KEMITRAAN PETANI DENGAN YAYASAN KALIANDRA SEJATI DALAM USAHATANI SAYURAN ORGANIK DI KECAMATAN PRIGEN KABUPATEN PASURUAN (Studi Kasus : Perusahaan Yayasan Kaliandra Sejati).

(1)

(Studi Kasus : Perusahaan Yayasan Kaliandra Sejati)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Agribisnis

Oleh :

SABDO HAYUNINGRAT

NPM: 1024010017

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN” JAWA

TIMUR

SURABAYA


(2)

(3)

i

Puja dan puji syukur kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang telah memberikan anugerah dan karunia kepada saya sebagai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian dengan judul “Kemitraan Petani dengan Yayasan Kaliandra Sejati dalam Usahatani Sayuran Organik di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan.” (Studi Kasus di Yayasan Kaliandra Sejati, Dusun Gamoh, Desa Dayurejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur). Penelitian ini merupakan syarat tugas akhir untuk menyusun skripsi pada program Strata-1 di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada : Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ir. Eko Priyanto, MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran - saran kepada penulis sejak awal penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Dr. Ir. Sukendah, MSc selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Bapak/Ibu pimpinan dan staf di Yayasan Kaliandra Sejati, Dusun Gamoh, Desa Dayurejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan - Jawa Timur yang telah mengijinkan penelitian dan membimbing penulis dengan baik.


(4)

ii

Surabaya, Agustus 2014

PENULIS

6. Seluruh keluarga besarku terutama ortuku dan Mentari Fajar Rini, Amd. Gz yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, didikan, doa, serta seluruh kebaikan yang tak ternilai dan tak tergantikan oleh penulis.

7. Davit, Agil, Hilal, Nugroho, Ryan, Yudha, Heru, Malik, Firdaus, Himatus, Hanum, Siska, Piranthi, Eka, Dian, Vira, Chiya serta teman - temanku tersayang angkatan 2010 yang telah membantu dalam proses pembuatan Skripsi ini.

8. Machalul Ardianto, Ahmad Yusron Zahiri, Erwan Sanusi, dan Harriez Kristanto (Jejaka 6:13) yang telah memberikan support dan motivasi selama skripsi ini. 9. Semua pihak yang telah membantu secara moril dan materil yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki masih terbatas dan jauh dari sempurna. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang obyektif dan membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penulisan penelitian ini. Semoga penulisan penelitian ini memberikan manfaat yang besar bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.


(5)

iii

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian . ... 6

1.4 Batasan Objek Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Tinjauan tentang Kemitraan ... 11

2.2.1 Pengertian, Tujuan, serta Prinsip Kemitraan ... 11

2.2.2 Berbagai Pola, Dampak Positif, Keragaan dan Filosofi Kemitraan ... 16

2.2.3 Proses dan Hambatan Pengembangan Kemitraan ... 28

2.3 Tinjauan tentang Usahatani Organik ... 30

2.3.1 Definisi Usahatani dan Ilmu Usahatani ... 30

2.3.2 Definisi Pertanian Organik ... 31

2.3.3 Definisi Sayur - Sayuran ... 31

2.4 Tinjauan tentang Pendapatan Usahatani ... 34

2.4.1 Konsep Usahatani ... 34

2.4.2 Konsep Pendapatan ... 36


(6)

iv

2.6 Kerangka Pemikiran Penelitian dan Hipotesis ... 41

2.6.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 41

2.6.2 Hipotesis ... 46

III. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Lokasi dan Obyek Penelitian ... 47

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 47

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 51

3.5 Analisis Data ... 55

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1 Keadaan Umum Yayasan Kaliandra Sejati ... 60

4.1.1 Profil Yayasan Kaliandra Sejati ... 60

4.1.2 Visi dan Misi Yayasan Kaliandra Sejati ... 65

4.1.3 Struktur Organisasi Yayasan Kaliandra Sejati ... 69

4.1.4 Mitra Yayasan Kaliandra Sejati ... 71

4.1.5 Pertanian Organik di Yayasan Kaliandra Sejati ... 73

4.2 Keadaan Umum Petani Mitra di Yayasan Kaliandra Sejati ... 78

4.2.1 Kondisi Wilayah Penelitian di Yayasan Kaliandra Sejati .... 78

4.2.2 Keadaan Umum Petani Responden ... 80

4.3 Pelaksanaan Kemitraan di Yayasan Kaliandra Sejati ... 84

4.3.1 Deskripsi Proses Pelaksanaan Kemitraan Sayuran Organik ... 84

4.3.2 Hak dan Kewajiban dalam Bermitra di Yayasan Kaliandra Sejati ... 91


(7)

v

4.3.5 Manfaat Pola Kemitraan di Yayasan Kaliandra Sejati ... 99

4.3.6 Pelaksanaan Perjanjian antara Petani dengan Yayasan Kaliandra Sejati ... 102

4.3.7 Kendala dan Solusi dalam Pelaksanaan Kemitraan di Yayasan Kaliandra Sejati ... 104

4.4 Faktor - Faktor Sosial yang Mempengaruhi Keberhasilan Kemitraan antara Petani dengan Yayasan Kaliandra Sejati di Pasuruan ... 106

4.5 Analisis Usahatani Sayuran Organik ... 108

4.5.1 Analisis Usahatani Sayuran Organik ... 108

4.5.2 Pola Kombinasi Sayuran Organik ... 119

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 120

5.1 Simpulan ... 120

5.2 Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122


(8)

(Studi Kasus : Perusahaan Yayasan Kaliandra Sejati) Sabdo Hayuningrat 1) Eko Nurhadi 2) Eko Priyanto 3) Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya

ABSTRAK

Kemitraan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha dalam meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dengan harapan pendapatan saling meningkat. Sistem usaha kemitraan usahatani sayuran organik di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan dilakukan dengan beberapa perjanjian kontrak antara inti dan plasma. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan di Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan, menganalisis faktor-faktor sosial yang mempengaruhi keberhasilan kemitraan petani dengan Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan, dan menganalisis pendapatan petani dalam melakukan kemitraan dengan Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan. Mekanisme kemitraan yang dijalin selama ini, antara Yayasan Kaliandra Sejati dengan petani, masing-masing hak dan kewajibannya ini belum terealisasi sebagaimana mestinya yang tertulis dalam perjanjian. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan kemitraan adalah Analisis Regresi Linier Berganda dengan menggunakan SPSS 15 dengan variabel dependent keberhasilan kemitraan dan variabel independen yaitu komunikasi, kerjasama serta komitmen. Usaha kemitraan mampu meningkatkan skala usaha, meningkatkan taraf hidup serta mengurangi resiko usaha. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kemitraan adalah variabel kerjasama serta komitmen, sedangkan variabel komunikasi tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan kemitraan. Maka disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan kemitraan di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan masuk pada kategori berhasil. Hasil pendapatan tunai petani dalam melakukan kemitraan dengan Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan adalah rata-rata penerimaan usahatani sayuran organik sebesar Rp.618204.5455/bulan, serta rata-rata biaya keseluruhan sebesar Rp.282113.6364/bulan, maka rata-rata pendapatan tunai usahatani sayuran organik sebesar Rp.335181.8182/ bulan, sehingga rata-rata rasio R/C sebesar 2.82, maka usahatani tersebut dikatakan menguntungkan dan efisien.


(9)

(Case Study: Company Foundation Kaliandra True) Sabdo Hayuningrat 1) Eko Nurhadi 2) Eko Priyanto 3) Faculty of Agriculture UPN "Veteran" East Java, Surabaya

ABSTRACT

Partnership is one of the factors that influence the success of a business in profit along with the principle of mutual need of each other in the hope of increasing revenues. System business partnership organic vegetable farming in Prigen Pasuruan done with some contractual agreement between the nucleus and the plasma. This study aims to identify the implementation of partnership in Kaliandra True Foundation Pasuruan, analyze social factors that influence the success of a partnership with the Foundation Kaliandra farmers True Pasuruan, and analyze the income of farmers in a partnership with the Foundation for True Kaliandra Pasuruan. A partnership mechanism for this, the Foundation Kaliandra straight to farmers, respectively rights and obligations has not been realized as it should be written in the agreement. The analytical tool used to assess the success of the partnership is Regression Analysis using SPSS 15 with the dependent variable and independent variables partnership success is communication, cooperation and commitment. Venture partnerships can improve the scale of business, improve living standards and reduce business risk. Social factors that influence the success of the partnership is a variable level of cooperation and commitment, while the communication variables did not significantly influence the success of the partnership. It was concluded that the level of success of the partnership in Prigen Pasuruan enter the category successful. Results of cash income of farmers in a partnership with the Foundation for True Kaliandra Pasuruan is the average organic vegetable farm receipts amounted Rp.618204.5455/month, and the average overall cost of Rp.282113.6364/month, the average cash income for organic vegetable farming Rp.335181.8182/month, so that the average ratio of R/C of 2.82, the farm is said to be profitable and efficient.


