Pandangan Masyarakat Terhadap Waria

setelah peristiwa tragis yang dialami para Bissu selama Orde Lama dan Orde Baru. Tokoh DITII di Sulawesi Selatan, Kahar Muzakar, menganggap kegiatan para Bissu termasuk menyembah berhala. Karena itu, kegiatan, alat- alat upacara dan para pelakunya diberantas. Ribuan perlengkapan upacara dibakar atau ditenggelamkan ke laut. Banyak sanro dukun dan Bissu dibunuh atau dipaksa menjadi pria yang harus bekerja keras. Penderitaan ini masih berlanjut pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Gerakan pembantaian besar- besaran itu diberi nama Operasi Toba Operasi Taubat yang dilancarkan pada masa Orde Baru antara 1965- 1967. 16 Meskipun demikian, masih ada lagi budaya lain di Indonesia yang mengenal tradisi waria dalam kesenian tradisional yaitu masyarakat Jawa Timur yang berkecimpung dalam dunia seni Warok di Ponorogo dan kesenian pentas tradisional Ludruk 17 Indonesia merupakan negara yang berbasis agama. Penduduk Indonesia diwajibkan menganut salah satu dari agama yang dinyatakan sah oleh negara. Oleh karena itu, banyak pandangan dan nilai- nilai yang berlaku di masyarakat merupakan nilai moral berdasarkan keyakinan agama. Agama mengajarkan tentang dua jenis kelamin yaitu laki- laki dan termasuk tari ngremo dan gadrung. Hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan sikap tabu terhadap kontak dengan wanita di luar pernikahan yang sah. Lain halnya dengan budaya keraton Jawa di jaman Mataram. Waria termasuk dalam kelompok yang justru memiliki daya linuwih karena kelainan yang dialaminya, sehingga mereka tidak disingkirkan namun menjadi simbol kegaiban.

2.2 Pandangan Masyarakat Terhadap Waria

16 Wawancara dengan Fitri 17 . Ludruk adalah sebuah drama tradisional dari daerah Jawa Timur yang semua pemain panggungnya adalah laki- laki. Sehingga jika sebuah peran menuntut adanya perempuan maka seorang laki- laki harus memerankan peran perempuan tersebut. Bahkan, laki- laki yang berperan sebagai perempuan, cenderung merupakan peran tetap sehingga dimanapun mereka memainkan lakon selalu berperan sebagai seorang perempuan. Dan lakon inilah yang menjadi daya tarik dari kesenian ludruk sampai sekarang. Akan tetapi tidak semua pelakon wanita imitasi adalah waria. Universitas Sumatera Utara perempuan sehingga keberadaan waria terasa asing dan sulit diterima. Dalam agama Islam maupun Kristen yang memiliki banyak penganut, menjadi waria merupakan dosa, sehingga menjadi aib bagi keluarga bila ada seorang laki- laki yang terlahir sebagai waria. Hal yang seringkali terjadi adalah upaya menghindari aib dan dosa yang dilakukan keluarga dan masyarakat menyebabkan diskriminasi terhadap waria. Seorang anak laki- laki yang terlahir sebagai waria, tidak selalu menunjukan gejala perbedaan sejak kecil. Umumnya ‘kelainan’ terlihat saat dia akil balig lalu berlanjut pada keinginan mencari identitas diri karena merasa tidak nyaman dengan peran laki- laki yang disandangnya. Waria di masa kanak- kanaknya lebih suka bermain bersama anak perempuan dan memainkan permainan anak perempuan. Dia merasa tidak nyaman dengan permainan anak laki- laki yang cenderung lebih keras dan kasar. Dan tak mengerti dengan selera permainan laki- laki yang lebih agresif dibandingkan anak perempuan. Di masa remajanya seorang waria semakin merasakan krisis identitas yang dirasa sebagai ‘kekosongan’. Dia lebih tertarik pada sesama jenisnya. Dan memiliki perasaan dan keinginan layaknya perempuan. Dengan fisik yang