Pola Asuh Orang Tua 1. Keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Asuh Orang Tua 2.1.1. Keluarga Keluarga adalah ikatan yang sedikit banyak berlangsung lama antara suami istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller marumuskan keluarga sebagai miniatur dari organisasi sosial, meliputi sedikitnya dua generasi dan terbentuk secara khusus melalui ikatan darah Gunarsa, 1993 : 230. Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak- anak. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.

2.1.1.1. Peranan dan Fungsi keluarga

Peranan dan fungsi keluarga sangat luas dan uraian mengenai ini sangat bergantung dari sudut orientasi mana akan dilakukan. Peranan dan fungsi keluarga diantaranya yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Dari sudut biologi, keluarga berfungsi untuk melanjutkan garis keturunan. 2. Dari sudut psikologi perkembangan, keluarga berfungsi untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian sehingga bayi yang kecil menjadi anak yang besar yang berkembang dan diperkembangkan seluruh kepribadiannya, sehingga tercapai gambaran kepribadian yang matang, dewasa dan harmonis. 3. Dari sudut pendidikan, keluarga berfungsi sebagai tempat pendidikan informal, tempat dimana anak memperkembangkan dan diperkembangkan kemampuan-kemampuan dasar yang dimiliki, sehingga mencapai prestasi yang sesuai dengan kemampuan dasarnya dan memperlihatkan perubahan perilaku dalam berbagai aspeknya seperti yang diharapkan dan direncanakan. 4. Dari sudut sosiologi, kelurga berfungsi sebagai tempat untuk menanamkan aspek sosial agar bias menjadi anggota masyarakat yang mampu berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Menurut Prof. Dr. J. Verkuyl ada tiga fungsi dan peranan keluarga orangtua yaitu : 1. Mengurus keperluan materil anak-anak. Ini merupakan tugas pertama dimana orangtua harus memberi makan, tempat perlindunangan dan pakaian kepada anak-anak. Anak-anak sepenuhnya tergantung kepada orangtuanya karena anak belum mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Universitas Sumatera Utara 2. Menciptakan suatu “home” begi anak-anak. Home disini berarti bahwa di dalam keluarga itu anak-anak dapat berkembang dengan subur, merasakan kemesraan, kasih sayang, keramah- tamahan, merasa aman, terlindungi dan lain-lain. Di rumahlah anak merasa tentram, tidak merasa kesepian dan selalu gembira. 3. Tugas Pendidikan. Tugas mendidik, merupakan tugas terpenting dari orangtua terhadap anak- anaknya Ahmadi, 1999 : 246 Dari beberapa penyajian tentang fungsi dan peranan keluarga, nyatalah betapa pentingnya keluarga terutama bagi perkembangan kepribadian seseorang. Keluarga menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan dan proses-proses yang ada dan terjadi sebelumnya, jelasnya apa yang dialami dalam lingkungan keluarganya. Lingkungan rumah, khususnya orangtua menjadi teramat penting sebagai tempat penting sebagai temapat persemaian dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut. Buruk dialami keluarga akan buruk pula diperlihatkan dalam lingkungannnya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang diperoleh dari keluarga Gunarsa, 1999 : 186. Keluarga dengan kata lain yaitu orang tua pada hakekatnya, di dunia ini tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya menjadi orang jahat, bermasalah atau tidak berguna pada keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya. Namun Universitas Sumatera Utara secara tidak sengaja, terkadang orang tua lupa bahwa pola asuh yang diretapkan pada anak juga sangat berpengaruh untuk membentuk perkembangan kepribadian anak tersebut. Pola pengasuhan dapat diklasifikasikan dalam empat kategori yaitu: pola pengasuhan autoritatif, pola pengasuhan otoriter, pola pengasuhan penyabarpemanja dan pola pengasuhan penelantar Prasetya, 2003:27. a. Pola pengasuhan autoritatifdemokratis Kebanyakan orang tua yang menerapkan pola asuh jenis autoritatif ini lebih memilih untuk bertindak rasional dan demokratis terhadap anak-anaknya. Dalam penerapan pola asuh autoritatif demokratis orang tua lebih banyak memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk beraktivitas, bergaul dan berkreasi mengikuti keinginan dan kemampuannya. Anak-anak bebas bersosialisasi dengan orang-orang di sekelilingnya namun masih tetap berada di bawah pengawasan. Di sisi yang lain orang tua