PENELITIAN TERDAHULU

B. PENELITIAN TERDAHULU

Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ilham, Siregar, dan Priyarsono (2006) mengenai Efektivitas Kebijakan Harga Pangan Terhadap Ketahanan Pangan menggunakan metode Error Correction Model (ECM) Vector Autoregression (VAR) dengan data nasional tahun 1975-2004. Penelitian ini menghasilkan bahwa kebijakan harga pangan tidak efektif meningkatkan ketahanan pangan. Ketersediaan pangan di tingkat nasional terbukti tidak menjamin akses pangan di tingkat rumah tangga. Pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dapat mendukung peningkatan kualitas ketahanan pangan. Pertumbuhan ekonomi tidak diikuti pemerataan cenderung meningkatkan inflasi dan menurunkan konsumsi energi sehingga menurunkan tingkat ketahanan pangan.

2. Handoko dan Patriadi (2005) meneliti mengenai Evaluasi Kebijakan Subsidi Non-BBM dengan cara menghitung beban fiskal subsidi non- BBM terhadap APBN dan membandingkannya selama beberapa tahun anggaran yang berbeda, menggunakan data nasional rentang tahun 2000- 2006. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang menyebutkan total beban subsidi non-BBM relatif stabil dari tahun ke tahun, walaupun ada beberapa subsidi yang mengalami penurunan, akan tetapi ada subsidi yang justru mengalami peningkatan. Beban subsidi listrik, bunga kredit program, dan pangan mengalami penurunan pada 2006 sedangkan beban subsidi pupuk dan benih mengalami peningkatan. Subsidi non-BBM masih diperlukan oleh mereka yang memiliki keterbatasan daya beli. Permasalahan utama subsidi non-BBM adalah subsidi yang diberikan cenderung kurang dari yang dibutuhkan karena keterbatasan kemampuan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah.

3. Penelitian yang dilakukan Simatupang (2007) tentang Analisis Kritis Terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional secara deskriptif menganalisis mengenai evolusi perkembangan paradigma ketahanan pangan dan penerapannya dalam perumusan strategi dan kerangka kerja kebijakan ketahanan pangan di Indonesia. Hasil kesimpulannya menyebutkan bahwa kebijakan yang berorientasi pada swasembada pangan termasuk kategori paradigma pendekatan pengadaan pangan (food availability approach) yang secara empiris terbukti tidak menjamin ketahanan pangan keluarga atau individu. Paradigma yang lebih sesuai ialah pendekatan perolehan pangan (food 3. Penelitian yang dilakukan Simatupang (2007) tentang Analisis Kritis Terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional secara deskriptif menganalisis mengenai evolusi perkembangan paradigma ketahanan pangan dan penerapannya dalam perumusan strategi dan kerangka kerja kebijakan ketahanan pangan di Indonesia. Hasil kesimpulannya menyebutkan bahwa kebijakan yang berorientasi pada swasembada pangan termasuk kategori paradigma pendekatan pengadaan pangan (food availability approach) yang secara empiris terbukti tidak menjamin ketahanan pangan keluarga atau individu. Paradigma yang lebih sesuai ialah pendekatan perolehan pangan (food

4. Hardono (2003) menjelaskan penelitiannya yang berjudul Simulasi Dampak Perubahan Faktor-Faktor Ekonomi Terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pertanian dengan menggunakan Metode simulasi menggunakan data PATANAS dengan model perilaku rumah tangga dengan pendekatan simultan. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kenaikan alokasi sumber daya internal rumah tangga (waktu berburu dan luas garapan) berdampak positif terhadap ketahanan pangan rumah tangga pertanian. Dampak negatif akibat kenaikan harga-harga input (pupuk dan upah buruh tani) dapat dikompensasi bila kenaikan harga tersebut diikuti kenaikan harga output secara proporsional. Program peningkatan ketahanan rumah tangga hendaknya bersifat konvergen, dilaksanakan terpadu dan memprioritaskan daerah agroekosistem sawah sebagai areal target, mengingat basis ketahanan pangan rumah tangga pertanian di daerah tersebut lebih buruk dibanding di daerah nonsawah.

