Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Berusia 17 Tahun Terhadap Infeksi Menular Seksual di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia.

(1)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA BERUSIA 17

TAHUN TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL

DI SEKOLAH MENENGAH KEBANGSAAN PENDAMARAN

JAYA, KLANG, SELANGOR, MALAYSIA

Oleh:

SURINA BINTI ABDUL HAMID

070100417

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA BERUSIA 17

TAHUN TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL

DI SEKOLAH MENENGAH KEBANGSAAN PENDAMARAN

JAYA, KLANG, SELANGOR, MALAYSIA

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SURINA BINTI ABDUL HAMID 070100417

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Berusia 17 Tahun Terhadap Infeksi Menular Seksual di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia

Nama : Surina binti Abdul Hamid

NIM : 070100417

____________________________________________________________________ Pembimbing/Pembimbing III Penguji I

(dr. Tetty Aman Nasution, M. Med Sc) (dr. Nurfida Khairina Arrasyid, MKes) NIP : 197001091997022001 NIP : 197008191999032001

Penguji II

(dr. Rina Amelia, MARS) NIP : 197604202003122002

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

( Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH)

NIP : 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Latar belakang untuk penelitian ini ialah Penyakit Infeksi Menular Seksual(IMS) bukan lagi suatu perkara asing yang terjadi di kalangan masyarakat. Prevalensi IMS semakin meningkat dari tahun ke tahun terutama dari populasi golongan usia muda. Hari ini, golongan ini juga seringkali dikaitkan dengan hubungan seks di usia dini. Pengetahuan merupakan langkah pencegahan yang pertama. Suatu penelitian deskriptif cross-sectional telah dilakukan di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia untuk menilai tingkat pengetahuan para remaja sekolah terhadap IMS ini.

Metode untuk penelitian ini ialah remaja sekolah berusia 17 tahun di sekolah tersebut telah diminta untuk mengisi kuesioner di kelas mereka di bawah pengawasan peneliti. Kuesioner tersebut merangkumi jenis IMS, gejala klinis, cara penularan, pengobatan, langkah pencegahan dan komplikasi.

Tujuan bagi penelitian ini ialah untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan remaja berusia 17 tahun mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia.

Hasil penelitian ini ialah dari data yang diambil dari 80 orang sampel, hanya 23 orang yang mengetahui bahwa penggunaan kondom bisa mencegah terkena IMS, 23 orang mengetahui kutu kelamin termasuk dalam IMS tetapi 70 orang masih keliru bahwa Trikomonas bisa menginfeksi laki-laki. Walau bagaimanapun, sebanyak 70 orang mengetahui HIV/AIDS bisa dicegah dan sebanyak 41 orang mengetahui bahwa HIV/AIDS masih belum mempunyai penawarnya. Ini menunjukkan mereka lebih terdedah dengan informasi mengenai HIV/AIDS. Kesimpulan daripada penelitian ini ialah tingkat pengetahuan remaja 17 tahun di sekolah tersebut adalah di peringkat sederhana. Pelbagai program bisa dilakukan sama ada di peringkat sekolah atau nasional supaya para remaja lebih mendapat informasi yang menyeluruh dan bersifat terbuka.

Kata Kunci : Infeksi Menular Seksual (IMS), hubungan seks, tingkat pengetahuan, remaja sekolah


(5)

ABSTRACT

Background for this thesis is Sexually Transmitted Infections (STIs) are already common in society. The prevalence of the infection is increasing from year to year especially among youngster. Young people tend to engage in sexual activity at younger ages lately and yet knowledge is the first step in preventing both. A descriptive cross-sectional study was conducted in Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia to evaluate their knowledge about STI.

Method used in this thesis is students aged 17 years in their classrooms were approached and asked to complete questionnaires under observation of the researcher. The questionnaire was about type of STI, clinical manifestations, ways of distributions, treatment, prevention steps and complications.

This study was intended to evaluate the awareness of the adolescents aged 17 about Sexually Transmitted Infections (STIs) in Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia.

Data was collected from 80 samples, only 23 were able to give a correct answer about condom was actually one of prevention steps of STIs, 23 knew that lice was included in STIs but 59 were confused that Trikomonas could infect men. However, 70 knew that HIV/AIDS could be prevented and 41 were aware that HIV/AIDS still could not be cured. This showed that they had been exposed on HIV/AIDS more compared than others. It was concluded that school students have moderate level of knowledge about STIs. A lots of programs can be arranged either at the school or national level as to make sure that the adolescents gained enough information and in an open-minded manners.

Keywords : Sexually Transmitted Infections (STIs), sexual intercourse, awareness level, adolescents.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur ke hadrat Ilahi karena dengan rahmat dan kurnia-Nya, saya berjaya menyiapkan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini.

Terlebih dahulu saya ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen pembimbing saya yaitu dr. Tetty Aman Nasution, karena telah banyak membantu saya dalam melengkapkan KTI ini. Segala tunjuk ajar dan bimbingan beliau amat dihargai.

Jutaan terima kasih juga ditujukan kepada semua dosen terutama dosen yang mengajar mata pelajaran Community Research Program (CRP) karena telah memberikan ilmu yang amat bermanfaat dalam melakukan KTI ini. Juga tidak ketinggalan ucapan terima kasih buat teman-teman seperjuangan yang sentiasa memberikan sokongan antara satu sama lain.

Semoga saya dapat meneruskan penelitian ini sehingga selesai. Amin.

Penang, 17 November 2010,

(SURINA BT ABDUL HAMID) 070100417


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan..……… i

Abstrak………... ii

Abstract………. iii

Kata Pengantar………. iv

Daftar Isi……… v

Daftar Tabel……….. vi

Daftar Gambar……… vii

Daftar Lampiran………. viii

BAB 1 PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Rumusan Masalah...……….. 4

1.4. Manfaat Penelitian………. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 6

2.1. Remaja………... 6

2.1.1. Definisi Remaja………... 6

2.2. Infeksi Menular Seksual(IMS)……….. 6


(8)

2.2.2. Faktor-faktor Penyebab………. 6

2.2.3. Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Klinis………….. 7

2.2.4. Gambaran Klinis Berdasarkan Mikroorganisme Penyebab……… 9

2.2.4.1. Sifilis……… 9

2.2.4.2. Kutu Kelamin……….. 12

2.2.4.3. Herpes Simplex Virus………... 12

2.2.4.4. Trikomoniasis……….. 13

2.2.4.5. Klamidia………. 13

2.2.4.6. HIV/ AIDS………. 14

2.2.4.7. Gonorrhea (GO)………. 15

2.2.4.8. Human Papillomavirus/ Genital Warts…….. 16

2.2.5. Rekomendasi untuk Tes Saringan IMS………. 17

2.2.6. Langkah-langkah Pencegahan IMS………... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL……… 22

3.1. Kerangka Konsep Operasional……… 22

3.2. Definisi Operasional……… 22

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 24


(9)

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………... 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 24

4.4. Teknik Pengumpulan Data……… 25

4.4.1. Uji Validitas dan Reabilitas……… 26

4.5. Pengolahan dan Analisa Data………... 26

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 27

5.1. Hasil penelitian………. 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 27

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden………. 27

5.1.3. Hasil Analisa Statistik………. 29

5.2. Pembahasan……….. 34

5.2.1. Hasil Keseluruhan………34

5.2.2. Kepentingan Pengetahuan Mengenai IMS…………...34

5.2.3. Program Mengenai IMS Tidak Menyeluruh………… 35

5.2.4. Stigma Negatif Terhadap Isu IMS dan Seks…………35

5.2.5. Pendidikan Seks di Sekolah………. 36


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….38

6.1. Kesimpulan………... 38

6.2. Saran………. 38

DAFTAR PUSTAKA………... 40

LAMPIRAN……….. 44


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyebab sekret pada vagina 7

2.2. Penyebab sekret di uretra. 8

2.3. Penyebab Kutil Kelamin 8

2.4. Penyebab Lesi Genital 9

2.5. Gambaran Klinis pada Sifilis Tipe Didapat 10

2.6. Gambaran Klinis pada Sifilis Tipe Kongenital 11

2.7. Terapi Antiretroviral 15

2.8. Tes Saringan untuk Pasien Asimptomatik 17

2.9. Tes Saringan untuk Pasien Simptomatik 18

5.1. Distribusi Jumlah Pelajar Laki-laki dan Perempuan Berusia 17 Tahun 27

di Sek Men Keb Pendamaran Jaya Tahun 2010 5.2. Jumlah Pelajar untuk 3 Kelas yang Dipilih Sebagai Responden 28