terlahir sebagai laki- laki, seorang waria semakin merasa berbeda dengan lingkungannya yang menuntutnya memerankan figur seorang laki- laki yang tegas dan berkarisma. Di masa dewasanya, kebanyakan waria dengan berani menyatakan dirinya sebagai bukan laki- laki namun juga tidak memiliki fisik sebagai perempuan sehingga muncul sebutan waria. Beberapa diantaranya mengubah penampilan menyerupai perempuan dengan rambut panjang dan berpakaian seperti perempuan umumnya. Sebagian lagi tetap berpenampilan seperti laki- laki dengan rambut pendek namun terkadang memakai pakaian perempuan mengikuti dorongan hati. Universitas Sumatera Utara Penampilan fisik waria yang tidak umum dan sulit diklasifikasikan sebagai satu dari jenis kelamin yang dikenal umum menimbulkan perasaan asing dan sulit menerima dikalangan keluarga dan masyarakat. Seringkali ketika seorang anak laki- laki menunjukan gejala yang berbeda dibanding anak laki- laki lainnya, si anak menerima perlakuan kasar sebagai reaksi atas perilakunya yang berbeda. Ada beberapa pendapat berbeda yang beredar di kalangan masyarakat maupun para ahli tentang penyebab “waria” muncul. Sebagian percaya, berdasarkan pengalaman empiris bahwa seseorang menjadi waria disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Akibatnya waria dianggap sebagai bentuk dari kelainan jiwa, dan harus diklasifikasikan sebagai pengidap sakit jiwa yang perlu ditangani oleh ahli jiwa di Rumah Sakit Jiwa. Sebagian lagi berpendapat, berdasarkan penelitian terhadap gen manusia bahwa seseorang menjadi waria bukan karena lingkungan melainkan akibat kelebihan kromosom tertentu, dan kekurangan testoteron dalam darah sehingga ciri- ciri kewariaan muncul dalam diri seseorang. Dengan teori ini maka waria tidak diklasifikasikan ke dalam kelainan jiwa tapi kelainan gen sehingga seorang waria tidak termasuk dalam kategori pengidap kelainan jiwa, dan tidak perlu perawatan di Rumah Sakit Jiwa. Peta kelainan seksual dalam pandangan ilmu biologi terbagi dalam dua penggolongan besar. Pertama, kelainan seksual karena kromosom 18 . Dari kelompok ini, seseorang ada yang berfenotip pria dan yang berfenotip wanita. Kelainan pada laki- laki disebut sindroma klienfelter 19 18 . Kromosom adalah salah satu bagian dari dalam tubuh yang berjumlah 46 bagi manusia normal yang terdapat dalam nukleus sel, yaitu pembawa gen, berbentuk filamen kromatin yang lembut pada tahap awal yang kemudian mengkerut untuk membentuk sebuah silinder padat yang terbagi dalam dua lengan pada tingkat metafhase dan anafhase pada bagian sel dam mampu mereproduksi struktur kimia dan fisika secara terus- menerus. 19 . Sindroma klienfelter adalah kelainan kromosom, berupa tambahan satu atau dua kromosom X pada inti setiap sel seorang bayi laki- laki. . Hal ini disebabkan oleh kelebihan kromosom X, bisa XXY, atau XXYY atau bahkan XXXYY. Diduga penyebab kelainan ini karena tidak berpisahnya kromosom seks Universitas Sumatera Utara pada saat meiosis 20 yang pertama dan kedua. Hal ini disebabkan usia ibu yang mempengaruhi proses reproduksi 21 Di samping itu, perbedaan jenis kelamin juga ditentukan oleh ada tidaknya badan kromatin oleh karena itu semakin tua usia seorang ibu, maka akan semakin tidak baik proses pembelahan sel dan akibatnya semakin besar kemungkinan menimbulkan kelainan seks pada anaknya. 