untuk turut kedalam proses pembuatan film. Tetapi kalau pada akhirnya pun belum sanggup, maka paling tidak berkontribusi untuk menonton filmnya. Karena bagi
produser, yang dilihat itu adalah banyak atau tidaknya penonton yang menyaksikan film itu. Kalau ternyata banyak, maka prospek film-film religius kedepannya akan
sangat bagus. Nantinya akan sangat banyak produser yang akan membiayai pembuatan film yang bertemakan religi. Dan itu akan sangat membantu masa depan
film religius.
66
C. Kiprah Yang Dilakukan Chaerul Umam Dalam Film Islam
Menjadi sutradara film-film religius, memang tidak terlepas dari latarbelakang Mamang. Ia berasal dari sebuah keluarga Muslim yang taat dalam memegang teguh
prinsip keagamaan di Tegal, Jawa Tengah. Ibunya seorang muballighah. Ibunya bernama Arifiyah biasa dipanggil masyarakat dengan sebutan ustadzah. Ibunya
memang aktif sebagai muballighah dalam wadah Aisyiyah. Mamang kecil sering dibawa serta ibunya berceramah agama di daerahnya. Menurut pengakuannya, ia
seringkali melihat gerak-gerik ibunya ketika berada di atas podium menyampaikan ceramah agama. Inilah mungkin yang memberikan inspirasi kepada Mamang ketika ia
kemudian menjadi sutradara film.
67
Mamang, panggilan akrab Chaerul Umam, memang dikenal sebagai sutradara yang lekat dengan tema-tema Islami. Sekitar 22 film yang lahir dari tangannya, empat
yang populer justru datang dari corak Islami. Antara lain Al-Kautsar pada tahun 1977, Titian Rambut Dibelah Tujuh pada tahun 1988, Nada dan Dakwah pada tahun 1991,
66
Ibid.
67
http:www.inilah.com, Profil Chaerul Umam, Senin, 26 Mei 2008.
dan Fatahillah pada tahun 1997. Karena film tersebut, Mamang diidentikkan dengan sutradara Islami.
68
Menurutnya untuk membuat film Islami di negeri ini memang tidak mudah. Misalnya ketika Mamang berbicara tentang kewajiban berbusana Muslimah, yang
realitasnya di masyarakat belum membumi. Maka jarang yang meresponsnya. Contoh lainnya, kadang-kadang kita ngomong tentang Islam, tapi kelakuan dan tindak tanduk
kita belum sesuai ajaran Islam. Untuk ditampilkan dalam sebuah cerita film, kenyataan itu menjadi susah. Kalau di Iran atau Arab Saudi mungkin bisa karena di
sana semua muslimah berjilbab. Namun demikian, Chaerul Umam selalu meminta komentar atau masukan dari teman-teman yang keahlian agamanya cukup matang.
Karenanya menurut Chaerul Umam, film Islam itu secara sederhananya adalah harus mampu mengajarkan sesuatu yang baik kepada pemirsa atau penontonnya.
69
Beberapa Sinopsis Mengenai Film Islam yang Digarap Chaerul Umam 1. Al Kautsar
Al-Kautsar, adalah film kedua yang dipimpinnya sejak merintis sebagai sutradara, dan berhasil memperoleh dua penghargaan dalam ajang Festival Film se-
Asia Pasifik. Film yang dirilis atau diperkenalkan kepada publik tahun 1975 itu memperoleh penghargaan juara untuk kategori sosial budaya terbaik dan ketegori
rekaman suara terbaik. Padahal tiga orang sutradara senior Indonesia pada waktu itu turut berkompetisi pada festifal film tersebut, seperti Turino Junaidi, Syumandjaya,
dan Wim Umboh. Sutradara Wim Umboh bahkan membawa dua film besutannya sekaligus, namun tidak mendapatkan penghargaan apa-apa.
70
Kesuksesan Al-Kautsar
68
“Tema Islami Selamanya Akan Laku; Wawancara Eksklusif Bersama Chaerul Umam”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, edisi Jum’at, 11 April 2008, h. 35.
69
http:www.inilah.com Ibid.
