Pengertian Perkawinan Problematika Pencatatan Perkawinan Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa

c. Terhadap harta

Salah satu akibat hukum yang timbul dari suatu perkawinan adalah terhadap harta, baik harta bawaan masing-masing, maupun harta benda yang didapat selama perkawinan. Demikian juga halnya dengan perkawinan yang dilaksanakan menurut adat-istiadat Tionghoa juga menimbulkan akibat-akibat hukum terhadap harta. Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan dengan wawancara beberapa narasumber dari kalangan etnis Tionghoa yang ada di Kota Medan, dalam hukum adat-istiadat Tionghoa, mengenal akibat hukum terhadap harta dapat diuraikan sebagai berikut: a Untuk harta bawaan suami yang telah ada sebelum berlangsungnya perkawinan tetap berada dalam penguasaan dan sepenuhnya menjadi hak suami. b Untuk harta bawaan isteri yang telah ada sebelum berlangsungnya perkawinan tetap berada dalam penguasaan dan sepenuhnya menjadi hak isteri. c Untuk harta benda yang didapat setelah dan selama berlangsungnya perkawinan menjadi hak suami dan isteri yang digunakan sepenuhnya untuk kebutuhan sehari- hari suami, isteri serta anak-anak.

B. Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga, yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sangat ideal sekali tujuan perkawinan yang diinginkan oleh Undang-Undang ini, tidak hanya melihat dari segi ikatan kontrak lahirnya saja tetapi sekaligus ikatan pertalian kebatinan antara suami isteri yang tujuannya untuk membangun keluarga yang kekal dan bahagia sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya pengertian perkawinan dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut ini: Menurut Hukum Islam “Nikah adalah akad yang mengandung kebolehan untuk bersetubuh dengan lafadz atau terjemahan dari kata-kata tersebut, jadi maksud pengertian tersebut adalah apabila seorang laki-laki dan perempuan sepakat untuk membentuk suatu rumah tangga, keduanya melakukan akad nikah terlebih dahulu.” 42 Menurut K. Wantjik Saleh, “perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal ini perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan material, yaitu membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal itu haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama dalam pancasila.” 43 Menurut Victor Situmorang: Perkawinan dilangsungkan dengan persetujuan timbal balik yang bebas yang tidak dapat digantikan oleh campur tangan siapapun. Sebagai persetujuan timbal balik untuk hidup bersama, yang hakikatnya adalah sosial dan penting bagi pergaulan hidup manusia. Persetujuan bebas suami isteri mempunyai akibat- akibat hukum. Perkawinan diakui dan dilindungi hukum, oleh sebab itu perkawinan dapat dipandang sebagai suatu kontrak, akan tetapi ia merupakan suatu kontrak tersendiri. 44 42 Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, 1981, hal 11 43 K Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia: Jakarta,1976, hal 15 44 Victor Situmorang, Kedudukan Wanita di Mata Hukum, Bina Aksara, jakarta, 1998, hal 34 Mengingat peranan yang dimiliki dalam hidup bersama itu sangat penting bagi tegak dan sejahteranya masyarakat, maka negara membutuhkan tata tertib dan kaidah-kaidah yang mengatur mengenai hidup bersama ini. “Peraturan-peraturan inilah yang menimbulkan pengertian perkawinan yaitu hidup bersama dari seorang laki-laki dan perempuan yang memenuhi syarat yang termasuk dalam peraturan tersebut.” 45 Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama sekali tidak memberikan definisi tentang arti perkawinan. Pasal ini hanya menyebut bahwa “Perkawinan hanya ditinjau dari segi hubungannya dengan hukum sipil.” 46 Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi “Undang-Undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata” 47 . “Perkawinan adalah persatuan seorang laki-laki dan perempuan secara hukum untuk hidup bersama, hidup bersama ini dimaksudkan untuk berlangsung selama- lamanya.” 48

2. Asas-Asas Hukum Perkawinan