3. Observasi
Kegiatan yang dilakukan pada observasi yakni : melihat kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, melihat kegiatan masyarakat dalam pemanfaatan ekosistem
mangrove dan melihat interaksi masyarakat. 4.
Studi Pustaka Kegiatan yang dilakukan yakni mengumpulkan data sekunder, dokumentasi
dan literatur yang tersedia tentang lokasi penelitian. 5.
Analisis Vegetasi Analisis vegetasi ditujukan untuk mendapatkan data berupa tingkat
keanekaragaman jenis dari hutan mangrove. Tingkat keanekaragaman jenis akan menjadi dasar dalam menduga potensi dari hutan mangrove tersebut.
6. Inventarisasi Satwaliar
Inventarisasi satwaliar ditujukan untuk mendata satwaliar yang terdapat pada ekosistem mangrove dengan metode langsung dan metode tidak langsung yang
terdapat pada hutan mangrove. 7.
Inventarisasi Hasil Hutan non Kayu Inventarisasi Hasil Hutan non Kayu ditujukan untuk mendapatkan data berupa
keanekaragaman jenis Hasil Hutan non Kayu yang terdapat pada hutan mangrove.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi pemerintah desa, kecamatan, BPS yang meliputi : letak dan luas desa, jumlah
penduduk, dan data dari sumber lain.
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Pengolahan Data
1. Analisis Deskriptif
Menurut Nazir 1988, metode deskriptif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data yang terkumpul dari hasil kuisioner, wawancara mendalam,
observasi dan studi pustaka. Data yang terkumpul dari hasil kuisioner dinyatakan dalam bentuk tabel tabulasi frekuensi silang yang berupa data karakteristik
responden yang meliputi umur, pendidikan, mata pencaharian, jumlah anggota keluarga.
2. Penelusuran Literatur
Penelusuran Literatur dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dengan cara mengumpulkan referensi sebanyak mungkin tentang
penelitian. Kemudian referensi tersebut dipadukan dengan data-data penelitian baik itu data primer maupun data sekunder yang telah dilakukan analisis data.
Penelusuran Literatur akan memperkaya isi dari penelitian yang nantinya berguna bagi pembaca dan pengguna hasil dari penelitian ini.
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Mulai
Persiapan
Pengumpulan Data
Pelaksanaan Penelitian Penelusuran Literatur
Analisis Vegetasi dan Pengamatan Satwa
Kuisioner
Data Primer Data Sekunder
Data Primer Kelimpahan Spesies
Mangrove Data Primer Analisis
Deskriptif
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian Potensi Ekosistem
Mangrove Potensi Pemanfaatan
Ekonomi Ekosistem Mangrove secara aktual
Alternatif Pengembangan Potensi Pemanfaatan
Ekosistem Mangrove
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Salah satu unsur untuk mengetahui kondisi masyarakat di sekitar kawasan mangrove desa Bandar Khalifah adalah dengan cara menyebarkan kuisioner.
Melalui hasil kuisioner diketahui karakteristik – karakteristik dari masyarakat di sekitar kawasan mangrove seperti umur, mata pencaharian, jumlah anggota
keluarga dan tingkat pendidikan. Rata-rata umur responden berkisar antara umur 20 - 60 tahun. Distribusi
responden berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 2, data selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 7.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur No Kelompok
Umur Tahun
Frekuensi Proporsi
1 20 – 30
1 3,3
2 31 – 40
8 26,7
3 41 – 50
17 56,7
4 51 – 60
4 13,3
Jumlah 30 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa masyarakat yang menjadi responden terbanyak berada pada kelas umur 41 – 50 tahun 56,7 , disusul oleh kelas
umur 31 – 40 tahun 26,7 , kelas umur 51 – 60 tahun 13,3 dan yang terakhir kelas umur 20 – 30 tahun 3,3 . Rata – rata umur dari semua responden
adalah 43 tahun. Hal sesuai dengan Mantra 2004 yang menyatakan bahwa usia produktif tenaga kerja berada dalam kelas umur 15 – 64 tahun. Dalam hal ini
dapat disimpulkan bahwa rata – rata masyarakat yang menjadi responden berada pada usia produktif.
