Kajian Teori

2. Film

Film sama seperti bangunan, buku, dan simfoni; artefak yang dibuat oleh manusia untuk kepentingan-kepentingan manusia itu sendiri (human purposes). Melalui sebuah film, kita disuguhi gambar-gambar yang bergerak, rangkaian gambar yang ditampilkan dengan cepat dan berurutan. Ada berbagai jenis film yang dapat dijumpai, seperti; dokumenter, fiksi, live-action, atau animasi.

Para pembuat film dan penonton juga memberikan kategori untuk film berdasarkan genre, suatu hal yang lebih mudah dikenali daripada didefinisikan. Seperti yang disebutkan oleh Bordwell dan Thompson (1997: 51), beberapa genre tersebut adalah western (film barat), musikal, aksi, horor, komedi, romansa, dan sebagainya. Karena film fiksi popular di kalangan masyarakat, maka genre fiksi lebih mudah dipikirkan daripada genre lainnya. Namun film dokumenter pun mempunyai genre nya sendiri seperti film propaganda atau film instruksional/instructional sedangkan genre yang terkenal dari film eksperimental adalah “found-footage”. Meski begitu, dalam banyak kasus, kategori-kategori

commit to user commit to user

Lebih jauh, konten atau isi sebuah film tidaklah muncul begitu saja, namun ada sebagai hasil dari proses produksi film; audiensi tidak membuat pilihan terhadap film secara sembarangan, tapi dengan keinginan untuk dihibur atau untuk mendapat inspirasi atau pencerahan melalui cara-cara tertentu; produser tidak sembarangan membuat film tetapi berdasar pada masukan- masukan yang diberikan audiensi. Bisa dikatakan, terdapat hubungan yang kompleks dan tak pasti antara film- film di era tertentu dan “masyarakat” yang ada di tempat film-film tersebut dibuat dan dikonsumsi. Film memang document cultural , namun apa yang didokumentasikan adalah hubungan kompleks antara pembaca, teks fiksi, penulis, dan budaya (Allen dan Gomery, 1985: 166).

3. Subtitling

3.1. Subtitling Sebagai Penerjemahan Audiovisual

Terdapat dua pendekatan dasar ketika melakukan transfer dialog lisan suatu program dari satu bahasa ke bahasa yang lain, baik hasil akhirnya berupa lisan seperti produksi aslinya ataupun ditransformasikan menjadi teks tulis. Jika pilihan pertama yang dikehendaki, maka bahasa asli digantikan oleh bahasa lain, bahasa target. Proses ini umumnya dikenal sebagai „revoicing‟. Penggantian

bahasa lisan ini bisa jadi perubahan total, hal ini terjadi ketika pemirsa target tidak bisa lagi mendengar bahasa sumber (dikenal dengan dubbing atau lip sync), atau perubahan sebagian, yaitu ketika dialog lisan bahasa sumber masih dapat terdengar samar-samar seperti dalam kasus voiceover. Meskipun benar halnya

commit to user

menjadikan dubbing, subtitling, dan voiceover sebagai tiga jenis penerjemahan (audiovisual translation modes) yang paling sering atau lazim digunakan, namun bukan berarti bahwa ketiga jenis penerjemahan audiovisual tersebut adalah satu- satunya pilihan dalam industri ini. Penulis-penulis seperti Luyken et al. (1991) dan Díaz Cintas (1999) memberikan 10 jenis multilingual transfer yang berbeda dalam bidang komunikasi audiovisual. Namun, dikarenakan ketiga jenis penerjemahan audiovisual yang telah disebut sebelumnya merupakan jenis penerjemahan yang paling umum, maka hanya tiga audiovisual translation modes ini yang akan diberikan definisinya.