menunjukkan sikap tegas dan konsisten dalam menerapkan disiplin, nilai-nilai dan aturan-aturan yang jelas serta tidak bisa dilanggar namun orang tua tetap mendengarkan keinginan dan pandangan anaknya sendiri. Orang tua juga mendidik anaknya untuk tidak meminta sesuatu secara berlebihan namun tetap memikirkan kondisi dan kesanggupan orang tua untuk memenuhi permintaan serta keinginannya. Orang tua bernegosiasi dan menghargai hak serta pendapat anak sehingga ikatan kekeluargaan bagaikan hubungan antar teman yang lebih erat dan akrab. Secara keseluruhan, pendekatan orang tua terhadap anaknya terkesan lebih hangat dan mesra. Universitas Sumatera Utara b. Pola pengasuhan otoriter Orang tua otoriter menganggap bahwa anak adalah hak mutlak dan karena itu mereka cenderung menetapkan standar mutlak pada anak-anaknya. Mereka memperlakukan anak-anak mereka dengan sesuka hati dan selain itu mengancam, membentak atau memperlakukan anak dengan keras dengan tujuan untuk menakut-nakuti anak ataupun agar anak patuh dan tidak berani melawan. Padahal tanpa di sadari orang tua yang menerapkan pola asuh ini, anaknya tersebut sebenarnya membantah segala aturan dan perintah yang ditetapkan tersebut, sehingga di masa yang akan datang anak ini akan berani menentang aturan dan perintah dengan cara kekerasan juga. Anak-anak yang dididik dengan pola asuh ini kebenyakan menuruti kehendak orang tuanya bukan karena rasa hormat tapi karena takut akan hukuman yang akan diberikan seandainya tidak menurut atau melawan, maka anak memilih untuk berdiam diri dan tidak berani untuk berinisiatif dalam melakuakan sesuatu. Komunikasi yang tercipta diantara orang tua dan anak lebih bersifat satu arah di mana segalanya ditentukan oleh orang tua tanpa mempertimbangkan pikiran dan perasaan anak. Orang tua jenis otoriter ini cenderung menjaga jarak dengan anaknya dan jarang untuk mengajak anak berdiskusi tentang hal apa pun. Biasanya orang tua berbicara kasar walaupun ingin minta bantuan dari anak. Tidak ada keramahan atau kelemah-lembutan dalam berkomunikasi dengan anak. Anak juga berusaha menghindar untuk duduk satu ruangan ataupun makan bersama-sama dengan orang tuanya karena rasa tidak enak dan tidak tenang dengan situasi yang kaku tersebut. Universitas Sumatera Utara Kebanyakan anak yang di asuh dnegan pola pengasuhan otoriter ini cenderung menarik diri secara sosial, kurang spontan, dan tampak kurang percaya diri. Pola pengasuhan ini sering kali menjadi pola warisan yang berulang-ulang pada generasi keluarga yang berikutnya di mana anak yang diasuh dengan cara kekerasan, malah cenderung untuk mendidik anaknya dengan cara yang sama pada masa yang akan datang. c. Pola pengasuhan penyabar pemanja Pola asuh jenis ini bertolak belakang atau kebalikan dari pola pengasuhan otoriter. Orang tua yang mendidik anak dengan cara ini justru memprioritaskan kebutuhan dan kepentingan anak di tempat yang paling utama. Semua harapan dan kemauan anak dituruti tanpa bertanya apa alasan dan tujuan anak tersebut menginginkan harapan dan kemuannya tersebut dipenuhi. Selain itu orang tua juga tidak memikirkan apakah dengan memenuhi harapan dan kemauan anak tersebut akan memberi manfaat yang baik untuk anak. Orang tua lebih suka anaknya memperoleh sesuatu dengan cara yang mudah tanpa perlu mempersulit diri si anak. Kasih sayang dan perhatian yang diberikan orang tua kepada anak terlalu berlebihan sehingga sampai ke satu tahap orang tua tidak akan berani atau malah tidak pernah untuk menegur segala kesalahan yang dilakukan anaknya karena takut anaknya sakit hati, kecewa, sedih sehingga menangis dan sebagainya. Di dalam pola pengasuhan ini, orang tua cenderung untuk bersikap melindungi anak dalam apa pun situasi dan kondisi walaupun anaknya tersebut sebenarnya berada pada posisi yang salah. Bagi orang tua, anak mereka selalu berada pada posisi yang tepat dan benar walaupun pada situasi tertentu anak Universitas Sumatera Utara tersebut tahu yang dia melakukan kesalahan namun ragu karena orang tuanya tidak menegur atau menyatakan bahwa apa yang dilakukannya itu salah. Orang tua tidak pernah berpikir bahwa anak yang diperlakukan seperti itu suatu masa nanti akan cenderung menjadi impulsive memerlukan dorongan dari orang lain, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, egois, kurang percaya diri, sombong dan lain-lain. Dari segi hubungan