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Umumnya responden bermata pencaharian sebagai wiraswasta 50 , selain itu responden juga bermata pencaharian sebagai Nelayan 20 , kemudian
disusul responden yang bermata pencaharian sebagai karyawanburuh 16,7 , Pedagang 6,7 dan PNS 3,3 . Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian No.
Jenis Mata Pencaharian Frekuensi
Proporsi 1 Petani
1 3,3
2 Pedagang 2
6,7 3 KaryawanBuruh
5 16,7
4 Wiraswasta 15
50 5 Nelayan
6 20
6 PNS 1
3,3 Jumlah 30
100
Sumber: Data Primer
Sebagian besar responden yang bermata pencaharian sebagai wiraswasta merupakan petambak, pencari kayu bakar, pembuat atap rumah, pencari kepiting
dan kepah serta pengumpul cacing. Bagi responden yang mempunyai mata pencaharian Wiraswasta pada umumnya bekerja mengambil manfaat dari
ekosistem mangrove. Pekerjaan utama masyarakat biasanya didukung oleh adanya pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan dan pemenuhan kebutuhan
masyarakat tersebut. Rata-rata responden memiliki anggota keluarga antara 4 – 6 orang 46,7
, kemudian disusul responden dengan anggota keluarga antara 7 – 9 orang 40 , responden dengan anggota keluarga antara 1 – 3 orang 6,7 dan responden
dengan anggota keluarga 9 orang 6,6 . Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga No.
Jumlah Anggota Keluarga Orang Frekuensi Proporsi 1
1 – 3 2
6,7 2
4 – 6 14
46,7 3
7 – 9 12
40 4
9 2
6,6 Jumlah 30
100
Sumber: Data Primer
Rata-rata jumlah anggota keluarga responden adalah 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk di Desa Kayu Besar
Kecamatan Bandar Khalifah cukup tinggi. Akan tetapi dalam pemanfaatan ekosistem mangrove tidak dilakukan oleh semua anggota kelurga, melainkan
hanya sebagian saja. Umumnya responden yang berada di Desa Bandar Khalifah berpendidikan
SD 46,7 , SLTP 40, SMU 10 dan Perguruan tinggi 3,3. Responden paling dominan merupakan lulusan SD. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat yang mengambil manfaat dari mangrove. Selanjutnya karakteristik tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat
Pendidikan Frekuensi
Proporsi 1 SDSR
14 46,7
2 SLTPSMP 12
40 3 SLTASMUSMK
3 10
4 Perguruan Tinggi D1, D2, D3,
Akademi, Sarjana Muda, Sarjana 1 3,3
Jumlah 30 100
Sumber: Data Primer
Sebagian besar responden masih bergantung akan keberadaan hutan mangrove dan manfaatnya. Pemanfaatan yang dilakukan masyarakat
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
menunjukkan bahwa ekosistem mangrove bisa memberi kontribusi terhadap masyarakat. Tingkat pendapatan responden ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan No. Tingkat
Pendapatan Rp Frekuensi
Proporsi 1
100.000 – 500.000 12
40 2
600.000 – 1.000.000 17
56,67 3
≥ 1.100.000 1
3,3 Jumlah 30
100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa masyarakat yang menjadi responden tertinggi adalah masyarakat dengan pendapatan Rp. 600.000 – 1.000.000, yaitu
sebanyak 17 orang 56,67, disusul responden dengan pendapatan 100.000 – 500.000 sebanyak 12 orang 40 dan masyarakat dengan pendapatan
≥ 1.100.000 yaitu 1 orang 3,3. Pendapatan yang diterima responden sebagian
merupakan hasil dari pemanfaatan ekosistem mangrove, meskipun ada responden yang menambah pendapatan dari sumber lain. Pada umumnya masyarakat yang
berada di sekitar kawasan ekosistem mangrove Desa Kayu Besar mempunyai pekerjaan lain disamping pekerjaan utama.