Tabel Distribusi Frekuensi Mengenai Pengetahuan Remaja Berusia 17 Tahun Terhadap Infeksi Menular Seksual di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia 5.3. Tipe IMS 29


(12)

5.5 Cara Penularan 30

5.6. Pengobatan 31

5.7 Langkah Pencegahan 31


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 5.3. Tingkat Pengetahuan Remaja Berusia 17 Tahun Terhadap 33 Infeksi Menular Seksual di Sekolah Menengah Kebangsaan

Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup 44

2. Kuesioner (Bahasa Malaysia) 45

3. Informed Consent 47

4. Surat Izin Penelitian 48


(15)

ABSTRAK

Latar belakang untuk penelitian ini ialah Penyakit Infeksi Menular Seksual(IMS) bukan lagi suatu perkara asing yang terjadi di kalangan masyarakat. Prevalensi IMS semakin meningkat dari tahun ke tahun terutama dari populasi golongan usia muda. Hari ini, golongan ini juga seringkali dikaitkan dengan hubungan seks di usia dini. Pengetahuan merupakan langkah pencegahan yang pertama. Suatu penelitian deskriptif cross-sectional telah dilakukan di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia untuk menilai tingkat pengetahuan para remaja sekolah terhadap IMS ini.

Metode untuk penelitian ini ialah remaja sekolah berusia 17 tahun di sekolah tersebut telah diminta untuk mengisi kuesioner di kelas mereka di bawah pengawasan peneliti. Kuesioner tersebut merangkumi jenis IMS, gejala klinis, cara penularan, pengobatan, langkah pencegahan dan komplikasi.

Tujuan bagi penelitian ini ialah untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan remaja berusia 17 tahun mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia.

Hasil penelitian ini ialah dari data yang diambil dari 80 orang sampel, hanya 23 orang yang mengetahui bahwa penggunaan kondom bisa mencegah terkena IMS, 23 orang mengetahui kutu kelamin termasuk dalam IMS tetapi 70 orang masih keliru bahwa Trikomonas bisa menginfeksi laki-laki. Walau bagaimanapun, sebanyak 70 orang mengetahui HIV/AIDS bisa dicegah dan sebanyak 41 orang mengetahui bahwa HIV/AIDS masih belum mempunyai penawarnya. Ini menunjukkan mereka lebih terdedah dengan informasi mengenai HIV/AIDS. Kesimpulan daripada penelitian ini ialah tingkat pengetahuan remaja 17 tahun di sekolah tersebut adalah di peringkat sederhana. Pelbagai program bisa dilakukan sama ada di peringkat sekolah atau nasional supaya para remaja lebih mendapat informasi yang menyeluruh dan bersifat terbuka.

Kata Kunci : Infeksi Menular Seksual (IMS), hubungan seks, tingkat pengetahuan, remaja sekolah


(16)

ABSTRACT

Background for this thesis is Sexually Transmitted Infections (STIs) are already common in society. The prevalence of the infection is increasing from year to year especially among youngster. Young people tend to engage in sexual activity at younger ages lately and yet knowledge is the first step in preventing both. A descriptive cross-sectional study was conducted in Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia to evaluate their knowledge about STI.

Method used in this thesis is students aged 17 years in their classrooms were approached and asked to complete questionnaires under observation of the researcher. The questionnaire was about type of STI, clinical manifestations, ways of distributions, treatment, prevention steps and complications.

This study was intended to evaluate the awareness of the adolescents aged 17 about Sexually Transmitted Infections (STIs) in Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia.

Data was collected from 80 samples, only 23 were able to give a correct answer about condom was actually one of prevention steps of STIs, 23 knew that lice was included in STIs but 59 were confused that Trikomonas could infect men. However, 70 knew that HIV/AIDS could be prevented and 41 were aware that HIV/AIDS still could not be cured. This showed that they had been exposed on HIV/AIDS more compared than others. It was concluded that school students have moderate level of knowledge about STIs. A lots of programs can be arranged either at the school or national level as to make sure that the adolescents gained enough information and in an open-minded manners.

Keywords : Sexually Transmitted Infections (STIs), sexual intercourse, awareness level, adolescents.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

AIDS, Sifilis, Gonorrhea dan Klamydia adalah merupakan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) yang sering terjadi di kalangan masyarakat. Antara sadar dan tidak, kasus IMS semakin meningkat dari waktu ke waktu terutama dari populasi golongan muda. Kasus IMS yang pertama ditemukan di dunia adalah di London pada 31 Januari 1747 (Koreck, 2004). Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang biasanya ditularkan melalui aktivitas seksual baik melalui koitus pervagina, peroral atau peranal (Toulouse-Lautrec, 2004). Oleh karena itu, jalur utama tertularnya IMS adalah melalui kontak seksual.

Berdasarkan suatu penelitian Low WY yang berjudul Malaysian Youth Sexuality : Issues and Challenges menunjukkan telah terjadi peningkatan kasus seks di usia dini di kalangan remaja (Low WY, 2009). Oleh karena itu, para remaja harus mengenali dan mengetahui akibat dari aktivitas seksual, misalnya terkena IMS. Tingkat pengetahuan mereka tentang IMS haruslah diketahui dengan pasti. Ini termasuklah langkah pencegahannya agar kasus IMS tidak terus meningkat terutama di kalangan remaja.

Di Amerika, data terbaru mengenai IMS yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa, 1 dari 4 remaja perempuan (26%) berusia 14-19 tahun atau sekitar 3,2 miliar orang mengalami IMS. Penyebab yang tersering adalah Klamydia dan Gonorrhea dengan jumlah kasus sebanyak 409.531 dari 1,5 milliar kasus yang dilaporkan (CDC, 2008). Di Swedia, suatu laporan yang berjudul Surveillance and Outbreak Reports : Increaseing Reported Gonorrhoea Cases in Sweeden 2001 - 2008 menyatakan bahwa terdapat 4.936 kasus Gonorrhea telah dilaporkan. Hal ini menunjukkan peningkatan kasus sebanyak 32%, yaitu dari 5,9 kepada 7,8 kasus per 100.000 populasi (Velicko et al, 2009).


(18)

Menurut Kaiser Family Foundation, Amerika Serikat, usia median remaja pertama kali melakukan aktivitas seksual adalah 16,9 tahun bagi lak-laki dan 17,4 tahun bagi perempuan. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengatakan bahwa 16% hubungan seksual pertama pada usia 15 tahun (CDC, 2007).

Di Nekemta, Afrika, suatu penelitian yang berjudul Premarital Sexual Practice among School Adolescents in Nekemte Town, East Wollega menunjukkan mayoritas sampel yang pernah melakukan hubungan seks adalah pada usia 15 hingga 17 tahun yaitu sebanyak 57,2% (Assefa et al, 2006).

Suatu penelitian yang berjudul Knowledge of Sexually Transmitted Diseases among Secondary School Students di Dar es Salaam, Tanzania mendapati bahwa dari 635 orang, hanya 67 orang yang bisa memberikan jawaban tentang cara-cara penularan IMS dengan lengkap dan sebanyak 32 orang pelajar gagal memberikan jawaban dengan benar. Sebanyak 255 remaja tidak mampu menyatakan gejala-gejala IMS, hanya sebanyak 165 orang sahaja yang bisa (Kennedy et al, 2006). Di Brazil, suatu penelitian yang berjudul Knowledge about STD/AIDS and Sexual Behavior among High School Students in Rio de Janeiro, Brazil menunjukkan 94% responden tahu bahwa penggunaan kondom sebagai langkah pencegahan IMS, tetapi hanya 34% saja yang menggunakannya ketika melakukan hubungan seksual (Anete et al, 2003).