(10)

1 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang harus melihat pertanian sebagai potensi dominan. Peranan penting pertanian akan tetap diperlukan dalam perekonomian bangsa Indonesia. Salah satu komoditas pertanian adalah hortikultura. Hortikultura menempati posisi yang penting sebagai produk pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Komoditas hortikultura di Indonesia sangat beragam, yang terdiri dari buah - buahan, tanaman hias tanaman obat, dan sayuran. Sayur - sayuran merupakan komoditas hortikultura yang memiliki nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Kegiatan usahatani hortikultura khususnya komoditas sayuran saat ini mulai banyak dikembangkan, selain memiliki peranan yang sangat besar dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat, komoditas ini juga sangat potensial dan prospektif untuk dijalankan karena metode pembudidayaannya sangat mudah dan sederhana. Sayuran organik memiliki kriteria mutu yang dapat dilihat dari ciri - cirinya yang biasanya sayuran mulus, harganya mahal dan jika dimakan lebih manis dan segar. Kualitas sayuran organik sangat penting karena akan mempengaruhi produktivitas yang dihasilkan. Pemeliharaan sayuran organik untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan maka perlu adanya pengendalian tanaman pengganggu atau gulma, hama, dan penyakit dengan cara - cara alami, sehingga mampu mempertahankan keseimbangan dan keselarasan alam (Deptan, 2007).

Pertanian organik di Yayasan Kaliandra Sejati mengandalkan bahan - bahan alami tanpa menggunakan bahan - bahan kimia sintesis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk - produk pertanian, terutama


(11)

bahan pangan yang aman bagi kesehatan petani - petani dan konsumennya, serta tidak merusak lingkungan. Beberapa sayuran yang dihasilkan diantaranya adalah selada sembur merah, lolarosa, siomak, romaine, spinach, kangkung, pakcoi green, pakcoi white, chailan, bayam merah, daun ginseng, dan kucai, dan lain – lain. Adapun dalam teknisnya sayuran tersebut dapat diusahakan dengan cara sistem pertanian organik (Yayasan Kaliandra Sejati, 2014).

Indonesia memiliki jumlah produksi dan luas panen komoditas hortikultura yang beragam. Pada tahun 2006 - 2007, perkembangan produksi sayuran (3,2%) paling rendah dibandingkan dengan perkembangan buah - buahan (3,7%), tanaman hias (11,3%) dan biofarmaka (5,3%). Hal ini juga terlihat dari perkembangan luas panen sayuran mengalami penurunan (-4,34%), sebaliknya untuk buah - buahan, tanaman hias dan biofarmaka terjadi peningkatan. Penyempitan luas lahan usahatani di Jawa yang sudah parah dan mencerminkan ketidakadilan maupun ketidakmerataan merupakan masalah dan hambatan terberat bagi meningkatkan taraf hidup petani pedesaan. Apalagi bila terjadi kegagalan panen yang disebabkan hama dan ketidak menentuan iklim. Sehingga dengan adanya kemitraan ini akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan bagi petani tersebut (Anonim, 2010).

Kemitraan merupakan perpaduan antara resiko yang diberikan dengan hasil atau insentif yang diterima oleh masing - masing pihak yang bermitra. Keseimbangan ini akan terus mewarnai perjalanan kemitraan. Dengan demikian, bagi pihak - pihak yang bermitra harus ada kesanggupan untuk memikul beban resiko yang dihadapi bersama selain menikmati keuntungan secara bersama. Keseimbangan ini harus terus ditumbuhkembangkan sebagai penjabaran dari aturan praktik - praktik bisnis secara umum. Kesanggupan mengambil resiko dari suatu usaha merupakan awal dari keberhasilan kemitraan (Hafsah, 1999).


(12)

Kemitraan usaha di Indonesia, telah tumbuh dan berkembang terutama sejak pertengahan tahun 70-an, akan tetapi perkembangannya terkesan sangat lambat. Penyebabnya adalah adanya faktor kondisi dan struktur yang spesifik dan berbeda dibandingkan dengan negara lain. Misalnya, kondisi dan struktur perekonomian kita masih diwarnai oleh mekanisme pasar yang belum efisien dan efektif. Seiring dengan itu, kita masih menjumpai berbagai bentuk kesenjangan, seperti kesenjangan antar daerah, antar kelompok pendapatan, antar sektor, antar pelaku ekonomi, dan sebagainya. Persoalan selanjutnya adalah bahwa di satu sisi, kita memang membutuhkan kemitraan usaha, tetapi di sisi lain kondisi dan struktur ekonomi kita belum sepenuhnya kondusif untuk menumbuhkan kemitraan berdasarkan pertimbangan bisnis murni atau dorongan pasar yang bersaing sehat (Anonim, 2013).

Yayasan Kaliandra Sejati memiliki kemitraan yang sesuai dengan visi dan misi serta kesiapan dari masing - masing pihak yang bermitra yaitu kemitraan inti-plasma. Kemitraan inti - plasma merupakan pola hubungan kemitraan usaha pertanian organik antara petani sebagai kelompok mitra (plasma) dengan Yayasan Kaliandra Sejati (inti).

Yayasan Kaliandra Sejati dalam bermitra dengan petani, petani mitra adalah para petani yang mempunyai lahan sendiri sehingga Yayasan Kaliandra Sejati hanya menyediakan saprodi pertanian organik tetapi jika saprodi telah habis petani mitra mengupayakan sendiri.

Dalam pelaksanaan kemitraan begitu banyak faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam pengembangan kemitraan usaha agribisnis. Faktor - faktor tersebut tidak terlepas dari : sumber daya manusia, manajemen dan teknis pelaksanaan kemitraan, mental dan sikap pelaksanaan kemitraan, keterlibatan pelaksanaan kemitraan, masalah lingkungan dan keamanan, fasilitas atau sarana dan prasarana, serta peraturan


(13)

atau kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah. Keberhasilan kemitraan baik dari persepsi sosial maupun ekonomi menjadi poin yang sangat penting terhadap keberlanjutan kemitraan antara petani mitra dengan Yayasan Kaliandra Sejati. Sehingga memerlukan penelitian guna mengetahui keberhasilan kemitraan yang dilakukan Yayasan Kaliandra Sejati dipandang dari persepsi sosial dan ekonomi. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini diberi judul “Kemitraan Petani dengan Yayasan Kaliandra Sejati dalam Usahatani Sayuran Organik di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan.”

1.2 Perumusan Masalah

Kemitraan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha dalam meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan, kemitraan biasanya dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu dan sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian antara kedua belah pihak. Begitu pula yang dilakukan oleh Yayasan Kaliandra Sejati dengan petani sayuran organik yaitu bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal pada masing - masing pihak. Pada pihak perusahaan bertujuan untuk memperoleh sayuran organik yang mempunyai kualitas baik dan kuantitas yang cukup sedangkan petani dapat meningkatkan pendapatannya. Kemitraan yang dilakukan akan berjalan dengan baik dan menguntungkan apabila kedua belah pihak menjalankan hak dan kewajiban masing – masing.

Kemitraan merupakan salah satu instrumen yang penting bagi pengembangan usaha pertanian sayuran organik, tetapi ini tidak berarti bahwa kemitraan usaha pertanian organik tidak mengalami suatu kendala - kendala yang dapat merugikan kedua belah pihak. Beberapa kendala yang dialami oleh Yayasan Kaliandra Sejati dan petani antara lain, petani kurang fokus terhadap


(14)

proses produksi usaha pertanian organik sehingga produk sayuran organik yang dihasilkan kurang optimal, petani kurang berkomitmen sehingga mengganggu kelancaran proses produksi ketika penanaman sayuran organik karena petani tidak melaksanakan produksi sesuai S.O.P, pengetahuan, wawasan, serta pengalaman petani yang masih rendah sehingga perusahaan harus mengontrol kinerja petani secara disiplin.

Dalam kemitraan antara perusahaan inti dengan petani, juga sering timbul permasalahan yaitu hanya menguntungkan salah satu pihak. Dalam hal ini seringkali petani sebagai golongan yang lemah selalu dirugikan. Bahkan pada kenyataannya petani seringkali dieksplotasi dan tidak ada bedanya sebagai buruh dilahan sendiri yang pendapatannya masih rendah serta cenderung menerima kebijakan dari perusahaan besar sebagai golongan yang kuat meskipun sangat merugikan bagi petani. Menurut Sumardjo (2004), posisi petani lemah karena kurangnya kemampuan manajerial, wawasan, dan kemampuan kewirausahaan. Disamping itu juga disebabkan keterbatasan petani dalam informasi dan akses pasar. Situasi pasar yang tertutup mengakibatkan petani kurang mendapatkan harga yang layak. Marini (1997), mengemukakan bahwa informasi pasar yang akhir serta koordinasi pemasaran dan produksi yang efektif adalah rumit pada perdagangan produk pertanian. Suatu perusahaan besar memiliki posisi yang lebih baik dari pada petani dalam menanggapi pasar.

Kemitraan akan berjalan dengan baik apabila masing - masing pihak menyadari kekuatan dan kelemahan masing - masing untuk saling mengisi, saling memperkuat, serta tidak saling mengeksploitasi. Dalam kondisi ini akan tercipta rasa saling percaya antar kedua pihak sehingga usahanya akan berkelanjutan. Pola kemitraan yang baik terjadi apabila kedua belah pihak saling diuntungkan yaitu pada pihak perusahaan memperoleh hasil sayuran organik


(15)

yang mempunyai kualitas baik dan kuantitas cukup sedangkan petani dapat meningkatkan pendapatannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan di Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan? 2. Faktor - faktor sosial apa saja yang mempengaruhi keberhasilan kemitraan

petani dengan Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan?