22 Jumlah seks kromatin pada seseorang yang mempunyai kelainan kromosom seperti waria transeksual yang sering disebut kromatin kelamin atau seks kromatin. Seks kromatin terdiri dari salah satu dari dua buah kromosom X yang terdapat dalam inti sel tubuh wanita, yang berarti sebuah kromosom X yang nonaktif. Jika wanita normal mempunyai dua kromosom X, maka ia memiliki sebuah seks kromatin positif. Sebaliknya, laki- laki hanya mempunyai sebuah kromosom X saja oleh sebab itu ia tidak mempunyai seks kromatin sehingga bersifat seks kromatin negatif. 23 Kedua, kelainan seksual yang bukan karena kromosom. Ditilik dari cara berpakaian, waria dimasukan ke dalam dua kelompok yaitu, seorang transvestisme dan transeksualisme. Transvestisme adalah sebuah nafsu patologis untuk memakai pakaian lawan jenisnya, dia mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian dari jenis kelamin lainnya. Di sini, seorang transvestis tetap berusaha mempertahankan identitas kelaminnya meski dia memakai disebabkan dia mempunyai kromosom XXY. Jadi, dia adalah seorang laki- laki yang memiliki satu seks kromatin, oleh sebab itu ia memiliki sifat- sifat kewanitaan dalam dirinya. 20 . Meiosis adlah pembelahan sel. 21 .Usia seseorang untuk melakukan proses reproduksi memang banyak berpengaruh terhadap terhadap janin yang dilahirkan. Hal ini karena ovarium yang sudah mengandung telur- telur terlalu lama diam di dalam sehingga kromosom yang ada bisa menjadi lengket. 22 . Seks kromatin ditemukan oleh Barr dari University of Western Ontario USA pada 1940. Wanita memiliki seks kromatin sehingga disebut bersifat seks kromatin positif dan pria tidak memilikinya sehingga disebut bersifat seks kromatin negatif 23 . Transeksual adalah orang yang merasa tidak cocok dengan alat kelaminnya. Universitas Sumatera Utara rok jika laki- laki atau memakai pakaian laki- laki jika perempuan, seringkali transvestis adalah seorang heteroseksual namun terdapat juga yang homoseksual. Dengan demikian, transvestisme termasuk dalam gangguan psikoseksual parafia 24 Para waria sebagai seorang transeksualis memiliki karakteristik yang berbeda. Seorang transeksualis, secara fisik memiliki jenis kelamin yag sempurna dan jelas, tetapi secara psikis cenderung menampilkan diri sebagai lawan jenis yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya. 25 Apapun teori yang dipakai tetap saja keberadaan waria di tengah sebuah komunitas masyarakat terasa janggal dan sulit di terima. Sehingga timbul rasa saling curiga dan menarik diri antara waria dan masyarakat itu sendiri. Kecenderungan seorang laki- laki yang bersikap seperti wanita, membuat para lelaki merasa risih dan tidak nyaman saat berada di dekat waria. Timbul ketakutan terhadap orientasi seks waria yang cenderung penyuka sesama jenis. Di samping itu muncul kecurigaan bahwa waria dapat menular sehingga laki- laki umumnya memandang waria sebagai pengidap penyakit menular dan menghindarinya. Berbeda dengan . Yang terpenting di sini adalah kondisi psikis dan bukan pakaian yang dipakai. Para transeksual sering dianggap sebagai orang yang terjebak dalam jenis kelamin yang salah karena identitas kelaminnya yang terganggu. Waria secara fisik terlahir sebagai laki- laki dengan jenis kelamin laki- laki yang sempurna namun menolak dirinya sebagai laki- laki sehingga waria dimasukkan ke dalam kelompok transeksual. Gejala transeksual yaitu gejala merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya dan memiliki keinginan yang kuat untuk mengubah jenis kelamin karena dorongan psikologis. Keinginan untuk menjadi perempuan pada waria bukan hanya terletak pada cara berpakaian tetapi juga pada sikap, perilaku dan penampilannya. 