Analisis Vegetasi Hutan Mangrove
Analisis vegetasi anveg dilakukan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur hutan mangrove di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah
Kabupaten Serdang Bedagai. Anveg dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi antara metoda jalur dan metoda garis berpetak. Anveg dilakukan pada
1 jalur dengan 53 petak ukur dan azimuth 50º menuju garis pantai. Anveg dilakukan pada tiga stadium pertumbuhan yaitu, semai, pancang
dan pohon. Dari hasil pengamatan ditemukan jenis api-api, perepat, buta-buta,
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
waru, bakau, truntun, lenggade dan tanjang. Jenis – jenis ini tersebar dalam tiga stadium pertumbuhan tersebut pada hutan mangrove Desa Kayu Besar.
Untuk tingkat semai kerapatan tertinggi terdapat pada jenis api-api Avicennia marina, yaitu sebesar 41,21 dan kerapatan yang terendah terdapat
pada jenis tanjang Bruguiera cylindrica, yaitu sebesar 0,6. Sedangkan frekuensi tertinggi terdapat pada jenis api-api Avicennia marina, yaitu sebesar
28,45 dan frekuensi terendah terdapat pada jenis tanjang Bruguiera cylindrica, yaitu sebesar 1,29. Melalui indeks Shannon_Wienner diketahui bahwa tingkat
semai memiliki keragaman jenis sebesar 1,875. Hal ini berarti bahwa komunitas mangrove di Desa Kayu Besar memiliki kelimpahan spesies yang sedang. INP
tertinggi terdapat pada jenis api-api Avicennia marina, yaitu sebesar 69,66 dan terendah pada jenis tanjang Bruguiera cylindrica, yaitu sebesar 1,89. Hal ini
menunjukkan jenis api – api Avicennia marina merupakan spesies yang dominansinya yang lebih tinggi dibanding spesies lain yang ada di hutan
mangrove Desa Kayu Besar. Pada tingkat pancang kerapatan tertinggi terdapat pada jenis api-api
Avicennia alba, yaitu sebesar 23,13 dan yang terendah terdapat pada jenis tanjang Bruguiera cylindrica, yaitu sebesar 0,97. Frekuensi tertinggi terdapat
pada jenis api-api Avicennia alba, sebesar 18,49 dan frekuensi terendah terdapat pada jenis lenggade Bruguiera parviflora, yaitu sebesar 3,29. INP
tertinggi terdapat pada jenis api-api Avicennia alba, sebesar 41,62 dan yang terendah terdapat pada lenggade Bruguiera parviflora, yaitu sebesar 4,99. Hal
ini menunjukkan jenis api – api Avicennia alba merupakan spesies yang dominansinya yang lebih tinggi dibanding spesies lain yang ada di hutan
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
mangrove Desa Kayu Besar. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan indeks Shannon_Wienner dapat dikatakan bahwa kelimpahahan spesies pada
tingkat pancang adalah sedang dengan nilai sebesar 2,216. Untuk tingkat pohon kerapatan tertinggi terdapat pada jenis jenis api-api
Avicennia marina, yaitu sebesar 43,69 dan yang terendah terdapat pada jenis buta-buta Excoecaria agallocha sebesar 0,59. Frekuensi tertinggi terdapat
pada jenis Avicennia marina, yaitu sebesar 33,34 dan yang terendah terdapat pada jenis buta-buta Excoecaria agallocha sebesar 1,15. Pada tingkat pohon
yang mendominasi adalah jenis api-api Avicennia marina, sebesar 43,23. Sedangkan, jenis buta-buta Excoecaria agallocha sebesar 0,37. Berdasarkan
perhitungan dengan menggunakan indeks Shannon_Wienner dapat dikatakan bahwa kelimpahan spesies pada tingkat pohon adalah sedang dengan nilai sebesar
1,625. INP tertinggi terdapat pada jenis api-api Avicennia lanata, sebesar 40,77 dan yang terendah terdapat pada Buta – buta Excoecaria agallocha,
yaitu sebesar 2,11. Hal ini menunjukkan jenis api – api Avicennia lanata merupakan spesies yang dominansinya yang lebih tinggi dibanding spesies lain
yang ada di hutan mangrove Desa Kayu Besar. Dari hasil pengukuran di lapangan pada tiga tingkat stadium pertumbuhan
didapat bahwa tingkat keragaman jenis untuk tingkat semai adalah sedang dengan nilai Indeks Shannon_Wienner 1,875. Hal ini sesuai dengan pernyataan Restu,
2002 dalam Fitriani 2005 yakni Indeks 1,0 H 3,322 merupakan keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang
dan tekanan ekologis sedang. Untuk tingkat pancang nilai Indeks Shannon_Wienner didapat 2,216. Dengan demikian keanekaragaman jenis untuk
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
tingkat pancang adalah sedang. Nilai Indeks Shannon_Wienner untuk tingkat pohon sebesar 1,625. Nilai ini menunjukkan keanekaragaman jenis untuk tingkat
pohon adalah sedang. Secara keseluruhan keanekaragaman jenis untuk ketiga stadium pertumbuhan pada kawasan mangrove Desa Kayu Besar adalah sedang.