Kasus IMS di Indonesia yang diperoleh dari Klinik Kulit dan Kelamin RS Hasan Sadikin menunjukkan 60% pasien kutil kelamin terdiri dari pasien yang berumur 16-24 tahun (FK UNPAD, 2008). Sedangkan di Malaysia, kasus IMS telah menunjukkan peningkatan di mana dari 1722 kasus yang dilaporkan pada tahun 2003 menjadi 2631 kasus ada tahun 2004. Sebanyak 83% dari jumlah tersebut adalah perempuan manakala 18% adalah laki-laki (Jabatan Kesehatan Masyarakat, Malaysia, 2004). Selain itu, berdasarkan laporan lain yang dikeluarkan oleh UNAIDS/WHO yang berkaitan dengan survey global HIV/AIDS dan IMS pada Desember 2006 mengatakan bahwa, sebanyak 70.559 kasus IMS telah dilaporkan pada akhir tahun 2005 di mana sebanyak 10.663 dari kasus tersebut adalah kasus HIV/AIDS. Jumlah kasus dari golongan wanita dan remaja perempuan terus meningkat dari tahun 1997 –


(19)

2006 (UNAIDS/WHO, 2006). Jadi, usia muda bukanlah suatu jaminan bahwa Anda tidak akan menderita IMS.

Suatu penelitian di Thailand yang berjudul Sexual Initiation, Substance Use, and Sexual Behavior and Knowledge Among Vocational Students in Northern Thailand pada tahun 2006 menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih dini melakukan hubungan seksual daripada remaja perempuan dengan median umur yaitu 17 dan 18 tahun (A. Liu et al, 2006). Suatu studi yang dijalankan di Negeri Sembilan, Malaysia, yang berjudul Premarital Sexual Intercourse among Adolescents in Malaysia: a Cross-Sectional Malaysian School Survey yang dilakukan pada para pelajar sekolah berusia 12 - 19 tahun, menunjukkan bahwa 5,4% dari total sampel pernah melakukan hubungan seksual (Lee et al, 2006). Dengan kata lain, kontak seksual bukan lagi perkara baru di kalangan anak muda.

Walaupun prevalensi hubungan seksual di kalangan remaja agak bererti namun tingkat pengetahuan remaja tentang IMS masih di tahap sedang bahkan di beberapa tempat masih rendah. Suatu penelitian di Jawa Barat pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 83% remaja tidak tahu tentang konsep kesehatan reproduksi, 61,8% tidak tahu masa subur, 40,6% tidak tahu resiko hamil muda, 40,6% tidak tahu perilaku seksual beresiko, dan 42,4% tidak tahu tentang IMS (BKKBN, 2002). Sebuah survey telah dijalankan oleh Kementerian Kesihatan Malaysia pada tahun 2006 menunjukkan bahwa pengetahuan remaja berusia 15-19 tahun tentang penularan HIV melalui kontak seksual hanya 48% (Malaysian Gov, 2006). Suatu penelitian lain yang berjudul Awareness of School Students on Sexually Transmitted Infections (STIs) and Their Sexual Behavior: a Cross-Sectional Study Conducted in Pulau Pinang, Malaysia terhadap remaja berusia 16-20 tahun menunjukkan bahawa 10,6% remaja tidak pernah mendengar mengenai IMS, 75,5% melakukan hubungan seksual pertama pada usia 15 - 19 tahun, dan 38,2% pernah melakukan hubungan seksual dengan 3 pasangan seksual yang berbeda. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut yaitu para pelajar sekolah mempunyai tingkat pengetahuan yang masih


(20)

belum mencapai tingkat optimal mengenai IMS walaupun mereka aktif berhubungan seksual (M. Anwar et al, 2010).

Berdasarkan data-data ini, tingkat pengetahuan golongan muda tentang IMS, hubungannya dengan kontak seksual, dan langkah-langkah pencegahannya masih belum mencapai tingkat tertinggi.

1.2. Rumusan Masalah

i) Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan remaja berusia 17 tahun mengenai IMS di SMK Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum:

i) Untuk mendapatkan gambaran tentang pengetahuan remaja berusia 17 tahun mengenai IMS di SMK Pendamaran Jaya.

1.3.2.Tujuan Khusus:

i) Untuk melihat secara keseluruhan tingkat pengetahuan mereka terhadap IMS berada di tahap yang mana sama ada baik, sedang, atau kurang baik.

ii) Untuk mengetahui informasi mengenai IMS apakah yang paling sering diketahui oleh para pelajar.

1.4. Manfaat Penelitian

i) Pemerintah : Kementerian Belia dan Sukan ataupun Kementerian Pendidikan Malaysia bisa menjadikan hasil penelitian ini sebagai rujukan untuk melihat tingkat pengetahuan mereka terhadap IMS lalu bisa merencanakan apa yang terbaik untuk dilakukan pada remaja seperti memperbanyakkan lagi aktivitas untuk remaja.

ii) Pihak sekolah : Mampu menjadikan hasil penelitian ini sebagai titik tolak untuk mengetahui tingkat pengetahuan para pelajar terhadap pengetahuan umum lalu meningkatkan berbagai kemudahan untuk mendapatkan informasi dan menggalakkan para pelajar untuk membaca.


(21)

iii) Sebagai pelajar: Mendapat sedikit banyak informasi mengenai IMS dan hal yang berkaitan dengan langkah-langkah pencegahannya melalui edukasi oleh instruktor. iv) Sebagai peneliti: Dapat memahami dan mengaplikasikan cara-cara melakukan penelitian.

                       

   

             


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja

2.1.1. Definisi

Remaja didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan antara awal pubertas dan kedewasaan yaitu antara umur 10 hingga 21 tahun. Ia bisa dibahagikan menjadi 3 peringkat yaitu awal remaja (10 - 14 tahun), remaja tengah (15 - 17 tahun), dan remaja akhir (18 - 21 tahun). Pada periode ini, individu tersebut mengalami perkembangan kognitif, psikoseksual, psikososial, dan fisik (Robert, 2006). Menurut Novak (2004), remaja adalah suatu periode antara masa pubertas sampai berakhirnya pertumbuhan fisik seseorang yaitu sekitar usia 11 hingga 19 tahun (Novak, 2004). 2.2. Infeksi Menular Seksual (IMS)

2.2.1. Definisi

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genito-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital atau ano-genital sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah genital sahaja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstra genital.

Meskipun demikian, tidak berarti semuanya harus melalui hubungan kelamin, ada juga yang dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat seperti handuk, termometer dan sebagainya (Daili, 2003).

2.2.2. Faktor-faktor Penyebab

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab utama

penyakit infeksi di dunia dan bertahan sebagai epidemik di pelbagai masyarakat dunia. Dengan nilai statistik yang terus meningkat, ia kini menjadi masalah di seluruh dunia. Penderita IMS yang terbanyak adalah terdiri dari golongan muda, laki-laki homoseksual dan biseksual, orang Afrika, dan populasi etnik minoritas. Salah satu faktor yang berperan pada hal ini ialah perilaku seksual yang beresiko, seperti


(23)

homoseksual dan pekerja seks komersil. Selain itu, penggunaan kondom yang tidak benar dan tidak konsisten serta sering berganti-ganti pasangan seksual juga menjadi antara faktor utama. Seringnya melancong ke dalam dan luar negari juga meningkatkan resiko untuk terkena IMS. Kebanyakan pasien yang datang amat khawatir tentang kerahasiaan keadaannya. Oleh sebab itu, dokter harus menyadari dan peka terhadap isu ini.

2.2.3. Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Klinis

Menurut gambaran klinisnya, IMS bisa dibagi menjadi 3 kelompok yaitu, keluarnya sekret, kutil, dan lesi di alat genital.

Tabel 2.1 Penyebab sekret pada vagina.