Suatu penerjemahan audiovisual dapat disebut dengan dubbing atau sulih suara ketika original soundtrack yang terdiri atas dialog para aktor dan aktris suatu film atau tayangan televisi digantikan dengan rekaman suara bahasa sasaran yang me-reproduksi pesan aslinya. Tentu saja harus dipastikan bahwa suara bahasa sasaran sudah sinkron dengan gerakan bibir para aktor dan aktris yang terlihat di layar hingga bisa membuat para pemirsanya percaya bahwa pemain- pemain film tersebut memang berbicara bahasa mereka, bahasa sasaran. Yang disebut dengan subtitling adalah penyajian teks tertulis yang biasanya terletak di bagian bawah layar yang bertujuan untuk menyampaikan dialog yang terdengar dari suatu program televisi atau film kedalam bahasa sasaran. Bukan hanya ucapan-ucapan yang terdengar saja, namun elemen-elemen linguistik lainnya, yaitu gambar-gambar visual seperti; selipan-selipan, huruf, graffiti, spanduk atau sejenisnya; maupun soundtrack (lagu-lagu, voices off) juga turut diterjemahkan.

commit to user

suara yang terdengar dalam bahasa asli/bahasa sumber seminimal mungkin. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa terjemahan dialog lisan, yang sengaja dibuat terdengar lebih dominan dari suara dialog asli, dapat terdengar dengan baik oleh penonton dalam bahasa sasaran. Umumnya penonton diberi kesempatan untuk mendengar dialog dalam bahasa sumber selama beberapa detik pertama sebelum volume suara dikurangi dan dialog terjemahan terdengar lebih dominan. Rekaman dialog terjemahan berakhir beberapa detik sebelum dialog asli selesai diucapkan sehingga memungkinkan penonton untuk mendengar suara asli para aktor atau aktris dalam volume normal sekali lagi (Cintas, 2009: 4).

Seperti yang diungkapkan oleh Cintas (2009: 4), Romero Fresco (2006) berkata bahwa sifat independen audiovisual translation sebagai disiplin ilmu yang bebas dan sifat ketergantungannya pada disiplin ilmu yang terkait lainnya merupakan dua gagasan dasar yang untuk beberapa hal dianggap sebagai studi yang paling bermanfaat mengenai penerjemahan audiovisual. Meskipun terdengar saling bertentangan namun Romero Fresco (2006) berargumen bahwa kedua cara untuk memahami penerjemahan audiovisual ini sesungguhnya melengkapi satu sama lain. Sebagai bidang studi independen dalam domain yang lebih luas dari studi penerjemahan, penerjemahan audiovisual lebih merupakan sebuah bagian utuh dari tempatnya sendiri daripada menjadi bagian dari sebuah cabang ilmu; penerjemahan literatur misalnya. Pakar-pakar berpengaruh dalam ilmu penerjemahan seperti Bassnett (2002) dan Snell-Hornby (1995), dalam Cintas (2009), menempatkan dubbing dan subtitling pada area yang lebih besar dalam

commit to user commit to user

penerjemahan audiovisual dengan penerjemahan film karena film hanyalah bagian kecil dari berbagai jenis program-program audiovisual yang seringkali diterjemahkan: seperti dokumenter, serial televisi, reality show, atau video game.

Film atau sinema merupakan sebuah refleksi suatu realitas, kehidupan nyata, namun film juga bisa merubah realitas tersebut dengan membentuk gambaran-gambaran maupun hal-hal klise tertentu dan membentuk persepsi para pemirsanya tentang dunia. Dengan wewenang yang diberikan sebagai bentuk tekanan dari media, maka tidaklah berlebihan untuk menyatakan bahwa audiovisual translation ialah media yang tidak hanya menyaring informasi tapi juga asumsi-asumsi serta nilai-nilai masyarakat tertentu yang kemudian ditransfer ke dalam budaya-budaya lain. Film dan produksi-produksi audiovisual lainnya merupakan satu dari piranti-piranti pokok yang menyampaikan kejadian sehari- hari, stereotip, dan isu-isu tentang kategori-kategori sosial. Dubbing, voiceover serta subtitling memungkinkan pandangan-pandangan tersebut untuk dapat diakses oleh audiensi.

3.2. Jenis-Jenis Subtitling

Subtitling tidak selalu melibatkan dua bahasa, bisa interlingual atau intralingual . Intralingual subtitling, yang melibatkan satu bahasa, umumnya dapat diasosikan dengan jenis subtitle yang ditujukan untuk orang yang tidak bisa mendengar atau mengalami masalah pendengaran. Real time subtitle yang dibuat dan disiarkan sesaat setelah tuturan-tuturan asli diucapkan secara live di layar

commit to user commit to user

televisi tertentu juga menampilkan teks tertulisnya (Vanderplank dalam O‟connell dalam Kuhiwczak dan Littau, 2007).