Analisis vegetasi hutan mangrove Desa Kayu Besar pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui jenis vegetasi yang terdapat di hutan mangrove
tersebut. Data ini dibutuhkan untuk dapat mengetahui potensi yang terdapat pada hutan mangrove Desa Kayu Besar. Pemanfaatan hasil hutan mangrove seperti ini
bergantung dari komposisi jenis apa yang terdapat didalamnya. Dari jenis – jenis vegetasi yang terdapat di hutan mangrove tersebut nantinya akan diketahui
manfaat apa yang bisa diambil oleh masyarakat.
Inventarisasi Satwaliar
Dari hasil pengamatan satwaliar yang dilakukan di hutan mangrove di Desa Kayu Besar, jenis yang ditemukan monyet ekor panjang dan burung raja
udang. Pengamatan hanya dilakukan melalui pengamatan langsung, hal ini dikarenakan indikasi untuk pengamatan tidak langsung tidak ditemukan.
Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Inventarisasi Satwaliar Pada Hutan Mangrove Nama Satwa
No Nama Lokal
Nama Latin 1.
Monyet ekor panjang Macaca fascicularis
2. Burung Raja Udang
Alcedo meninting
Sumber: Data Primer
Terdapat beberapa jenis satwa yang ditemukan pada saat pangamatan dilakukan. Satwa tersebut pada umumnya hidup dan bertempat tinggal pada
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
kawasan hutan mangrove dan mencari makan pada tempat yang sama. Jenis hewan ini masih tergolong biasa karena masih bisa ditemukan pada daerah lain.
Pengamatan satwaliar yang dilakukan pada dasarnya untuk mengetahui potensi satwa yang terdapat pada mangrove. Jenis satwa yang ditemukan di hutan
mangrove bisa dijadikan sebagai indikator akan kondisi fisik mangrove tersebut. Dimana, jika kondisi fisik mangrove semakin bagus maka satwa yang akan
dijumpai akan semakin banyak dan bervariasi. Frekuensi satwa yang dijumpai di mangrove Desa Kayu Besar sangatlah sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi fisik mangrove yang memburuk. Bahkan, menurut masyarakat setempat satwaliar seperti monyet ekor panjang terkadang sudah memasuki areal kebun
milik masyarakat dan merusaknya.
Hasil Hutan non Kayu
Dari hasil inventarisasi hasil hutan non kayu yang dilakukan pada ekosistem mangrove di Desa Kayu Besar, ditemukan beberapa jenis yaitu nipah,
kepiting dan kepah, cacing pita, udang bakau dan ikan. Dari hasil hutan non kayu yang dijumpai merupakan jenis yang umum dan bisa dijumpai di daerah
mangrove lainnya. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Inventarisasi Hasil Hutan non Kayu Nama Spesies
No Nama Lokal
Nama Latin 1. Kepiting
Scylla serrata 2.
Kepah Mytilus edulis
3. Nipah Nypa fruticans
4. Cacing Pita
Lumbricus rubellus 5. Udang
Bakau Thalassina anomala
6. Ikan Oreochromus spp.
Sumber: Data Primer
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Masyarakat pada umumnya memanfaatkan hasil hutan non kayu tersebut tidak hanya untuk keperluan sehari – hari saja, akan tetapi untuk dijual juga. Salah
satunya adalah nipah yang dimanfaatkan untuk membuat atap rumah dan diperjual belikan oleh masyarakat. Hasil hutan non kayu yang dijumpai pada ekosistem
mangrove Desa Kayu Besar semuanya dimanfaatkan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya memanfaatkan hasil hutan berupa
kayu untuk dieksploitasi. Pemanfaatan hasil hutan non kayu dapat menambah penghasilan
masyarakat sekitar mangrove Desa Kayu Besar. Bahkan, ada masyarakat yang pekerjaan sehari – harinya adalah mengumpulkan kepiting mangrove untuk
dimakan dan dijual. Hasil hutan non kayu selain mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat, juga dapat dinikmati sendiri manfaatnya oleh masyarakat.