5. Penelitian oleh Lantarsih, dkk. (2011) membahas tentang Sistem Ketahanan Pangan Nasional : Kontribusi Ketersediaan dan Konsumsi Energi Serta Optimalisasi Distribusi Beras. Analisis deskriptif kuantitatif dengan mengkaji: 1) ketahanan pangan wilayah ditinjau dari ketersediaan energi dan kontribusi beras dalam ketersediaan energi, 2) ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan kontribusi konsumsi energi yang 5. Penelitian oleh Lantarsih, dkk. (2011) membahas tentang Sistem Ketahanan Pangan Nasional : Kontribusi Ketersediaan dan Konsumsi Energi Serta Optimalisasi Distribusi Beras. Analisis deskriptif kuantitatif dengan mengkaji: 1) ketahanan pangan wilayah ditinjau dari ketersediaan energi dan kontribusi beras dalam ketersediaan energi, 2) ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan kontribusi konsumsi energi yang

4) optimalisasi distribusi beras antar daerah di Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini mengatakan bahwa ketahanan pangan wilayah pada tingkat nasional maupun regional dari aspek ketersediaan energi adalah terjamin, meskipun jika dilihat dari Pola Pangan Harapan (PPH) maka ketersediaan pangan belum memenuhi aspek keragaman pangan. Ketahanan pangan tingkat rumah tangga masih ditemukan yang tergolong rawan pangan yaitu sebanyak 10,39% di Provinsi Jawa Timur dan 9,21% di Provinsi Sulawesi selatan dengan ketergantungan terhadap konsumsi energi yang bersumber dari beras masing-masing sebesar 47,9% dan 84,19%. Secara nasional, terdapat 11 provinsi yang mengalami defisit beras dan 22 provinsi yang mengalami surplus. Jumlah defisit beras tahun 2009 sebesar 2,09 juta ton. Biaya minimum yang diperlukan untuk mendistribusikan beras daerah surplus ke daerah defisit tersebut sebesar Rp 1.016 milyar.

6. Sujai (2011) menganalisis Dampak Kebijakan Fiskal dalam Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Pertanian dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif implementasi kebijakan fiskal berupa pemberian subsidi, insentif fiskal termasuk keringanan perpajakan dan bea serta optimalisasi anggaran. Penelitian ini menyimpulkan bahwa fluktuasi harga komoditas pertanian berdampak signifikan terhadap inflasi dan menciptakan instabilitas harga dan pasokan pangan. Pemerintah telah menggunakan berbagai instrumen kebijakan fiskal dalam upaya 6. Sujai (2011) menganalisis Dampak Kebijakan Fiskal dalam Upaya Stabilisasi Harga Komoditas Pertanian dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif implementasi kebijakan fiskal berupa pemberian subsidi, insentif fiskal termasuk keringanan perpajakan dan bea serta optimalisasi anggaran. Penelitian ini menyimpulkan bahwa fluktuasi harga komoditas pertanian berdampak signifikan terhadap inflasi dan menciptakan instabilitas harga dan pasokan pangan. Pemerintah telah menggunakan berbagai instrumen kebijakan fiskal dalam upaya

7. Penelitian yang sama dilakukan oleh Mantau dan Bachtiar (2010) yang berjudul Kajian Kebijakan Harga Pangan Nonberas dalam Konteks Ketahanan Pangan Nasional dengan analisis deskriptif kebijakan harga komoditas pangan dalam menstabilkan harga pangan, mengurangi ketidakpastian petani, dan menjamin konsumen meperoleh pangan yang cukup dengan harga yang wajar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penetapan harga dasar pangan nonberas memberikan insentif kepada produsen untuk memproduksi komoditas selain beras sehingga produksi pangan meningkat, ketahanan pangan makin kuat, dan kepastian harga juga terjamin. Alternatif kebijakan harga pangan nonberas perlu dirancang dan diimplementasikan secara komprehensif, dengan menjamin ketersediaan pangan bagi penduduk miskin, implementasi harga perlindungan petani (HPP), mengurangi kesenjangan antara pusat dan daerah dengan menghilangkan kesan sentralistik dan top-down. Pengembangan lembaga keuangan pedesaan dalam jangka pendek yang mudah terjangkau dan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat diharapkan dapat mengatasi kebutuhan mendesak dalam investasi dan 7. Penelitian yang sama dilakukan oleh Mantau dan Bachtiar (2010) yang berjudul Kajian Kebijakan Harga Pangan Nonberas dalam Konteks Ketahanan Pangan Nasional dengan analisis deskriptif kebijakan harga komoditas pangan dalam menstabilkan harga pangan, mengurangi ketidakpastian petani, dan menjamin konsumen meperoleh pangan yang cukup dengan harga yang wajar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penetapan harga dasar pangan nonberas memberikan insentif kepada produsen untuk memproduksi komoditas selain beras sehingga produksi pangan meningkat, ketahanan pangan makin kuat, dan kepastian harga juga terjamin. Alternatif kebijakan harga pangan nonberas perlu dirancang dan diimplementasikan secara komprehensif, dengan menjamin ketersediaan pangan bagi penduduk miskin, implementasi harga perlindungan petani (HPP), mengurangi kesenjangan antara pusat dan daerah dengan menghilangkan kesan sentralistik dan top-down. Pengembangan lembaga keuangan pedesaan dalam jangka pendek yang mudah terjangkau dan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat diharapkan dapat mengatasi kebutuhan mendesak dalam investasi dan