3. Berapa besar keuntungan petani dalam melakukan kemitraan dengan Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan di Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan.

b. Menganalisis faktor - faktor sosial yang mempengaruhi keberhasilan kemitraan petani dengan Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan.

c. Menganalisis pendapatan petani dalam melakukan kemitraan dengan Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Bagi Khasanah Ilmu

Penelitian ini dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan terutama mengenai kemitraan petani sayuran organik pada Yayasan Kaliandra Sejati.


(16)

b. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini dapat berguna sebagai informasi dan bahan rujukan untuk pengetahuan penelitian selanjutnya.

c. Bagi Kebijakan

Penelitian ini bisa menjadi wacana bagi Dinas Pertanian sebagai penggerak sektor pertanian dan diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam merumuskan kebijakan dalam hal kemitraan petani sayuran organik sehingga kebijakan yang disusun tepat sasaran.

1.4 Batasan Objek Penelitian

Adapun batasan - batasan yang dipergunakan dalam objek penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Kaliandra Sejati Dusun Gamoh, Desa Dayurejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan – Jawa Timur.

2. Kemitraan penelitian ini di pandang dari persepsi sosial dan ekonomi.

3. Penelitian hanya dilakukan pada usahatani sayuran organik yang difokuskan pada kemitraan antara petani dengan Yayasan Kaliandra Sejati.


(17)

8 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

Novisari (1999) mengemukakan bahwa pola kemitraaan yang dijalin antara perusahaan dengan petani dalam produksi benih jagung hibrida C-3 sangat menguntungkan kedua belah pihak karena selain petani mendapat pinjaman saprodi, jaminan pasar, dan teknis budidaya secara berkala, secara ekonomis pendapatan usahatani juga meningkat. Pandangan yang sama juga dikemukakan Dewi (2001), bahwa dengan adanya kemitraan perusahaan benih padi antara PT. Sang Hyang Seri dan petani penangkar kerjasama memberikan keuntungan bagi kedua pihak, dimana Sang Hyang Seri memperoleh keuntungan berupa bahan baku yang baik untuk kebutuhan industri benih sedangkan pendapatan petani meningkat. Namun Arifana (1999) memberikan pandangan yang berbeda yaitu bahwa dari hasil usahatani disimpulkan bahwa dengan mengikuti kemitraan agribisnis kedelai dengan PT. Nestle belum mampu memberikan produktifitas dan pendapatan yang lebih baik daripada petani yang tidak mengikuti pola kemitraan, selain itu posisi petani dalam model kemitraaan agribisnis lemah, karena tidak mengetahui harga jual dan tidak dapat menjual langsung. Menurut Hotimah (2002), kemitraaan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) secara tidak langsung berdampak pada hilangnya hak atas saprodi dan benih sebagai imbas dari kredit yang diperoleh. Dari hasil beberapa penelitian tersebut terdapat perbedaan pandangan dari beberapa peneliti, yaitu pelaksanaan pola kemitraan ada yang menguntungkan pihak - pihak yang bermitra dan ada juga yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani. Oleh


(18)

karena itu perlu diterapkaan model kemitraan yang baik agar kemitraan juga berpengaruh terhadap kesejahteraan petani dan tidk mengakibatkan hilangnya hak - hak petani.

Penelitian mengenai kemitraan juga banyak dilakukan di berbagai negara di dunia. Menurut Behrbaum (2002), kemitraan yang terjalin antara petani kopi dan industri kopi misalnya Starbuck dan Oxfam America di Meciko, menyediakan petani dengan bantuan teknis, informasi pasar dan peningkatan kualitas produk. Petani yang menghasilkan kopi bermutu tinggi akan mendapat harga lebih tinggi dan menghasilkan pendapatan lebih besar untuk keluarga mereka. Kemitraan tersebut akan mendukung usaha petani kecil untuk mendapatkan kopi berkualitas yang secara lingkungan, sosial, dan ekonomis menguntungkan. Marini (1997), mengemukakan kemitraaan antara petani lokal dan investor besar di negara Mozambique merupakan strategi pemerintah Mozambique untuk pengembangan sektor pertanian kaarena kemitraan dapat menjadi suatu cara yang efektif untuk menarik modal oleh petani dari investor. Menurut Sharma (2004), produksi tembakau di Malaysia dan produksi sayuran di India dengan sistem contract farming dapat berjalan sukses dan menguntungkan petani kecil karena pusat pengolah dan pembeli setuju untuk membeli bagian atau semua dari panen mereka. Dalam kemitraan ini perusahaan menyediakan input, menyiapkan lahan, dan menyediakan bimbingan, pengemasan dan jasa pengangkutan. Badiane (2005), memperjelas hubungan antara pengembangan pertanian dan pengurangan kemiskinan melalui penekanan pada perubahan teknik pertanian, pelatihan ketrampilan, dan petani harus mengadopsi suatu strategi bisnis jika mereka akan survive dalam pasar yang modern. Badiane menekankan kepada pemerintah Afrika terus meningkatkan NEPAD (New Partnership for Africa’s Development) agar menyetujui bahwa pemerintah Afika akan mengalokasikan 10 persen dari anggaran mereka untuk sektor pertanian.


(19)

Penelitian yang dilakukan oleh Iftahuddin (2005) mengenai pengaruh kemitraan petani tambak udang terhadap pendapatan usahatani dan efisiensi penggunaan input produksi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pendapatan petani mitra lebih besar daripada petani non-mitra, namun perbedaan pendapatannya tidak signifikan. Analisis terhadap tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi petani mitra belum optimal karena tenaga kerja terlalu banyak.

Penelitian lain oleh Purnaningsih (2006) mengenai adopsi inovasi pola kemitraan agribisnis sayuran di provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pengambilan keputusan petani terhadap inovasi pola kemitraan agribisnis terjadi melalui interaksi antara petugas atau pihak mitra dengan petani, kemudian menyebar melalui interaksi sesama petani dan keluarganya dalam suatu komunitas. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani dari pola kemitraan adalah pendapatan yang lebih tinggi, harga yang lebih pasti, produktivitas lahan lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih tinggi, dan risiko usaha ditangging bersama. Manfaat teknis yang diperoleh petani yaitu penggunaan teknologi yang lebih baik sehingga mutu produk menjadi lebih baik. Manfaat sosial yang diperoleh petani adalah ada kesinambungan kerjasama antara petani dan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul, serta pola kemitraan mempunyai kontribusi terhadap kelestarian lingkungan.

Dari penelitian tentang kemitraan pada sektor pertanian di berbagai negara dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan sesuatu yang menjadi perhatian tidak saja di Indonesia tetapi di berbagai negara di dunia yang merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Dalam penelitian yang akan dilakukan memiliki berbagai perbedaan dengan yang dilakukan sebelumnya, dalam penelitian penulis akan mencoba


(20)

mengkaji kegiatan usahatani sayuran organik dalam lingkup kemitraan dengan memfokuskan pada persepsi sosial dan ekonomi petani mitra di Yayasan Kaliandra Sejati, mendiskusikan atas gambaran dan kondisi usahatani sayuran organik yang diterapkan selama ini guna mengetahui keberhasilan petani kemitraan dengan Yayasan Kaliandra Sejati. Sehingga kedepannya hubungan kerjasamanya akan lebih baik.

2.2 Tinjauan tentang Kemitraan

Kemitraan merupakan salah satu dari pola pemberdayaan yang cukup strategis untuk dilaksanakan dalam pembangunan pertanian Indonesia. Berbagai bentuk konsep pemberdayaan masyarakat yang berbasis pada kemitraan ditawarkan oleh pihak investor, baik oleh pemerintah maupun swasta. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan kemitraaan belum seluruhnya mampu mengangkat kesejahteraan petani kecil atau timbul kecenderungan petani kecil sering menjadi golongan yang lemah. Kemitraaan hanya menjadi alat bagi investor untuk meraih keuntungan yang besar melalui eksplotasi terhadap petani dengan mengabaikan hakikat kemitraan. Pemahaman tentang konsep kemitraan sangat diperlukan yang meliputi pengertian, bentuk - bentuk kemitraan, dampak kemitraan, serta hal - hal yang terkait dengan kemitraan sehingga pemahaman tentang konsep awal kemitraan diharapkan mampu menjernihkan kembali kesimpangsiuran akan pemahaman tentang kemitraan dan akan memberikan pencerahan kembali langkah - langkah untuk memperbaiki kondisi kemitraan yang ada (Hafsah, 1999).

2.2.1 Pengertian, Tujuan, serta Prinsip Kemitraan a. Pengertian Kemitraan

Menurut Hafsah (2002) kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih


(21)

keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Menurut Undang - Undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerja sama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.

Harjono (2005), kemitraan sebagai persetujuan antara dua pihak yang mempunyai kebutuhan saling mengisi dan bekerjasama bagi kepentingan kedua belah pihak atas saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan diciptakan karena pihak pertama memerlukan sumber - sumber yang dimiliki pihak lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses terhadap teknologi baru, kapasitas pengolahan dan outlet untuk pemasaran hasil produksi.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan yang disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing - masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing - masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.