Potensi Pemanfaatan Ekonomi Ekosistem Mangrove Secara Aktual
Masyarakat di Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai sejak lama telah memanfaatkan berbagai potensi mangrove yang
ada disekitar mereka. Umumnya masyarakat desa tersebut memanfaatkan mangrove untuk mendapatkan potensi ekonominya. Dalam penelitian ini,
pemanfaatan tersebut berupa membuka tambak, mencari kayu bakar, membuat atap rumah, mengumpulkan cacing pita, mencari kepiting dan kepah. Pemanfaatan
potensi ekonomi mangrove di Desa Kayu Besar,dapat dilihat pada Tabel 9.
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pada Ekosistem Mangrove
No. Pekerjaan Frekuensi
Persentase 1.
Mencari cacing pita 5
12,5 2.
Mencari kepiting dan kepah 4
10 3. Membuka
tambak 7
17,5 4.
Mencari kayu bakar 12
30 5.
Membuat atap rumah 10
25 6. Memancing
ikan 2
5 Jumlah
40 100
Sumber: Data Primer
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan mangrove yang paling duminan adalah mencari kayu bakar, yaitu sebesar 30 dari 30 responden.
Kemudian disusul oleh membuat atap dari nipah 25, membuka tambak 17,5, mencari kepiting dan kepah 10, mencari cacing pita 12,5 dan
memancing ikan 5. Umumnya masyarakat memanfaaatkan mangrove sebagai pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Seluruh pemanfaatan mangrove di
Desa Kayu Besar dilakukan secara manual masih mempergunakan tenaga manusia dan masih bersifat tradisional. Tingkat pendidikan masyarakat yang rata
– rata tamatan SD mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kurang maksimalnya pemanfaatan mangrove dengan cara – cara lain penggunaan
teknologi oleh masyarakat.
Pemanfaatan Kayu Bakar
Pemanfaatan ekosistem mangrove yang paling dominan dilakukan masyarakat adalah mengumpulkan kayu bakar. Pemanfaatan kayu bakar ini
banyak dilakukan masyarakat karena cara pengerjaannya yang relatif mudah. Masyarakat dengan menggunakan peralatan seperti parang dan kapak masuk ke
hutan untuk mengambil kayu bakar dan mengeluarkannya. Kayu bakar yang
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
diambil umumnya yang sudah tua atau mati. Hal ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan tanaman muda, selain itu juga bisa untuk mempermudah
pengerjaan. Jenis vegetasi yang paling sering dimanfaatkan adalah Bakau Rhizophora apiculata karena mudah terbakar. Kayu bakar yang sudah diambil
dan dikeluarkan dari dalam hutan kemudian dibawa dengan menggunakan sepeda atau gerobak kecil. Kayu bakar ini kemudian ada yang dimanfaatkan untuk
kalangan sendiri dan ada juga yang dijual.
Pemanfaatan Nipah untuk atap rumah
Pemanfaatan nipah untuk keperluan atap rumah merupakan bentuk pemanfaatan lain yang dilakukan masyarakat sekitar mangrove Desa Kayu Besar.
Pengerjaannya cukup mudah, daun nipah yang diambil dari hutan kemudian dipotong dengan ukuran yang disesuaikan dan nantinya digabungkan. Dibutuhkan
penopang biasanya batang daun nipah sebagai penahan daun tersebut, lalu dirajut untuk memperkuat pegangan. Untuk ukuran biasanya disesuaikan dengan
keperluan ataupun pesanan. Atap daun nipah ini banyak dijual disepanjang jalan menuju Desa Kayu Besar.