70
http:www.ruangfilm.com, Profil Chaerul Umam, Kamis, 17 April 2008.
pada waktu itu membuat nama Chaerul Umam melambung sebagai seorang sutradara pendatang baru. Ketenaran itu malah membuatnya takut dan khawatir, maka ia sempat
‘bersembunyi’ dari dunia film. “Popularitas itu berbahaya bagi orang baru. Saya menyadari beban popularitas itu berat. Apalagi saya dapat penghargaan karena tidak
sengaja”, ujar pria yang tidak menyukai kesombongan ini.
71
Dalam pembuatannya, Al-Kautsar menjadi film yang Box Office. Box-Office menurut kamus bahasa inggris adalah tempat menjual karcis di teater atau bioskop.
72
Sementara film lainnya kala itu menyuguhkan tayangan yang berbau seks, seperti film Akibat Pergaulan Bebas dan Binalnya Anak Muda. Film Al-Kautsar saat itu berhasil
bertahan hingga 12 hari penayangan di bioskop Menteng, yang pada saat itu menjadi barometer bioskop dengan standard kualitas tinggi di Jakarta, sementara film
Indonesia lainnya paling sanggup bertahan selam 2 hari, itu pun sudah dinilai bagus dan menjadi buah bibir dimasyarakat.
73
Film Al-Kautsar bercerita tentang seorang laki-laki lulusan pesantren di daerah Jawa yang memilih profesi sebagai seorang guru. Layaknya film yang lain, film ini
pun memiliki bumbu percintaan dalam alurnya. Guru dan seorang santriwati terlibat romansa dalam gaya pesantren. Kisah pun berlanjut hingga akhirnya sang guru
dipindahkan mengajar ke daerah Sumatera Barat, tempat dimana sang santriwati dilahirkan. Sesampainya disana ia bertemu dengan orang-orang yang berada
dikampung sana dan bertemu dengan tokoh masyarakat. Suatu ketika dia bertemu pula dengan seorang bapak yang sangat berpengaruh di daerah itu. Kedatangannya ke
daerah Sumatera Barat itu ternyata ditentang oleh orang tua ini, yang ternyata adalah orang tua dari santrinya yang juga menjadi kekasihnya di pesantren itu. Melalui
71
Ibid
72
Hornby, AS, et.al. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Ilmu, 1992. Cet. Ke-6.
73
“Definisi Sebuah Film Islami; Profil Chaerul Umam” , Kolom Wawasan Harian Republika, Nomor 85Tahun Ke-16 Rabu, 2 April 2008, h. 9.
pendekatan, akhirnya orang tua ini pun berbalik menaruh simpati dengan perjuangan sang guru. Konflik sosial dalam film ini terjadi manakala sang guru harus berhadapan
dengan orang-orang yang tidak suka dengan keberadaannya. Melawan terhadap para pemeras dan lain sebagainya. Secara keseluruhan, bumbu percintaan dalam film ini
sangat kecil sekali, hanya saja konflik sosial mendapatkan porsi yang sangat besar agar pesannya sampai kepada masyarakat. WS Rendra menjadi pemain utama dalam
film ini.
74
Film Al-Kautsar ini adalah film yang judul aslinya adalah Telaga Kenikmatan. Chaerul Umam berpendapat bahwa definisi Al-Kautsar hakikatnya adalah telaga yang
berada di Surga yang airnya itu nikmat. Namun judul itu tidak diperkenankan oleh Lembaga Sensor Film, yang mengasosiasikan judul film ini dengan tayangan seks.
Maka diambillah dengan menggunakan judul Al-Kautsar.
75
Menurut pandangan penulis, film Al-Kautsar ini merupakan film yang mengandung unsur dakwah karena didalamnya terdapat muatan penyampaian nilai-
nilai keislaman melalui kegiatan dakwah yang coba dilakukan oleh seorang ustadz yang diperankan oleh WS Rendra di daerah Sumatera Barat.
