DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan
ii Pernyataan
iii Penghargaan
iv Abstrak
v Abstract
vi Daftar Isi
vii Daftar Tabel
ix Daftar Gambar
x BAB 1 PENDAHULUAN
1 1.1 Latar Belakang
1 1.2 Perumusan Masalah
2 1.3 Tujuan Penelitian
3 1.4 Manfaat Penelitian
3 1.5 Kontribusi Penelitian
3 1.6 Metodologi Pnelitian
4 1.7 Tinjauan Pustaka
4 BAB 2 LANDASAN TEORI
6 2.1 Regulasi Bank
6 2.2 Risiko Operasional
8 2.2.1 Karakteristik Risiko Operasional
8 2.2.2 Kategori Kejadian Risiko Operasional
9 2.2.2.1 Risiko Proses Internal
9 2.2.2.2 Risiko Manusia
10 2.2.2.3 Risiko Sistem
11 2.2.2.4 Risiko Eksternal
12 2.2.2.5 Risiko Hukum
13 2.2.3 Kejadian Risiko Operasional
13 2.2.4 Expected Loss dan Unexpected Loss
15 2.2.5 Perubahan Risiko Operasional
16 2.3 Penggunaan Statistik Dalam Pengukuran Risiko
17 2.3.1 Bagaimana Statistik Digunakan Dalam Pengukuran Risiko
17
2.3.2 Perkiraan Perubahan Faktor-faktor Risiko 18
2.4 Ukuran-ukuran Statistik 18
2.4.1 Statistik Lokasi 18
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.1 Rata-rata Mean 19
2.4.1.2 Nilai Tengah Median 19
2.4.1.3 Modus Mo 20
2.4.2 Statistik Dispersi Dispersion 20
2.4.2.1 Luas Penyebaran Range 20
2.4.2.2 Standard Deviasi 21
2.4.3 Ilustrasi 21
BAB 3 PEMBAHASAN 23
3.1 Pendekatan Perhitungan Risiko Operasional 23
3.1.1 Indikator Eksposur 23
3.1.2. Pendapatan Kotor Gross Income 24
3.1.3 Pendapatan Kotor Gross Income Negatif 25
3.2 Metode Standarisasi Standardized Approach 25
3.2.1 Jenis Bisnis Risiko Operasional 27
3.2.2 Nilai Beta Jenis Bisnis Risiko Operasional 27
3.3 Contoh Kasus 28
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 38
4.1 Kesimpulan 38
4.2 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Nilai Beta Tiap Jenis Bisnis Risiko Operasional 28
Tabel 3.2 Pendapatan Kotor gros income untuk Tahun 2004Bulan 30
Tabel 3.3 Pendapatan Kotor gros income untuk Tahun 2005Bulan 31
Tabel 3.4 Pendapatan Kotor gros income untuk Tahun 2006Bulan 32
Tabel 3.5 Pendapatan Kotor gros income untuk Tahun 2004-2006 33
Tabel 3.6 Pendapatan Kotor gros income x Nilai Beta Tahun 2004-2006 33
Tabel 3.7 Prediksi Pendapatan Kotor gross income untuk Tahun 2007Bulan 35
Tabel 3.8 Pendapatan Kotor gross income untuk Tahun 2005-2007 36
Tabel 3.9 Pendapatan Kotor gros income x Nilai Beta Tahun 2005-2007 36
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Jenis Kejadian Operasional 14
Gambar 3.1 Grafik Pendapatan Kotor gross income Tahun 2004Bulan 30
Gambar 3.2 Grafik Pendapatan Kotor gross income Tahun 2005Bulan 31
Gambar 3.3 Grafik Pendapatan Kotor gross income Tahun 2006Bulan 32
Gambar 3.4 Grafik Prediksi Pendapatan Kotor gross income Tahun 2007Bulan 35
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Metode standarisasi Standardized Approach adalah salah satu metode pengukuran yang digunakan oleh perbankan untuk meminimumkan dan mengalokasikan
kecukupan modal regulasi risiko operasional pada suatu bank sehingga kegiatan usaha bank tetap terkendali manageable pada batas kemampuan yang dapat diterima oleh
bank serta dapat menguntungkan bank
Universitas Sumatera Utara
MEASURING RISK OPERATIONAL WITH USING STANDARD METHOD THE STANDARDIZED APPROACH
ABSTRACT
Standardized Approach method is one of the measuring method used of banking for minimum and allocate the capital adequancy risk operational on the bank so the
activity labor of bank manageable on the limit ability can received of bank and than cause the bank to enjoy a profit.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank
perlu di regulasi untuk melindungi nasabah dan perekonomian dari kegagalan proses dan prosedur. Bank dipersyaratkan memiliki modal yang cukup untuk mengantisipasi
risiko yang dihadapi atau dengan kata lain kecukupan modal. Sebuah bank dikatakan memiliki modal yang cukup jika bank tersebut memiliki sumber daya finansial yang
memadai untuk mengantisipasi potensi kerugiannya.
Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil outcome yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian bank. Bank wajib menerapkan
manajemen risiko, yang berupa serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengindentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang dapat
timbul dari kegiatan usaha bank.
Risiko dalam dunia perbankan cukup banyak terutama karena adanya ketidakpastian, salah satunya adalah risiko operasional. Risiko operasional adalah
risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal manusia dan sistem, atau sebagai akibat dari kejadian eksternal dan hukum.
Pengenalan persyaratan modal untuk risiko operasional dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada jumlah modal regulasi yang harus dipelihara oleh bank.
Biaya untuk mengoperasionalkan metodologi yang sangat canggih untuk menghitung modal risiko operasional sangat besar, maka ada tiga metode untuk menghitung modal
Universitas Sumatera Utara
regulasi risiko operasional, yaitu : Basic Indicator Approach BIA, Standardized Approach SA, Advanced Measurement Approach AMA.
Standardized Approach SA membangun metode dengan menghubungkan profil
risiko operasional dengan jenis bisnis yang dijalankan. Standardized Approach SA membagi aktivitas bank menjadi delapan jenis bisnis, dimana pendapatan kotor gross
income dari setiap jenis bisnis digunakan sebagai indikator risiko. Persyaratan modal
untuk setiap jenis bisnis dihitung dengan persentasi atas pendapatan kotor gross income
tiap jenis bisnis. Hasilnya lalu ditambahkan untuk memberikan total modal risiko operasional bank. Dengan memecah bank menjadi bisnis yang berbeda-beda
dan memberikan presentase yang berbeda kepada tiap jenis bisnis, Standardized Approach SA
menghubungkan areal bisnis bank dan risikonya dengan pembebanan modal risiko operasional.
Berdasarkan hal-hal tesebut di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai pengaruh dari pada sistem pengendalian risiko operasional terhadap tujuan
meminimumkan dan mengalokasikan modal risiko operasional yang mungkin terjadi melalui pengukuran risiko operasional dengan menggunakan Metode Standard The
Standardized Approach . Oleh karena itu, untuk mendapatkan titik terang dari
permasalahan tersebut diadakan penelitian lebih lanjut dengan judul :
PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE STANDARISASI THE STANDARDIZED APPROACH.
1.2 Perumusan Masalah
Standardized Approach SA membangun metode dengan menghubungkan profil
risiko operasional dengan jenis bisnis yang dijalankan. Model ini menjelaskan mekanisme-mekanisme metodologi dan penggandaan multiplier yang digunakan.
Standardized Approach SA membagi satu bank ke dalam 8 jenis bisnis, yaitu :
Pembiayaan Korporasi Corporate Finance, Perdagangan dan Penyelesaian Payment dan Settlement
, Jasa-jasa Kelembagaan Agency Services, Manajemen Asset Asset Management
dan Jasa Broker Ritel Retail Brokerage.
Universitas Sumatera Utara
Standardized Approach menggunakan pendapatan kotor gross income masing-
masing jenis bisnis sebagai indikator risiko operasional atas masing-masing jenis bisnis. Standardized Approach SA menggunakan pendapatan kotor gross income
masing-masing jenis bisnis karena dapat diasumsikan bahwa pendapatan kotor gross income
masing-masing jenis bisnis mengindikasikan ukuran operasi setiap jenis bisnis. Pendapatan kotor gross income dengan demikian menghubungkan jumlah
bisnis dalam satu jenis bisnis spesifik terhadap tingkat risiko operasional yang melekat di dalam bisnis tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meminimumkan dan mengalokasikan kecukupan modal regulasi risiko operasional pada suatu bank dengan menggunakan Metode
Standarisasi The Standardized Approach.