24 . Parafilia adalah kelainan yang ditandai dengan ketidaklaziman pada objek serta situasi seksualnya. Penderita jenis ini memerlukan khayalan atau perbuatan yang tidak lazim untuk bisa bergairah. 25 . Kemala Atmojo, op. Cit., hal 55 Universitas Sumatera Utara cara pandang wanita terhadap waria. Wanita cenderung bersikap lebih ramah dan menerima terhadap keberadaan waria. Kehalusan perasaan waria seperti wanita, membuat perasaan “nyambung” antara wanita dengan waria. Namun para waria seringkali memandang wanita sebagai saingan sehingga di masa dewasanya mereka kurang suka bergaul dengan wanita karena perbedaan fisik. Perbedaan sikap penerimaan wanita dan laki- laki terhadap waria dalam kelompok masyarakat yang lebih sempit tercermin dari perilaku anggota keluarga terhadap waria. Seorang ibu walaupun tidak iklas, lebih mampu bersikap toleransi dan melindungi terhadap anaknya yang waria. Tetapi seorang ayah akan bersikap kasar bahkan melakukan kekerasan dan kecaman terhadap anaknya yang menunjukan orientasi berbeda. Seringkali seorang ayah dengan peran laki- lakinya mencoba mendidik kembali seorang anak laki- laki yang lemah lembut dengan cara keras untuk memancing jiwa lelakinya yang “tertidur”. Tabu dan kurangnya pengetahuan umum soal waria menyebabkan seorang ayah mengira bahwa dengan memukul maka sikap feminin dalam diri anak laki- lakinya akan menghilang. Seorang ibu, dengan perannya sebagai wanita hanya mampu berdiam diri, karena kurangnya pengetahuan dan rasa malu akibat melahirkan anak “cacat” tidak berdaya dalam upaya melindungi dan mencari solusi atas masalah anaknya yang seorang waria. Kebanyakan waria merasakan kecenderungan menjadi waria sejak kecil dan merasa keberadaan mereka adalah kodrat yang tak bisa ditolak. Maka peran ahli jiwa, psikiater untuk menyembuhkan waria menjadi manusia normal merupakan hal yang sia- sia kecuali dengan mengubah jenis kelaminnya sesuai keadaan psikologis. Kehadiran seorang waria secara umum tidak diinginkan oleh keluarga manapun sehingga respon penolakan keluarga setelah mengetahui keadaan adanya perilaku menyimpang dari anggota keluarganya menimbulkan respon berupa reaksi- reaksi setelah keluarganya mengetahui perilakunya. Respon orang tua diterima sebagai bentuk konflik yang ditanggapi dengan pergi meninggalkan rumah bahkan Universitas Sumatera Utara pemutusan hubungan keluarga. Hal ini dilakukan sebagai bentuk usaha mengaktualisasikan diri sebagai wanita secara bebas dan total, berdandan dan memakai pakaian wanita sebagai bentuk penyelesaian. Konflik yang terjadi memberikan ruang bagi waria untuk bersikap mandiri secara ekonomi dan mengurangi kendali orang tua terhadap perilaku kewariaan anaknya. Peran keluarga sangat penting bagi perkembangan waria. Seorang waria yang dilahirkan dalam keluarga yang baik- baik, taat beragama, berpendidikan ditambah lagi keberadaan orangtua yang pada akhirnya menerima keberadaannya secara otomatis akan memberikan pengaruh yang baik bagi perkembangan waria. Saat sebuah keluarga mau menerima keberadaannya, maka dukungan positif secara moril dan materi akan didapatkan. Dan mendorong waria tersebut menjadi warga yang baik sehingga diterima dengan baik oleh masyarakat. Umumnya keberadaan waria di jalanan dan bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial adalah akibat tidak adanya penerimaan dari pihak keluarga. Dalam kelompok yang lebih besar seperti di lingkungan