tema-tema yang lama semisal percintaan, namun nuansa sosial dan edukasinya lebih besar daripada percintaannya.
47
Tema percintaan menjadi tema yang senantiasa digarap oleh hampir seluruh sineas di sepanjang waktu. Chaerul Umam berpendapat, bahwa memang masalah
cinta adalah masalah yang universal, masalah semua orang dan masalah semua waktu. Tema cinta itu sudah ada sejak zaman dahulu. Kita tahu kisah Romeo and
Juliet yang tenar di dataran Eropa atau di Indonesia ada kisah Roro Mendut dan Pronocitro misalkan. Dimana-mana tema cinta memang universal, hanya saja
penggarapannya bisa kreatif atau tidak? Bisa dihubungkan atau tidak? Dengan nilai- nilai religius misalnya?
48
B. Latar Belakang Chaerul Umam Dalam Menyutradarai Film Islam
Chaerul Umam, sebagai sutradara film nasional, di tahun 2002 pernah menyatakan rasa heran dalam sebuah kesempatan. Sebab, selama ini ia dianggap
sebagai sutradara film-film Islami. Padahal, dari 22 film garapannya, hanya empat yang masuk kategori film islami, yaitu Al Kautsar, Titian Serambut Dibelah Tujuh,
Nada dan Dakwah, serta Fatahillah. Mengapa Chaerul Umam sering disebut sebagai sutradara film Islam, kendati hanya empat film Islami yang ia besut? Apakah mungkin
karena sangat minimnya sutradara yang menggarap film-film Islami? Atau Mungkin juga karena keempat film tersebut masuk daftar film-film terlaris pada masanya.
Sedangkan film besutan Mamang yang lain, terbilang kurang sukses di pasaran, kecuali Kejarlah Daku, Kau Kutangkap dan Si Joe Turun ke Desa. Dua film tersebut
bercorak komedi. Herannya saya dicap sebagai sutradara film Muslim dan komedi. Berarti film-film itu laku. Titian Serambut Dibelah Tujuh itu masuk box office. Al
47
Chaerul Umam, Wawancara Eksklusif Penulis, Kamis, 22 Mei 2008
48
Ibid
Kautsar juga laku walau saat film itu beredar belum ada ukuran box office. Sebab, saat itu belum ada Perfin yang membuat ukuran box office. Tetapi waktu Al Kautsar
diputar, saya survei ke bioskop-bioskop, animo masyarakat cukup bagus. Di Bioskop Menteng, misalnya. Waktu itu, semua film Indonesia paling top hanya bertahan dua
hari di bioskop itu. Al Kautsar, waktu itu, menembus dua belas hari kata Mamang.
49
Segala pekerjaan tergantung pada niat. Bila dalam bekerja niatnya untuk ibadah, maka pekerjaan yang dilakukan pun akan bernilai ibadah. Itu yang menjadi
tekad dari Chaerul Umam, dalam setiap pekerjaan yang ia lakoni. Tidak heran, kalau karya-karyanya memang banyak yang bernafaskan agama atau banyak menyisipkan
ajaran-ajaran agama, khususnya Islam. Menurutnya berkesenian adalah upaya untuk menerjemahkan salah satu sifat Allah, Yang Maha Indah. Nabi Muhammad SAW
bersabda, Allah itu indah dan menyukai keindahan. Dan, menurutnya, menghayati sifat Indah Allah adalah ibadah. Keindahan yang dimaksud disini tentu bukan sekadar
keindahan fisik atau hanya artifisial. Ia bisa berupa nilai, berupa visi dan misi, atau bahkan sikap. Bagi Chaerul Umam, membuat sesuatu yang baik itu sudah ibadah,
sudah berarti dakwah. Bahkan membuang duri pun sudah ibadah, dan semua orang Islam sebenarnya bisa melakukan hal itu.