1.4 Manfaat Penelitian
Metode Standardized Approach SA adalah metode pengukuran untuk meminimumkan dan mengalokasikan kecukupan modal regulasi risiko operasional
pada suatu bank sehingga kegiatan usaha bank tetap terkendali manageable pada batas kemampuan yang dapat diterima oleh bank serta dapat menguntungkan bank dan
juga dapat diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk bahan diskusi dan pengembangan selanjutnya.
1.5 Kontribusi Penelitian
Kontribusi yang dapat diambil dari pengukuran risiko operasional dengan
menggunakan metode Standardized Approach SA, diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak manajemen perbankan dalam menentukan kecukupan modal risiko operasional
guna untuk meminimumkan, mengalokasikan dan mengestimasi modal risiko
Universitas Sumatera Utara
operasional terhadap proses internal dan eksternal, manusia, hukum dan sistem serta untuk mengelola pencegahan lebih dini terhadap risiko operasional yang dihadapi
suatu bank demi kelangsungan usaha bank tersebut.
1.6 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada pengukuran rRisiko operasional adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data a. Pengumpulan data historis dalam jangka tiga tahun terakhir.
b. Data yang digunakan adalah data sekunder. 2. Analisis Deskriptif
3. Analisa Metode Standard The Standardized Approach Rumus yang digunakan untuk menghitung kecukupan modal minimum
risiko operasional adalah sebagai berikut :
dimana : K
TSA
= Modal regulasi yang diperlukan dalam Standardized Approach
. GI
1-8
= Pendapatan kotor gross income untuk tiap jenis bisnis. β
1-8
1.7 Tinjauan Pustaka
= Beta untuk tiap jenis bisnis.
Standardized Approach SA adalah metode pengukuran yang dapat digunakan untuk
menghitung kecukupan modal minimum risiko operasional yang dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada jumlah modal regulasi yang harus dipelihara oleh bank.
Sejalan dengan perkembangan pendekatan risiko operasional yang semakin kompleks,
Universitas Sumatera Utara
bank diwajibkan untuk memakai metode yang canggih untuk dapat mengelola dan memitigasi risiko.
Jika bank menggunakan metode yang kompleks, maka bank dipersyaratkan untuk memahami risiko operasionalnya sendiri, memiliki data kerugian risiko
operasional yang konsisten, memiliki tim risiko operasional yang berdedikasi. Bank yang ingin menggunakan metode Standardized Approach SA harus memenuhi syarat
yang lebih ketat. Ada dua kelompok kriteria, dan keduanya berbeda dalam pengelompokkan bank apakah sebagai bank domestik atau internasional.
Metodologi ini bervariasi, tidak hanya karena tingkat kerumitan pendekatan untuk mengestimasi risiko operasional tetapi juga terhadap kerugian dan probabilitas
terjadinya kerugian. Metode Standardized Approach SA menggunakan indikator eksposur risiko didefinisikan sebagai satu faktor yang memberi indikasi terhadap
tingkat eksposur risiko satu bank, semakin tinggi nilai indikator eksposur maka semakin tinggi risikonya.
Metode Standardized Approach SA memecah bank menjadi bisnis yang berbeda-beda dan memberikan persentase yang berbeda kepada setiap jenis bisnis,
maka Standardized Approach SA menghubungkan areal bisnis bank dan risikonya dengan pembebanan modal risiko operasional. Kondisi dan karakteristik dari asset
perbankan nasional masih tetap dipengaruhi oleh risiko operasional, yang apabila tidak dikelola secara efektif akan berpotensi mengganggu kelangsungan usaha bank.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Regulasi Bank
Bank adalah sebuah lembaga yang diberikan izin oleh otoritas perbankan untuk menerima simpanan, memberikan kredit, dan menerima serta menerbitkan cek. Bank
perlu di regulasi untuk melindungi nasabah dan perekonomian dari kegagalan proses dan prosedur. Regulasi bank berbeda dengan regulasi industri lain, pada industri
perbankan regulasi juga mencakup kelembagaan bank dan tidak hanya produk-produk perbankan.