Subtitling memungkinkan trek suara asli bahasa sumber tetap muncul sehingga Danan (dalam Vanderplank dalam Kuhiwczak dan Littau, 2007) menyatakan bahwa secara tak langsung, interlingual subtitling turut andil dalam menciptakan serta meningkatkan ketertarikan terhadap penggunaan bahasa asing dan sekaligus minat terhadap budayanya. Subtitling acapkali menjadi pilihan bagi pemirsa dengan tingkat pendidikan yang bagus, terlebih bila mereka memiliki cukup pengetahuan tentang budaya dan bahasa sumber.

Sehubungan dengan hal ini, Gottlieb (1998) memberikan definisi mengenai kedua jenis subtitling dari sudut pandang linguistik sebagai berikut:

a. Intralinguistik Merupakan bentuk subtitle yang sesuai dengan bahasa asli. Subtitling ini bisa dikatakan bersifat vertikal karena hanya menuangkan informasi lisan ke dalam bentuk teks tertulis, hanya berubah dalam hal mode bukan bahasa.

commit to user

Subtitling ini melibatkan dua bahasa, bahasa asli yang dituangkan ke dalam teks bahasa sasaran. Subtitling ini bersifat diagonal sebab penerjemah harus mentransfer informasi lisan dalam bahasa sumber dan kemudian dialihkan ke dalam bahasa sasaran sekaligus dalam bentuk teks sehingga terjadi perubahan mode dan bahasa.

Sedangkan secara teknis, (O‟Connell 2007) mengajukan dua jenis subtitling , yaitu:

a. Closed Subtitling Jenis subtitling ini ditampilkan dalam bentuk teletext yang sifatnya optional , yang berarti bahwa teks bisa ditampilkan atau dihilangkan sesuai dengan keinginan penonton atau pemirsanya. Subtitling ini umumnya digunakan untuk memfasilitasi penyandang tunga rungu dalam mendapatkan informasi. Pembuatan subtitle jenis ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan khusus penyandang tuna rungu dan memasukkan beberapa informasi tambahan sehingga subtitle ini cenderung berupa ringkasan dengan beberapa penjelasan.

b. Open Subtitling Bertentangan dengan sifat closed subtitling, open subtitling yang biasa dijumpai dalam film bioskop atau program televisi tertentu ini tidak dapat dihilangkan oleh pemirsanya. Subtitle ditampilkan sebagai satu kesatuan dengan film. Subtitle jenis inilah yang digunakan untuk menerjemahkan film yang trek suara aslinya (original soundtrack) berupa bahasa asing

commit to user commit to user

3.3. Standardisasi Subtitling

Subtitling maupun dubbing dapat dianggap sebagai jenis penerjemahan film yang kompleks. Menurut Caillé (dalam Zatlin, 2005: 128), dubbing menempatkan penegasan khusus pada fonetik sedangkan penekanan khusus pada segi semantik dapat ditemui dalam subtitling. Sejumlah konvensi telah tercipta untuk memudahkan pemirsa dalam membaca subtitle. Umumnya, ketika dialog antara dua pembicara ditampilkan pada layar, tiap tuturan tertulisnya dapat dikenali dari garis pemisah dan tiap barisnya tertulis secara justified, bukan centered . Bay (dalam Zatlin, 2005: 133), menemukan sebuah keuntungan dalam memakai huruf miring atau italic untuk tuturan dari pembicara kedua. Dengan begini, pemirsanya lebih aware atau lebih mudah mengenali pergantian suara dalam dialog. Contoh yang diberikan adalah sebagai berikut:

“ - Why are you crying? - Because I want to! ”

Sesuai aturan dalam grammar Bahasa Inggris, huruf miring juga dapat digunakan pada kata atau istilah asing dan dapat pula digunakan pada tuturan yang tertulis sebagai voice over atau ucapan seorang narator dalam film atau program televisi. Sedangkan untuk lirik lagu yang diterjemahkan, Karamitroglou (dalam Zatlin, 2005) menganjurkan penggunaan huruf miring yang disertai tanda petik. Selain itu, baik bold-face ataupun garis bawah diperbolehkan dalam subtitling.

commit to user commit to user

1. Posisi pada layar: Teks ditempatkan pada bagian bawah layar sehingga tidak menutupi gambar. Baris terendah setidaknya seperdua belas dari total tinggi layar. Posisi teks berada di tengah bagian bawah.