pendidikan, seorang waria seolah disamakan dengan pengidap cacat mental sehingga prestasinya kurang dihargai dan tidak ditonjolkan. Hal ini menumbuhkan rasa tidak percaya diri dan perasaan kurang berkompetensi dalam diri waria, sehingga banyak waria remaja yang kurang berminat dalam hal pendidikan. Ditambah lagi banyaknya diskriminasi yang dialami waria oleh teman laki- lakinya sehingga banyak waria yang putus sekolah atau kurang dalam hal pergaulan sesama remaja. Sikap diskriminasi yang dilakukan teman sebaya dan guru membuat banyak waria memilih menarik diri dari lingkungan dan memilih untuk tidak mempercayai siapapun sehingga justru bersikap seenaknya sendiri dan diasosiasikan dengan kriminalitas. Bagi waria yang berhasil menamatkan pendidikan hingga SMA, nasibnya seringkali tidak menjadi lebih baik bahkan lebih buruk karena umumnya waria kesulitan dalam hal Universitas Sumatera Utara mencari pekerjaan. Tuntutan status jenis kelamin dalam hal pekerjaan menimbulkan banyak penolakan terhadap waria yang dianggap dapat merusak citra dan nama baik perusahaan. Beberapa waria yang bersikeras ingin tampil sebagai wanita mengalami penolakan dalam hal pekerjaan, mereka cenderung dituntut tampil sebagai laki- laki sehingga untuk mendapatkan pekerjaan mereka harus tampil sebagai laki- laki. Penampilan waria yang agak berbeda dengan kebanyakan laki- laki ataupun wanita menimbulkan steriotipe negatif di mata masyarakat tentang kompetensi mereka dalam hal pekerjaan. Penampilannya yang menyimpang membuat masyarakat mengira bahwa waria adalah sekelompok pembangkang yang tidak bisa dipercaya. Kesulitan mencari pekerjaan, sikap kasar yang muncul akibat perbedaan membuat sebagian waria memilih untuk bersikap kasar terhadap lingkungan dan hal ini berdampak negatif bagi sebagian waria yang berusaha berbaur dengan masyarakat. Keberanian waria dalam menunjukan siapa dirinya, malah dianggap sebagai bentuk pelanggaran nilai moral dan agama. Yang lebih parahnya ketakutan akan dosa dan terhadap orientasi seks waria membuat semakin panjang daftar bentuk diskriminasi terhadap kaum waria, baik yang menarik diri maupun bagi yang mencoba berbaur. Agama seringkali menjadi faktor utama yang memperlakukan waria dengan cara terburuk. Ide- ide radikal seperti merajam, memukuli, mengusir bahkan menghukum mati waria justru datang dari pihak agama yang diharapkan dapat menolong memberi jalan keluar. Dosa selalu menjadi faktor utama penganiayaan. Pemukulan dianggap sebagai cara menghukum waria dari dosanya yang menunjukan jatidirinya sebagai waria yang ditakutkan berimbas pada masyarakat. Tak jarang cara- cara ekstrim dilakukan untuk mempermalukan waria, atas nama agama, akibat ketakutan dan ketidaktahuan pihak- pihak tertentu tentang pribadi waria. Universitas Sumatera Utara Penerimaan masyarakat terhadap waria dapat dilihat dalam dua konteks yaitu individual dan dalam komunitas. Konteks individual terkait dengan perilaku sosialnya sehari- hari. Hal ini terlepas dari steriotipe tehadap waria sebagai PSK. Perilakunya dilihat berdasarkan nilai- nilai masyarakat normal pada umumnya, sesuai dengan perilaku sehari- hari bermasyarakat dan di nilai berdasarkan sopan santun dan perilaku baiknya. Sementara dalam konteks komunitas, dunia waria dinilai dalam konstruksi yang bersifat historis, sehingga menimbulkan pandangan yang ambigu. Di satu sisi, waria dipandang dengan stigmatisasi sebagai PSK dengan segala atribut negatifnya. Dan di sisi lain, mereka menerima