1.2 Masalah Penelitian
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana biji asam jawa berperan sebagai koagulan dan kemampuannya jika dikombinasikan
dengan alumuniun sulfat alum dalam pengolahan limbah cair industri tahu terhadap persentase penurunan turbiditas, total suspended solid TSS dan COD dengan variasi
pH limbah cair industri tahu, dosis dan ukuran partikel asam jawa yang digunakan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan biji asam jawa sebagai koagulan dan kemampuannya jika dikombinasikan dengan alumuniun sulfat
alum terhadap persentase penurunan turbiditas, total suspended solid TSS dan COD limbah cair industri tahu dengan variasi pH limbah cair industri tahu, dosis dan
ukuran partikel biji asam jawa yang digunakan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi dunia industri tahu dalam menemukan bahan koagulan pengganti yang lebih ramah
lingkungan dalam pengolahan limbah.
1.5 Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, FMIPA, USU, Medan. Penelitian berlangsung selama 3 bulan. Dengan bahan-bahan yang digunakan antara
lain biji asam jawa Tamarindus indica, aluminium sulfat alum, limbah cair industri tahu di kota Medan, asam sulfat dan natrium hidroksida teknis.
Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi : 1.
pH limbah tahu : 4, 6, 8 dan 10 2.
Dosis koagulan biji asam jawa mgL limbah tahu : 1000, 2000, 3000, 4000 dan 5000
3. Perbandingan berat serbuk biji asam jawa dan alum mgL limbah tahu :
1000 : 4000; 2000 : 3000; 3000 : 2000 dan 4000 : 1000 4.
Ukuran partikel koagulan : ayakan tepung, 50 mesh, 100 mesh dan 140 mesh
Parameter uji adalah turbiditas, Total Suspended Solid TSS dan COD limbah cair industri tahu dengan volume sebanyak 200 mL.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Koagulasi Flokulasi
Koagulasi adalah proses pengolahan air limbah cair dengan cara menstabilisasi partikel-partikel koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama flokulasi,
sedangkan flokulasi adalah proses pengolahan air dengan cara mengadakan kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi sehingga ukuran
partikel-partikel tersebut bertambah menjadi partikel-partikel yang lebih besar Kiely, 1997.
Koagulasi flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berbentuk suspensi atau koloid. Koloid merupakan partikel-partikel berdiameter sekitar 1nm
10
-7
cm hingga 0,1 nm 10
-8
cm. Partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika
biasa.
2.1.1 Koagulasi
Umumnya partikel-partikel tersuspensi koloid dalam air buangan memperlihatkan efek Brownian. Permukaan partikel-partikel tersebut bermuatan
listrik negatif. Partikel-partikel itu menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan menolak ion-ion negatif. Ion-ion positif tersebut kemudian menyelubungi
partikel-partikel koloid dan membentuk lapisan rapat bermuatan di dekat
permukaannya. Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut dengan lapisan kokoh fixed layer atau lapisan stern. Lapisan kokoh dikelilingi lagi oleh sejumlah
ion-ion yang berlawanan muatan yang disebut lapisan difusi. Di dalam lapisan difusi terrdapat satu bidang geser shear plane yang merupakan batas terhadap mana ion-
ion yang berlawanan muatan dapat tersapu dari permukaan partikel oleh gerakan fluida. Ion-ion di sebelah dalam bidang geser bergerak bersama pertikelnya,
sedangkan yang berada di bagian luar, gerakannya ditentukan oleh gerakan fluida atau termal. Kumpulan ion-ion berlawanan di dalam air yang mengelilingi partikel
koloid dan muatan-muatan permukaannya itu disebut lapisan ganda listrik electrical double layer. Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut
menyebabkan pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga menimbulkan gaya tolak-menolak antar partikel. Di samping gaya tolak-menolak
akibat muatan negatif pada pertikel-partikel koloid, ada juga gaya tarik-menarik antara dua partikel yang dikenal dengan gaya Van der Walls berasal dari sifat
