagai variabel yang tidak signifikan secara statistik tetapi berhubungan positif, ini berarti bahwa vector kointegrasi yang menjelaskan kesesuaian CEK terhadap hubungan jangka panjang SP tidak signifikan secara statistik terhadap CEK. Nilai ECT yang positif menunjukkan bahwa

Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat antara CEK terhadap SP mempunyai pengaruh yang positif, terjadi pada lag 7, yaitu 103638.2 pada tingkat signifikansi 5%. Pengaruh yang negatif juga membuktikan keberadaan yang signifikan antara SP terhadap CEK, yaitu -1.82E-05 pada lag 8 dengan tingkat signifikansi 5%. Hubungan antara SP terhadap SP itu sendiri juga memiliki pengaruh yang signifikan namun negatif pada lag 4 sebesar -1.942038 pada tingkat signifikansi 5%.

4) Hasil Estimasi VECM Model Ketahanan Pangan (CPRK)

Estimasi VECM model ketahanan pangan (CPRK) pada periode tahun 1975 hingga 2010 menunjukkan bahwa variabel subsidi pertanian (SP) dalam jangka panjang tidak signifikan dan tidak mempengaruhi ketahanan pangan (CPRK).

Tabel 4.8 Model VECM Ketahanan Pangan (CPRK)

Tidak Signifikan

Signifikan Negatif

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : ***stasioner critical value level 1%

**stasioner critical value level 5%

*stasioner critical value level 10%

Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan CPRK menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik tetapi berhubungan negatif, ini berarti bahwa vector kointegrasi Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan CPRK menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik tetapi berhubungan negatif, ini berarti bahwa vector kointegrasi

Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat antara CPRK terhadap SP mempunyai pengaruh yang negatif, terjadi pada lag 2, yaitu -22946.94 pada tingkat signifikansi 5%. Pengaruh yang negatif juga membuktikan keberadaan yang signifikan antara SP terhadap KPR, yaitu -7.47E-06 pada lag 2 dengan tingkat signifikansi 5%.

f. Analisis Granger Causality Test (Uji Kausalitas Granger)

Uji kausalitas Granger bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat (kausalitas) dari variabel-variabel dalam suatu persamaan. Tahapan ini dapat dilakukan dengan menggunakan Pairwise Granger Causality Test , sehingga keterkaitan antara variabel-variabel dalam suatu penelitian akan terlihat. Uji kausalitas Granger dalam penelitian ini dilakukan pada setiap variabel model subsidi pertanian dan ketahanan pangan (KE, KPR, CEK dan CPRK). Pengujian variabel-variabel ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan ataupun sebaliknya.

Hipotesis awal (H 0 ) yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas antar variabel, sementara hipotesis alternatif (H 1 ) adalah Hipotesis awal (H 0 ) yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas antar variabel, sementara hipotesis alternatif (H 1 ) adalah

5%), maka H 0 ditolak.

Tabel 4.9 Hasil Uji Kausalitas Granger

Model Ketahanan Pangan

Prob SP - KP

Ketersediaan Energi (KE) Ketersediaan Protein (KPR) Konsumsi Energi (CE) Konsumsi Protein (CPR)

Ada hubungan - - -

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Keterangan : *signifikan pada taraf nyata 5%

Nilai probability dari SP terhadap KE dapat dilihat pada Tabel

4.9 yang menunjukkan kurang dari taraf nyata 5%, sehingga kesimpulannya tolak H 0 , hal ini berarti terdapat hubungan sebab akibat antara SP terhadap KE atau dengan kata lain SP Granger cause KE, sebaliknya nilai probabilitas dari KE terhadap SP lebih

dari tarif nyata 5% maka terima H 0 , atau dengan kata lain tidak ada hubungan kausalitas antara KE terhadap SP. Pengujian kausalitas Granger antara SP dan KE diketahui bahwa hanya terdapat hubungan satu arah dari SP terhadap KE.

Nilai probability dari SP terhadap KPR, CEK maupun CPRK dapat dilihat pada Tabel 4.9 yang menunjukkan lebih dari taraf nyata 5%, sehingga kesimpulannya terima H 0 , hal ini berarti tidak terdapat hubungan sebab akibat antara SP terhadap KPR, CEK maupun CPRK. Nilai probabilitas dari KPR, CEK, dan CPRK terhadap SP Nilai probability dari SP terhadap KPR, CEK maupun CPRK dapat dilihat pada Tabel 4.9 yang menunjukkan lebih dari taraf nyata 5%, sehingga kesimpulannya terima H 0 , hal ini berarti tidak terdapat hubungan sebab akibat antara SP terhadap KPR, CEK maupun CPRK. Nilai probabilitas dari KPR, CEK, dan CPRK terhadap SP

g. Analisis Impulse Respons Function (IRF)