dengan orang luar selain lingkungan keluarga, kebanyak orang yang datang dari latar belakang pola pengasuhan penyabar pemanja kurang matang secara sosial. Mereka tidak mau memikirkan hati dan perasaan orang lain serta hanya menuntut pemahaman dan pengertian dari orang lain terhadap diri mereka. Hal yang paling utama, mereka harus menjadi yang pertama dalam segala-galanya dan dengan kata lain prioritas mereka hendaklah yang paling utama. Walaupon anak yang dididik dengan pola asuh ini kebanyakan akan cenderung menjadi impulsive memerlukan dorongan dari orang lain, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, egois, kurang percaya diri, sombong dan banyak lagi sifat lain yang timbul seiring dengan berkembangnya pribadi anak, namun pada kenyataannya banyak juga anak yang malah menjadi agresif, tidak patut dan menentang orang tuanya lantaran tidak pernah ditegur atau dilarang ketika mereka melakukan sesuatu hal yang salah, contohnya memukul atau menganiaya orang-orang disekitarnya. Biasanya hal seperti ini mulai kelihatan apabila orang tua mulai membatasi keperluan atau kebutuhan anak sehingga anak merasakan orang tua mereka sudah tidak menyayangi mereka, tidak peduli dengan mereka lagi. Universitas Sumatera Utara d. Pola pengasuhan penelantar Anak yang diasuh dengan pola ini adalah anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Orang tua sibuk bekerja sehingga lupa tanggung jawabnya sebagai ibu atau bapak yang merupakan sosok yang penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mental, fisik dan psikologis anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadang kala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Anak dibiarkan berkembang dengan kemampuannya sendiri serta pengalaman-pengalaman yang terjadi di lingkungan sekitarnya tanpa mendapat tuntutan dan pedoman dari orang tuanya. Selain itu, tidak jarang juga ditemukan anak yang diterlantarkan oleh orang tuanya ini tidak mendapat pendidikan akademik ataupun agama yang memadai untuk menunjang kehidupanya di masa yang akan datang. Terdapat berbagai macam alasan yang menyebabakan orang tua menerapkan pola pengasuhan penelantar dan salah satunya adalah anak yang ditolak kehadirannya di dalam keluarga. Banyak kasus yang terjadi dalam kehidupan nyata di mana orang tua yang menolak kehadiran anaknya tersebut karena anak adopsi, anak tiri, anak dari hasil selingkuhan maupun anak yang kurang sempurna cacat dari mental, fisik, maupun psikis dan lain-lain. Anak yang tidak mampu untuk hidup sendiri dibiarkan terlantar tanpa diperhatikan. Orang tua menganggap bahwa memiliki anak dalam kondisi seperti itu malah memberikan kesusahan dan menambah beban dalam hidup mereka. Universitas Sumatera Utara Selain itu, kemiskinan juga mengakibatkan banyak anak-anak yang terpaksa hidup dalam keadaan terlantar tanpa mendapat perhatian dari orang tuanya. Mereka masih belum mampu untuk melakuakan pekerjaan lain atau tidak bisa mencari pekerjaan yang lebih baik karena tidak memiliki pendidikan. Pola pengasuhan penelantar merupakan pengasuhan yang beresiko paling tinggi menyebabkan penyimpangan kepribadian dan perilaku anti sosial.

2.2. Remaja

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Pada Binaan Al-Kamal Sibolangit Center

5 60 135

Analisis Faktor-Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Remaja Menggunakan Narkoba (Studi Deskriptif : Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba Binaan Al-Kamal Sibolangit Centre)

20 265 162

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre

4 42 157

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre

0 0 10

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre

0 0 1

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre

0 0 11

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre

0 0 29

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi Sosial Al-Kamal Sibolangit Centre

0 0 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Remaja Menggunakan Narkoba (Studi Deskriptif : Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba Binaan Al-Kamal Sibolangit Centre)

0 0 12

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI REMAJA MENGGUNAKAN NARKOBA (Studi Deskriptif : Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba Binaan Al-Kamal Sibolangit Centre) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

0 0 9