2. Titian Serambut Di Belah Tujuh
Film selanjutnya adalah Titian Serambut Dibelah Tujuh yang disutradarai Chaerul Umam dan skenarionya digarap Asrul Sani. Film ini bercerita tentang
seorang guru mengaji bernama Ibrahim diperankan El Manik yang menjadi korban fitnah, diserbu seluruh warga desa. Ia bersembunyi di dalam rumahnya sambil berdoa
dan berzikir memohon bantuan Allah SWT. Terlihat ekspresi wajahnya yang sangat takut dan keringat membanjir. Warga desa yang marah menggedor-gedor pintu dan
dinding kayu rumah Pak Guru. Di tangan mereka masing-masing tergenggam senjata
74
Chaerul Umam, wawancara eksklusif, Ibid.
75
“Definisi Sebuah Film Islam”, Kolom Wawasan Harian Republika, Ibid.
tajam. Sebagian bahkan sudah dapat membuka pintu dan jendela kayu dengan tebasan parang. Karena takut dan putus asa, Pak Guru Ibrahim meninggalkan tasbihnya dan
berlari ke luar rumah. Tentu saja ia tertangkap kepungan massa. Saat akan dihakimi dengan parang, muncul seorang tokoh tua diperankan H Darussalam yang dapat
membuktikan bahwa Ibrahim tidak bersalah. Ia pun dibebaskan. Di hari lain, Ibrahim ditanya oleh tokoh tua itu mengapa lari saat dikepung warga desa, padahal ia tidak
bersalah. Ibrahim menjawab singkat, Saya takut, pak”. Ini sangat manusiawi dan secara logika dapat diterima. Namun benang merahnya tetap ada: Kebenaran tetap
dapat ditegakkan serta pihak yang salah dan zalim pun dapat dikalahkan. Titian Serambut Dibelah Tujuh, sebuah interpretasi atas novel Hamka, yang bercerita
tentang pertentangan generasi muda dan tua Islam.
76
3. Nada dan Dakwah
Dari sekian film yang pernah dibuatnya, film Nada dan Dakwah adalah film yang telah membuatnya berkesan. Film yang mendapatkan 12 nominasi Piala Citra itu
membuatnya bangga karena dapat mengangkat tokoh yang bukan orang film untuk dapat menggapai nominasi, yaitu KH. Zainuddin MZ sebagai nominator pemeran
pembantu terbaik dan Rhoma Irama sebagai nominator pemeran utama terbaik, keduanya memerankan pribadinya masing-masing. “Film itu yang membanggakan
buat saya. Juga, yang menandai keberhasilan saya sebagai sutradara” kenangnya tentang film yang memperoleh gelar skenario terbaik Piala Citra tersebut.
77
Secara garis besar film tersebut bercerita tentang keresahan secara mendadak sekelompok
masyarakat dari desa yang bernama desa Pandanwangi, karena mendengar kabar bahwa tanah tempat mereka bermukim akan dibeli oleh seorang konglomerat. Konflik
antarpenduduk dan para kaki-tangan konglomerat mulai muncul. Konflik pun
76
http:www.sirojimandiri.com, Profil Chaerul Umam, Senin, 26 Mei 2008.
77
“Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, Ibid.
akhirnya meluas bukan hanya terbatas pada masalah tanah, tapi juga menimbulkan masalah moral baru dengan berdirinya tempat hiburan dan billiard. Pimpinan dari
pondok pesantren di desa Pandanwangi, H. Murad yang dibantu Rhoma, berusaha menyadarkan penduduk agar tidak menjual tanahnya. Tampilnya tokoh kharismatik
KH. Zainuddin MZ berhasil menjernihkan konflik tersebut, bahkan berhasil menyadarkan sang konglomerat Bustan.
78
Pada film Nada dan Dakwah ini, Chaerul Umam ingin memberikan pandangannya tentang kemasan dakwah pada sisi yang berbeda. Selain karena
memang sosok Rhoma Irama memiliki pengaruh cukup kuat terhadap karakter dirinya pada film tersebut, kehadiran KH Zainuddin MZ menjadi pemanis dari pembuatan
film ini. Rhoma Irama memang terkenal sebagai seorang seniman musik yang dedikasinya dalam bermusik sangat dipengaruhi oleh muatan Islam dalam setiap
karyanya. Sehingga penggunaan judul Nada dan Dakwah dalam film ini sangat sesuai. 4.