50
Seorang pengamat perfilman yang juga adalah dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam artikelnya yang berjudul
“Menanti Film Dakwah Berkualitas” mengatakan bahwa kita memang memiliki Chaerul Umam yang berhasil mengangkat tema-tema keislaman dalam filmnya
sampai meraih nominasi Piala Citra. Ada juga Deddy Mizwar, spesialis sinetron
49
Yogi W. Utomo, “Madu dan Racun Film Tontonan Ghaib”, Artikel pada http:www.sirojimandiri.net, Jum’at, 18 November 2005.
50
http:www.inilah.com Ibid
dakwah. Namun, itu belum cukup dibandingkan dengan perkembangan film-film yang mengusung kemungkaran.
51
Artinya, peran Chaerul Umam dalam pembuatan film dakwah memang sudah sangat diakui. Meskipun dengan merendah Chaerul Umam mengatakan bahwa pada
dasarnya dia tidak bermaksud melakukan dakwah melalui film. Sebab dakwah dalam artian luas, semua orang, terlepas dari apapun profesinya, juga memiliki kewajiban
untuk menyampaikan kebenaran dalam hal ini berdakwah.
52
Chaerul Umam tidak ingin film yang digarapnya dibuat dengan sesuatu yang dipaksakan. Misalnya, ketika
menggarap film Islami seperti Ketika Cinta Bertasbih yang sedang digarapnya, Chaerul Umam tidak ingin agar film buatannya laku, maka dibuat adegan-adegan
yang diluar dari kaidah norma agama dan budaya atau dibintangi oleh artis-artis yang terkenal mapan dalam acting agar mendongkrak penjualan film yang dibuatnya.
Baginya, yang namanya dakwah memang harus ada contoh yang sempurna. Mungkin tidak ada orang yang sangat sempurna, paling tidak mendekatinya. Hal itu terlihat dari
perilaku dan ketaatannya. Ini bukan film sosial atau psikologis. Ini adalah film dakwah karenanya harus mencari aktor yang ideal. Kalau menyimpang sedikit, maka
akan mengurangi maknanya dan menyimpang dari misi awalnya
53
Chaerul Umam juga menjadi orang yang berada pada garis terdepan dalam usahanya mempertahankan keberadaan Lembaga Sensor Film LSF. Banyak
kalangan sineas yang umumnya berfahamkan liberal sangat bersemangat dalam menyuarakan pembubaran terhadap LSF, Chaerul Umam memiliki peran yang cukup
signifikan terhadap penyelesaian permasalahan tersebut. Dia kerap melakukan upaya dialog dengan para penolak keberadaan LSF. Kejadian lucu terjadi ketika ia
51
Uwes Fatoni, “Menanti Film Dakwah Berkualitas”, Artikel dari http:www.republika.co.id, Jum’at, 22 Februari 2008 diakses pada Senin, 26 Mei 2008.
52
“Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh, Ibid
53
“Definisi Sebuah Film Islami”, Kolom Wawasan, Ibid.
melakukan dialog dengan sineas yang mengusung pembubaran LSF. Ketika mengkaji sebuah film yang berjudul Berbagi Suami, dimana digambarkan adegan senggama di
malam pertama yang dilakukan sambil berdiri, kemudian oleh LSF adegan dalam film itupun akhirnya digunting. Lantas ditanyakan mengapa adegan tersebut digunting?
Kemudian ia menambahkan “Saya hanya ingin menunjukkan bagaimana gambaran seorang gadis yang ketakutan ketika malam pertama”. Padahal adegan film tersebut
memang telah diluar batas.
54
Terdapat masih banyak lagi film Indonesia yang menyuguhkan tayangan vulgar yang di bungkus dalam film komedi seperti dalam film
Buruan Cium Gue, Kawin Kontrak, Maaf Saya Menghamili Istri Anda, XL, dan yang terbaru ML.
Hal tersebut artinya bahwa liberalisasi sudah mulai termanifes dalam lingkungan kebudayaan kita. Banyak kegiatan-kegiatan yang mengusung gerakan
liberal dalam wilayah apapun yang tujuannya adalah menyerang eksistensi agama, khususnya Islam. Bahkan dalam gerakan itu, mereka juga dibiayai oleh lembaga-
lembaga luar negeri yang memang memiliki maksud-maksud tertentu. Jika gerakan kaum liberal tersebut sekarang sudah mempunyai radio, mungkin berikutnya mereka
akan memiliki televisi.
