dan aktris, alur masalah cerita yang terskema dengan baik, pengambilan gambar yang tepat, komposisi warna dan cahaya yang baik, serta pemilihan lokasi pembuatan film
yang tepat.
18
b. Film Sebagai Media Dakwah Media berasal dari bahasa latin yaitu median yang berarti alat perantara.
Sedangkan kata media merupakan kata jamak dari kata median.
19
Dengan demikian media dakwah adalah alat perantara atau sarana untuk menunjang suatu hal agar hal
tersebut dapat tercapai sesuai dengan tujuan dakwah tertentu. Media dakwah dapat berupa material atau barang, orang, kondisi tertentu, tempat, dan lain sebagainya.
20
Terdapat tiga jenis media dakwah
21
, yaitu: 1.
Spoken Words, yaitu media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi yang dapat ditangkap dengan indera telinga seperti radio, telepon, dan lain-
lain. 2.
Printed Writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar, lukisan, dan lain sebagainya yang dapat ditangkap oleh indera mata.
3. The Audio Visual, yaitu media dakwah yang berbentuk gambar hidup,
yang dapat didengar dan juga dilihat. Maka film menjadi media yang efektif bagi dakwah. Pesan-pesannya akan
menjadi lebih baik bila unsur-unsur dalam pesan dakwah dapat tersampaikan secara baik kepada objek dakwah melalui kemasan yang baik dalam film. Sehingga kerja
da’i menjadi lebih terbantukan dengan media tersebut.
D. Film Agama Film Religi
18
“Definisi Sebuah Film Islami; Profil Chaerul Umam” , Kolom Wawasan Harian Republika, Nomor 85Tahun Ke-16 Rabu, 2 April 2008, h. 9.
19
Syukir, Dasar-Dasar, h. 163
20
Ibid, h. 149
21
Mohammad Ali Aziz, llmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004, cet ke-1, h. 149
Seiring dengan perkembangan zaman, media dakwah Islam kini sudah mulai merambah pada pemanfaatan ranah Audio Visual sejurus dengan besarnya antusias
masyarakat dalam mengkonsumsi penyerapan informasi melalui media tersebut. Karena sejauh ini media Audio Visual dapat memberikan pengaruh yang besar bagi
terbentuknya opini dan cara berfikir masyarakat. Film sejak lama telah menjadi media propaganda dalam menyebarkan suatu pemahaman kepada masyarakat. Dengan
caranya yang halus audio visual tadi film mampu membentuk opini publik tanpa disadari oleh khalayak. Tidak aneh kemudian film yang pada mulanya dianggap
sebagai tontonan berubah menjadi tuntunan.
22
Maka para da’i baik perseorangan ataupun secara lembaga dan kelompok, kini lebih variatif dalam menyuguhkan kemasan dakwahnya. Mulai dari kemasan talk
show, penyampaian materi di alam terbuka dalam durasi singkat, sampai dakwah melalui film. Untuk yang terakhir agaknya tidak banyak yang mampu
mengaplikasikannya. Film kini lebih didominasi oleh unsur mistik atau horor yang lebih mengajak
masyarakat pada kemusyrikan dan juga film yang bertemakan remaja serta komedi yang biasanya tidak jauh dari unsur seksualitas pengumbar syahwat.
Selain itu film import dari Hollywood sungguh telah memperburuk kondisi perfilman Islam sebagai sarana penyebar nilai-nilai kebaikan. Kebanyakan film
Hollywood justru menjadi penebar pemahaman-pemahaman yang salah tentang Islam, meskipun Amerika melalui pabrik film Hollywood-nya membuat film bertemakan
Islam. Tercatat bila dikelompokkan, film Hollywood yang bercerita tentang Islam terbagi kepada tiga jenis. Pertama, film yang menggambarkan citra buruk Islam,
misalnya film Alladin 1992. Dalam film ini Islam dicitrakan sebagai budaya
22
Uwes Fatoni, “Menanti Film Dakwah Berkualitas”, Artikel dari http:www.republika.co.id
, Jum’at, 22 Februari 2008 diakses pada Senin, 26 Mei 2008.