Mengelola tambak
Tambak yang dikelola oleh masyarakat berada disekitar mangrove dan tidak jauh dari hutannya. Sebagian besar tambak yang dikelola oleh masyarakat di
Desa Kayu Besar merupakan peninggalan dari pihak swasta yang dulu pernah mengelola tambak namun kurang berhasil, akan tetapi ada juga yang membuka
tambak sendiri. Jenis yang sering dikembangkan masyarakat untuk tambak adalah
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
udang. Pemanfaatan tambak cukup menjanjikan keuntungan, akan tetapi membutuhkan banyak modal dan cukup rumit karena harus memiliki izin dari
pemerintah setempat. Pengelolaan tambak yang dilakukan oleh masyarakat juga berpotensi menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove. Untuk itu dalam
pengelolaan perlu diterapkan sistem yang juga dapat menjaga kelestarian ekosistem seperti mengkombinasikan tanaman di dalam tambak Sylvofishery.
Mencari Cacing Pita
Bentuk pemanfaatan ekosistem mangrove Desa Kayu Besar lainnya adalah mencari cacing pita. Pengumpulan cacing pita ini biasanya dilakukan pada saat
pasang. Tambak yang sudah tidak dipergunakan lagi diberi celah agar air pasang laut bisa masuk. Tambak kemudian ditutup untuk menjaga air tetap didalam.
Setelah air laut dalam tambak mulai surut, pencarian pun dilakukan Cacing pita ini dipergunakan masyarakat sebagai umpan pada saat memancing dilaut. Cacing
pita ini lumayan mudah ditemui di sekitar Desa Kayu Besar dan sudah dikemas dalam plastik.
Mencari Kepiting dan Kepah
Pemanfaatan kepiting dan kepah sebagai hasil hutan non kayu sudah lama dilakukan masyarakat sekitar mangrove Desa Kayu Besar. Cara penangkapan
kepiting yang dilakukan masyarakat masih bersifat tradisional yaitu dengan menggunakan galah yang ujungnya dipasangi kait. Kait ini nantinya dipergunakan
untuk mengeluarkan kepiting dari lubangnya. Kepiting lalu diikat untuk menjaga capitnya. Sedangkan untuk kepah caranya mudah, hanya dengan mengumpulkan
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
begitu saja. Di mangrove Desa Kayu Besar, akhir – akhir ini masyarakat mengeluhkan akan susahnya mencari kepiting dan kepah. Hal ini dikarenakan
kondisi fisik mangrove yang rusak sehingga kepiting dan kepah sulit berkembang biak.
Memancing ikan
Pemanfaatan ekosistem lainnya dilakukan masyarakat dengan memancing ikan disekitar areal mangrove Desa Kayu Besar. Peralatan yang dipergunakan
masyarakat umumnya adalah pancing sederhana dengan gagang kayu, namun ada juga yang mempergunakan jaring untuk membantu. Hasil pancingan umumnya
tidak diperjual belikan melainkan untuk keperluan makan sehari – hari. Kegiatan memancing ini dilakukan masyarakat disepanjang sungai disekitar mangrove Desa
Kayu Besar.
Masyarakat yang memanfaatkan ekosistem mangrove di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai masih menggunakan
cara – cara lama dan bersifat tradisional. Masyarakat tersebut memerlukan carateknik penggunaan yang baru untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan hasil
dari mangrove tersebut. Keterbatasan informasi yang didapat masyarakat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
pemanfaatan mangrove. Penyuluhan – penyuluhan tentang pemanfaatan mangrove harus lebih dimaksimalkan lagi untuk membantu masyarakat dalam mengenal
mangrove
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Pemanfaatan terhadap mangrove tentu saja dapat menyebabkan kondisi alami mangrove terdegradasi. Menurut masyarakat hutan mangrove yang ada di
Desa Kayu Besar merupakan hutan mangrove sekunder, yaitu hasil tanaman dari masyarakat yang bekerja sama dengan pemerintah setempat. Hal ini disebabkan
karena dulu kawasan mangrove Desa Kayu Besar dieksploitasi secara besar – besaran oleh pihak swasta. Bahkan pada beberapa kawasan mangrove keadaan
ekosistemnya sudah rusak dan dibiarkan begitu saja oleh masyarakat. Kejadian ini diperparah karena berkembangnya isu – isu konversi lahan hutan mangrove
menjadi kebun kelapa sawit yang dikelola oleh pihak swasta.