Fatahillah Film serupa yang terakhir dibuatnya bersama sutradara Imam Tantowi adalah
film Fatahillah pada tahun 1997. Film kolosal yang mengkisahkan tentang tokoh ulama yang berjuang mengusir bangsa Portugis dan kemudian mendirikan kota
Jayakarta yang sekarang menjadi Jakarta.
79
Film Fatahillah ini bercerita tentang penjajahan Portugis yang semakin merajalela, ingin mendirikan benteng di Sunda
Kelapa lewat persekutuannya dengan Raja Padjadjaran. Kesultanan Demak terpanggil dan melakukan perang terhadap Portugis. Fatahillah diperankan oleh Igo Ilham
terpilih sebagai panglima perang. Fatahillah atau Falatehan berasal dari kerajaan Samudera Pasai Ia baru saja selesai menuntut Ilmu di Tanah Suci dan kecewa melihat
kerajaannya hancur oleh Portugis. Karenanya ia bergabung dengan Sultan Trenggano
78
http:www.rajadangdut.com, Website resmi Rhoma Irama, Senin, 26 Mei 2008
79
http:www.ruangfilm.com, ibid
diperankan oleh Abdi Wiyono yang memerintah kerajaan Demak untuk berperang melawan Portugis. Dalam perjalanannya, Fatahillah dinikahkan dengan adik Sultan
Trenggano yang bernama Ratu Pembayun diperankan oleh Linda Jatmika. Fatahillah juga menikahi Ratu Ayu diperankan oleh Yuni Sulitiyowati yang merupakan Janda
dari Adipati Unus diperankan oleh Aspar Paturusi yang gugur dalam perang melawan Portugis di Malaka. Pada peperangan melawan Portugis untuk merebut
Sunda Kelapa, Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa dan Sunda Kelapa pun diganti namanya menjadi Jayakarta yang kemudian menjadi Jakarta.
80
Karena eratnya hubungan dengan sejarah kota Jakarta itulah, Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Soerjadi Soedirdja, bersedia mengucurkan dana sejumlah hampir
tiga miliar rupiah untuk mewujudkan film kolosal tersebut ke layar kaca. Jumlah dana yang sangat besar pada saat itu. Film Fatahillah tersebut langsung masuk box office.
81
Menurut gubernur, ada nilai-nilai luhur dalam film Fatahillah yang cukup menonjol yakni nilai patriotisme dan nilai keimanan serta ketakwaan. Nilai-nilai tersebut dapat
dijadikan pegangan terutama bagi generasi muda.
82
Sayangnya ketika baru seminggu film Fatahilah tersebut diputar, tiba-tiba ada instruksi dari pemerintah untuk menghentikan peredarannya. Kabarnya terdapat surat
kaleng yang ditujukan kepada Wakil Presiden Try Sutrisno pada waktu itu, yang menyebutkan bahwa film ini bisa menimbulkan isu SARA Suku, Agama, Ras, dan
Antargolongan. “Bagian mana yang dianggap menimbulkan SARA? Saya tidak tahu” ujar sutradara yang akrab disapa Mamang ini. Instruksi itulah yang membuat film
Fatahillah ini menjadi kurang sukses di pasar. Padahal, masih banyak yang ingin menonton dan menanyakan kenapa tidak diputar lagi. Ia juga menyayangkan filmnya
80
Ibid, Profil Chaerul Umam, Senin, 26 Mei 2008.
81
“Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, Ibid.
82
http:www.hamline.edu, Film Fatahillah Dibuat Dengan Dana 2,5 M, Senin, 26 Mei 2008
belum sempat diedarkan di beberapa kota penting. Sebagai orang yang berkarya, tapi karyanya harus dihentikan, Chaerul mengaku amat kecewa saat itu
.