Bank perlu mempertahankan modal dalam jumlah tertentu untuk mengantisipasi terjadinya risiko. Terdapat keterkaitan penting antara risiko dan modal, semakin besar
risiko yang dihadapi, maka semakin besar pula modal yang dibutuhkan. Bank dipersyaratkan memiliki modal yang cukup untuk mengantisipasi risiko yang
dihadapi, yang dikenal dengan kecukupan modal. Dampak gejolak ekonomi dan kejadian risiko pada bank dapat diminimalkan dengan regulasi.
The Basel Committee on Banking Supervision untuk pertama kalinya
menawarkan suatu metodologi standard perhitungan jumlah modal berbasis risiko yang harus dimiliki sebuah bank dengan menerbitkan Basel I Capital Accord I pada
tahun 1988. Basel Accord I hanya mencakup risiko kredit, dan berdasarkan standard- standar yang ada sekarang, dapat dikatakan bahwa hubungan antara risiko dan modal
yang dikemukakan belum cukup memadai. Basel Accord I mengenalkan berbagai multiplier
bobot risikorisk weight yang sederhana, masing-masing untuk utang pemerintah, utang bank dan utang perusahaan dan pribadi, dikalikan dengan 8 target
rasio modal target capital rasio.
Universitas Sumatera Utara
The Basel Committee menerbitkan Market Risk Amendement terhadap Basel
Accorrd I pada tahun 1996. Selain menyusun serangkaian aturan sederhana untuk
memperhitungkan risiko pasar, Basel Committee mendorong otoritas pengawas perbankan untuk memberikan perhatian pada upaya penilaian model-model yang
digunakan bank dalam menentukan harga berbasis risiko risk-based pricing.
Dengan dikeluarkannya Market Risk Amendement, Basel Committee selanjutnya mengembangkan Capital Accord baru yang disebut dengan Basel II Accord. Setelah
melalui berbagai konsultasi dan pembahasan, Accord baru tersebut diadopsi pada tahun 2004 dan dijadwalkan untuk diimplementasikan pada tahun 2006-2007.
Basel II terkait dengan regulasi bank dan bagaiman bank mengelola risiko-risiko dalam portofolio. Basel II menghubungkan secara langsung antara modal bank dengan
risiko yang dimiliki. Risiko operasional untuk pertama kalinya menjadi bagian pembahasan, seperti halnya risiko pasar dan risiko kredit. Perhitungan risiko
operasional diarahkan dengan menggunakan pendekatan model tidak ada konsensus industri atas struktur model tersebut.
Rumus kecukupan modal regulasi CARCapital Adequacy Regulation menurut Basel Accord II
yang harus dimiliki oleh suatu bank adalah :
8 +
+ =
= asional
RisikoOper r
RisikoPasa it
RisikoKred Modal
ATMR Modal
CAR 2-1
Perbandingan antara Basel Accord I dan Basel Accord II akan sangat bermanfaat untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam, yaitu :
Basel Accord I 1.
Fokus pada satu cara pengukuran risiko. 2.
Memiliki pendekatan sederhana terhadap sensitivitas risiko. 3.
Memakai pendekatan one-size-first all untuk perhitungan modal dan risiko.
Universitas Sumatera Utara
Basel Accord II 1.
Fokus pada metodologi internal. 2.
Memiliki tingkatan sensitivitas risiko yang lebih tinggi. 3.
Dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bank.
2.2 Risiko Operasional
Basel II Capital Accord mendefinisikan risiko operasional sebagai risiko kerugian
yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau sebagai akibat dari kejadian eksternal dan hukum.
2.2.1 Karakteristik Risiko Operasional
Risiko operasional sangat terkait dengan banyaknya masalah yang timbul karena kelemahan proses didalam bank. Namun demikian risiko operasional tidak hanya
terdapat pada bank saja, tetapi pada setiap jenis usaha. Risiko operasional merupakan risiko yang penting yang dapat mempengaruhi nasabah secara harian. Itu sebabnya
mengapa bank meningkatkan fokus perhatiannya pada proses, prosedur dan pengawasan yang sejalan dengan risiko operasional.