elektron yang merupakan bagian dari sistem atom atau molekuler, dan signifikan hanya pada jarak yang sangat kecil, sekitar satu mikro atau kurang. Selama tidak ada
hal yang mempengaruhi kesetimbangan muatan-muatan listrik partikel koloid, gaya tolak-menolak yang ada selalu lebih besar daripada gaya tarik Van der Walls, dan
akibatnya partikel koloid tetap dalam keadaan stabil Farooq dan Velioglu, 1989. Menurut Eckenfelder 1989, potensial listrik diantara bidang geser dan badan
cairan dapat ditentukan dengan pengukuran elektroforesis pengukuran laju partikel dalam suatu medan listrik dan disebut potensial zeta . Potensial zeta berhubungan
dengan muatan partikel dan ketebalan dari lapisan ganda. Ketebalan lapisan ganda tergantung pada konsentrasi ion di dalam cairan. Semakin besar konsentrasi ion,
semakin kecil ketebalan lapisan ganda dan berarti semakin rapat muatan. Potensial zeta sering digunakan sebagai ukuran stabilitas partikel koloid. Semakin tinggi
potensial zeta, semakin stabil suatu partikel koloid. Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif kation ditambahkan ke dalam
koloid target koagulasi, maka kation tersebut akan masuk ke dalam lapisan difusi karena tertarik oleh muatan negatif yang ada pada permukaan partikel koloid. Hal ini
menyebabkan konsentrasi ion-ion dalam lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya, ketebalan lapisan difusi akan berkurang termampatkan kearah permukaan partikel.
Pemampatan lapisan difusi ini akan mempengaruhi potensial permukaan partikel koloid, gaya tolak-menolak antar partikel serta stabilitas partikel koloid. Penambahan
kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu, akan merubah besar partikel zeta ke suatu tingkat dimana gaya tarik-menarik Van der Walls antar pertikel dapat
melampaui gaya tolak-menolak yang ada. Dengan demikian partikel koloid dapat saling mendekati dan menempel satu sama lain serta membentuk mikroflok.
Mekanisme destabilisasi partikel koloid ini disebut pemampatan lapisan ganda listrik. Dalam hal ini jenis muatan permukaan partikel koloid tidak berubah Farooq dan
Velioglu, 1989. Ion-ion atau koloid bermuatan positif kation yang ditambahkan dalam
proses destabilisasi koloid juga dapat bereaksi dengan alkalinitas dalam air, membentuk suatu presipitat padat yang lengket dan memisah dari larutan. Saat
mengendap, presipitat ini dapat membantu pembentukan flok dengan cara penjaringan partikel-partikel koloid Nathanson, 1986.
Selain dengan cara tersebut diatas, destabilisasi partikel koloid juga dapat terjadi melalui mekanisme yang disebut dengan jembatan antar partikel. Dalam
mekanisme ini, ion-ion atau koloid bermuatan positif yang digunakan bersumber dari polimer. Polimer adalah senyawa karbon rantai panjang linier atau bercabang.
Polimer memiliki banyak tempat aktif sepanjang rantainya dimana partikel koloid dapat berinteraksi dan teradsorbsi. Apabila dua atau lebih partikel teradsorbsi
sepanjang rantai polimer, suatu jembatan partikel akan dibentuk. Jembatan partikel tersebut kemudian akan jalin-menjalin dengan jembatan partikel lain selama proses
flokulasi dan mengendap dengan mudah sebagai suatu hasil dari pertambahan ukuran. Polimer yang digunakan dalam proses destabilisasi partikel koloid sering disebut
dengan polielektrolit Farooq dan Velioglu, 1989. Ion-ion atau koloid bermuatan positif kation yang ditambahkan untuk
meniadakan kestabilan partikel koloid tersebut di atas dapat dihasilkan dari senyawa organik atau anorganik tertentu yang disebut koagulan. Zat kimia yang digunakan
dalam proses ini meliputi ion-ion metal seperti aluminium atau besi, yang mana akan terhidrolisa dengan cepat untuk membentuk presipitat yang tidak larut, dan
polielektrolit organik alam atau sintetik, yang mana dengan cepat teradsorbsi pada permukaan partikel koloid, dengan demikian mempercepat laju pembentukan agregat
dari partikel koloid Montgomery, 1985.