Alternatif Pengembangan Potensi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove 1.
Nipah Nypa fruticans
Pemanfaatan nipah oleh masyarakat masih dengan menggunakan cara – cara tradisional. Khusus untuk vegetasi nipah, penduduk asli di sekitar kawasan
Cagar Alam Teluk Bintuni, yaitu masyarakat suku Sough, Kuri dan Warnesa dalam kehidupan telah memanfaatkan mulai dari akar, daun hingga buahnya
Sihite, 2005. Pemanfaatan vegetasi nipah pada ekosistem mangrove di kawasan Cagar Alam Teluk Bintuni dapat dilihat pada Tabel 10.
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Tabel 10. Bentuk Pemanfaatan Nipah Pada Ekosistem Mangrove
Pemanfaatan Nipah Nypa fruticans Bagian Tanaman
Tujuan Pemanfaatan Cara Pemanfaatan
Buah Nipah Tangkai daun
Malai Daun
Akar Anak daun dan
tangkai daun Daun
Bahan makanan Bahan makanan
Bahan minuman Bahan bangunan
Obat – obatan Sumber energi
Perlengkapan perahu tradisional
Buah dari Nipah yang masih muda dan segar dibelah. Air dan daging
dimakan dan diminum dengan rasa seperti buah kelapa muda
Tangkai daun dipotong kecil,
dikuliti, ,diasapi di atas tungku api, setelah kering dibakar. Abunya
diambil dan disimpan dalam media bambu sebagai pengganti garam
dapur Malai dipotong, kemudian disadap
untuk menghasilkan nira dalam bahasa lokal disebut “bobo”,
sejenis minuman lokaltradisional Bahan pembuatan atap dan kajang
dinding rumahpondok yang dapat bertahan 3 – 5 tahun masa
pakai
̇ Untuk dinding, tangkai daun
nipah dijemur sampai kering, dipotong sesuai ukuran
kemudian dirakit untuk menjadi dinding rumah
̇ Untuk para – para tempat
duduk Akar dibakar dan arangnya
diletakkan pada gigi yang sakit Anak daun maupun tangkai daun
yang telah kering diambil selanjutnya dibakar
Bahan baku pembuatan atap perahu yang dapat bertahan 3 – 5
tahun masa pakai
Sumber: Hasil Survei Tim TNC, 2005 ; Asmuruf, 2001; Leftungun, 2004
dalam Sihite, 2005.
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Garam Nipah Bentuk pemanfaatan nipah lainnya dapat dilihat pada kelompok
masyarakat Desa Batu Ampar, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Pontianak – Kalimantan Barat Santoso, 2005. Masyarakat Batu Ampar mencoba mencari
manfaat lain dari nipah selain manfaat yang sudah ada serta dinilai memiliki potensi ekonomi yang cukup sebagai tambahan sumber pendapatan masyarakat.
Bahan yang digunakan adalah pelepah nipah yang sudah tua, biasanya pelepah yang sudah diambil daunnya, dan jika dipotong daging pelepahnya
berwarna kemerahan semakin kemerahan kadar garam semakin tinggi. Pada prinsipnya proses pembuatan garam nipah ini adalah proses pencucian atau
pemisahan kadar garam yang terkandung dalam pelepah nipah. Proses pembuatannya dimulai dari :
• Pengambilan bahan baku berupa pelepah nipah yang sudah tua sesuai
kebutuhan •
Pelepah yang sudah diambil selanjutnya dibakar sampai menjadi abu. Setelah menjadi abu, kemudian diayak untuk memisahkan antara abu nipah
dan abu kayu bakar. •
Proses selanjutnya adalah proses pencucuian yaitu, setelah diperoleh abu nipah kemudian disiram oleh air. Sampai abu tersebut larut kemudian
larutan tersebut disaring untuk diambil airnya saja. Proses pencucian dihentikan jika abu nipah sudah tidak asin lagi.
• Setelah air saringan diperoleh, kemudian air tersebut dipanaskan di atas
perapian, sampai airnya menguap dan diperoleh kristal garam Santoso, 2005.