(22)

b. Tujuan Kemitraaan Ekonomi dan Sosial 1) Tujuan dari Kemitraan Ekonomi

Kenyataan menunjukkan bahwa petani mitra masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara optimal dalam perekonomian. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa petani mitra masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi, serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangannya (Hafsah, 1999).

Sehubungan dengan itu, petani mitra perlu memberdayakan dirinya dan diberdayakan dengan berpijak pada kerangka hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang berdasar pada asas kekeluargaan. Pemberdayaan petani mitra dilakukan melalui, penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan petani mitra dan pembinaan dan pengembangan kepada petani mitra.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka untuk menghasilkan tingkat efisiensi dan produktivitas yang optimal diperlukan sinergi antara pihak yang memiliki modal kuat, teknologi maju, manajemen modern dengan pihak yang memiliki bahan baku, tenaga kerja dan lahan. Sinergi ini dikenal dengan kemitraan. Kemitraan yang dihasilkan merupakan suatu proses yang dibutuhkan bersama oleh pihak yang bermitra dengan tujuan memperoleh nilai tambah. Hanya dengan kemitraan yang saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling memperkuat, dunia usaha baik kecil maupun menengah akan mampu bersaing. Adapun secara lebih rinci tujuan kemitraan meliputi aspek ekonomi dan aspek sosial, antara lain (Hafsah, 1999) :


(23)

Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih kongkrit yaitu (Hafsah, 1999) :

a) Meningkatkan pendapatan petani mitra.

b) Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan petani mitra. c) Memperluas kesempatan kerja.

Kerjasama yang dikembangkan melalui kemitraan akan memberikan manfaat baik bagi usaha kecil menengah dan koperasi maupun bagi usaha besar dalam membentuk jaringan usaha dan jaringan distribusi pemasaran produk (Hafsah, 1999).

2) Tujuan dari Kemitraan Sosial

Kemitraan usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha. Pengusaha besar berperan sebagai faktor percepatan pemberdayaan usaha sesuai kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra usahanya menuju kemandirian usaha, atau dengan perkataan lain kemitraan usaha yang dilakukan oleh pengusaha besar yang telah mapan dengan pengusaha kecil sekaligus sebagai tanggung jawab sosial pengusaha besar untuk ikut memberdayakan petani mitra agar tumbuh menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri. Adapun sebagai wujud tanggung jawab sosial itu dapat berupa pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada petani mitra, dengan pembinaan dan bimbingan yang terus menerus diharapkan petani mitra dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yang tangguh dan mandiri. Dipihak lain dengan tumbuh berkembangnya kemitraan usaha ini diharapkan akan disertai dengan tumbuhnya pusat - pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga sekaligus dapat merupakan upaya pemerataan pendapatan sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial (Hafsah, 1995).

Kesenjangan itu diakibatkan oleh pemilikan sumberdaya produksi dan produktivitas yang tidak sama di antara petani mitra. Oleh karena itu, kelompok


(24)

masyarakat dengan kepemilikan faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah biasanya akan menghasilkan tingkat kesejahteraan yang rendah pula (Hafsah, 1995).

Kemitraan sosial menurut Boeck dan Wamba (2007) :

a) Komunikasi dan berbagi informasi : jumlah, frekuensi dan kualitas aliran informasi antara mitra dagang.

b) Kerjasama : kesediaan untuk melakukan tindakan untuk mencapai tujuan bersama.

c) Komitmen : keinginan untuk memastikan bahwa hubungan akan berkesinambungan.

Boeck dan Wamba mengatakan keberhasilan kemitraan dilihat dari pembinaan kemitraan, keyakinan, dan kepuasan.

c. Prinsip Kemitraan

Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh masing - masing anggota kemitraan yaitu (Ditjen P2L dan PM, 2004) :

1) Prinsip Kesetaraan (Equity)

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

2) Prinsip Keterbukaan

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing - masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).


(25)

3) Prinsip Azas Manfaat Bersama

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing - masing. Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.

2.2.2 Berbagai Pola, Dampak Positif, Keragaan dan Filosofi Kemitraan a. Berbagai Pola Kemitraan dalam Agribisnis

Menurut (Direktorat Pengembangan Usaha, 2002) yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Pertanian. Adapun bentuk - bentuk kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1) Inti Plasma

Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (a) Undang - Undang Nomor. 9 Tahun 1995, yang dimaksud dengan pola inti plasma adalah “Hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha”. Kerjasama inti plasma diatur melalui suatu perjanjian kerjasama antara pihak inti dan pihak plasma.

Gambar 2.1 Pola Kemitraan Inti - Plasma (Direktorat Pengembangan Usaha, 2002).


(26)

2) Subkontrak

Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang - Undang Nomor. 9 Tahun 1995 bahwa “Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya.” Dapat pula dikatakan bahwa dalam pola subkontrak, usaha kecil memproduksi barang dan atau jasa yang merupakan komponen atau bagian produksi usaha menengah atau usaha besar.

Gambar 2.2 Pola Kemitraan Subkontrak (Direktorat Pengembangan Usaha, 2002).

3) Dagang Umum

Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang - Undang Nomor. 9 Tahun 1995, pola dagang umum adalah “Hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya.


(27)

Gambar 2.3 Pola Kemitraan Dagang Umum (Direktorat Pengembangan Usaha, 2002).

Dalam pola dagang umum, usaha menengah atau usaha besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.

4) Keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang dan jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Di antara pihak - pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target - target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk.

5) Kerjasama Operasional Agribisnis

Dalam pola ini, perusahaan mitra akan menyediakan lahan, sarana dan tenaga, biaya atau modal dan sarana kepada kelompok mitra untuk


(28)

mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.

Gambar 2.4 Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (Direktorat Pengembangan Usaha, 2002).

b. Dampak Positif Kelembagaan Kemitraan

Sumardjo (2004), pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem agribisnis ternyata menimbulkan dampak positif bagi keberhasilan pengembangan sistem agribisnis di masa depan. Dampak positif yang timbul adalah sebagai berikut :

1) Adanya keterpaduan dalam sistem pembinaan yang saling mengisi antara materi pembinaan dengan kebutuhan riil petani. Sistem pembinaan terpadu ini meliputi permodalan, sarana, teknologi, bentuk usaha bersama atau koperasi, dan pemasaran. Kondisi pembinaan yang sinergis juga dapat menimbulkan dampak positif, seperti Sumardjo (2004) :

a) Kepastiaan pemasaran.

b) Komoditas yang bernilai tinggi.

c) Budidaya yang berpedoman dasar pada ketepatan waktu, kontinuitas, volume, dan mutu serta ketepatan ukuran, warna, dan rasa.

d) Kerjasama yang serasi antara pelaku agribisnis hulu - hulu (pengaturan pola tanam atas komoditas primadona) dan hulu hilir (kuantitas dan kualitas).


(29)

e) Pengembangan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan riil. 2) Adanya kerjasama aturan atau kesepakatan sehingga menumbuhkan

kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis yang ada. Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pembagian hasil harus dibuat adil oleh pihak - pihak yang bermitra. Jika salah satu pihak lemah maka harus ada pihak ketiga yang netral untuk melakukan pengawasan. Dengan demikian tujuan, kepentingan, dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana dan saling menguntungkan (Sumardjo, 2004).

3) Ada keterkaitan antar pelaku dalam sistem agribisnis (hulu-hilir) yang mempunyai komitmen terhadap kesinambungan bisnis. Komitmen ini menyangkut kualitas dan kualitas serta keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin kerjasama saling menguntungkan secara adil. Dalam keadaan bisnis yang berkesinambungan, kedua pihak mengalami beberapa hal positif sebagai berikut (Sumardjo, 2004) :

a) Kesinambungan informasi, baik di tingkat hulu maupun hilir.

b) Informasi di tingkat hilir misalnya informasi tentang kebutuhan konsumen dan kualitas produk yang dibutuhkan pasaran. Sementara informasi di tingkat hulu yang dapat diperoleh, misalnya teknologi dan sarana yang sesuai untuk menghasilkan produk yang berkualitas tersebut.

c) Tersedianya sarana secara tepat waktu, baik itu input maupun output yang telah disepakati bersama sesuai dengan periode pergiliran komoditas. d) Terhindarnya manipulasi dari pihak - pihak tertentu yang dapat

menimbulkan penggunaan sarana produksi palsu.

e) Tersedianya modal sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan secara efektif.

f) Dapat menghasilkan produk usaha tani yang sesuai dengan kebutuhan pasar.


(30)

g) Terjadinya penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan berkesinambungan di sektor pertanian.

c. Keragaan dan Filosofi Kemitraan Usaha Agribisnis 1) Keragaan Kemitraan Usaha Agribisnis

Dalam era globalisasi, pengembangan kemitraan usaha agribisnis dihadapkan pada beberapa peluang antara lain peningkatkan volume pemasaran, harga jual produk yang lebih kompetitif, harga sarana produksi yang lebih terjangkau, IPTEK yang lebih maju dan efisiensi, dan akses terhadap permodalan yang semakin terbuka. Peluang - peluang tersebut menuntut para pelaku kemitraan usaha agribisnis mampu menghasilkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif secara sinergis. Dengan demikian, maka kemitraan usaha agribisnis harus dikembangkan secara efektif dan adil melalui integrasi dan sinkronisasi kegiatan usaha kelompok tani, gapoktan, dan koperasi tani serta pelaku usaha agribisnis lainnya, dimulai dari penyediaan sarana produksi, pelaksanaan usaha budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran baik domestik maupun internasional (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011).

