Ciri Kekhasan Lembaga Pendidikan Madrasah

C. Ciri Kekhasan Lembaga Pendidikan Madrasah

Sejak lahirnya sistem madrasah di Indonesia telah memiliki ciri khas yang membedakannya dari pesantren dan sekolah umum, yaitu upaya untuk mengkonvergensikan antara mata pelajaran umum dengan mata pelajaran agama. Ciri tersebut dapat terlihat dalam 2 faktor antara lain:

1. Sistem Pengajaran Madrasah

Sebelum kita mengenal madrasah sebagai lembaga pendidikan, kita telah mengenal pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam. Adapun metode yang dipergunakan dalam pendidikan pesantren adalah wetonan, sorogan, hafalan. Wetonan adalah metode di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekelilinh kiai yang menerangkan pelajaran. Sistem ini sama dengan halaqah di lembaga pendidikan surau (Minangkabau). Sorogan ialah suatu metode di mana santri menghadap kiai seorang demi seorang dengan

29 Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta; Sinar Grafika, 1993), cet ke-4.

commit to user

39

membawa kitab yang akan dipelajarinya. Sedangkan hafalan ialah metode di mana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Jenjang pendidikan dalam pesantren di lihat pada kitab yang di pelajari, kenaikan tingkat seorang santri di tandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang di pelajari.

Pertengahan abad 19 pemerintah kolonial Belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah modern sesuai dengan sistem persekolahan yang berkembang di dunia barat, sehingga mempengaruhi sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia, termasuk pesantren berkembang menjadi pendidikan madrasah. Sistem pengajaran dari sorongan serta sistem halaqah bergeser kearah sistem madrasah dalam bentuk klasikal dengan unit-unit

kelas. 30

Perpaduan antara sistem pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada sekolah modern, merupakan sistem pendidikan dan pengajaran yang di pergunakan di madrasah. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur mulai dan mengikuti sistem klasikal. Sistem pengajian kitab yang selama ini dilakukan, di ganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Sementara itu kenaikan tingkat di tentukan oleh penguasan terhadap sejumlah bidang pelajaran.

30 Abdul Ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, (Solo : Ramadhani, 1993), hal 11

commit to user

40

Kegiatan belajar mengajar di madrasah dilaksakanan dengan sistem klasikal, di mana sekelompok siswa dengan kemampuan rata-rata hampir sama dengan usia yang hampir sama, menerima pelajaran dari seorang guru mata pelajaran tertentu, supaya ada diskusi dalam waktu dan tempat yang sama. Kemudian kegiatan belajar mengajar pada dasarnya mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial siswa secara utuh. Dalam rangka mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi atau memasuki lapangan pekerjaan. Selanjutnya, Mengingat kekhasan setiap mata pelajaran, maka cara penyajian pelajaran atau metode mengajar hendaknya memanfaatkan berbagai sarana penunjang seperti kepustakaan, alat peraga, lingkungan alam, sosial dan budaya dan nara sumber.

Dengan keluarnya Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 1989, berdampak cukup besar terhadap perubahan sistem pendidikan madrasah. Disamakannya madrasah dengan sekolah umum dengan menerapkan kurikulum yang 100% sama antara kurikulum madrasah dengan sekolah umum, artinya mengubah keseluruhan subsistem pendidikan madrasah tersebut. Karena itu renovasi terhadap keseluruhan subsistem pendidikan madrasah harus dilakukan, tidak hanya terbatas pada perangkat kurikulumnya saja, melainkan juga sebagai konsekuensi adalah gurunya,

fasilitas madrasahnya, manajemennya, dan sebagainya. 31

31 Abdul Rachman Shaleh, Op. Cit, hal 37.

commit to user

41

2. Porsi mata pelajaran agama

Madrasah apabila di lihat dari segi historisnya telah mengalami perubahan-perubahan. Pada tahap awal, madrasah semata-mata mengajarkan mata pelajaran agama, kemudian sesuai dengan tuntutan zaman, madrasah memasukan mata pelajaran umum. Perkembangan selanjutnya dengan keluarnya SKB Tiga Menteri tahun 1975 mata pelajaran umum lebih dominan dengan sekitar 70%. Walaupun demikian kedudukan mata pelajaran agama memegang peranan yang penting dan mata pelajaran agama di kelompokan sebagai program inti.

Perbedaan madrasah dengan sekolah umum adalah kurikulum agama yang lebih banyak di banding dengan pelajaran agama di sekolah umum. Pada sekolah umum pelajaran agama 2 jam, sedangkan di madrasah pelajaran agama menjadi 4 sampai 7 jam untuk Madrasah Ibtidaiyah dan 10 jam untuk

Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. 32 Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah, terdiri dari 15 mata pelajaran dengan jumlah pelajaran untuk kelas

I dan II 31 jam per minggu, kelas III 40 jam, kelas IV, V, dan VI , masing- masing 42 jam. 15 Mata Pelajaran tersebut, 5 mata pelajaran mengajarkan bidang studi agama, yaitu Qur’an-Hadits, akidah-akhlak, fiqh, sejarah Islam

32 Husni Rahim. Op. Cit, hal 134.

commit to user

42

dan bahasa Arab dengan jumlah prosentase adalah : Kelas I dan II=19,3%,

Kelas III, IV, V dan VI =30%. 33

Kurikulum pendidikan dasar yang berciri khas agama Islam, di samping wajib memuat mata pelajaran umum, juga wajib memuat bahan kajian sebagai ciri khas agama Islam, yang tertuang dalam mata pelajaran agama dengan uraian sebagai berikut: Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Figih, Sejarah- Kebudayaan Islam, Bahasa Arab yang diselenggarakan dalam iklim

yang menunjang pembentukan kepribadian muslim. 34 Sedangkan Pengetahuan Umum yang di ajarkan di madrasah adalah :

a. Membaca dan menulis (huruf latin) bahasa Indonesia.

b. Berhitung.

c. Ilmu Bumi.

d. Sejarah Indonesia dan dunia

e. Olahraga dan Kesehatan 35

Selain mata pelajaran agama dan bahasa Arab serta yang di sebutkan di atas, juga di ajarkan berbagai keterampilan sebagai bekal para lulusannya yang terjun ke masyarakat.

33 Haidar Putra daulay. Op. Cit, hal 100. 34 Maksum , Op. Cit, hal 156. 35 Muwardi Sutedjo, dkk. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: Dirjend Binbaga

Islam dan Universitas Terbuka. 1992), hal 42.

commit to user

43