Jenis-Jenis Modal Dalam Badan Usaha Milik Negara

BAB III ASPEK HUKUM MODAL DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA

A. Jenis-Jenis Modal Dalam Badan Usaha Milik Negara

Di dalam ilmu ekonomi perusahaan, modal diartikan sebagai suatu perwujudan persatuan benda yang dapat berupa barang, uang dan hal-hal yang dipergunakan oleh suatu badan usaha untuk mendapatkan keuntungan. Pengertian modal berbeda dengan pengertian kekayaan, karena kekayaan dimaksudkan selisih antara milik bada usaha yang dinilai dengan uang dengan hutang-hutang badan usaha yang bersangkutan. Dengan demikian, berarti modal merupakan bagian atau salah satu komponen harta kekayaan suatu perusahaan, yang nanti akan diperhitungkan bersama-sama dengan hutang yang dimiliki suatu perusahaan. 36 a. Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.Untuk modal Perum dapat dilihat dalam UU Nomor 19 Tahun 1960 jo PP Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Perum. Dalam UU ini jo PP Nomor 13 Tahun 1998 disebutkan bahwa modal dari Perum keseluruhannya adalah berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Di dalam UU BUMN disebutkan: b. Modal Perum tidak terbagi atas saham 36 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung: PT.Alumni, 2004, hal. 81 Universitas Sumatera Utara Mengenai modal BUMN yang berbentuk Persero, diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1969 jo PP Nomor 12 Tahun 1998 jo PP Nomor 45 Tahun 2001 Tentang Persero. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 2 UU BUMN, modal PERSERO terbagi atas saham yang seluruh atau paling sedikit 51 dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN disebutkan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 lima puluh satu persen sahamnya dimiliki oleh Negara. Dengan demikian, untuk BUMN yang berbentuk Persero maka berlaku pula ketentuan yang berlaku dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Di dalam UU PT, pada alinea ketujuh Penjelasan Umum dikemukakan, ketentuan mengenai struktur modal Perseroan tetap sama dengan apa yang diatur dalam UU PT 1995. Tetap terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Tentang hal ini pun ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 41 ayat 1 UU PT 2007, bahwa yang dimaksud dengan modal perseroan adalah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun demikian, terdapat perbedaan mengenai dua hal. Pertama, besarnya modal dasar, diubah menjadi paling sedikit Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah. Kedua, kewajiban penyetoran atas modal ditempatkan harus penuh, sedang mengenai pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan menurut Penjelasan Umum, pada prinsipnya tetap dapat Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan syarat jangka waktu Perseroan menguasai saham yang telah dibelinya kembali, hanya terbatas selama 3 tiga tahun. 1.Struktur Modal Perseroan a.Modal Dasar Modal dasar adalah seluruh nilai nominal saham Perseroan yang disebut dalam Anggaran Dasar. Hal ini ditegaskan pada Pasal 31 ayat 1, bahwa modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Secara umum perkataan modal atau kapital dihubungkan dengan perseroan mengandung pengertian, sesuatu yang diperoleh Perseroan dalam bentuk uang melalui penerbitan saham. Uang itulah yang digunakan Perseoan melancarkan kegiatan dan bisnis yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Modal dasar Perseroan pada prinsipnya merupakan total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan.Anggaran Dasar sendiri yang menentukan berapa jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Jumlah yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, merupakan nilai nominal yang murni. Dengan demikian, setiap lembar saham, mempunyai nilai nominal yang akan menjadi jumlah nilai nominal modal dasar Perseroan, yang sama nilainya dengan nilai nominal seluruh saham. Selanjutnya, aspek hukum yang dianggap perlu berkenaan dengan modal dasar Perseroan, antara lain sebagai berikut: 37 37 M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 234 Universitas Sumatera Utara 1. Jumlah modal dasar harus disebut dalam Anggaran Dasar Aspek yuridis pertama, besarnya modal dasar Perseroan, harus disebut dan dicantumkan dalam ADPT: a. Jumlah modalnya harus terbagi dalam saham dengan nilai nominal yang pasti, b. Namun dapat diperbesar jumlahnya dengan menerbitkan saham baru, 2. Batas minimal modal dasar Mengenai batas minimal modal dasar, adalah jumlah yang paling rendah yang dibenarkan undang-undang dicantumkan dalam ADPT. Kurang dari jumlah batas minimal tersebut, tidak dibenarkan.Berdasarkan Pasal 32 ayat 1 UU PT, modal dasar Perseroan yang dibenarkan, paling sedikit Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah. Lebih dari itu tidak dilarang. 3. Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu, dapat menentukan jumlah minimum yang lebih besar Pasal 32 ayat 2 membuka kemungkinan menetapkan jumlah minimal modal dasar Perseroan yang lebih besar dari Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah. Kemungkinan itu terbuka bagi Perseroan yang melakukan kegiatan usaha tertentu dengan syarat hal itu ditentukan dalam undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu itu. Kegiatan usaha tertentu itu menurut Penjelasan Pasal 32 ayat 2, antara lain usaha perbankan, dan asuransi. Universitas Sumatera Utara 4. Perubahan besarnya modal dasar, merupakan perubahan Anggaran Dasar tertentu Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat 2 huruf d UU PT, perubahan ADPT mengenai besarnya modal dasar, termasuk perubahan AD tertentu yang memerlukan persetujuan Menteri. Boleh memperbesar atau memperkecil jumlah modal yang ditetapkan dalam AD. Hanya saja perubahan itu harus sesuai dengan tata cara yang ditentukan Pasal 21 dan Pasal 22 serta harus diminta persetujuan Menteri. 5. Perubahan batas minimal modal dasar ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Tentang besarnya batas minimum modal dasar sebesar Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah yang digariskan pada Pasal 32 ayat 1, kemungkinan besar tidak sesuai dengan perkembangan perekonomian di masa yang akan datang. Untuk mengantisipasi perubahan perekonomian yang cepat dan drastis pada saat sekarang, perlu diatur cara mengubah jumlah modal dasar melalui proses peraturan perundang-undangan yang lebih mudah dan sederhana. Perubahan ketentuan Pasal 32 ayat 1 tidak perlu melalui revisi atau amandemen UU PT.Hal itu dianggap menghambat kebutuhan perkembangan hukum yang mendesak. Oleh karena itu, cukup melalui sarana hukum yang berbentuk Peraturan Pemerintah. b.Modal Ditempatkan Universitas Sumatera Utara Seperti yang telah disebutkan di atas, modal ditempatkan adalah salah satu struktur modal Perseroan. Pengertian modal ditempatkan adalah jumlah saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar. 38 Kalau begitu, modal ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri 39 a. Saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya, atau pemegang saham untuk dilunasinya, dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat 1 UU PT , paling sedikit 25 dua puluh lima persen dari modal dasar, harus ditempatkan. Baik UU PT tahun 2007 dengan UU PT tahun 1995, sama-sama menentukan, 25 modal dasar harus telah ditempatkan pada saat pendirian Perseroan. c.Modal Disetor Struktur atau bentuk modal Perseroan yang ketiga, disebut modal disetor, yakni: b. Jadi, modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar Perseroan. Mengenai posisi modal ditempatkan dengan modal disetor, perlu diperhatikan ketentuan Pasal 33 ayat 1 UU PT, yang berbunyi: 38 Ahchmad Ichsan, Hukum Dagang,Lembaga Perserikatan Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987, hal. 167 39 HMN Purwosutijpto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk Perusahaan, Bandung: Djambatan, 2005, hal.103 Universitas Sumatera Utara Paling sedikit 25 dua puluh lima persen dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh. Berdasar ketentuan ini, paling sedikit 25 dari modal dasar: 1. Harus telah ditempatkan,dan 2. Juga harus telah disetor pada saat pendirian Perseroan. Sekiranya modal ditempatkan diambil para pendiri 50 atau 70 dari modal dasar, berdasarkan Pasal 33 ayat 1 dihubungkan dengan ketentuan Pasal 33 ayat 3 dan Penjelasannya harus disetor penuh. Misalnya modal ditempatkan 50 dari modal dasar.Berarti yang harus disetor penuh 50. Tidak dapat diangsur. Sebab Penjelasan Pasal 33 ayat 3 menegaskan, tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara mengangsur. Mengenai penyetoran modal yang ditempatkan menurut Pasal 33 ayat 2, dibuktikan dengan tanda bukti penyetoran yang sah. Menurut Penjelasan pasal ini, bukti penyetoran yang sah, antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.

B. Saham Badan Usaha Milik Negara