Infektif Non-infektif Candida albicans

Trichomonas vaginalis Bacterial vaginosis Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis Herpes simplex virus

Cervical polyps Neoplasma Iritasi kimia

Bahan yang kekal(seperti tampon)


(24)

Tabel 2.2 Penyebab sekret di uretra.

Infektif Non-infektif Neisseria gonorrhoeae

Chlamydia trachomatis Mycoplasma genitilium Ureaplasma urealyticum

Trichomonas vaginalis Herpes simplex virus Urinary tract infection

Treponema pallidum

Trauma fisik atau kimia Penyempitan uretra

Tidak spesifik( etiologi tidak diketahui)

(P. Kumar, 2009)

Tabel 2.3 Penyebab Kutil Kelamin

Infektif

Human papillomavirus


(25)

Tabel 2.4 Penyebab Lesi Genital

Infektif Non-infektif Syphilis :

- Primary chancre - Secondary mucous patches

- Tertiary gumma Chancroid

Lymphogranuloma venereum Donovanosis

Herpes simplex: - Primary - Recurrent Herpes zoster

Behcet’s syndrome Toxic epidermal necrolysis Stevens-Johnson syndrome

Karsinoma Trauma

(P. Kumar, 2009)

2.2.4. Gambaran Klinis Berdasarkan Mikroorganisme Penyebab 2.2.4.1. Sifilis

Infeksi Sifilis mempunyai beberapa stadium yaitu:

a) Stadium awal yaitu gejala klinis yang timbul dan periode laten yang berikutnya yang terjadi dalam 2 tahun pertama pasca infeksi. Terdapat 3 tipe pada stadium ini yaitu:

- Sifilis primer; yaitu kira-kira 3 - 8 minggu pasca infeksi primer, gejala inflamasi timbul pada tempat inokulasi dan nodul limfa yang regional.

- Sifilis sekunder; yaitu kira-kira 9 minggu pasca infeksi, mengalami bakteremia, general exanthem, tanda dan gejala sistemik dan terbentuknya antibodi. Stadium ini jarang sekali berkelanjutan disebabkan oleh pemilihan antibiotik yang tepat.


(26)

- Sifilis laten; yaitu periode bebas gejala yang diikuti oleh sifilis sekunder; hanya dikenal pasti melalui hasil uji serologi yang positif. Dapat disebabkan oleh dosis subkuratif antibiotik yang diberikan untuk infeksi yang lain jika infeksi sifilisnya tidak dikenal pasti.

Dalam mendiagnosis harus berhati-hati agar tidak keliru dengan sifilis laten (yang merupakan sifilis yang tidak dirawat dengan benar) dengan seroreaksi positif pada pasien yang dirawat dengan baik.

b) Stadium lanjut yaitu sifilis yang terjadi lebih dari 2 tahun setelah infeksi primer. Terdapatnya inflamasi yang granulomatosa dengan beberapa organisme dan terdapat respon imun selluler yang menyebabkan berbagai masalah. Organ yang sering terlibat ialah kulit, tulang, sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

c) Sifilis kongenital yaitu dikenal juga sebgai connata syphilis . Ia merupakan transmisi transplasenta Treponema pallidum.

Tabel 2.5 Gambaran Klinis pada Sifilis Tipe Didapat

Stadium awal a) Primer

b) Sekunder

Mempunyai luka (chancre) yang keras, tidak nyeri, dan mempunyai limfadenopati regional.

Secara umum mengalami demam, malaise, arthralgia, sakit tenggorokan dan limpadenopati general.

Pada kulit pula kelihatan makulopapular merah atau coklat yang tidak gatal, kadang-kadang bisa terdapat ruam yang bersisik. Pada membran mukosa terdapat mucous patches, ulkus di orofaring dan di alat kelamin.

Stadium Lanjut


(27)

berperekat dan lembut.

Bisa terjadi aortitis dan regurgitasi aorta yang merupakan gejala pada kardiovaskular.

Bisa juga melibatkan meningovaskular, General Paralysis of the Insane (GPI) yaitu ganguan mental dan kelemahan yang merupakan gejala yang khas pada Sifilis tersier.

(Barankin, 2006)

Tabel 2.6 Gambaran Klinis pada Sifilis Tipe Kongenital

Stadium awal Terdapat infeksi hidung dengan cairan.

Lesi kulit dan membran mukosa sama seperti Sifilis sekunder.

Stadium lanjut Hutchinson’s teeth yaitu anomali pada

gigi taring, lesi, kelainan pada tulang panjang, keratitis, uveitis, facial’s

gummas dan penyakit Sistem Saraf Pusat (SSP).

(Barankin, 2006)

Pengobatan diberikan berdasarkan stadium. Pada stadium awal, diberikan penisillin seperti procaine benzylpenicillin 600mg intramuskular setiap hari selama 10 hari sedangkan pada stadium lanjut, pengobatan dilanjutkan selama seminggu di samping mengobati gejala-gejala penyerta yang lain, seperti neurologis dan


(28)

2.2.4.2. Kutu Kelamin

Gejala klinis yang paling sering ditemukan pada pasien kutu kelamin ialah gatal-gatal dan kemerahan di sekitar alat kelamin. Infeksi ini juga tergantung pada tingkat kebersihan individu tersebut. Tingkat kebersihan yang buruk dapat memperparahkan infeksi tersebut.

Dalam mengobati infeksi ini, kutu dewasa dan telurnya harus dibunuh dengan 0,5% malation, 1% permethrin atau 0,5% carbaryl. Bahan tersebut harus dioles pada alat kelamin dan dicuci setelah 12 jam. Pasangan seksual pasien juga harus diobati untuk menghindari ping-pong phenomena (Freiman, 2006).

2.2.4.3. Herpes simplex virus (HSV)

Herpes simplex virus (HSV) mempunyai dua tipe yaitu tipe 1 dan 2. Tipe 1

memberikan gambaran klinis dari pinggang ke atas, sedangkan tipe 2 dari pinggang ke bawah. Oleh sebab itu, HSV tipe 2 yang menyebabkan infeksi pada alat kelamin. Namun bisa juga ditemukan tipe 1 di bagian kelamin jika pasien melakukan oral seks bersama pasangan yang menghidap HSV tipe 1. Gejala klinis HSV tipe 1 ialah terdapatnya gejala di permukaan mucocutaneous oral, mengalami gingivostomatitis primer, demam, malaise, limfoadenopati, dan erosi mukosa oral. Bisa terjadinya kekambuhan yang dipicu oleh stress, demam, sinar UV, trauma, dan menstruasi. Pasien merasakan seperti terbakar, gatal, timbulnya kelompok vesikel yang mengalami umbilikasi pada dasar yang eritem, susunan herpetiform, biasanya terdapat pada batas merah tua di bibir dan wajah. Pada HSV tipe 2 terdapat gejala di mukosa genital dan gejala di mukokutaneous oral lebih sering terjadi. Pada episode primer, gejala yang timbul lebih berat, erossive balanitis yang sangat nyeri, vulvinitis atau vaginitis, sedangkan pada episode rekurent, gejala lebih ringan.


(29)

Tidak ada obat yang bisa menyembuhkan herpes. Pengobatan yang diberikan adalah bersifat simptomatik seperti pemberian analgesia dan antipiretik. Jika salah satu pasangan yang terinfeksi, yang lain harus dengan diperiksa oleh seorang dokter (Freiman, 2006).

2.2.4.4. Trikomoniasis

Gejala klinis pada infeksi ini ialah terdapat keputihan yang banyak dan berwarna kuning kehijauan serta rasa sakit ketika buang air kecil atau saat berhubungan seksual. Gejala tersebut sering timbul pada pasien perempuan. Selain itu, terdapat kemerahan, gatal dan rasa terbakar di daerah genital. Pada pasien laki-laki, gejala berupa rasa terbakar saat membuang air kecil atau ketika ejakulasi.