Beberapa kemitraan usaha agribisnis yang berkembang saat ini dilakukan berdasarkan pola hubungan antar pelaku usaha yang satu sama lain tidak memiliki ikatan formal (kontrak atau perjanjian) yang kuat. Hal ini mengakibatkan kurangnya komitmen dari masing - masing pihak yang bermitra. Hubungan kemitraan yang terjadi hanya mengikuti mekanisme pasar secara umum, sehingga setiap pelaku usaha yang bersangkutan hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Dalam kondisi tersebut, pelaku kemitraan seolah tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka saling membutuhkan (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011).


(31)

Sebagai ilustrasi dari pola hubungan diatas, misalnya model kemitraan pada agribisnis sayuran antara petani dengan pasar swalayan. Manfaat dari program kemitraan tersebut belum mampu meningkatkan secara mendasar ketidakberdayaan petani, kelompok tani, dan gapoktan sebagai produsen sayuran. Perlakuan yang diterima sebagian produsen sayuran tersebut terkadang hanya bersifat produsen semata, belum sebagai produsen sekaligus pemasok. Dalam pada itu, pihak petani, kelompok tani, dan gapoktan juga sering tidak menepati komitmen. Pada saat harga diluar lebih tinggi, kadang - kadang pihak petani secara diam - diam menjual kepada pihak lain diluar sistem kemitraan yang dibangun. Namun demikian, banyak juga kemitraan usaha agribisnis yang telah berhasil. Kemitraan usaha agribisnis ini dikembangkan berdasarkan sinergi dan kesadaran saling membutuhkan dan saling memperkuat pada masing - masing pihak yang bermitra, sehingga menjadi kerja sama bisnis yang berkesinambungan. Sebagai contoh adalah kemitraan petani sayuran dan buah - buahan dengan pengusaha eksportir. Sinergi yang dibangun dalam bentuk, petani menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan pengusaha eksportir menyediakan modal, bimbingan teknis dan jaminan pemasaran. Hal ini dapat terwujud apabila sistem kemitraan dilaksanakan dengan baik dan konsisten (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011).

2) Filosofi Kemitraan Usaha Agribisnis

Konsep dasar kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam Undang - Undang Nomor 9 tahun 1995 yang menyebutkan, “kerja sama antara usaha kecil dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1997 yang menjelaskan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah saling memperkuat, saling


(32)

menguntungkan, dan saling menghidupi. Tujuan kemitraan ialah meningkatkan kualitas sumber daya dan usaha kelompok mitra, meningkatkan pendapatan atau keuntungan masing - masing pihak yang bermitra (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011).

a) Azas Kemitraan Usaha Agribisnis

Kemitraan yang tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995 mengandung makna sebagai tanggung jawab moral. Pengusaha menengah atau besar melakukan bimbingan dan pembinaan kepada pengusaha kecil mitranya, dalam hal ini adalah kelompok tani atau gapoktan dan kopersai tani agar mampu mengembangkan usahanya, sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan kesejahteraan bersama. Hal ini berarti, masing - masing pihak yang bermitra harus menyadari bahwa memiliki perbedaan dan keterbatsan, baik dibidang manajemen, penguasa IPTEK maupun sumber daya, sehingga harus mampu saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing - masing.

Azas kemitraan yang dikembangkan harus menjamin terciptanya suasana adil, keseimbangan, keselaraan, dan keterpaduan dangan penjabaran sebagai berikut (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011).

(1) Kedudukan antara kelompok tani atau gapoktan dan koperasi tani sebagai kelompok mitra dengan perusahaan mitra haruslah setara dan menghindari adanya hubungan seperti atasan dan bawahan.

(2) Saling percaya dengan cara memegang teguh komitmen kesepakatan dalam kontrak atau perjanjian kerjasama antara para pihak.

(3) Saling menguntungkan secara adil bagi kelompok mitra dan perusahaan mitra.


(33)

(4) Saling memegang dan mematuhi etika bisnis, antara lain dengan mematuhi dan melaksanakan secara konsisten kesepakatan yang telah ditetapkan bersama.

(5) Saling memberikan masukan yang konstruktif, dengan cara melakukan koordinasi, komunikasi, evaluasi dan monitoring, serta keterbukaan dari masing - masing pihak.

(6) Saling memerlukan, dalam arti perusahaan mitra memerlukan produk atau jasa dari kelompok mitra, sedangkan kelompok mitra memerlukan modal, jaminan pemasaran, dan bimbingan atau pembinaan.

b) Konsep Kemitraan Usaha Agribisnis

Kemitraan usaha agribisnis merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan antara yang bermitra dalam menjalankan perannya masing – masing dengan berpegang kepada etika bisnis. Hal ini berarti, pelaku usaha agribisnis yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar – dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik dalam menjalankan kemitraan. Pemahaman etika bisnis sebagai landasan moral dalam melaksanakan kemitraan usaha agribisnis merupakan suatu solusi dalam mengatasi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Terdapat enam dasar etika bisnis yang dapat menjadi penopang dalam membangun suatu kemitraan. Keenam dasar etika bisnis tersebut ialah (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011) :

(1) Karakter, integritas, dan kejujuran. (2) Kepercaayaan.


(34)

(4) Semangat kebersamaan antara pihak yang bermitra. (5) Keseimbangan antara insentif dan resiko.

Apabila pemahaman etika bisnis telah diterapkan sebagai landasan awal dalam pelaksanaan kemitraan,selanjutnya kemitraan usaha agribisnis dapat dilaksanakan sebagai suatu proses. Proses yang dimulai dengan perencanaan, kemudian rencana tersebut diimplementasikan dan selanjutnya dimonitor serta dievaluasi secara terus menerus oleh pihak - pihak yang bermitra. Dengan demikian, terjadi alur tahapan pekerjaan yang jelas dan teratur sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Oleh karena kemitraan merupakan suatu proses, maka keberhasilannya secara optimal tentu tidak selalu dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Keberhasilan suatu kemitraan diukur dengan pencapaian nilai tambah yang diperoleh oleh pihak yang bermitra dari berbagai aspek seperti manajemen, teknologi, permodalan, pemasaran, dan pendapatan. Besarnya nilai tambah yang diperoleh akan tergantung pasa sejauh mana kemampuan untuk mengembangkan strategi yang disusun secara bersama dan dilaksanakan secara konsisten sesuai peran masing - masing pihak (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011).

Hubungan kemitraan akan berkesinambungan apabila hasil kerjasama terjadi secara berulang - ulang dan saling menguntungkan secara adil. Proses tersebut terus dilakukan sampai melahirkan suatu aturan norma hubungan bisnis dalam pola perilaku pelaku kemitraan, sehingga tercipta hubungan kemitraan yang melembaga dan berkelanjutan. Salah satu bentuk interaksi yang positif antara kelompok mitra dengan perusahan mitra dapat dilihat pada Gambar 2.5 dimana terjadi proses perkembangan kemitraan dari tipe A yaitu perusahaan mitra yang bekerjasama dengan beberapa kelompok tani. Kemudian, berubah menjadi tipe B yaitu terjadi hubungan yang lebih erat antara kelompok - kelompok tani tersebut menjadi gapoktan yang merupakan kelompok mitra yang


(35)

mengadakan kemitraan dengan perusahaan mitra (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011).

Gambar 2.5 Salah Satu Interasi Positif antara Kelompok Mitra dan Perusahaan Mitra dalam Kemitraan (Direktorat Pengembangan Usaha, 2011).

Pelaksanaan hubungan kemitraan melibatkan kelompok mitra dan perusahan mitra yang berlangsung dalam suatu sistem kerjasama usaha yang harus memiliki unsur - unsur sebagai berikut (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011) :

(1) Input, yaitu sumberdaya alam yang digerakkan oleh sumberdaya manusia. (2) Output berupa produk dan pelayanan atau jasa.

(3) Teknologi meliputi metode dan proses yang dapat mengubah input menjadi output.

(4) Lingkungan, yaitu keadaan di sekitar kelompok mitra dan perusahaan mitra. (5) Keinginan, yaitu strategi, tujuan, rencana dari pihak yang bermitra.

(6) Perilaku, yaitu hubungan antar kelompok atau organisasi.

(7) Budaya, berupa norma, kepercayaan dan nilai - nilai yang berlaku dalam kelompok mitra dan perusahaan mitra.


(36)

Dasar hukum yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan hubungan kemitraan bagi kelompok mitra dan perusahaan mitra antara lain (Direktorat, Pengembangan Usaha, 2011) :

(1) UU No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, yang menerangkan bahwa kemitraan adalah kerja sama usaha kecil dengan uasaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

(2) PP Republik Indonesia No. 44 tahun 1997 tentang kemitraan, yang menjelaskan bahwa kemitraan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan meningkatkan peranan usaha kecil sebagai usaha yang tangguh dan mandiri, yang mampu menjadi tulang punggung dan mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional.

