BAB V KESIMPULAN DAN SARAN- SARAN
5.1 Kesimpulan
Keberadaan waria di sebagai bagian masyarakat Indonesia merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan atau diabaikan. Mereka juga merupakan bagian dari citra diri
masyarakan yang eksis di tengah heterogenitas kelas dan kultur manusia. Hak Asasi yang senantiasa diagungkan dan dielu- elukan masyarakat modern sepantasnya juga merupakan
harta milik kaum minoritas termasuk waria. Nilai- nilai agama yang seharusnya mampu melindungi kaum minoritas justru menjadi alat untuk menekan dan menghambat eksistensi
kaum minoritas termasuk waria. Pelecehan dan kekerasan baik secara verbal maupun fisik menjadi sesuatu yang dinyatakan wajar oleh kelompok masyarakat yang tidak mau
bertoleransi, sehingga menimbulkan pemahaman yang salah di tengah masyarakat termasuk bagi waria itu sendiri. Hal ini menimbulkan ketakutan yang tidak seharusnya terhadap
keberadaan kaum waria, yang membuat sebagian orang menutup mata terhadap penderitaan para waria.
Pekerjaan waria yang sebagian besar adalah Pekerja Seks Komersial menambah kebencian masyarakat dan menciptakan steriotipe negatif terhadap kelahiran seorang waria.
Keberadaan waria dalam suatu keluarga yang dianggap sebagai aib membuat seorang waria bukan hanya bingung terhadap eksistensinya tetapi juga membuat waria merasa bersalah dan
berdosa telah dilahirkan. Kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan yang jarang di dapat menyebabkan waria semakin apatis dan tidak peduli terhadap lingkungan dan dirinya sendiri
karena menyadari bahwa hal itu sangat sulit terwujud. Kurangnya kepedulian terhadap diri
Universitas Sumatera Utara
sendiri karena kurangnya kepedulian masyarakat membuat waria tidak banyak memikirkan tentang kesehatan apalagi hak- hak asasi manusia. Fokus mereka hanya terhadap kebutuhan
makan sehari- hari dan tidak tertangkap saat razia menunjukkan rendahnya rasa menghargai diri sendiri. Usaha sebagian waria yang peduli justru dianggap merepotkan sehingga mereka
kurang berpatisipasi terhadap usaha tersebut. Yayasan Srikandi Sejati sebagai usaha waria untuk memperjuangkan eksistensi mereka justru kurang disambut dan mendapat hambatan
dari waria itu sendiri. Agama dan nilai budaya yang mengakar di Indonesia membuat waria tidak mendapat tempat di tengah masyarakat yang masih berpikiran sempit menjadi tantangan
terbesar dalam usaha waria mendapat pengakuan. Peraturan yang dibuat pemerintah juga belum mampu bersikap netral karena nilai
kebebasan yang dianut Indonesia masih berasimilasi dengan nilai agama yang mengikat. Hal ini mengecilkan kemungkinan bagi waria untuk mendapat tempat yang setara di tengah
masyarakat Indonesia. Akibat standar ganda yang masih mengakar dalam kebudayaan di Indonesia. Rasa takut akibat ketidaktahuan dan kurangnya kepedulian akan nasib seorang
waria menyebabkan usaha- usaha untuk membantu malah dianggap sebagai sesuatu yang salah, sehingga pihal yang membantu malah menjadi pihak yang dipersalahkan. Hal ini
memperpanjang daftar masalah yang harus dihadapi waria dalam usahanya untuk mendapat tempat di tengah masyarakat. Masalah kesehatan seperti penyebaran HIV AIDS
menempatkan waria sebagai penyebab, bukan korban sehingga empati masyarakat terhadap kematian waria akibat penyakit tersebut hampir tidak ada. Waria sendiri menganggap bahwa
terinsfeksi HIVAIDS bukanlah sesuatu yang penting karena banyak waria yang dibunuh dan diperlakukan seperti sampah sehingga mereka juga kurang peduli terhadap masalah tersebut.
Proses panjang yang harus dilalui untuk berhasil mendirikan Yayasan Srikandi Sejati membuat waria memberikan sedikit partisipasinya sebagai bentuk solidaritas atas usaha untuk
mendapat keadilan dalam Hak Asasi Manusia. Keinginan kuat agar waria mendapat
Universitas Sumatera Utara
pengakuan menggugah waria lainnya untuk ikut berpartisipasi dan berusaha mengatasi masalah diskriminasi yang mereka alami. Peluang yang muncul saat pergantian rezim
memberi kesempatan bagi waria untuk memperjuangkan eksistensinya bersama kelompok minoritas lainnya. Terbukanya kebebasan untuk berserikat dan membuka isu pelanggaran
HAM yang dialami waria memberi jalan bagi waria untuk menuntut keadilan bagi pelecehan bahkan tindak kekerasan yang dialaminya.
Berdirinya Yayasan Srikandi Sejati terutama berupaya agar waria mendapat bantuan kesehatan dan penyuluhan tentang kesehatan. Di samping itu, Yayasan Srikandi Sejati
berupaya membantu rekan- rekan sesama waria agar mampu mandiri dan dapat bekerja di sektor informal selain menjadi Pekerja Seks Komersial. Dengan melakukan dampingan dan
penyuluhan tentang apa itu HIVAIDS dan penyebabnya, serta cara persebarannya, Yayasan Srikandi Sejati mencoba membantu waria yang belum tertular untuk mencegah dan
menghindari penularan penyakit tersebut. Dan dengan mengenali ciri penularannya, Yayasan Srikandi Sejati berusaha membantu rekan sesama waria untuk menghadapi penyakit tersebut
dan mencegah penularan penyakit itu kepada temannya.
Dengan visi, mengembangkan kepercayaan diri pada kaum waria melalui pemberdayaan kelompok waria itu agar dapat bersosialisasi secara baik di masyarakat
sehingga dapat terciptanya masyarakat yang dapat menghormati hak-hak orang lain berjalan bersama menuju masyarakat yang adil makmur. Dan misi, memberikan pelayanan
sosial kepada kaum waria khususnya para waria yang menyandang permasalahan sosial dalam meningkatkan mengembangkan kemampuannya untuk dapat bertanggung jawab
pada dirinya sendiri melalui pemberdayaan kelompok waria melibatkan terutama para waria, masyarakat dan pemerintah dalam arti kata yang seluas-luasnya. Yayasan Srikandi
Universitas Sumatera Utara
Sejati berupaya agar waria dapat diterima dengan baik sebagaimana kelompok jenis kelamin lainnya di tengah masyarakat.
5.2 Saran- saran