Untuk pengobatan, pemberian metronidazole adalah pilihan utama, bisa diberikan 2g secara oral sebagai dosis tunggal atau 400mg 2kali per hari selama 7 hari. Akan tetapi, beberapa penelitian menyebutkan bahwa metronidazole telah resisten dan nimorazole dikatakan lebih efektif dalam keadaan ini. Pasangan laki-laki harus juga diobati karena gejala lebih sering asimtomatik dan lebih sukar untuk

dideteksi (P. Kumar, 2009).  

2.2.4.5. Klamidia 

Gejala klinis pada pasien perempuan bisa asimtomatik atau terdapat nyeri ketika membuang air kecil, gatal-gatal di sekitar vagina, keluarnya sekret berwarna kuning, perdarahan di antara waktu datang bulan, atau nyeri di abdomen bagian bawah. Pada pasien laki-laki, terdapat rasa terbakar saat buang air kecil dan keluarnya sekret berwarna kecoklatan dari penis. Jika tidak diobati, klamidia bisa menyebabkan kemandulan dan masalah lain pada pasien perempuan serta pembengkakan skrotum pada pria. 

  Antibiotik yang sering diberikan untuk mengobati Klamidia ialah

tetracyclines atau macrolide tetapi tetracyclines adalah kontraindikasi untuk wanita hamil. Doxycycline 100mg setiap 12 jam untuk 7 hari atau pemberian azithromycin


(30)

1g sebagai dosis tunggal juga efektif untuk infeksi yang tidak mempunyai komplikasi. Selain itu, bisa juga diberikan erythromycin 500mg 4kali per hari. Pasangan seksual juga harus diobati kerana sering menimbulkan gejala yang

asimtomatik (P. Kumar, 2009). 

2.2.4.6. HIV / AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Penyakit ini dapat ditularkan secara kontak seksual, perinatal, transfusi darah dan penggunaan jarum yang tidak steril. Penyakit ini akan membuat sistem kekebalan tubuh lemah sehingga tidak dapat melawan penyakit. Gejala dapat berlangsung bertahun-tahun untuk berkembang, dan termasuklah sering terinfeksi, merasa lelah tanpa alasan, dan berkeringat di malam hari.

Penyakit ini masih belum dapat disembuhkan secara total. Pengobatan yang tersedia hanya untuk mengkontrol progresi gejala klinis yang timbul, di samping untuk merawat efek dari lemahnya kekebalan tubuh. Terdapat beberapa agen terapi yang tersedia yaitu:

a) Fusion inhibitors : menghalang kemasukan HIV ke dalam sel.

b) Reverse transcriptase inhibitors (RTI) : menghambat proses translasi virus RNA kepada DNA. Terdapat 3 subtipe yaitu nucleoside analogs (NRTI), satu nucleotide analog (NtRTI), dan nonnucleoside inhibitors (NNRTI).

c) Protease inhibitors (PI) : menghambat proses pematangan dan sekresi partikel virus yang baru.


(31)

Tabel 2.7 Terapi Antiretroviral

Tipe Obat Contoh

Reverse transcriptase inhibitors a)Nucleoside analogues (NRTI)

b) Nucleotide analog (NtRTI) c) Nonnucleotide reverse

transcriptase inhibitors (NNRTI)

Zidovudine, stavudine, didanosine,

emtricitabine, lamivudine, abacavir, zalcitabine. Kombinasi: Zidovudine + lamivudine,

zidovudine +lamivudine +abacavir. Tenofovir.

Nevirapine, efavirenz, delavirdine.

Protease inhibitors Saquinavir, indinavir, ritonavir, atazanavir, saquinavir,

nelfinavir, amprenavir, fosamprenavir. Kombinasi: Lopinavir+ ritonavir.

Fusion inhibitor T20.

(P. Kumar, 2009)

Pengobatan dimulai dengan 2NRTI dikombinasi dengan NNRTI atau PI. Respon efektif ditandai dengan berkurangnya 10 - 100 kali jumlah virus dalam 2 - 4 minggu pertama. Infeksi opportunistik dirawat berdasarkan indikasi (P. Kumar, 2009).

2.2.4.7. Gonorrhea (GO)

Infeksi GO memberikan gambaran asimtomatik sekitar 50% pada perempuan dan 10% pada lelaki. Periode inkubasi adalah selama 2 - 14 hari dengan kebanyakan gejala timbul di antara hari ke-3 dan ke-4.


(32)

Pada pasien laki-laki, sindrom yang tersering ialah urethritis anterior yang menyebabkan disuria dan/atau sekret pada uretra. Komplikasi bisa menyebabkan infeksi ascending yang melibatkan epididimis atau prostat yang akan menyebabkan infeksi akut atau kronik.

Pada pasien perempuan, kawasan utama yang terinfeksi ialah kanal endoservik. Gejala yang timbul berupa sekret vagina yang abnormal, nyeri pelvis, disuria, dan perdarahan intermenstrual. Komplikasi yang dapat terjadi adalah abses kalenjar Bartholin, infertilitas, dan penyebaran infeksi ke daerah anal.

Antibiotik yang diberikan untuk pengobatan ialah pemberian cefixime 400mg per oral dosis tunggal, ceftriaxone 250mg secara intramuskular atau spectinomisin 2g secara intramuskular. Selain itu bisa juga diberikan amoxisillin 3g secara oral dosis tunggal ditambah dengan probenesid 1g, ciprofloxacin 500mg atau ofloxacin 400mg pada kawasan yang tingkat resistensinya rendah. Pasangan seksual pasien harus juga diperiksa dan diobati jika perlu (P. Kumar, 2009).

2.2.4.8. Human papillomavirus / Genital warts

Human papillomavirus (HPV) dapat menyebabkan kutil di dalam atau di

sekitar vagina, penis atau dubur. Pada pasien perempuan, kutil bisa berada pada tubuh serviks atau vagina sehingga pasien tidak dapat melihatnya atau bisa juga kutil itu berada di luar tubuh, tetapi mungkin terlalu kecil untuk dilihat. Kutil biasanya tidak sakit.

Kegagalan pengobatan dan kekambuhan sering terjadi dalam penatalaksanaan kasus HPV ini. Agen lokal, termasuklah ekstrak podohyllin (15-25% solution, 1 – 2 kali per minggu), podopyllotoxin (0,5% solution atau 1,5% krim) dan asam trikloroasetat, dikatakan sangat efektif untuk lesi non-keratin. Lesi yang berkeratin memberikan respon yang baik jika menggunakan terapi fisik seperti cryotherapy, electrocautery, atau ablasi laser. Pasangan seksual juga harus menjalani pemeriksaan dan terapi jika turut mempunyai gejala. Virus ini bisa menyebabkan karsinoma serviks, oleh karena itu pasangan yang mengalami kutil kelamin harus melakukan


(33)

pemeriksaan saringan setiap 3 tahun. Namun wanita usia lanjut disarankan melakukan tes saringan 2 kali setahun.

Beberapa jenis HPV dapat dicegah. Ada vaksin yang dapat mencegah 4 jenis HPV pada wanita muda. Target vaksin ini adalah untuk tipe HPV yang menyebabkan hingga 70% dari semua kasus kanker serviks dan sekitar 90% dari semua kasus kutil kelamin. Centers for Disease Control and Prevention's (CDC) Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) menyarankan anak perempuan berusia 11 dan 12 tahun untuk menerima vaksin. Vaksin ini juga telah dipersetujui cocok untuk laki-laki dan perempuan antara usia 9 tahun dan 26 tahun (P. Kumar, 2009).