83
Ramainya pembicaraan tentang film Fatahillah tersebut membuat namanya dikenal sebagai pembuat film sejarah. Namun dia mengelak disebut sebagai pembuat
film sejarah. Meskipun mengelak dikatakan sebagai pembuat film sejarah, tawaran justru datang kepadanya terhadap permintaan pembuatan film sejarah. Belakangan ini,
ia kembali diminta untuk membuat film sejarah yang hampir serupa, yaitu film tentang perjuangan seorang ulama dari Sumatera. Beberapa waktu lalu, Bupati
Pariaman Sumatera Barat bersama Sultan Saladin menghubunginya untuk mengerjakan sebuah film tentang tokoh ulama bernama Syeh Burhanuddin. Tokoh
penyebar Islam di abad pertengahan ini kurang terdengar kisahnya, karena itu akan dicoba diangkat ke layar lebar agar dikenal. “Tapi sampai sekarang belum ada
pembicaraan lebih lanjut tentang rencana ini,” katanya.
84
Selain itu, Mamang juga dipercaya oleh panitia ulang tahun satu abad Muhammad Natsir untuk membuat satu
film dokumenter tentang sosok pahlawan pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia ini.
5. Rencana Pembuatan Film Ketika Cinta Bertasbih. Ketenaran Chaerul Umam akan sikap dan komitmennya terhadap pembuatan
film religi dalam hal ini film Islami, membawanya untuk kembali dipercaya SinemArt, sebuah rumah produksi film, untuk memimpin pembuatan film yang
berjudul Ketika Cinta Bertasbih. Film bergenre drama religi ini kisahnya diangkat secara penuh dari novel dwilogi karya penulis muslim kenamaan Habiburrahman el-
Shirazy. Film ini ditayangkan kelayar lebar karena produser melihat kesuksesan film Ayat-Ayat Cinta sebelumnya yang juga diangkat dari novel Habiburrahman el-
83
http:www.ruangfilm.com, ibid
84
Ibid
Shirazy. Ayat-Ayat Cinta mendapat apresiasi sangat besar dari masyarakat Indonesia,
hingga keberadaannya sebagai film Islam cukup menggetarkan jagat perfilman Indonesia. Tercatat sekitar 3,5 juta masyarakat Indonesia telah menyaksikan film ini
secara langsung melalui bioskop, belum termasuk yang telah menggandakan film ini secara ilegal untuk keluar sebelum waktunya serta dijual dengan harga murah di
pinggir jalan dan ternyata sangat laku. Atau tradisi menyimpan file film ini kedalam komputer yang juga kerap dilakukan masyarakat. Pemutaran film ini pun di bioskop
sekelas Blitz Megaplex, bioskop dengan spesifikasi kelas tinggi di Jakarta, ditayangkan hampir di semua ruang pemutaran film yang ada pada bioskop ini.
Sementara animo masyarakat untuk menyaksikan film ini di bioskop juga besar. Antrean orang yang akan membeli tiket untuk menyaksikan film ini di bioskop juga
bisa sangat panjang, kejadian yang mengingatkan kita pada tradisi mudik lebaran. Ada orang yang mengantre sejak pukul 10.00 WIB dan mendapatkan kepastian tiket untuk
menyaksikan film pada pukul 22.00 WIB.
85
Berdasarkan antusiasme masyarakat tersebut, SinemArt sebagai Production House Rumah Produksi tidak ingin kehilangan momentum untuk menggarap film
bergenre sama. Karenanya dengan sigap Leo Lumanto sebagai produser meminta Chaerul Umam untuk meyutradari film yang telah mendapatkan izin dari
Habiburrahman el-Shirazy atas pengangkatan karya novelnya kedalam layar lebar. Penunjukkan Chaerul Umam pun atas rekomendasi Habiburrahman el-Shirazy
sebagai syarat dari diperbolehkannya karya Habiburrahaman el-Shirazy tersebut diangkat menjadi film. Habiburrahman el-Shirazy melihat Chaerul Umam adalah
sosok yang tepat untuk memimpin pembuatan film ini, karena pada diri Chaerul
85
Agung Supriyadi, “Ayat-Ayat Cinta dan Fitna; Sebuah Kontradiksi Apresiasi”. Kolom Dunia Islam Majalah Islam Tatsqif, edisi 31 April 2008, h. 68.