2. Untuk segmentasi dan panjang baris: penempatan baris seharusnya proporsional antara baris atas dan bawah serta diusahakan agar memiliki panjang yang sama karena pemirsa terbiasa dengan teks berbentuk segi empat daripada berbentuk segitiga.

3. Jumlah baris: jumlah yang diperbolehkan maksimal dua baris teks per tayang dan menempati paling tidak dua per dua belas dari total tinggi layar. Jika hanya terdiri dari satu baris, hendaknya diletakkan di bagian bawah.

4. Jumlah karakter per baris: masing-masing baris berjumlah tak lebih dari

35 karakter huruf dan tanda baca untuk meminimalkan reduksi pesan. Baris yang sampai melebihi 40 karakter akan mempengaruhi legibility teks karena kemungkinan besar ukuran font harus diperkecil.

5. Durasi: penonton atau pemirsa berusia 14-65 dari kalangan sosial menengah dan berpendidikan baik memiliki kemampuan membaca dengan kecepatan rata-rata 150-180 kata per menit yang berarti sekitar dua atau tiga kata per detik. Dengan demikian, teks dua baris terdiri dari 14-16 kata yang membutuhkan waktu setidaknya 5, 5 detik. Sementara

commit to user commit to user

6. Tanda baca: tanda titik dipergunakan di setiap akhir ujaran karakter atau aktor yang berbicara. Tanda tanya (?) dan seru (!) digunakan untuk menunjukkan pertanyaan dan perintah, seruan yang dikatakan oleh aktor. Sementara garis pemisah (-) diletakkan sebelum ujaran masing-masing aktor. Penanda ini umumnya digunakan untuk teks yang berbentuk dialog dan melibatkan lebih dari satu karakter atau aktor. Tanda garis miring (/) pun dapat digunakan untuk tujuan yang sama.

7. Bahasa lisan: idealnya, bahasa lisan diterjemahkan dengan gaya bahasa yang sama untuk mendapatkan efek yang sama, namun penggabungan kalimat atau ujaran perlu dihindari karena dapat mengganggu penonton atau pemirsa selama image reading.

8. Kategori faktor-faktor linguistik yang bisa dihilangkan:

a. padding expression, yaitu ekspresi yang hampir tidak memiliki muatan semantik dan kemunculannya bersifat fungsional untuk mempertahankan alur ujaran yang wajar. Contoh ekspresi ini antara lain; well, you know, as I say, dan sebagainya.

b. Tautological cumulative adjectives/adverbs seperti; great big, super extra , teeny weeny yang mana kata pertama memiliki peran dalam penekanan dan bisa digabungkan menjadi satu kata yang sepadan menjadi huge, extremely, dan tiny.

commit to user commit to user

3.4. Kendala dan Keterbatasan Subtitling

Banyak terdapat batasan-batasan dalam subtitling yang berikut ini secara ringkas dapat terangkum ke dalam empat batasan-batasan utama yang menjadi sebab atas timbulnya kesulitan-kesulitan tertentu, dalam hal sinkronisasi, bagi penerjemah subtitle (Hatim dan Mason, 1997):

1. Pergeseran mode dari bentuk lisan ke dalam bentuk tulisan. Ini mengakibatkan ciri-ciri tutur tertentu; seperti dialek tidak baku, intonasi, alih kode, dan turn-taking; secara otomatis tidak dapat ditunjukkan dalam bentuk tertulis bahasa sasaran.

2. Terikat oleh beberapa faktor yang telah ditentukan terkait dengan media atau saluran tempat pengalihan pesan tersebut berlangsung. Faktor-faktor ini adalah batasan jumlah spasi (umumnya maksimal 33 atau 40 spasi per baris dalam kasus tertentu, tak lebih dari dua baris setiap muncul pada layar) dan judul ditampilkan selama minimal dua detik dan maksimal tujuh detik.