2.2.5. Rekomendasi untuk Tes Saringan IMS

Tabel 2.8 Tes Saringan untuk Pasien Asimptomatik Pria

heteroseksual

Gonorrhoea (GC)

Klamidia Tes serologi

Kultur uretra atau urin NAAT(jika positif, harus diulang) jika tidak ada swab uretra

Uretra NAAT dan/atau urin NAAT

Sifilis: EIA atau TPPA atau tes kardiolipin dan TPHA

HIV: EIA untuk antibodi(virus hepatitis jika terdapat indikasi) Pria yang

melakukan seks bersama

pria

Kultur uretra, rektum dan orofaring, urin NAAT jika spesimen uretra tidak diperolehi

Uretra dan urin NAAT

Sifilis: EIA atau TPPA atau tes kardiolipin dan TPHA

Hepatitis B: EIA untuk HBsAg, HBcAb dan HBsAb

HIV: EIA untuk antibodi (HAV, HCV


(34)

jika diindikasikan) Perempuan Serviks: dikultur,

urin NAAT

Serviks: NAAT Vagina: tampon yang dilakukan sendiri atau swab, vulva-introital-posterior forniks NAAT

Urin: NAAT jika uretra spesimen tidak diperolehi

Sifilis: EIA atau TPPA atau tes kardiolipin dan TPHA

HIV: EIA untuk

antibodi (virus Hepatitis jika diindikasikan)

(P. Kumar, 2009)

Tabel 2.9 Tes Saringan untuk Pasien Simptomatik

Pria (sekret genital) Swab uretra: Mikroskopi, kultur GC, Klamidia NAAT Urin: Untuk NAAT bagi Klamidia dan GC jika swab uretra tidak diperolehi

Swab rektum dan orofaring untuk GC dan kultur Klamidia harus dilakukan jika terdapat indikasi berdasarkan riwayat atau gejala klinis Serologi untuk Sifilis. HIV: EIA (virus Hepatiits jika terdapat indikasi) Perempuan (sekret genital) Swab servikal: mikroskopi dan Urin untuk Klamidia. Swab vagina: mikroskopi Serologi untuk


(35)

kultur untuk GC dan Klamidia NAAT NAAT jika spesimen servikal/vagina tidak diperolehi dan kultur untuk Candida, Trikomonas dan bakterial vaginosis. NAAT untuk Klamidia dan GC jika tidak memperolehi apa-apa bahan spesimen. Swab rektum dan orofaring untuk kultur GC dan Klamidia harus dilakukan jika terdapat indikasi Sifilis. HIV: EIA (virus Hepatitis jika tedapat indikasi) Pemeriksaan tambahan pada pria dan perempuan dengan ulkus genital Bahan dari ulkus: mikroskopi untuk diagnosis Sifilis peringkat awal( dark ground microscopy), Donovanosis, Tes darah

Sifilis: EIA (IgM & IgG) dan TPPA dan tes kardiolipin untuk Sifilis

Herpes simplex virus: IgG dengan tipe-spesifik EIA, Immunoblot atau Western blot.


(36)

chancroid atau teknik PCR yang ada. Kultur untuk Herpes simplex virus,

Haemophilus ducreyi

Pemeriksaan lain tergantung pada kondisi klinis. Ini termasuklah: Sitologi serviks

Tes pregnansi

Pemeriksaan tinja untuk Giardia, Shigella atau Salmonella bagi mereka yang mempraktikkan seks oral/anal.

Swab dan smear dari area subreputial pada pria yang mengalami balanoosthitis( inflamasi pada glans penis dan preputium) untuk candidiasis.

Urin porsi tengah untuk mikroskopi, kultur dan sensitiviti.

EIA: enzyme immunoassay; LGV: lymphogranuloma venereum, NAAT: nuclei acid amplification test, TPHA: Treponema pallidum haemagglution, TPPA: Treponema pallidum particle agglutination assay (P. Kumar, 2009).

2.2.6. Langkah-langkah Pencegahan IMS

Pencegahan lebih baik dari pengobatan. Oleh sebab itu, antara langkah pencegahan yang bisa dilakukan ialah memberikan pendidikan dan informasi mengenai IMS pada semua tingkat umur, termasuk dari pelajar sekolah hingga orang dewasa. Selain itu, pada peringkat nasional, bisa juga dilakukan kampanye kesehatan terutama bagi kelompok beresiko seperti pekerja seks komersil dan homoseksual. Di Inggris telah dilakukan ujian saringan bergerak untuk Klamidia. Cara ini dapat meningkatkan lagi kesadaran masyarakat di samping dapat memberikan kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.


(37)

Dalam melakukan aktivitas seksual, seseorang itu haruslah tidak bertukar-tukar pasangan dan sebaikya mengadakan hubungan seksual setelah bernikah. Penggunaan kondom dengan benar dan baik juga dapat mengurangkan resiko terkenanya IMS. Jika seseorang mendapati pasangan seksualnya mempunyai gejala IMS, maka jangan teruskan aktivitas seksual tersebut dan konsultasikan ke dokter terlebih dahulu. Pemeriksaan kesehatan secara teratur yaitu sekurang-kurangnya 3 bulan sekali perlu dilakukan pada mereka yang sering bertukar-tukar pasangan. Namun sebaiknya, setialah pada satu pasangan seksual sahaja. Jika terdapat gejala IMS pada diri sendiri, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan perawatan agar bisa mengelakkan dari mengalami komplikasi IMS yang antaranya adalah kanker serviks (P. Kumar, 2009).

                         


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2 Definisi Operasional

Tingkat pengetahuan didefinisikan sebagai pengetahuan para remaja mengenai IMS yang mencakupi jenis IMS, cara penularan, gejala klinis, pengobatan, langkah pencegahan dan komplikasi.

Cara ukur: angket

Alat ukur: kuesioner, pertanyaan diajukan sebanyak 16 pertanyaan dan mempunyai 3 pilihan jawaban.

- Jawaban benar diberi 2 skor. -Jawaban salah diberi 1 skor -Jawaban kurang pasti diberi 0 skor

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sistem scoring dengan memakai skala menurut Pratomo (1986) sebagai berikut:

a. Baik, apabila skor yang diperolehi responden >75% dari skor tertinggi, yaitu 24 - 32.

b. Sedang apabila skor yang diperoleh responden antara 40-75% dari skor tertinggi yaitu 13 - 23.

Tingkat Pengetahuan

- Jenis IMS - Cara Penularan - Gejala Klinis - Pengobatan

- Langkah Pencegahan - Komplikasi

Infeksi Menular Seksual (IMS)


(39)

c. Kurang baik apabila skor yang diperoleh responden <40% dari skor tertinggi yaitu 0 - 12.

Skala pengukuran: ordinal

Skoring Kuesioner

BIL A B C

1. 2 1 0

2. 1 2 0

3. 2 1 0

4. 2 1 0

5. 2 1 0

6. 2 1 0

7. 1 2 0

8. 1 2 0

9. 1 2 0

10. 2 1 0

11. 2 1 0

12. 2 1 0

13. 1 2 0

14. 2 1 0

15. 2 1 0

16. 2 1 0

           

   

   


(40)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional, di mana penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana tingkat pengetahuan remaja sekolah tentang IMS di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung bermula dari bulan Febuari 2010 hingga November 2010 yaitu dimulai dengan pembuatan proposal hingga pengambilan dan pengolahan data dilakukan. Sekolah ini dipilih kerana lokasi sekolah tersebut yang terletak di kawasan bandar yang mempunyai berbagai prasarana informasi. Tambahan pula telah mendapat persetujuan pihak sekolah tersebut.

4.3 Populasi dan sampel Populasi

Populasi penelitian ialah para pelajar sekolah yang berusia 17 tahun sebanyak 400 orang.

Sampel

Jumlah sampel yang akan dipilih ialah dengan menggunakan rumus untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000 yaitu:

Dengan nilai N: 400 (Besar populasi), d: 0,1 , n: Besar sampel, maka jumlah sampel yang akan diambil ialah 80 orang.

) 1 , 0 ( 400 1

400 2 

n


(41)

Teknik pemilihan sampel pula menggunakan teknik consecutive sampling yaitu setiap subyek yang memenuhi kriteria inklusi akan diambil menjadi sampel. Ini merupakan teknik non-randomized sampling yang dipilih di atas persetujuan pihak sekolah agar tidak terlalu mengganggu proses pembelajaran di sekolah.

Kriteria inklusi bagi penelitian ini adalah para pelajar berusia 17 tahun dan bersekolah di SMK Pendamaran Jaya yang bersetuju untuk menjadi responden.