(3) Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/9/97 tentang pedoman kemitraan usaha pertanian, yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi, yang bertujuan meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri.

(4) Keputusan Menteri Pertanian No.940/Kpts/OT.210/9/97 tentang pedoman penetapan tingkat hubungan kemitraan usaha pertanian, merupakan petunjuk untuk melakukan hubungan kemitraan bagi petani dan pengusaha akan semakin jelas, serta kedudukan dan posisi masing - masing pihak pada tingkat - tingkat hubungan kemitraan lebih dapat dipahami.


(37)

2.2.3 Proses dan Hambatan Pengembangan Kemitraan a. Proses Pengembangan Kemitraan

Hafsah (2004) rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan merupakan suatu urutan tangga yang ditapaki secara beraturan dan bertahap untuk mendapatkan hasil yang optimal. Rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan adalah sebagai berikut :

1) Memulai Membangun Hubungan dengan Calon Mitra

Langkah awal dalam proses kemitraan adalah mengenal calon mitra. Pengenalan calon mitra ini merupakan awal keberhasilan dalam proses membangun kemitraan selanjutnya. Bila terjadi kekeliruan dalam memilih calon mitra maka berdampak pada proses selanjutnya sehingga waktu akan sia - sia dan hanya memboroskan energi yang dikeluarkan. Memilih mitra yang tepat memerlukan waktu karena harus benar - benar diyakini, maka informasi yang diperlukan harus lengkap.

2) Mengerti Kondisi Bisnis Pihak yang Bermitra

Kondisi bisnis calon mitra harus benar - benar diperhatikan terutama kemampuan dalam manajemen, penguasaan pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya manusianya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi, dan sebagainya. Saling mengerti kondisi bisnis dari pihak yang bermitra sangat penting untuk menyusun suatu strategi yang akan dilakukan. 3) Mengembangkan Strategi dan Menilai Detail Bisnis

Strategi yang rencanakan bersama meliputi strategi dalam pemasaran, distribusi, operasional, dan informasi. Strategi disusun berdasarkan informasi mengenai keunggulan dalam kelemahan bisnis dari pihak yang bermitra.


(38)

4) Mengembangkan Program

Setelah informasi dikumpulkan kemudian dikembangkan menjadi suatu rencana yang taktis dan strategi yang akan diimplementasikan. Rencana yang telah disepakati kemudian dikomunikasikan dengan setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan.

5) Memulai Pelaksanaan

Memulai pelaksanaan berdasarkan ketentuan yang disepakati. Pada tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengecek kemajuan - kemajuan yang dialami. Pada tahap ini akan timbul berbagai masalah dan ini harus dicarikan jalan keluarnya. Penyelesaian dilakukan dengan mengadakan penyesuaian - penyesuaian yang dianggap perlu.

6) Memonitor dan Mengevaluasi Perkembangan

Perkembangan pelaksanaaan perlu dimonitor terus - menerus agar target yang ingin dicapai benar - benar dapat menjadi kenyataan. Di samping itu perlu terus dievaluasi pelaksanaannya untuk perbaikan pada pelaksanaan berikutnya.

b. Hambatan Pengembangan Kelembagaan Kemitraan

Hafsah (2004) dalam pengembangan kelembagaan masih terdapat beberapa kelemahan yang dapat menghambat kesinambungan dan kemajuan sistem agribisnis. Beberapa kelemahan yang menjadi hambatan masih ditemukan antara lain sebagai berikut :

1) Lemahnya posisi petani karena kurangnya kemampuan manajerial, wawasan, dan kemampuan kewirausahaan. Kondisi ini mengakibatkan petani kurang dapat mengelola usahatani secara efisien dan komersial.

2) Keterbatasan petani dalam bidang permodalan, teknologi, informasi, dan akses pasar. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan usaha tani kurang


(39)

mandiri sehingga mudah tersubordinasi oleh kepentingan pihak lain yang lebih kuat.

3) Kurangnya kesadaran pihak perusahaan agribisnis dalam mendukung permodalan petani yang lemah. Hal ini menyebabkan petani menjadi kesulitan mengembangkan produk usahatani sesuai dengan kebutuhan pasar. Selain itu, penerapan pola konsinyasi dalam pembayaran perusahaan terhadap produk petani melemahkan hubungan kemitraan agribisnis. Hal tersebut dikarenakan pola konsinyasi akan menambah beban moda petani sehingga akan membebani petani.

4) Informasi tentang pengembangan komoditas belum meluas dikalangan pengusaha. Keadaan ini menyebabkan kurangnya calon investor akan menanamkan investasinya di bidang agribisnis. Selain itu, jaminan atas tingginya resiko usaha agribisnis masih berkurang.

5) Etika bisnis yang berprinsip “win-win solution” di kalangan investor agribisnis di daerah masih belum berkembang sesuai dengan dunia agribisnis.

6) Komitmen dan kesadaran petani terhadap pengendalian mutu masih kurang. Hal tersebut mengakibatkan mutu komoditas yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

2.3 Tinjauan tentang Usahatani Organik 2.3.1 Definisi Usahatani dan Ilmu Usahatani

Kadarsan (1993) Usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur - unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha


(40)

pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen.

Soekartawi (2002) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik - baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.

2.3.2 Definisi Pertanian Organik

Sutanto (2006) pertanian organik adalah pertanian yang ramah lingkungan untuk menghasilkan produk - produk dengan kualitas yang baik dan jumlah yang cukup. Definisi lain pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang mendorong kesehatan tanah dan tanaman melalui praktek pendaurulangan unsur hara dari bahan - bahan organik seperti kompos dan sampah tanaman, rotasi tanaman, pengolahan yang tepat, dan menghindari pupuk sintesis serta pestisida. Secara ringkas dapat diartikan bahwa pertanian organik yaitu sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002).

2.3.3 Definisi Sayur - Sayuran

Sayur - sayuran didefinisikan sebagai bagian dari tanaman yang umum dimakan untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Berdasarkan definisi tersebut, sayur - sayuran dapat dibedakan atas: daun (kangkung, katuk, sawi,


(41)

bayam, selada air), bunga (kembang turi, brokoli, kembang kol), buah (terong, cabe, paprika, labu, ketimun, tomat), biji muda (kapri muda, jagung muda, kacang panjang, buncis, semi atau baby corn), batang muda (asparagus, rebung, jamur), akar (bit, lobak, wortel, rhadis), serta sayuran umbi (kentang, bawang bombay, bawang merah). Berdasarkan warnanya, sayur - sayuran dapat dibedakan atas : hijau tua (bayam, kangkung, katuk, kelor, daun singkong, daun papaya), hijau muda (selada, seledri), dan yang hampir tidak berwarna (kol, sawi putih) (Astawan, 2007).

Sayur - sayuran merupakan sumber seluruh vitamin, seperti vitamin A yang banyak terdapat pada sayuran yang berwarna merah dan kuning seperti wortel dan waluh. Untuk vitamin B1, B2 dan B6 terdapat pada sayuran yang daunnya berwarna hijau tua dan kacang kacangan. Untuk vitamin C, hampir semua sayuran mengandung vitamin tersebut seperti tomat, kentang, lombok dan sayuran yang berwarna tua, sedangkan untuk vitamin E dan K banyak terdapat pada sayuran daunan dan pucuk tunas seperti bayam, asparagus dan kubis. Beberapa mineral penting yang terdapat pada sayuran adalah zat besi, kalsium dan fosfor (Soedharoedjian, 1993).

Sayuran dibutuhkan manusia untuk beberapa macam manfaat, salah satunya untuk membantu metabolisme tubuh. Selain kandungan vitamin dan mineral, sayuran juga mengandung karbohidrat yang berbentuk selulosa, gula dan zat tepung. Sayur - sayuran memiliki ciri - ciri antara lain (Setyati, 1989) : a. Dipanen dan dimanfaatkan dalam keadaan segar atau hidup sehingga bersifat

mudah rusak.

b. Komponen utama mutu ditentukan oleh kandungan air bukan kandungan bahan kering seperti halnya tanaman agronomi, contohnya jagung dan tanaman perkebunan.


(42)

Pengembangan agribisnis sayuran merupakan komoditas yang potensial dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, produktivitas dan kualitas hasil sangat ditentukan oleh saat tanam, agroklimat, jenis tanah, penggunaan sarana produksi, teknologi budidaya, pengolahan pasca panen, dan pengemasan serta pemasaran. Dalam pengembangan usaha agribisnis sayuran sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam perencanaan sistem agribisnis dari proses penentuan lokasi dan jenis sayuran yang akan dikembangkan, sarana produksi, teknologi budidaya, pengelolaan pasca panen, peningkatan nilai tambah dan pemasaran. Agroklimat merupakan pertimbangan yang sangat penting dan merupakan faktor sukses dan tidaknya kegiatan agribisnis dibandingkan dengan faktor lahan. Faktor agroklimat sulit untuk direkayasa dengan faktor penentu seperti sinar matahari, hujan, angin, kelembaban dan suhu udara. Sementara itu tanah yang tidak subur dapat dirubah menjadi subur. Selain dari pada itu faktor tenaga kerja juga sangat menentukan berhasil dan tidaknya usaha agribisnis sayuran, demikian juga manajemen pengelolaan agribisnis. Kiat memulai agribisnis agar sukses pertama yang harus diidentifikasi adalah apa yang kita miliki lahan, atau ketrampilan serta modal, apabila yang dimiliki modal harus dicari informasi pasar, lahan, dan keahlian. Namun apabila yang dimiliki hanya lahan harus diupayakan informasi pasar, alternatif modal dan pemilikan keahlian dan bila yang dimiliki modal maka diperlukan data pasar dan lokasi kegiatan serta komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Rahardi, 2005).