55
Karenanya perlu dipersiapkan berbagai sarana penunjang dari setiap elemen masyarakat Islam dalam mengupayakan sosialisasi secara massif mengenai seni,
dalam hal ini film, yang menjadi sarana dalam pengembangan dakwah atau penanaman nilai-nilai kebajikan dan perbaikan moral bagi masyarakat.
Chaerul Umam juga melihat bahwa organisasi-organisasi Islam di Indonesia sangat kurang merespons masalah ini. Banyaknya lembaga pendidikan yang dibuat
oleh masing-masing organisasi Islam juga masih belum yang menyentuh pada upaya
54
“Susahnya Mencetak Sutradara Handal”, Kolom Tatap Muka Majalah Tarbawi, Ibid, h.24
55
Ibid
mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bergerak dalam ranah sinematografi. Ia menekankan betapa Islam saat ini harus memiliki Sumber Daya Manusia yang peduli
dan concern terhadap penebaran nilai-nilai kebenaran yang tercakup dalam Islam melalui film. “Kita perlu mempersiapkan sumber daya seniman-seniman muslim yang
peduli dengan kemuslimannya. Saat ini sumber daya itu masih sangat kurang. Kini penekanannya pada sumber daya di bidang audio-visual. Ada 10 broadcating, namun
tidak bisa ngapa-ngapain, karena kita tidak punya sumber daya. Karenanya kedepan, perlu didirikan Akademi-akademi kesenian, workshop-workshop bagi anak-anak
Islam yang punya bakat dan kepedulian” jelasnya.
56
Sulitnya berkontribusi aktif dalam dakwah melalui film dinyatakan sendiri oleh Chaerul Umam selaku Ketua Lembaga Seni dan Budaya Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. Dia menyatakan bahwa Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang sampai dengan saat ini concern dalam berkontribusi pada dunia kesehatan
dan pendidikan. Rumah Sakit yang didirikan Muhammadiyah sangat banyak di pelosok negeri, begitu juga dengan lembaga pendidikannya. Sekolah formal yang
didirikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Universitas yang juga tersebar di seluruh pelosok negeri. Hanya saja, dari sekian banyak lembaga pendidikan yang
didirikan, tidak ada yang menyentuh secara spesifik mengenai lembaga pendidikan dalam bidang sinematografi.
57
Sehingga Chaerul Umam melihat bahwa sangat sulit untuk melahirkan sineas muslim yang peduli dengan Islam dan menjadikan film
sebagai sarana dakwah. Namun Chaerul Umam adalah tokoh yang tidak hanya bisa mengkritik tanpa
memberikan solusi. Dia kerap melakukan inovasi dalam setiap pembuatan film yang dia buat. Terlebih ketika Chaerul Umam aktif di Institut Kesenian Jakarta IKJ.
56
Majalah Islam Tarbawi edisi 31, Kolom Nasehat Muharram, Jakarta: PT Media Amal Tarbawi, 2002, h. 43
57
Chaerul Umam, wawancara eksklusif, Ibid.
Chaerul Umam senantiasa melakukan diskusi dengan para mahasiswa yang baru tumbuh di IKJ, dia dekati dan mencoba untuk membentuk komunitas yang kondusif
bagi mereka agar mereka bisa berkreasi berbeda secara moral dengan pendahulu mereka.
58
Kesempatan itu semakin besar ketika ia diamanahkan untuk menjadi koordinator masjid di IKJ. Awalnya Chaerul Umam mencari Mahasiswa IKJ yang
rajin sholat, di dalamnya diadakan pengajian dan diskusi. Mahasiswa IKJ yang ikut awalnya berjumlah lima orang, berkembang menjadi sepuluh, dan sekarang sudah
berkelas-kelas. Jadi kalau mau mengubah film menurutnya harus diubah dari orangnya.