Penelitian ini tidak membedakan pengetahuan antara sampel laki-laki dan perempuan kerana kedua kelompok ini mempunyai resiko yang sama untuk terkena IMS. Jadi keduanya harus mempunyai pengetahuan tentang IMS.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah angket dengan menggunakan kuesioner. Sampel menjawab kuesioner dengan di bawah pengawasan peneliti. Sebarang pertanyaan atau terdapat perkara yang tidak difahami berkaitan dengan kuesioner diterangkan oleh peneliti. Ini termasuklah sebarang istilah medis yang digunakan di dalam kuesioner tersebut. Para pelajar tidak dibenarkan meniru atau berbincang ketika menjawab kuesioner di mana peneliti sentiasa memantau para pelajar ketika sesi penjawaban kuesioner berlangsung.

Setelah sampel menjawab kuesioner tersebut, peneliti memberikan penjelasan dan informasi mengenai IMS. Para pelajar dibenarkan untuk bertanya sebarang soalan sekiranya mereka masih keliru mengenai IMS. Dengan cara ini, para pelajar dapat membincangkan isu IMS secara terbuka bersama peneliti.


(42)

Jenis data yang digunakan: Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian yaitu hasil skor dari kuesioner.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak sekolah yaitu jumlah para pelajar untuk Tingkatan 5 dan jumlah keseluruhan pelajar sekolah tersebut.

4.4.1. Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas kuesioner dijalankan dengan mengambil sampel sebanyak 20 orang yang mempunyai karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Tujuan dilakukan uji validitas ini adalah untuk memastikan bahwa pertanyaan yang dibuat dapat mengukur konsep yang ingin diteliti.

Uji reabilitas terhadap kuesioner dilakukan setelah uji validitas selesai. Tujuan uji ini dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana konsistensi hasil penelitian jika kegiatan ini dilakukan berulang-ulang.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Kuesioner yang diedarkan diperiksa di lapangan dan sebarang informasi yang tidak lengkap akan dilengkapkan sebelum meninggalkan lapangan. Kuesioner yang telah lengkap tadi akan diolah dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS dalam bentuk diagram batang dan tabel distribusi frekuensi.

           


(43)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya yang terletak di Selangor, Malaysia. Sekolah ini terletak di kawasan bandar Klang yang mempunyai fasilitas yang lengkap seperti perpustakaan kabupaten, makmal komputer sekolah dan agensi-agensi bukan kerajaan yang sering melakukan kampaye di peringkat kabupaten dan sekolah mengenai hubungan seks dan komplikasinya seperti Kelab PROSTAR. Sekolah ini mempunyai para pelajar yang berusia 13-17 tahun dengan jumlah pelajar seramai 1720 orang. Jumlah pelajar yang berusia 17 tahun di sekolah itu pula seramai 400 orang.

Tabel 5.1.

Distribusi Jumlah Pelajar Laki-laki dan Perempuan Berusia 17 Tahun di Sek Men Keb Pendamaran Jaya Tahun 2010

Jenis Kelamin Jumlah Persen (%)

Laki-laki Perempuan

173

227

43,25

56,75

Jumlah 400 100

( Arkib Sekolah, 2010)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah para pelajar yang berusia 17 tahun di sekolah tersebut. Pada penelitian ini tidak membedakan pelajar laki-laki dan perempuan , maka dalam pemelihan responden, tidak diasingkan berapa jumlah


(44)

responden laki-laki dan perempuan yang diperlukan. Pemberian kuesioner dilakukan pada 3 kelas yang dipilih berdasarkan prestasi terhadap pelajaran yaitu satu dari kelas terbaik, kelas sederhana dan kelas yang lemah. Ini juga dilakukan agar tidak terlalu mengganggu proses pembelajaran dan pengajaran kelas tersebut.

Tabel 5.2

Jumlah Pelajar untuk 3 Kelas yang Dipilih Sebagai Responden

Nama Kelas Jumlah Pelajar

5 Sains Tulen 1 5 Tekun

5 Wawasan

28 44 20

Jumlah 92


(45)

5.1.3. Hasil Analisa Statistik

Pengetahuan para pelajar dinilai berdasarkan 16 soalan yang mencakupi jenis IMS, gejala klinis, cara penularan, pengobatan, langkah pencegahan, dan komplikasi.

Tabel Distribusi Frekuensi Mengenai Pengetahuan Remaja Berusia 17 Tahun Terhadap Infeksi Menular Seksual di Sekolah Menengah Kebangsaan

Pendamaran Jaya, Klang, Selangor, Malaysia Tabel 5.3

1. Tipe IMS

No Item Pengetahuan

Benar Salah Tidak Pasti

(n) (%) (n) (%) (n) (%)

1. Mengetahui bahwa kutu

kelamin adalah termasuk dalam IMS.

23 28,75 13 16,25 44 55

2. Mengetahui bahwa kutil

kelamin adalah termasuk dalam IMS

22 27,5 16 20 42 52,5

Tabel 5.4 2. Gejala Klinis

No Item Pengetahuan

Benar Salah Tidak Pasti

(n) (%) (n) (%) (n) (%)

1. Mengetahui bahwa gejala klinis

yang sering dialami pasien IMS adalah asimptomatik


(46)

2. Mengetahui gejala klinis utama infeksi Gonorrhea ialah

keluarnya nanah pada alat sulit

27 33,75 5 6,25 48 60

3. Mengetahui gejala klinis utama

untuk infeksi Sifilis ialah luka lecet di alat sulit

25 31,25 17 21,25 38 47,5

Tabel 5.5 3. Cara Penularan

No Item Pengetahuan

Benar Salah Tidak Pasti

(n) (%) (n) (%) (n) (%)

1. Mengetahui IMS bisa terkena

pada pasien laki-laki atau perempuan

35 43,75 27 33,75 18 22,5

2. Mengetahui resiko pasangan

yang kerap melakukan hubungan seks untuk terkena IMS

24 30 29 36,25 27 33,75

3. Mengetahui resiko

penghindaran bagi pasangan yang melakukan seks paska nikah untuk terkena IMS

23 28,75 30 37,5 27 33,75

4. Trikomonas tidak bisa

menginfeksi laki-laki


(47)

Tabel 5.6 4. Pengobatan

No Item Pengetahuan

Benar Salah Tidak Pasti

(n) (%) (n) (%) (n) (%)

1. Mengetahui kaedah pengobatan

terbaik untuk IMS ialah dengan mengobati kedua-dua pasangan seksual

44 55 12 15 24 30

2. Mengetahui HIV/AIDS masih

belum mempunyai penawar

41 51,25 19 23,75 20 25

Tabel 5.7

5. Langkah Pencegahan

No Item Pengetahuan

Benar Salah Tidak Pasti (n) (%) (n) (%) (n) (%)

1. Mengetahui HIV/AIDS bisa

dicegah

70 87,5 5 6,25 5 6,25

2. Mengetahui kondom

merupakan salah satu cara pencegahan IMS

25 31,25 27 33,75 28 35

3. Mengetahui faktor kebersihan

(higen) turut mempengaruhi IMS


(48)

Tabel 5.8 6. Komplikasi

No Item Pengetahuan

Benar Salah Tidak Pasti (n) (%) (n) (%) (n) (%)

1. Mengetahui IMS bisa

menyebabkan kemandulan

30 37,5 8 10 42 52,5

2. Mengetahui salah satu

komplikasi IMS ialah kanker serviks

36 45 6 7,5 38 47,5

Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa pengetahuan para remaja yang paling baik adalah mengenai HIV/AIDS dapat dicegah yaitu sebanyak 70 orang (87,5%), sedangkan pengetahuan para remaja yang paling kurang, berdasarkan tabel 5.5 ialah mengenai resiko laki-laki untuk mendapat infeksi Trikomonas hanya seramai 17 orang (21,25%) yang bisa menjawab dengan betul.