terbelakang yang memberlakukan hukuman, menurut orang Barat, tidak manusiawi, yaitu potong tangan. Film True Lies 1994 dan The Siege 1998 tidak kalah
buruknya. Keduanya mencitrakan orang Arab dan Islam sebagai teroris. Kedua, film yang memperlihatkan Islam secara positif. Beberapa di antaranya The Messenger
1976, Lion of the Dessert 1981, Robin Hood: Prince of Thieves 1991, dan Kingdom of Heaven 2005. Film-film tersebut menggambarkan tokoh Muslim yang
memiliki jiwa mulia. Ketiga, film yang bersifat netral, tidak menjelek-jelekkan tapi juga tidak memuji Islam. Ini seperti Malcolm X 1992 dan Ali 2001 yang bercerita
tentang biografi dua tokoh black Muslim Amerika. Dari tiga jenis film Hollywood di atas, jenis pertama saat ini semakin gencar diproduksi dan disebarluaskan ke seluruh
penjuru dunia. Hal ini tentunya membawa implikasi serius bagi umat berupa citra buruk di mata masyarakat internasional. Apalagi, kemudian terorisme dan berbagai
bentuk kekerasan kerap muncul di negara-negara Islam. Citra tersebut pun semakin tertancap kuat.
23
Amat sedikit rasanya para sineas atau para pembuat sinema atau film, yang mencoba memberikan kontribusi berarti bagi dakwah Islam melalui film-film yang
bernafaskan Islam. Dalam aspek lain, film dakwah juga menuntut sineas-sineas Muslim yang berkualitas. Film dakwah selain mengusung idealisme nilai-nilai Islam
juga dituntut memiliki nilai jual di masyarakat. Ini menjadi tanggung jawab para sineas Muslim.
24
Berbicara mengenai film religi atau film agama, tercatat paling tidak tiga pola bagaimana sebuah film agama mampu dibuat;
Pertama adalah film Agama yang murni berisikan dakwah. Pola ini amat kental dengan usaha semata-mata mengimplementasikan ajaran al-Qur’an.
23
Ibid.
24
Ibid.
Kedua adalah pola yang mencoba mengetengahkan permasalahan yang ada dan nyata pada saat ini dan mencoba menarik garis persesuaian dengan ajaran-ajaran Islam.
Ketiga adalah pola yang mencari imbas historis permasalahan kini dengan masa lalu dan mencoba mencari kesepadanannya dalam ajaran Islam.
25
Chaerul Umam
menyebutkan, definisi film Islami adalah film yang pengadegannya juga Islam. Bukan juga diartikan bahwa alur cerita dalam film yang
didominasi oleh tindakan jahili diawalnya lalu terakhirnya ditutup dengan insyaf disebut film Islami. Jadi Islam bukan hanya dijadikan sebagai solusi konflik dalam
film tersebut. Kemudian, adab dalam memainkan peran dan akhlak personal dari masing-masing pemain dan crew pada film tersebut juga harus sesuai dengan
kerangka ajaran Islam.
26
Senada dengan Chaerul Umam, pengamat perfilman sekaligus Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung, Uwes Fathoni, menyatakan bahwa Film
Islam itu selain tujuan dan isi pesannya harus Islami, para pemain filmnya pun dituntut konsisten dalam berperilaku Islami. Hal itu tentu sangat berat, terutama
tatkala dunia artis identik dengan dunia glamor. Tentu tidak ringan bagi mereka untuk berperilaku Islami dalam kehidupan keseharian sebagaimana pesan mereka dalam
film dakwah. Bila perilaku mereka bertentangan dalam film dengan kenyataan, pesan dakwah film akan menemui kegagalan. Masyarakat senantiasa menuntut konsistensi
antara perilaku dan pesan dakwah.
27
Kita menanti film-film dakwah berkualitas lainnya yang mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat di tengah gencarnya arus globalisasi. Film-film
tersebut juga diharapkan bisa menandingi film-film Barat yang sering menciptakan
37
M. Saries Arief. “Mencari Formula”, Ibid.
25
“Definisi Sebuah Film Islam”, Kolom Wawasan Harian Republika, Ibid.
26
Uwes Fatoni, “Menanti Film Dakwah Berkualitas”, Ibid.
27
Ibid
citra buruk Islam.
BAB III PROFIL CHAERUL UMAM