Sayuran dataran tinggi pada umumnya dapat tumbuh baik pada suhu udara sejuk sekitar 250C - 300C dengan ketinggian tempat antara 500 - 1000 mdpl. Tanah yang dibutuhkan adalah tanah gembur, berpasir dengan kandungan mineral yang tinggi dan drainase yang sempurna. Benih yang digunakan dengan vigor 85% sedangkan untuk tanaman dataran rendah dapat


(43)

tumbuh dengan ketinggian 1 - 300 mdpl, tanah yang dibutuhkan tanah berpasir, gembur dengan ph 5,6-6. Pemeliharaan tanaman diselenggarakan dengan menggunakan pupuk dasar dan pupuk lanjutan atau susulan sedangkan untuk pengendalian hama dilaksnakan bila diperlukan. Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) pada sayuran mampu mengurangi penggunaan pestisida cukup signifikan tanpa menurunkan hasil sehingga keuntunganpun bertambah serta dapat meningkatkan pendapatan petani sayuran (Endang Y, 2008).

2.4 Tinjauan tentang Pendapatan Usahatani 2.4.1 Konsep Usahatani

Soekartawi (2002) menyebutkan bahwa ilmu usahatani ialah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Menurut Hernanto (1989) usahatani merupakan organisasi alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian, organisasi itu ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat secara geologis, politik, maupun teritorial sebagai pengelolaannya. Hernanto (1989) menyatakan empat unsur pokok atau faktor - faktor produksi dalam usahatani, yaitu :

a. Lahan, lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah, dan sebagainya. Lahan yang digunakan dalam usahatani dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dengan membeli, menyewa, menyakap, negara, warisan, wakaf, atau membuka lahan sendiri.

b. Tenaga kerja, tenaga kerja menjadi pelaku dalam usahatani menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga kerja antara lain tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, tenaga kerja mekanik. Tenaga


(44)

kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak - anak. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti ilkim, dan kondisi lahan usahatani. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja, petani memperkerjakan buruh yang berasal dari luar keluarga dengan memberi balas jasa atau upah. Sehingga, sumber tenaga kerja dalam usahatani dapat berasal dari dalam dan luar keluarga.

c. Modal, modal adalah barang atau uang yang bersama - sama dengan faktor produksi lain menghasilkan barang - barang baru, yaitu produk pertanian. Modal dapat berupa tanah, bangunan, alat - alat pertanian, tanaman, ternak, bahan - bahan pertanian, piutang di bank, dan uang tunai. Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atu kredit (kredit bank, kerabat, dan lain - lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa.

d. Pengelolaan atau manajemen, manajemen adalah keampuan untuk mencukupi keinginan manusia di dunia yang rentan akan risiko dan ketidakpastian. Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor - faktor produksi yang dikuasai sebaik - baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pemahaman prinsip teknik dan ekonomis menjadi syarat bagi pengelola. Pengenalan prinsip teknik dan ekonomis menjadi syarat bagi pengelola. Pengenalan dan pemahaman prinsip teknik meliputi : (1) perilaku cabang usaha yang diputuskan, (2) perkembangan teknologi, (3) tingkat teknologi yang dikuasai, (4) cara budidaya atau alternatif


(45)

lain berdasarkan pengalaman lain. Sedangkan prinsip ekonomis terdiri dari : (1) penentuan perkembangan harga, (2) kombinasi cabang usaha, (3) pemasaran hasil, (4) pembiayaan usahatani, (5) penggolongan modal dan pendapatan, (6) ukuran - ukuran keberhasilan yang lazim. Panduan penerapan kedua prinsip tersebut tercermin dari keputusan yang diambil agar tidak menjadi tanggungan pengelola. Kesediaan risiko tergntung kepada : (1) tersedianya modal, (2) status petani, (3) umur, (4) lingkungan usaha, (5) perubahan posisi, (6) pendidikan, (7) pengalaman petani.

2.4.2 Konsep Pendapatan

Yunanto (2006) menyatakan bahwa pendapatan atau keuntungan produsen selisih penerimaan terhadap pengeluaran (biaya). Penerimaan merupakan hasil perkalian antara output dengan harga. Sedangkan biaya merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel.

Π = TR – TC TR = P x Q dimana :

P = harga produk Q = output

2.4.3 Analisis Pendapatan Usahatani

Hernanto (1986), pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor -faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Untuk mengukur keberhasilan usahatani dapat dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani. Dengan melakukan analisis ini maka dapat diketahui gambaran usahatani saat ini sehingga dapat melakukan evaluasi untuk perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang


(46)

akan datang. Untuk menganalisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang telah ditetapkan.

Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut (Hernanto, 1986). Penerimaan usahatani dibagi menjadi :

a. Penerimaan Tunai Usahatani

Penerimaan tunai usahatani adalah nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani.

b. Penerimaan Total Usahatani

Penerimaan total usahatani adalah penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan ternak).

Pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor - faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani. Pengeluaran usahatani dibagi menjadi :

a. Biaya Tunai Usahatani

Biaya tunai merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa yang menjadi masukan produksi. Biaya tunai dalam usahatani dibagi dua macam yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya untuk sarana produksi yang diperlukan dalam berproduksi dan tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam proses produksi yang secara langsung mempengaruhi jumlah produksi dan penggunaanya habis terpakai dalam satu kali proses produksi.


(47)

b. Biaya yang diperhitungkan

Biaya yang diperhitungkan merupakan nilai pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri. Biasanya peralatan maupun sarana penunjang tersebut tidak dibeli setiap musim tanam atau siklus produksi karena masih bisa digunakan beberapa kali.

2.4.4 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya

Ukuran efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis penerimaan dan biaya yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C rasio maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah yang dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikategorikan efisien jika nilai R/C ratio > 1, artinya setiap tambahan biaya yang akan dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya sehingga kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan usahatani dikategorikan tidak efisien jika memiliki nilai R/C ratio < 1, yang berarti untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang memiliki R/C ratio = 1, berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal Hernanto (1986).

2.5 Regresi Linier Berganda

Regresi Linier Berganda analisis regresi berganda adalah suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang pengukuran pengaruh antar variabelnya melibatkan lebih dari satu variabel bebas Sunyoto (2009).


(48)

Persamaan estimasi regresi linier berganda sebagai berikut :

Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + ... + b n X n ... (1) Algifari (2000) persamaan regresi yang diperoleh dari suatu proses penghitungan dapat diketahui apakah persamaan tersebut baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen atau tidak dengan cara :

a. Koefisien regresi (uji parsial) yang bertujuan untuk memastikan apakah variabel independen yang terdapat dalam persamaan tersebut secara individu berpengaruh.

b. Persentase pengaruh semua variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap nilai variabel dependen.

c. Pengaruh semua variabel independen di dalam model terhadap nilai variabel dependen (uji simultan).

Persamaan regresi yang dihasilkan dapat diketahui baik atau tidaknya dengan melakukan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Suliyanto (2005) uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual berdistribusi normal dapat dilihat dari suatu kurva berbentuk lonceng (bellshaped curve) yang kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga. Distibusi data tidak normal disebabkan oleh adanya nilai ekstrem dalam data yang diambil.

Cara mendeteksinya dengan menggunakan histogram regression residual yang sudah distandarkan serta menggunakan analisis kai kuadrat dan kolmogorov-smirnov. Kurva nilai residual terstandarisasi dikatakan menyebar dengan normal apabila nilai kolmogrov-smirnov Z ≤ Z tabel atau nilai asymp. sig. (2-tailed) > α.


(49)

b. Uji multikolineritas

Uji multikolineritas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya variable independent yang memiliki korelasi antar variabel independent lain dalam satu model. Multikolineritas diuji dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak lebih dari 10 sehingga model dapat dikatakan terbebas dari multikolineritas. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah Tolerance Nugroho (2005).

c. Uji Heteroskesdastisitas

Uji heteroskesdastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan ragam dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskesdastisitas. Ada tidaknya heteroskesdastisitas dapat diprediksi dengan melihat pola gambar Scatterplot.

d. Koefisien determinasi (R2) adalah salah satu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua variabel. Nilai koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan. Secara matematis persamaan koefisien determinasi (R2) dapat ditulis sebagai berikut :

Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi (R2) suatu persamaan regresi, semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen. Sebaliknya, semakin mendekati satu besarnya koefisien


(1)

119

Berdasarkan Tabel 4.16 menjelaskan mengenai rekapitulasi rata - rata penerimaan, biaya, dan pendapatan tunai petani mitra dengan ke-22 petani mitra di Yayasan Kaliandra sejati, yang dimana rata - rata penerimaan yang didapat petani mitra di Yayasan Kaliandra Sejati Rp. 618204.5455/bulan, serta rata - rata biaya keseluruhan petani mitra di Yayasan Kaliandra Sejati Rp.282113.6364/bulan, dan rata - rata pendapatan tunai yang didapat petani mitra di Yayasan Kaliandra Sejati Rp. 335181.8182/bulan, sehingga rata - rata rasio R/C yang diperoleh ke-22 petani mitra di Yayasan Kaliandra Sejati sebesar 2.82, maka usahatani tersebut dikatakan menguntungkan atau efisien.