Berbagai bentuk risiko operasional, seperti penipuan, telah dikelola secara aktif oleh bank melalui teknologi, pengendalian dan sistem keamanan yang digunakan
bank. Pada Pilar 1 Basel II Capital Accord bank dipersyaratkan untuk mengkuantifikasi dan mengalokasikan kebutuhan modal sesuai ketentuan untuk
mengantisipasi potensi kerugian risiko operasional.
Manajemen risiko operasional memberikan pendekanan pada dua jenis kejadian, yaitu low frequencyhigh impact LFHI, sulit untuk diantisipasi dan diprediksi serta
memiliki potensi untuk menyebabkan kerugian yang besar dan high frequencylow
Universitas Sumatera Utara
impact HFLI, dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang pada
umumnya sudah diantisipasi dan dianggap sebagai biaya pelaksanaan kegiatan usaha
Lembaga Pengawas Perbankan telah mendorong bank-bank untuk melihat proses operasional seluas mungkin dan mempertimbangkan kejadian-kejadian yang
memiliki frekuensi rendah tetapi memiliki dampak yang tinggi low frequencyhigh impact events
selain risiko kredit dan risiko pasar. Dalam Basel II ditambah mengenai manajemen risiko operasional, dimana suatu bank disyaratkan untuk
mengkuantifikasi, mengukur, dan mengalokasi modal untuk meng-cover risiko operasional sebagaimana halnya risiko kredit dan risiko pasar.
2.2.2 Kategori Kejadian Risiko Operasional
Cara yang paling mudah untuk memahami risiko operasional di bank adalah dengan mengkategorikan risiko operasional sebagai risiko. Oleh karena itu, pemahaman
mengenai berbagai kejadian operasional yang dapat menyebabkan kerugian daat dilakukan dengan cara mengelompokkan risiko operasional ke dalam sejumlah
kategori kejadian risiko yang didasarkan pada penyebab utama kejadian risiko. Risiko operasional selanjutnya dapat dibagi dalam beberapa sub-kategori, seperti risiko yang
melekat pada :
1. Risiko Proses internal
2. Risiko Manusia
3. Risiko Sistem
4. Risiko Kejadian dari Luar external events
5. Risiko Hukum dan Ketentuan Regulator yang Berlaku legal risk
2.2.2.1 Risiko Proses Internal
Risiko proses internal didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan kegagalan proses atau prosedur yang terdapat pada suatu bank.
Universitas Sumatera Utara
Kejadian risiko proses internal meliputi :
1.
Dokumentasi yang tidak memadai, tidak lengkap, atau tidak lengkap
2.
Pengendalian yang lemah
3.
Kelalaian pemasaran
4.
Kesalahan penjualan produk
5.
Pencucuian uang
6. Laporan yang tidak benar atau tidak lengkap terkait dengan aspek
pemenuhan ketentuan dan
7.
Kesalahan transaksi.
Pelaksanaan evaluasi dan peningkatan proses internal bank sebagai bagian dari manajemen risiko operasional dapat meningkatkan efisiensi pada bank. Kesalahan-
kesalahan dapat terjadi jika suatu proses terlalu rumit, tidak terstruktur, atau tidak dilaksanakan dengan semestinya, yang semuanya merupakan praktik kegiatan usaha
yang tidak efisien.
2.2.2.2 Risiko Manusia
Risiko manusia didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan karyawan bank. Bank seringkali menyatakan bahwa asetnya yang paling berharga adalah para karyawannya,
namun demikian justru karyawan banklah yang umumnya menjadi penyebab kejadian risiko operasional. Kejadian risiko manusia juga dapat terjadi pada fungsi manajemen
risiko, dimana kualifikasi dan keahlian karyawan pada fungsi tersebut merupakan hal yang diutamakan.