Umam terdapat jiwa keislaman dan komitmen yang sefaham dengan Habiburrahman el-Shirazy. Mereka berdua menjadikan seni sebagai media dalam menyampaikan nilai
moral dan juga sebagai syiar dakwah Islam. Karenanya, Habiburrahman tidak ingin karyanya didominasi oleh unsur untuk mengeruk keuntungan atau berorientasi pada
bisnis semata, sementara kandungan syiar Islam yang sesungguhnya menjadi setting utama pada karyanya tidak ditampilkan secara lugas. Hal ini terjadi pada film Ayat-
Ayat Cinta yang sempat disesalkan Habiburrahman. Banyak yang berpendapat, bahwa kekuatan yang mendominasi kesuksesan
film Ayat-Ayat Cinta adalah terdapat pada kecakapan Abik, panggilan akrab Habiburrahman el-Shirazy untuk membuat cerita yang apik pada karya novelnya
tersebut. Untuk itu Chaerul Umam menyatakan akan membuat alur cerita yang ada pada
setiap adegan diupayakan sesuai dengan yang ada pada novel. Chaerul Umam ingin menafsirkan film Ketika Cinta Bertasbih nantinya sesuai dengan apa yang
divisualisasikan oleh pembaca novelnya. Baik itu dari adegan, pengadegan, tokoh maupun kakaternya. Produser memilih adegan, pengarang menentukan adegan yang
perlu, dan penulis skenario melihat adegan yang pantas dan relevan. Mamang yang kemudian mengkoordinasikan output dari mereka.
86
Selain itu memang karena membaca novel Abik sama juga seperti menonton film, alurnya mudah diikuti.
87
Dalam film ini Chaerul Umam juga akan membawa serta Habiburrahman el- Shirazy sebagai supervisi film garapannya, terutama dalam hal penulisan skenario.
Abik akan berduet dengan Imam Tantowi, penulis skenario yang sukses dengan film Fatahillah yang dibuat bersama Chaerul Umam pada tahun 1997. El Badrun yang
sukses dalam film kolosal Saur Sepuh juga akan terlibat dalam film ini. Dia akan
86
“Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh, Ibid
87
Ibid
berperan sebagai penata seni.
88
Ketika Cinta Bertasbih adalah cerita yang terdiri atas dua buku dwilogi memakai dua setting latar, Mesir dan Indonesia. Episode pertama mengenai
pengembaraan Khairul Azzam untuk menuntut ilmu di Al-Azhar, Kairo, dan perjuangannya selama sembilan tahun untuk menyelesaikan studi S1 di Al-Azhar
Mesir sambil mencari biaya pendidikan adik-adiknya di tanah air dengan berjualan bakso dan tempe pada para mahasiswa maupun warga Indonesia di Kairo. Untuk
episode dua mengenai pencarian cinta Khairul Azzam di tanah kelahirannya Pulau Jawa. Episode dua akan membuat kita berlinang air mata saat Azzam kehilangan
orang yang sangat dicintainya dan kenangan Husna Adik Azzam ketika Ayah mereka dipanggil oleh Sang Khalik.
89
Film ini akan dibuat dengan melibatkan pemain-pemain yang belum tenar bahkan belum pernah merasakan bermain film sebelumnya, karena pada bulan juli
akan diadakan audisi untuk pencarian lima tokoh utama yakni Azzam, Furqon, Ellyana, Anna, dan Husna. Audisi akan dilaksankan roadshow ke sembilan kota di
tanah air. Hal itu dilakukan karena Chaerul Umam ingin membuat film yang bukan didasarkan pada ketenaran nama sang aktor atau aktris, melainkan karena kecakapan
cerita, pengadegan, skenario, dan yang lainnya. Dalam audisi ini diutamakan bagi mereka yang memang telah menguasai isi dari novel Ketika Cinta Bertasbih, bisa
membaca al-Qur’an secara baik dan benar apalagi jika ditunjang dengan penguasaan bahasa arab. Diharapkan bahwa keshalehan tokoh Azzam dalam film ini dapat benar-
benar tersampaikan kepada orang yang tepat.
88
http:www.ruangfilm.com, Profil Chaerul Umam, Rabu, 26 Maret 2008.
89
Ibid.
BAB V PENUTUP