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
Pembuatan Gula Nipah Pengolahan gula nipah yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Ujung
Manik, Kecamatan Kawung Anten Kabupaten Cilacap. Diawali dengan pemberian pelatihan yang dilakukan Dinas Perindustrian Kabupaten Cilacap
Santoso, 2005. Teknik pengolahan gula nipah adalah :
• Pembersihan, dilakukan untuk menghindari peretakan dan sinar matahari
pada tandan siap deres. Memukul tandan yang siap untuk dideres untuk memperlancar keluarnya air dari tandan.
• Penderesan, diawali dengan pembersihan dan penyiraman tandan
selanjutnya dimulai pemotongan tandan mulai dari bagian bawah. Setelah itu diikatkan kantong plastik untuk menampung air nipah
• Pemasakan, setelah air nipah terkumpul kemudian dimasak dalam kuali
tanpa campuran apapun. Pemasakan dilakukan terus – menerus dan digodok dengan sendok hingga membentuk gula.
• Pendinginan, setelah dilakukan pemasakan maka proses selanjutnya adalah
pencetakan pada cetakan bambu, selanjutnya didinginkan selama
± 1 jam.
Anyaman Nipah Potensi dari nipah selain dibuat garam dan dula nipah adalah dimanfaatkan
untuk membuat anyaman kerajinan tangan seperti yang biasa ditemukan dipasaran. Pemanfaatan ini dilakukan oleh kelompok masyarakat Desa Batu
Ampar, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Pontianak – Kalimantan Barat Santoso, 2005. Adapun bahan untuk pembuatan anyaman nipah adalah:
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
• Lidi batang daun nipah yang umumnya sudah cukup umur, tidak tua
dan tidak terlalu muda. Batang daun nipah diambil sesuai dengan kebutuhan.
• Cara pembuatan dikerjakan seperti layaknya bahan dari rotan, yang
biasanya dibuat keranjang, alas periuk, bakul kecil, tempat pena, sapu lidi dan lainnya. Hanya saja kesulitan dalam pembuatan anyaman
adalah lidi tidak sama ukuran, baik panjang ataupun ukuran besar kecilnya sehingga untuk membuat anyaman pada ukuran yang lebih
besar agak sulit karena memerlukan lidi yang besar dan panjang. Santoso, 2005.
Atap daun Nipah Pemanfaatan daun nipah untuk dijadikan atap rumah sudah cukup lama
dilakukan oleh masyarakat Batu Ampar Santoso, 2005. Proses pembuatannya cukup sederhana dan tidak jauh berbeda dengan daerah lain yaitu, daun nipah
disusun dan dijahit dengan satu belahan kayu nibung. Pemanfaatan nipah untuk pembuatan atap sudah banyak dilakukan masyarakat di sekitar mangrove di
Indonesia termasuk di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah.
Manisan buah nipah Pemanfaatan nipah untuk bahan makanan sudah banyak dilakukan
masyarakat Batu Ampar. Manisan nipah dibuat dari buah nipah yang dikategorikan masih muda agak matang. Setelah buah – buah nipah itu dipetik
dan dikupas kulitnya lalu direndam selama 3 hari dengan air masak ditambah
Patiar Tambunan : Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, 2009
USU Repository © 2008
kayu manis dan cengkih untuk bahan pengawet dan aroma, kemudian dimasak dengan air gula. Selain jadi manisan juga dapat dicampur dengan hidangan es
sirup Santoso, 2005.
Es buah nipah Di Malaysia Negeri Perak, Taiping, buah nipah dimanfaatkan sebagai
bahan baku minuman es buah nipah dan tergolong menu spesial. Prosesnya hampir sama dengan pembuatan manisan buah nipah yaitu buah nipah muda
dikupas dan daging buahnya dipergunakan sebagai bahan utama es buah nipah Santoso, 2005
Kolak buah nipah Di Pantai Timur Sumatera Utaratepatnya daerah Langkat, pada bulan
puasa, masyarakat memanfaatkan buah nipah muda sebagai bahan baku makanan kolak. Proses pembuatannya cukup mudah yaitu, buah nipah muda dikupas dan
diambil daging buahnya. Selanjutnya siap untuk dimasak dimasukkan ke dalam adonan kolak seperti air, gula dan santan Santoso, 2005.
2. Api – api Avicennia marina, Avicennia lanata, Avicennia officinalis