Analisis IRF dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perubahan dari satu variabel pada variabel itu sendiri atau variabel lainnya. Estimasi yang dilakukan IRF dititikberatkan pada respon suatu variabel pada perubahan satu standar deviasi dari variabel itu sendiri maupun variabel lainnya yang terdapat dalam model. Analisis IRF dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak guncangan variabel ketahanan pangan terhadap subsidi pertanian serta dampak guncangan subsidi pertanian terhadap ketahanan pangan nasional. Penelitian ini akan melihat respon IRF dalam kurun waktu periode 36 tahun, pada sumbu vertikal menandakan angka respon variabelnya, sedangkan sumbu horizontal adalah periode waktu dari sebuah data yang dipakai.

1) Analisis IRF Ketahanan Pangan (KE)

Analisis IRF yang menunjukkan KE pada periode 1975- 2010 dari adanya pengaruh guncangan (shock) variabel KE itu sendiri dan subsidi pertanian ditunjukkan dalam Grafik 4.8 bahwa terlihat grafik respon KE dari shocks KE itu sendiri dan terhadap SP serta respon SP dari shocks SP itu sendiri dan terhadap KE.

LN_KE

SP

Response of LN_KE to Cholesky

One S.D. Innovations

LN_KE

SP

Response of SP to Cholesky

One S.D. Innovations

Grafik pertama menjelaskan pada awal periode sampai periode ke-17 guncangan SP belum menyebabkan respon dari KE yang cukup berarti, tetapi pattern yang bergerak berfluktuasi di baseline di garis atas dan bawah berkisar negatif 0.073005 pada periode ke-6. Guncangan SP meningkatkan KE yang ditunjukkan oleh pergerakan positif sejak periode ke-18 sebesar 0.123772 hingga akhir periode terjadi di titik 2.505150. Hal ini berarti bahwa alokasi subsidi pertanian yang semakin meningkat akan meningkatkan ketersediaan energi.

Guncangan KE menurunkan SP sebesar 679.9145 pada periode ke-2, kemudian berfluktuasi di baseline hingga periode ke-26, pada tahun 2000 inilah dihapuskannya subsidi pupuk karena dinilai tidak efisien, sementara hanya mengandalkan subsidi pangan diindikasikan menyebabkan menurunnya produktivitas sehingga ketersediaan energi menurun berkisar 7817.068 walaupun sudah diberlakukan kembali kebijakan subsidi baik pupuk maupun pangan pergerakan terus cenderung negatif hingga akhir periode sebesar -7719.887.

2) Analisis IRF Ketahanan Pangan (KPR)

Kemiripan pola antara respon KPR pada periode tahun 1975 hingga 2010 dari adanya guncangan (shocks) variabel KPR dan SP maupun respon SP akibat adanya guncangan SP itu sendiri dan KPR dijelaskan dengan Grafik 4.9.

Grafik pertama pada awal periode sampai dengan akhir periode menunjukkan pattern KPR terhadap SP yang berfluktuasi di antara baseline yang pada awalnya sampai dengan periode pertengahan pattern menunjukkan pergerakan cenderung negatif sebesar -0.001264 pada periode ke-12. Guncangan SP menyebabkan respon KPR berfluktuasi tajam dalam jangka pendek di baseline di garis atas dan bawah pada periode selanjutnya. Respon positif memuncak pada periode ke-

28 sebesar 0.258693 disebabkan oleh alokasi subsidi pangan yang semakin meningkat walaupun subsidi pupuk pada tahun

LN_KPR

SP

Response of LN_KPR to Cholesky

One S.D. Innovations

LN_KPR

SP

Response of SP to Cholesky

One S.D. Innovations

2002 ini dikosongkan masih menyebabkan peningkatan pada ketersediaan protein dan berakhir negatif sebesar -0.051788. Hal ini mengindikasikan bahwa pergerakan subsidi pertanian cenderung meningkat, tetapi respon ketersediaan energi cukup, bisa diartikan bahwa kebijakan dana yang dikeluarkan belum mencapai sisi kualitas produksi yang memadai.

Grafik 4.9 Analisis IRF Ketahanan Pangan (KPR)

Guncangan KPR terhadap SP dalam jangka pendek sampai dengan akhir periode berfluktuasi di baseline. Guncangan Guncangan KPR terhadap SP dalam jangka pendek sampai dengan akhir periode berfluktuasi di baseline. Guncangan

3) Analisis IRF Ketahanan Pangan (CEK)

Respon CEK pada periode tahun 1975 hingga 2010 dari adanya guncangan (shocks) variabel CEK dan SP serta respon SP dari adanya guncangan SP dan CEK dijelaskan dengan Grafik 4.10. Kemiripan pola terjadi di antara respon kedua variabel CEK dan respon variabel SP.