Area-area yang umumnya terkait dengan risiko manusia adalah :
1. Permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja health adn safety issues
2. Perputaran karyawan yang tinggi
3. Penipuan internal
4. Sengketea pekerja
Universitas Sumatera Utara
5. Praktik manajemen yang buruk
6. Pelatihan karyawan yang tidak memadai
7. Terlalu tergantung pada karyawan tertentu dan
8. Aktivitas yang dilakukan rogue trader.
2.2.2.3 Risiko Sistem
Risiko sistem adalah risiko yang terkait dengan penggunaan teknologi dan sistem. Saat ini semua bank sangat bergantung pada sistem dan teknologi untuk mendukung
kegiatan usahanya sehari-hari atau bank tidak dapat beroperasi tanpa sistem komputer. Penggunaan teknologi tersebut menimbulkan risiko operasional.
Kejadian risiko sistem disebabkan oleh :
1. Data yang tidak lengkap data corruption
2. Kesaahan input data data entry errors
3. Pengendalian perubahan data yang tidak memadai inadequate change
control 4.
Pengendalian proyek data yang tidak memadai inadequate project control
5. Kesalahan pemograman programming errors
6. Ketergantungan pada teknologi ‘black box’- keyakinan bahwa model
matematis yang terdapat pada sistem internal pasti benar 7.
Gangguan pelayanan service interuption – baik gangguan sebagian atau seluruhnya
8. Masalah yang terkait dengan keamanan sistem, misalnya virus dan hacking
9. Kecocokan sistem system suitability dan
10. Penggunaan teknologi yang belum di uji coba use of new untried
technology .
Secara teoritis, kegagalan secara menyeluruh pada teknologi yang digunakan suatu bank adalah kejadian yang sangat mungkin menyebabkan kejatuhan bank
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Saat ini ketergantungan pada teknologi sudah sedemikian rupa sehingga tidak bekerjanya komputer dapat menyebabkan bank tidak beroperasi dalam periode
waktu tertentu, namun sejauh ini kegagalan komputer belum sampai menyebabkan kejatuhan suatu bank.
2.2.2.4 Risiko Eksternal
Risiko eksternal adalah risiko yang terkait dengan kejadian yang berada diluar kendali bank secara langsung. Kejadian risiko eksternal umumnya adalah kejadian low
frequencyhigh impact dan sebagai konsekuensinya dapat menyebabkan kerugian yang
tidak dapat diperkirakan, misalnya : perampokan dan serangan teroris berskala besar.
Kejadian risiko eksternal dapat disebabkan oleh :
1. Kejadian pada bank lain yang memiliki dampak pada keseluruhan industri
bank 2.
Pencurian dan penipuan dari luar 3.
Kebakaran 4.
Bencana alam 5.
Kegagalan perjanjian outsourcing 6.
Penerapan ketentuan baru 7.
Kerusuhan dan unjuk rasa 8.
Terorisme 9.
Tidak beroperasinya sistem transportasi yang menyebabkan karyawan tidak dapat hadir di tempat kerjanya dan
10. Kegagalan utility service, seperti listrik padam.
Secara historis, bank sebenarnya telah secara aktif memberikan perhatian pada risiko eksternal dalam rangka melindungi diri dari dampak yang tidak
menguntungkan. Beberapa kejadian eksternal mmiliki dampak yang cukup besar sehingga dapat mempengaruhi kemampuan bank dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Sebagai konsekuensinya, upaya-upaya yang cukup besar telah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
bank untuk meyakinkan bahwa bank dapat tetap beropoerasi setelah timbulnya kejadian risiko eksternal.
2.2.2.5 Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul dari adanya ketidakpastian karena dilakukannya suatu tindakan hukum atau ketidakpastian dalam penerapan atau
interpretasi suatu perjanjian, peraturan atau ketentuan. Risiko hukum berbeda antara satu negara dengan negara lain dan semakin meningkat sebagai akibat dari :
1. Penerapan ketentuan know-your-customer KYC yang terutama
disebabkan oleh tindakan terorisme dan 2.
Penerapan ketentuan perlindungan data yang terutama disebabkan oleh reaksi terhadap semakin meningkatnya penggunaan informasi nasabah
untuk tujuan pemasaran produk.
2.2.3 Kejadian Risiko Operasional