59
Upaya menanamkan nilai-nilai agama kepada para pelaku film tidak hanya dilakukan dalam lingkup mahasiswa saja. Chaerul Umam juga dikenal senantiasa
melaksanakan terobosan dalam kegiatan dakwah kepada pelaku film dalam kegiatan pembuatan filmnya. Hal itu dimulai semenjak menjadi asisten Sjuman Djaya. Dia
membuat sebuah pengajian silaturrahim untuk para pekerja film.
60
Kegiatan itu senantiasa dilakukan hingga saat ini. Berdasarkan keterangannya, bahwa setiap kali
dia melaksanakan syuting di luar daerah dan memakan waktu berhari-hari, maka Chaerul Umam selalu mengadakan ta’lim dan memanggil ustadz untuk berceramah
kepada aktor, sutradara, produser, dan seluruh crew di tempat syuting.
61
Hingga saat ini juga masih dilangsungkan pengajian bulanan para aktor dan aktris yang diadakan
di Gedung Wisma Laena Manggarai Jakarta.
62
Selain itu, dalam proses pembuatan film, Chaerul Umam juga selalu mem-break mengistirahatkan kegiatan syutingnya
58
“Susahnya Mencetak”, Kolom Tatap Muka, Ibid.
59
“Definisi Sebuah Film Islam”, Kolom Wawasan, Ibid.
60
Ibid.
61
Chaerul Umam, Wawancara Eksklusif, Ibid
62
Ibid.
sementara, jika kumandang adzan tanda masuk waktu sholat sudah terdengar dan diteruskan dengan melaksanakan sholat berjama’ah.
63
Selain itu, bukti bahwa Chaerul Umam memiliki kepeduliaan yang tinggi terhadap pembentukan sineas muda muslim adalah dengan dibentuknya komunitas
yang dengan rutin melakukan diskusi dan mencoba berkreasi di dalamnya. Nama- nama semisal Zak Sorga, Syaiful G. Waton, Febriyono dan masih banyak yang
lainnya, adalah nama-nama sineas muda yang memiliki komitmen tinggi bagi perbaikan moral melalui wadah film. Hanya saja kesempatan bagi mereka belum ada.
Syaiful G. Waton misalnya, dia adalah sutradara muda yang cukup baik melalui filmnya Ketika Mas Gagah Pergi. Hanya saja produser belum melirik film buatan
suami dari aktris Anneke Putri ini yang sebenarnya sangat baik.
64
Chaerul Umam telah membuktikan kepada kita bahwa Islam adalah agama yang indah. Maka dalam kiprahnya di dunia film, ia mencoba mensejajarkan dengan
upaya dakwah melalui media film. Hal itu ia katakan, bahwa terhitung pada tahun 1997, ia bertekad hanya akan menerima tawaran membuat film yang jika di dalamnya
memiliki muatan Islam.
65
Sedikit memang sosok seperti Chaerul Umam dalam dunia perfilman Indonesia. Ia memiliki sebuah komitmen tulus bagi perbaikan moral bangsa, dan ia
juga adalah sutradara yang memiliki jiwa keislaman yang tinggi di tengah dunia glamour yang lekat dengan orang yang seprofesi dengannya. Karenanya dia berpesan
kepada seluruh masyarakat, mulai saat ini sedapat mungkin agar masyarakat itu mulai berkontribusi melalui workshop-workshop untuk membuat film atau sinetron religius,
khususnya oleh mahasiswa-mahasiswa yang muslim karena SDM sineas muslim itu sangat kurang sekali. Makanya ia sangat berharap bagi para generasi muda Islam
63
Ibid.
64
Ibid.
65
Ibid.
untuk turut kedalam proses pembuatan film. Tetapi kalau pada akhirnya pun belum sanggup, maka paling tidak berkontribusi untuk menonton filmnya. Karena bagi
produser, yang dilihat itu adalah banyak atau tidaknya penonton yang menyaksikan film itu. Kalau ternyata banyak, maka prospek film-film religius kedepannya akan
sangat bagus. Nantinya akan sangat banyak produser yang akan membiayai pembuatan film yang bertemakan religi. Dan itu akan sangat membantu masa depan
film religius.
66
C. Kiprah Yang Dilakukan Chaerul Umam Dalam Film Islam