3. Faktor-faktor pada poin kedua menyebabkan terjadinya reduksi pada teks bahasa sumber sehingga penerjemah harus menetapkan strategi-strategi koherensi untuk mendapatkan hasil yang maksimal atas pengalihan pesan dari teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yang bentuknya lebih ringkas. Dalam komunikasi langsung, penambahan jumlah tuturan

commit to user commit to user

seperti bentuk komunikasi tertulis lainnya, subtitling tidak memungkinkan pembacanya untuk menelesuri kembali atau membaca ulang teks dalam memahami makna.

4. Keharusan untuk menyesuaikan dengan gambar visual. Audio dan gambar visual merupakan dua elemen yang tak terpisahkan dalam film sehingga koherensi antara subtitle dengan gambar-gambar bergerak pun harus tetap ada. Penyesuaian subtitle dengan gambar yang terdapat di layar ini menjadi suatu batasan yang menimbulkan permasalahan lain lagi.

4. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian mengenai subtitle atau teks terjemahan film telah dilakukan sebelumnya. Salah satunya adalah penelitian dengan judul “Kajian Terjemahan Tindak Ilokusi Ekspresif Dalam Teks Terjemahan Film American Beauty ” oleh Adventina Putrianti pada tahun 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerjemahan tindak ilokusi ekspresif, kesepadanan teks terjemahan tindak ilokusi ekspresif dan keberterimaan teks terjemahan tindak ilokusi ekspresif dalam film American Beauty. Melalui

commit to user commit to user

Penelitian lainnya, yang relevan dengan penelitian ini, dilakukan oleh Asrofin Nur Kholilah dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Teknik dan Kualitas

Subtitle Film My Mom’s New Boyfriend” pada tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik-teknik yang diaplikasikan dalam menerjemahkan subtitle film My Mom’s New Boyfriend serta mengetahui tingkat keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan subtitle film tersebut. Berdasarkan hasil penelitiannya, terdapat sebelas teknik penerjemahan yang muncul, yaitu: padanan tetap, modulasi, kompresi linguistik, amplifikasi, transposisi pengurangan/penghilangan, generalisasi, peminjaman/naturalisasi, partikularisasi, penerjemahan literal, dan adaptasi. Dari 326 data, sebanyak 281 data (86%) diterjemahkan dengan akurat; 39 data (12%) diterjemahkan dengan kurang akurat; dan 6 data (2%) diterjemahkan dengan tidak akurat. Dari segi keberterimaan, 301 data (92%) dinilai sebagai terjemahan yang berterima; 20 data (6%) dinilai oleh para rater sebagai terjemahan yang kurang berterima; dan 5 data (2%) sebagai terjemahan yang tidak berterima. Sebagai kesimpulan akhir dari penelitian tersebut, subtitle ini cukup mudah dipahami meskipun terdapat beberapa istilah asing. Karena prosentasenya kecil, maka tidak mengganggu proses pembacaan gambar sehingga pemirsa tetap terbantu dengan teks tersebut. Dari rincian analisis, maka disimpulkan bahwa subtitle film My Mom’s New Boyfriend

commit to user commit to user

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Etanol Propolis Terhadap Derajat Inflamasi Intestinal Tikus Putih Sepsis Induksi Cecal Inoculum

0 0 67

Perbedaan Derajat Kecemasan Dan Depresi Antara Mahasiswa Dengan Tingkat Religiusitas Tinggi.Dan Rendah

0 0 50

HUBUNGAN ANTARA USG APPENDISITIS AKUT DENGAN JUMLAH LEUKOSIT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 54

POTENSI ANTIFUNGI EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans SECARA in Vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 54

TUGAS AKHIR - Perancangan Booklet Sebagai Media Utama Re-Building Image Pasar Antik Triwindu Solo

2 4 107

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DAN DEPRESI ANTARA SISWA KELAS III PROGRAM AKSELERASI DAN REGULER DI SMPN 2 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 55

DETEKSI HIV PADA KOMUNITAS GIGOLO SURAKARTA MENGGUNAKAN DETERMINE HIV-12 DAN NESTED PCR HIV GAG SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 45

PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul: Hubungan antara Derajat Hipertensi dengan Elongasi Aorta pada Pemeriksaan Foto Toraks

0 7 50

PENGARUH PEMBERIAN SERBUK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) TERHADAP EMBRIOGENESIS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 63

HUBUNGAN OBESITAS DAN SINDROM PRA MENSTRUASI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMAN 2 NGAWI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

0 1 83