8. Nainggolan (2008) dengan penelitiannya berjudul Ketahanan dan Stabilitas Pasokan, Permintaan, dan Harga Komoditas Pangan menganalisis secara deskriptif tentang implementasi berbagai kebijakan, strategi, dan program dalam mencapai kemandirian pangan. Kesimpulan yang dapat diambil mengatakan bahwa kondisi ketahanan pangan sampai saat ini dari aspek ketersediaan pangan, distribusi, stabilitas harga dan konsumsi masih cukup baik. Pertumbuhan produksi pangan domestik lima tahun terakhir cukup baik kecuali kedelai. Demikian pula dalam konsumsi pangan, skor pola pangan harapan tahun 2007 mencapai 92,8 lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Pembangunan ketahanan pangan yang berbasis pada sumberdaya dan kearifan lokal harus terus digali dan ditingkatkan melalui Desa Mandiri Pangan, yang sampai ini telah mencapai 825 desa miskin di 201 kabupaten/kota di 32 provinsi.

9. Penelitian tentang Penggunaan Pangsa Pengeluaran pangan Sebagai Indikator Komposit Ketahanan Pangan yang dilakukan oleh Ilham dan Sinaga (2007) menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS) dilengkapi dengan pendekatan deskriptif dengan teknik tabulasi dan grafik, menggunakan data Susenas tahun 1996, 1999, dan tahun 2002 serta data PDRB provinsi tahun 2002. Kesimpulan penelitian ini adalah ketahanan pangan individu tidak hanya ditentukan oleh akses fisik dan ekonomi seseorang, tetapi ditentukan juga oleh akses informasi yang direfleksikan oleh tingkat pendidikan, kesadaran hidup sehat, 9. Penelitian tentang Penggunaan Pangsa Pengeluaran pangan Sebagai Indikator Komposit Ketahanan Pangan yang dilakukan oleh Ilham dan Sinaga (2007) menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS) dilengkapi dengan pendekatan deskriptif dengan teknik tabulasi dan grafik, menggunakan data Susenas tahun 1996, 1999, dan tahun 2002 serta data PDRB provinsi tahun 2002. Kesimpulan penelitian ini adalah ketahanan pangan individu tidak hanya ditentukan oleh akses fisik dan ekonomi seseorang, tetapi ditentukan juga oleh akses informasi yang direfleksikan oleh tingkat pendidikan, kesadaran hidup sehat,

10. Penelitian oleh Rusastra dkk. (2010) tentang Krisis Global Pangan- Energi-Finansial : Dampak dan Respon Kebijakan Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan menggunakan analisis yang didasarkan atas dampak global krisis Pangan-Energi-Finansial (PEF) dan respon kebijakan regional, khususnya di negara berkembang. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa krisis PEF berdampak terhadap ketersediaan investasi pertanian global, penurunan produksi, dan peningkatan volatilitas harga pangan. Krisis tidak berpengaruh terhadap produksi, ketersediaan, dan konsumsi pangan utama pada tataran makro di tingkat nasional. Tingkat kemiskinan relatif 2015 mencapai 12,3%, jauh di atas target MDG tahun 2015 sebesar 7,2% dengan mengacu pada penurunan tingkat kemiskinan sebesar 2,2% (2000-2009). Krisis PEF secara implisit berpengaruh terhadap ketersediaan dan akses pangan di tingkat rumah tangga, yang diindikasikan oleh perlambatan laju dan pencapaian target pengentasan kemiskinan 2015.

11. Purwaningsih (2008) dalam penelitiannya berjudul Ketahanan Pangan : Situasi, Permasalahan, Kebijakan dan Perberdayaan Masyarakat menganalisis secara deskriptif permasalahan ketahanan pangan dan arah kebijakan umum ketahanan pangan. Kesimpulan dari analisis ini menyebutkan bahwa permasalahan sehubungan dengan ketahanan pangan adalah penyediaan, distribusi, dan konsumsi pangan. Penyediaan dihadapkan pada semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi. Distribusi dihadapkan pada permasalahan prasarana distribusi darat dan antar pulau, kelembagaan, dan keamanan jalur distribusi, serta bervariasinya kapasitas produksi antar wilayah dan antar musim. Permasalahan konsumsi adalah belum terpenuhinya kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi energi (meskipun konsumsi protein sudah mencukupi), serta konsumsi energi yang sebagian besar dari padi- padian, dan bias ke beras. Kebijakan ketahanan pangan tidak hanya untuk menciptakan kecukupan pangan dengan pengembangan ekonomi pedesaan dan pertanian sebagai dasar, tetapi juga kecukupan pangan bagi masyarakat miskin. Lumbung desa penting untuk ditingkatkan dalam menciptakan cadangan pangan masyarakat.