Subekti, Op. Cit, hal. 36.

oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Tujuan tidak akan terwujud tanpa ada pelaksanaan perjanjian itu. Masing- masing pihak harus melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan tepat apa yang telah disetujui untuk dilaksanakan. 73 Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata menyatakan, semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dalam bahasa Belanda: te goeder trouw; dalam bahasa Inggris: in good faith; dalam bahasa Perancis: de bonne foi. Norma yang dituliskan tersebut merupakan salah satu sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian. 74 Dengan dimasukkannya itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian, berarti kita harus menafsirkan perjanjian berdasarkan keadilan dan kepatutan. 75 Selanjutnya, berdasarkan pasal 1339 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian saja, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dengan demikian, setiap perjanjian dilengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat dalam undang-undang, dalam adat kebiasaan, sedangkan kewajiban yang diharuskan oleh 73 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 102. 74 Ibid, hal 41. 75 Purwahid Patrik, Op. Cit, hal. 67. kepatutan norma-norma kepatutan yang tidak bertentangan dengan undang-undang harus juga diindahkan. 76 Akibat hukum perjanjian yang sah, pengaturannya dapat kita jumpai pada Pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan itikad baik. Istilah “semua” maka pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksud bukanlah hanya semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga meliputi perjanjian tidak bernama. 77 Pasal 1338 KUH Perdata tersebut juga harus dibaca dalam kaitannya dengan Pasal 1319 KUH Perdata. Selanjutnya, dengan istilah “secara sah” pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Semua perjanjian yang dibuat secara sah menurut hukum Pasal 1320 KUH Perdata adalah mengikat sebagai undang-undang yang 76

R. Subekti, Op. Cit, hal, 32,

77 Mariam Darul Badrulzaman, Op. Cit, hal. 82. terhadap para pihak, tidak dapat ditarik kembali, dan pelaksanaannya harus dengan itikad baik. 78 Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa akibat hukum perjanjian yang sah, antara lain: a. Berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak Para pihak yang membuat perjanjian harus menaati undang- undang perjanjian tersebut. Apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, mereka dianggap sama dengan melanggar undang-undang. Barang siapa melanggar perjanjian, maka ia akan mendapat hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Dalam perkara perdata, hukuman bagi pelanggar perjanjian ditetapkan oleh hakim berdasarkan undang-undang atas permintaan pihak lainnya. Menurut undang-undang, pihak yang melanggar perjanjian itu diharuskan membayar ganti kerugian Pasal 1243 KUH Perdata, perjanjiannya dapat diputuskan atau onbinding Pasal 1266 KUH Perdata, menanggung beban resiko Pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata, dan membayar biaya perkara 78 Ibid.