Menurut Davis dan Cornwell 1991, ada dua faktor penting dalam penambahan koagulan yakni pH dan dosis. Dosis dan pH optimum harus ditentukan
dalam test laboratorium dan biasanya ditentukan dengan suatu prosedur yang disebut dengan “jar test”. Untuk mengatur pH limbah cair ke dalam range optimal koagulasi,
diperlukan bahan penolong coagulant aid berupa asam atau alkali. Asam yang paling umum digunakan untuk menurunkan pH adalah asam sulfat dan untuk
menaikkan pH biasanya digunakan lime CaOH
2
, soda abu Na
2
CO
3
atau NaOH. Koagulan yang paling banyak digunakan adalah Alum Aluminium Sulfat dan
Polialuminium klorida PAC.
2.1.2 Flokulasi
Agar partikel-partikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak menolak elektrostatik antara partikelnya harus dikurangi dan transportasi partikel harus
menghasilkan kontak diantara partikel yang mengalami destabilisasi. Setelah partikel-partikel koloid mengalami destabilisasi, adalah penting untuk
membawa partikel-partikel tersebut ke dalam suatu kontak antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar yang
disebut flok. Proses kontak ini disebut flokulasi dan biasanya dilakukan dengan pengadukan lambat slow mix secara hati-hati. Flokulasi merupakan faktor paling
penting yang mempengaruhi efisiensi penghilangan partikel. Tujuan flokulasi adalah untuk membawa partikel-partikel ke dalam kontak sehingga mereka bertubrukan,
tetap bersatu, dan tumbuh menjadi satu ukuran yang siap mengendap. Pengadukan
yang cukup harus diberikan untuk membawa flok ke dalam kontak. Terlalu banyak pengadukan dapat membubarkan flok sehingga ukurannya menjadi kecil dan
terdispersi halus Davis dan Cornwell, 1991.
Dalam proses flokulasi, kecepatan penggumpalan dari agregat ditentukan oleh banyaknya tubrukan antar partikel yang terjadi serta keefektifan benturan tersebut.
Dalam hal ini, tubrukan antar partikel terjadi melalui tiga cara, yakni : 1.
Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal panas, yang dikenal sebagai gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya gerak Brown ini
disebut flokulasi perikinetik. 2.
kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media air, misalnya karena pengadukan. Flokulasi yang terjadi akibat gerakan fluida ini disebut flokulasi
ortokinetik. 3.
kontak yang terjadi akibat perbedaan laju pengendapan dari masing-masing partikel. Davis dan Cornwell, 1991.
2.2 Karakteristik Flokulan Biji Asam Jawa
Asam jawa Tamarindus indica termasuk ke dalam suku Fabaceae Leguminosae. Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga Tamarindus. Beberapa
bagian tumbuhan T. indica telah dimanfaatkan untuk keperluan pangan dan medis. Daging buah T. indica digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan herbal,
sedangkan bunga dan daun T. indica biasa dikonsumsi sebagai sayuran Tsunda dkk,
1994. Sementara itu, biji T. indica yang mengandung asam tertarat hanya digunakan sebagai bahan baku kue dan roti. Minyak T. indica sangat cocok untuk membuat
minyak pernis dan cat lukis Coronel, 1991. Ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atas D-
galactose, D-glucose dan D-xylose yang merupakan flokulan alami. Flokulan alami terutama polisakarida, lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan koagulan
organik dan anorganik Mishra dan Bajpai, 2005.
2.3 Industri Tahu