waria hidup bersama di dalam lingkungan, baik karena kepentingan ekonomis atau pertimbangan lainnya. Akibatnya meski masyarakat memahami seorang waria dalam kehidupan sehari- harinya, namun dia dibatasi oleh konteks kultural, sehingga peraturan- peraturan ketat diterapkan kepada waria tanpa kecuali. Masyarakat menerima atau menolak kehadiran waria terutama ditentukan oleh usaha waria secara individual dan kolektif dalam menunjukan perilaku kondusif sehari- hari. Pada dasarnya ruang sosial berikut aturan ketat dalam masyarakat tersebut menjadi penekan sekaligus fasilitator. Dunia cebongan 26 26 . Cebongan adalah sebuah istilah di kalangan para waria yang berarti tempat pelacuran. , adalah ruang tersendiri bagi waria untuk menunjukan eksistensinya. Di sini, waria mengembangkan bentuk komunikasi tersendiri dengan bahasanya yang khas sebagai ciri tersendiri dalam kelompok waria tersebut. Dunia cebongan dalam kehidupan waria tidak hanya menjadi tempat bekerja tetapi juga menjadi media dalam menegaskan identitasnya sebagai waria, karena di sini mereka mampu bersosialisasi dan membangun solidaritas sesama waria. Ruang- ruang sosial tersebut banyak memberi pengaruh dalam pola kehidupan waria. Menjalani kehidupan sebagai seorang waria menimbulkan banyak benturan dengan berbagai macam tatanan sosial dan kultural yang Universitas Sumatera Utara cenderung tidak memberi ruang dan belum sepenuhnya menerima dan memperlakukan waria sejajar dengan jenis kelamin lainnya. Berbagai macam pandangan tentang waria senantiasa diisi dengan penilaian negatif tentang dunia pelacuran dan perilaku seks bebas dan hal negatif lainnya. Hal ini disebabkan sebagian besar waria bekerja sebagai PSK dan sering berkumpul di malam hari dan membentuk komunitas yang dikenal sebagai cebongan dan menjadi ciri khas waria dan identifikasi mereka dengan steriotipe negatif. Pemikiran negatif tentang waria yang timbul timbal balik antara sikap waria dan sikap masyarakat menimbulkan ketegangan antara waria dan masyarakat. Tidak ada yang mau mengalah dan semua pihak menolak kompromi. Bagi waria menjadi diri sendiri adalah hak asasi dan menjadi urusan pribadinya dengan Tuhan. Bagi masyarakat menerima waria dianggap sebagai penurunan nilai moral dan dapat merusak nilai- nilai yang dinyatakan mapan yang telah lama dianut seperti sistem patriarkat. Nilai- nilai partriarki mapan yang menjadi landasan hidup masyarakat di berbagai kebudayaan, membuat laki- laki yang berpenampilan seperti wanita dianggap mengancam stabilitas masyarakat. Laki- laki yang diharapkan selalu menjadi pemimpin dan bersikap keras dalam memimpin serta mampu menjaga kelompoknya tidak dibenarkan untuk berpenampilan tidak seperti laki- laki karena kuatir akan menimbulkan rasa mandiri dalam diri wanita yang selam ini berada dalam pengaruh dan kekuasaan laki- laki. Oleh sebab itu penyimpangan nilai yang dilakukan laki- laki lebih menjadi sorotan dibanding penyimpangan yang dilakukan wanita. Waria yang dalam usahanya untuk menjadi diri sendiri mengalami berbagai hambatan dan tanggapan negatif dari berbagai golongan dan kelas masyarakat. Wanita yang selalu di nilai sebagai warga kelas dua dalam masyarakat, secara otomatis dinyatakan tidak mampu Universitas Sumatera Utara dalam memimpin laki- laki yang dianggap lebih kuat dan mampu. Waria yang tampil berbeda dianggap semiwanita sehingga dinyatakan tidak memiliki kompetensi dalam memimpin dan merusak citra laki- laki.

2.3 Kondisi Sosial Ekonomi Waria