Grafik pertama pada awal periode sampai dengan akhir periode menunjukkan pattern CEK terhadap SP yang berfluktuasi di antara baseline. Guncangan berkisar sebesar - 0.163575 pada periode ke-26, pada masa ini dihapuskannya subsidi pupuk, sementara ditopang pangan yang disubsidi menurun drastis dari periode sebelumnya menyebabkan konsumsi energi individu menurun. Respon KPR menunjukkan peningkatan sebesar 0.212339 pada periode ke-31 seiring dengan peningkatan secara konsisten alokasi subsidi pertanian,

LN_CEK

SP

Response of LN_CEK to Cholesky

One S.D. Innovations

LN_CEK

SP

Response of SP to Cholesky

One S.D. Innovations

tetapi di akhir periode terjadi penurunan ketersediaan protein yang disebabkan oleh melemahnya manfaat subsidi.

Grafik 4.10 Analisis IRF Ketahanan Pangan (CEK)

Guncangan CEK terhadap SP berfluktuasi di baseline, seperti hanya dengan KE, CEK pada periode ke-22 meningkat sebesar 3599.786 karena adanya kenaikan subsidi pertanian. Pergerakan guncangan negatif pada pada periode ke-27 sebesar - 13891.57 disebabkan subsidi input yang dihapuskan pada tahun ini, kemudian meningkat pada periode ke-33 sebesar 20799.33

LN_CPRK

SP

Response of LN_CPRK to Cholesky

One S.D. Innovations

LN_CPRK

SP

Response of SP to Cholesky

One S.D. Innovations

bahwa peningkatan konsumsi energi akan meningkatkan alokasi subsidi pertanian.

4) Analisis IRF Ketahanan Pangan (CPRK)

Analisis IRF dari CPRK pada tahun 1975 hingga 2010 dari adanya pengaruh guncangan (shocks) variabel CPRK itu sendiri dan variabel SP dan respon SP terhadap SP maupun CPRK ditunjukkan oleh Grafik 4.11.

Grafik 4.11 Analisis IRF Ketahanan Pangan (CPRK)

Grafik pertama dalam gambar adalah grafik respon CPRK Grafik pertama dalam gambar adalah grafik respon CPRK

18 sampai dengan akhir periode. Hal ini menunjukkan bahwa guncangan SP direspon positif stabil oleh konsumsi protein. Respon SP terhadap CPRK memiliki respon yang positif sejak periode ke-4 sebesar 704.7985 yang pada periode sebelumnya respon di titik negatif sebesar 913.8607 pada periode ke-3. Kenaikan guncangan konsumsi protein secara berangsur menaikkan respon subsidi pertanian.

h. Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)

FEDV adalah metode yang dapat digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel ditunjukkan oleh perubahan variance error yang dipengaruhi oleh variabel lainnya. Melalui metode ini juga dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang (how long/how persistent). Penelitian ini melalui FEVD akan dilihat peran SP dalam menjelaskan variabilitas ketahanan pangan (KE, KPR, CEK dan CPRK) nasional.

1) Variance Decomposition Ketahanan Pangan (KE)

Variance error pada periode pertama model ketahanan pangan menunjukkan bahwa KE lebih mempengaruhi dirinya sendiri, hal ini dibuktikan dengan nilai penjelasnya sebesar 100%, sedangkan untuk variabel SP belum bisa mempengaruhi KE, sebab angka penjelasnya hanya sebesar 0 (nol).

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0

Diagram 4.3 Variance Decomposoition Ketahanan Pangan

(KE)

Respon SP mendominasi dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap KE sebesar 78.09% pada periode ke-10 variance error, sedangkan KE dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap diri sendiri sebesar 21.91%. SP semakin mendominasi dalam mempengaruhi KE pada periode ke-20 sebesar 88.56% sedangkan KE terhadap KE sebesar 11.44%, begitu pula pada periode ke-30, SP menjelaskan pengaruhnya terhadap KE sebesar 97.05% dan KE menjelaskan pengaruhnya terhadap KE hanya sebesar 2.95%. Posisi SP terus mendominasi dalam mempengaruhi KE memasuki periode ke-36 sebesar 98.29% dan

20

40

60

80

100

120

1 10 20 30 36

Per

sen

Periode

SP KE

untuk KE hanya sebesar 1.71%. Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas ketersediaan energi lebih dominan dipengaruhi oleh variabel subsidi pertanian.

2) Variance Decomposition Ketahanan Pangan (KPR)

Variance error pada periode pertama model ketahanan pangan menunjukkan bahwa KPR lebih mempengaruhi dirinya sendiri, hal ini dibuktikan dengan nilai penjelasnya sebesar 100%, sedangkan untuk variabel SP belum bisa mempengaruhi KPR, sebab angka penjelasnya hanya sebesar 0 (nol).