Rasio R/C = 618204.5455 = 2.82 219133.1668

4.5.2 Pola Kombinasi Sayuran Organik

Pola kombinasi merupakan strategi atau cara untuk mengatur jadwal tanam dengan berbagai jenis varietas sayuran, Yayasan Kaliandra Sejati menerapkan sistem kombinasi sayuran per musim tanam agar dapat memenuhi permintaan pasar.

Yayasan Kaliandra Sejati membentuk kombinasi sayuran yang akan ditanam pada masing - masing petani mitra, dan diberikan dengan cara bergantian pada masing - masing bedeng dalam satu bulan. Sehingga petani mitra mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang budidaya sayuran organik, jenis kombinasinya seperti dalam Lampiran 4.


(2)

120 5.1 Simpulan

1. Identifikasi pelaksanaan kemitraan di Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan adalah menerapkan kerjasama dengan pola kemitraan inti-plasma. Mekanisme kemitraan yang dijalin selama ini, antara Yayasan Kaliandra Sejati dengan petani, masing - masing hak dan kewajibannya ini belum terealisasi sebagaimana mestinya yang tertulis dalam perjanjian atau pelaksanaan ketidaksesuaian yang mengakibatkan kurang berhasilnya kemitraan.

2. Faktor - faktor sosial yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kemitraan adalah variabel kerjasama serta komitmen, sedangkan variabel komunikasi tidak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan kemitraan.

3. Hasil pendapatan petani dalam melakukan kemitraan dengan Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan adalah rata - rata penerimaan usahatani sayuran organik sebesar Rp. 618204.5455/bulan, serta rata - rata biaya keseluruhan sebesar Rp. 282113.6364/bulan, dan rata - rata pendapatan tunai usahatani sayuran organik sebesar Rp. 335181.8182/bulan, sehingga rata - rata rasio R/C sebesar 2.82, maka usahatani tersebut dikatakan menguntungkan atau efisien.


(3)

121

5.2 Saran

1. Yayasan Kaliandra Sejati sebaiknya melakukan perhitungan usahatani terhadap komoditas sayuran lainnya sehingga dapat menilai kontribusi keuntungan yang didapat petani mitra.

2. Pada penelitian selanjutnya agar mengidentifikasi variabel - variabel lainnya yang dapat mempengaruhi keberhasilan kemitraan seperti perjanjian kontrak, pelaksanaan kerjasama, dan motivasi melalui sikap terhadap kemitraan. Bagi Yayasan Kaliandra Sejati sebaiknya memberikan pelayanan yang lebih baik lagi, sehingga usahatani sayuran organik di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan mampu menjalankan usaha kemitraannya secara berkepanjangan dan kebutuhan masing - masing pihak dapat terpenuhi. Selain itu penambahan jumlah PPL juga diperlukan terkait dengan jumlah petani yang sangat banyak di Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan.


(4)

122 DAFTAR PUSTAKA

Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. Universitas Brawijaya Press (UB Press) Anggota IKAPI No. 017/JTI/94.

Algifari. 2000. Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.

Anonim. 2010. Aspek Ekonomi dan Aspek Sosial.

http://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/07/16/aspek-ekonomi-dan-sosial/diunduh pada Mingu, 22 September 2013 jam 08.12.

______. 2013. http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/07/produktivitas.html. diunduh pada Jumat, 13 September 2013 jam 18.00.

Anwar. 1982. Ilmu Usahatani. Penerbit Alumni, Bandung.

Arifana, Y. 1999. Studi Model Kelembagaan Kemitraan Agibisnis antara

PT. Nestle dengan Petani Kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.

Arsyad dan Soeratno. 1999. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Astawan. 2007. Macam - macam Warna Sayuran Organik. UI Press, Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2002. Prospek Pertanian

Organik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Badiane. 2005. Hubungan antara Pengembangan Pertanian dan Pengurangan Kemiskinan, Jakarta.

Behrbaum, M. 2002. Starbucks-Fair Trade Campaign: Fair Trade artikel

http://www.organicconsumers.org/Starbucks/0805_starbucks_greenwashi ng.html/diunduh pada Jumat, 25 Oktober 2013 jam 13.45.

Boeck, H. dan S Wamba. 2007. RFID and Buyer-Seller Relationships in the Retail Supply Chain. International Journal of Retail & Distribution Management 36: 433-460.

Cockcroft, L. 2005. Foundation and The African Farmer :

strengthening the links.http:// www.allvida.org/- alliance/axnov05c.html/

diunduh pada Senin, 18 November 2013 jam 19.00.

Damaijati, E. 2009. Metodologi Penelitian Agribisnis. UPN Press, Surabaya. Depkop. 1995. Panduan Pola Pengembangan Kemitraan, Balingkop, Jakarta. Deptan. 2007. Budidaya Sayuran Organik, Jakarta.


(5)

123

Dewi, Iin Kristyana. 2001. Studi tentang Pola Kemitraan pada Pengusahaan Benih Padi di PT. Sang Hyang Seri Cabang Jawa Timur dan Bali. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

Direktorat Pengembangan Usaha. 2002. Pola Kemitraan dalam Agribisnis. Departemen Pertanian, Jakarta.

___________________________. 2011. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ditjen P2L dan PM. 2004. Prinsip Kemitraan dalam Membangun Suatu Kemitraan, Jakarta.

Endang, Y. 2008. Pengaruh Penerapan Sistem Agribisnis Terhadap

Peningkatan Pendapatan Petani Sayuran di Kabupaten Boyolali. Program Magister Agribisnis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Hafsah, J. 1999. Kemitraan Usaha, Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

________. 1995. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor. 9 tentang Usaha Kecil, Jakarta.

Harjono. 2005. Ruang Lingkup Kemitraan, Yogjakarta.

Hariyadi S. S. 1989. Ciri - ciri Sayuran Organik. Balai Pustaka, Jakarta. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

__________. 1986. Analisis Pendapatan Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Horngren, C dan Walter H. 1993. Akuntansi. Terjemahan. Jakarta : PT Salemba

Empat.

Hotimah. 2002. Dampak Kemitraan Kredit Pangan Terhadap Usahatani Padi dan Hilangnya atas Saprodi Bagi Petani. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.

Iftahuddin. 2005. Pengaruh Kemitraan Petani Tambak Udang Terhadap

Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Penggunaan Input Produksi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Kadarsan. 1993. Analisis Usahatani. Jakarta.

Latifa, S. 2012. Pendapatan Petani Melalui Pertanian Terpadu Tanaman Hortikultura dan Ternak di Kota Pekanbaru. Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru.

Marini, A. 1997. Partnershipn between local peasants and large commercial

investors: the case of the sugar sector in Mozambique.

http://www.fao.org/document/show/_cdr.asp?url_file=/DOCREP/003/Y043 4T/Y0434t05.htm/diunduh pada Jumat, 13 Desember 2013 jam 20.00.


(6)

Novisari. 1999. Pola Kemitraan pada Benih Jagung Hibrida. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.

Nugroho, B. A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS. Andi Offset, Yogyakarta.

Purnaningsih Ninuk. 2006. Inovasi Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran di Propinsi Jawa Barat. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rahardi. 2005. Pengembangan Agribisnis Sayuran Organik, Bandung.

Saparuddin M dan Bado B. 2011. Pengaruh Kemitraan Usaha Terhadap Kinerja Usaha Pada Usaha Kecil Menengah (Ukm) Dan Koperasi Di Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan. Saparuddin M Dosen Fakultas Ekonomi Univeristas Negeri Jakarta. Basri Bado Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.

Sekaran, U. 2006. Resarch Methods For Business, Salemba Empat. Jakarta. Sharma. 2004. Strengthening Agricultural Support Services for Small Farmers.

http://www.apo-tokyo.org/diunduh pada Minggu, 15 Desember 2013 jam 22.00.

Soedharoedjian.1993. Budidaya Sayuran Organik. Penebar Swadaya, Jakarta. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Sugiyono. 2001. Metodologi Penelitian. Jakarta.

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.

Sumardjo, Sulaksanana, J, dan Darmono, Wahyu A. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sunyoto, D. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. MedPress, Yogyakarta. Suryana, A. 2009. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi

Agribisnis dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian, 28(1), 2009. Thee Kian Wie. 1992. Dialog Kemitraan dan Keterkaitan Usaha Besar dan Kecil

dalam Sektor Industri Pengolahan, Gramedia, Jakarta.

Yayasan Kaliandra Sejati. 2014. Pertanian Sayuran Organik, Pasuruan. Yunanto, M. 2006. Teori Ekonomi Mikro. http://www.pdfdatabase.com diunduh