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0

Diagram 4.4 Variance Decomposoition Ketahanan Pangan

(KPR)

Variance error pada periode ke-10 ,respon KPR mendominasi dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap KPR sebesar 75.79%, sedangkan KPR dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap SP sebesar 24.21%. KPR masih mendominasi dalam mempengaruhi KPR pada periode ke-20, sebesar 71.20% sedangkan SP sebesar 28.80%, begitu pula

20

40

60

80

100

120

1 10 20 30 36

Per

sen

Periode

SP KPR

pada periode ke-30, KPR menjelaskan pengaruhnya terhadap KPR sebesar 71.93% dan KPR menjelaskan pengaruhnya terhadap SP sebesar 28.07%. Posisi KPR masih mendominasi dalam mempengaruhi KPR memasuki periode ke-36 sebesar

71.96% dan untuk SP sebesar 28.04%. Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas ketersediaan protein lebih dominan dijelaskan oleh variabel ketersediaan protein itu sendiri.

3) Variance Decomposition Ketahanan Pangan (CEK)

Variance error pada periode pertama model ketahanan pangan menunjukkan bahwa CEK lebih mempengaruhi dirinya sendiri, hal ini dibuktikan dengan nilai penjelasnya sebsesar 100%, sedangkan untuk variabel SP belum bisa mempengaruhi CEK, sebab angka penjelasnya hanya sebesar 0 (nol).

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0

Diagram 4.5 Variance Decomposoition Ketahanan Pangan

mendominasi dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap CEK sebesar 72.12% pada periode ke-10

Per

sen

Periode

SP CEK SP CEK

20, sebesar 50.42% dan SP sebesar 49.58%, begitu pula pada periode ke-30, CEK menjelaskan pengaruhnya terhadap CEK sebesar 50.94% dan CEK menjelaskan pengaruhnya terhadap SP sebesar 49.06%. Posisi CEK hampir seimbang mempengaruhi CEK memasuki periode ke-36 sebesar 49.30% dan untuk SP 50.70%. Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas konsumsi energi sedikit dominan dijelaskan oleh variabel subsidi pertanian dan hampir seimbang dibandingkan oleh variabel konsumsi itu sendiri.

4) Variance Decomposition Ketahanan Pangan (CPRK)

Variance error pada periode pertama model ketahanan pangan menunjukkan bahwa CPRK lebih mempengaruhi dirinya sendiri, hal ini dibuktikan dengan nilai penjelasnya sebsesar 100%, sedangkan untuk variabel SP belum bisa mempengaruhi CPRK, sebab angka penjelasnya hanya sebesar 0 (nol).

Respon CPRK mendominasi dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap CPRK sebesar 64.46% pada periode ke-

10 variance error, sedangkan CPRK dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap SP sebesar 27.88%. Dominasi CPRK hampir seimbang dalam mempengaruhi CPRK pada periode ke-

20 sebesar 49.16% dan SP sebesar 50.84%. CPRK menjelaskan 20 sebesar 49.16% dan SP sebesar 50.84%. CPRK menjelaskan

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0

Diagram 4.6 Variance Decomposoition Ketahanan

Pangan (CPRK)

Posisi CPRK mendominasi mempengaruhi SP memasuki periode ke-36 sebesar 62.17% dan untuk CPRK 37.83%. Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas konsumsi protein selain lebih dominan dipengaruhi oleh variabel subsidi pertanian, juga dipengaruhi oleh konsumsi protein itu sendiri.

3. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak. Uji Jarque-Bera menunjukkan bahwa nilai probabilitas J-B (0.55) lebih besar dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan data tersebut berdistribusi normal.

SP CPRK

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan beberapa uji. Analisis dalam penelitian ini menggunakan Uji B-G Test (Breusch Godfrey Serial Correlation LM Test ). Hasil yang diperoleh

menunjukkan Obs*R-square < X 2 yaitu 6.353677 < 43.733, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut layak dimasukkan ke dalam model atau dengan kata lain, model ini tidak terdapat masalah autokorelasi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika ada gangguan dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksiran OLS tidak efisien, baik dalam sampel kecil ataupun besar. Penelitian ini menggunakan Uji White dalam pendeteksian heteroskedastisitas.

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.270387 Prob. F(4,31) 0.3027 Obs*R-squared

5.070063 Prob. Chi-Square(4)

Scaled explained SS

4.675829 Prob. Chi-Square(4)

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0 Uji White menunjukkan hasil bahwa nilai Obs*R-squared < X 2 yaitu 5.070063 < 43.773, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut layak dimasukkan ke dalam model atau dengan kata lain model ini tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.