(49)

Tingkat Pengetahuan Remaja Berusia 17 Tahun Terhadap Infeksi Menular Seksual di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Klang, Selangor,

Malaysia

Gambar 5.3

Berdasarkan gambar 5.3. dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah di peringkat sedang dengan jumlah responden sebanyak 60% dan bagian terkecil adalah responden yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 11.25%. Ini bererti mereka yang berpengetahuan baik masih berada di tingkat yang paling rendah.


(50)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Hasil Keseluruhan

Hasil yang didapati daripada penelitian ini ialah tingkat pengetahuan remaja sekolah mengenai IMS berada di peringkat sedang. Ini bererti mereka pernah mendapat informasi mengenai IMS tetapi tidak dengan mendalam. Suatu penelitian yang dilakukan di Pulau Pinang, Malaysia juga menunjukkan tingkat pengetahuan

remaja di situ masih di peringkat sedangdengan hanya 10,6% yang menyatakan tidak

pernah dengar tentang IMS (M. Anwar et al,2010). Berlainan pula hasil daripada penelitian di Vietnam, di mana hasil yang diperolehi masih di peringkat kurang baik di mana sebanyak 78% responden menyatakan bahwa tidak pernah dengar mengenai IMS. Ini kemungkinan dipengaruhi oleh aspek sosioekonomi yang rendah di Vietnam

yang dapat menyekat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pham Thi Lan

et al, 2009).

5.2.2. Kepentingan Pengetahuan Mengenai IMS

Sekitar dua dekad ini, perilaku seksual yang ditonjolkan di kalangan remaja sekolah dan belia berusia di antara 19-24 tahun telah menunjukkan suatu perkembangan yang serius. Di antara isu-isu serius yang sering timbul ialah hubungan seks yang tidak sehat, hubungan seks atas dasar paksaan, remaja hamil, gangguan seksual dan juga peningkatan kasus yang berhubungan dengan Pekerja

Seks Komersil (PSK) (K. D. Mwambete dan Z. Mtaturu, 2006). Ini bererti golongan

remaja dan awal belia beresiko untuk mendapat IMS. Selain itu, suatu penelitian yang dilakukan di Malaysia menunjukkan bahwa kebanyakkan remaja mengetahui tentang istilah IMS, HIV atau AIDS tetapi mereka gagal untuk memberikan penjelasan yang lebih mengenainya (Ng dan Kamal, 2006). Itulah yang membimbangkan kerana mereka telah terdedah dengan seks tetapi tidak tahu kesan buruk yang bakal berlaku di masa akan datang.

Selain itu, komplikasi IMS amat membahayakan. Antaranya bisa menyebabkan kemandulan, kanker serviks dan kematian. Kata pepatah ‘Mencegah itu


(51)

lebih baik daripada mengobati’. Oleh itu, pengetahuan yang tepat bukan sahaja dapat mengubah sikap dan perilaku tetapi juga dapat membentuk suatu motivasi di dalam

diri seseorang untuk mengubah perilaku yang buruk (M. Anwaret al, 2010).

Walaupun begitu, kebanyakkan remaja sekolah mengakui kurangnya pengetahuan dan menyatakan keperluan untuk edukasi seksual yang lebih formal termasuklah mengenai IMS sama ada di sekolah mahupun di rumah (A. Trajman et al, 2003).

5.2.3. Program Mengenai IMS Tidak Menyeluruh

Berdasarkan hasil penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa para remaja lebih mengetahui mengenai HIV/AIDS termasuklah langkah pencegahan dan pengobatan tetapi sebaliknya untuk tipe IMS yang lain. Ini menunjukkan program IEC (Information, Education and Communication) lebih memfokuskan terhadap AIDS tetapi sedikit atau langsung tidak ada penekanan terhadap tipe IMS yang lain. Hakikatnya, di Malaysia, HIV/AIDS lebih kerap dipaparkan di media dan lebih sering

menjadi topik perbincangan di sekolah berbanding tipe IMS yang lain (M. Anwaret

al, 2010).

Isu ini juga terjadi di Ghana di mana suatu penelitian telah dilakukan di sana dan didapati bahwa terdapat pemahaman yang salah mengenai tipe IMS yang lain selain HIV/AIDS. Antaranya ialah Gonorrhea bisa terinfeksi dengan berenang di sungai dan Sifilis bisa diobati dengan mencampurkan nira kelapa dan antibiotika (A. Sallar, 2000). Di Australia juga begitu di mana HIV merupakan tipe IMS yang paling diketahui berbanding tipe IMS yang lain di kalangan remaja (Kazhila C. Chinsembu, 2009).

5.2.4. Stigma Negatif Terhadap Isu IMS dan Seks

IMS sering kali dikaitkan dengan perilaku golongan masyarakat yang negatif seperti Pekerja Seks Komersil (PSK), narkoba dan seks bebas. Stigma ini menyebabkan sukarnya langkah-langkah pencegahan untuk dilakukan seperti ujian


(52)

HIV secara volunter dan keterbukaan masyarakat untuk membicarakan mengenainya (Kementerian Kesehatan Malaysia, 2004). Dalam erti kata lain, masyarakat cuba menafikan bahwa IMS bisa mengenai siapa sahaja. Selain itu, isu IMS dan seks masih dianggap tabo di Malaysia dan disebabkan sensitivitas ini golongan remaja seringkali menerima edukasi dan bimbingan yang kurang tepat tentang kesehatan reproduksi (Lee L K et al, 2006).

Suatu penelitian di Afrika menunjukkan bahwa memang ramai yang pernah terdengar mengenai IMS tetapi bukan daripada ibubapa atau saudara-mara terdekat. Ini terjadi disebabkan wujudnya ruang di antara ibubapa dan anak-anak apabila membicarakan mengenai hubungan seksual. Kebanyakkan mereka mencari tahu sendiri melalui pembacaan dari buku dan majalah serta melalui filem. Tambahan pula informasi yang tersedia di media massa dan media cetak mempunyai keterbatasan dari aspek agama dan budaya (Kennedy D. Mwambete dan Zephania Mtaturu, 2006). Ini menunjukkan ketersediaan maklumat yang tepat mengenai IMS masih belum optimum.

5.2.5. Pendidikan Seks di Sekolah

Di Amerika Serikat, pendidikan seks telah diperkenalkan sejak tahun 1980’an dan telah bermula sejak di peringkat pra-sekolah. Ini bererti remaja di sana telah diperkenalkan mengenai sodomi, homoseksual, biseksual dan masturbasi seawal usia sebelum persekolahan. Berdasarkan laporan koran Science Daily yang menyatakan tentang hasil penelitian efek pendidikan seksual di US menunjukkan bahwa sebanyak 71% remaja laki-laki dan 59% remaja perempuan tidak melakukan hubungan seks sehingga usia 15 tahun. Penelitian ini dilakukan pada remaja yang berusia 15 sehingga 19 tahun. Ini menunjukkan keberkesanan pendidikan seksual di negara tersebut (Mueller TE, Gavin LE, Kulkarni A, 2008).

Di Malaysia pula, baru-baru ini, laporan koran New Straits Times menyatakan bahwa Menteri Pendidikan Malaysia, Datuk Dr. Wee Ka Siong, telah mengumumkan pelaksanaan pendidikan seks di sekolah akan bermula pada sesi persekolahan tahun


(53)

hadapan yang akan diterapkan dalam pendidikan sekolah menengah yaitu pelajar sekolah berusia 13-17 tahun (Sean Agustin, 2010). Sebelum ini, isu pendidikan seks di sekolah mendapat pelbagai tantangan. Antaranya ialah apakah yang akan disampaikan, batas materi, di mana dilakukan, dan siapa yang akan menyampaikan. Kebanyakkan orang masih beranggapan bahwa pendidikan seksual di kalangan remaja hanya akan meningkatkan keinginan mereka untuk melakukan hubungan seks di usia dini. Namun, hakikatnya edukasi seksual ini mampu membina pertahanan dalam diri remaja daripada terjebak dan memberikan ilmu pengetahuan mengenai perilaku seksual yang baik. Tambahan pula sekolah merupakan lokasi yang paling ideal untuk pendidikan kemahiran sosial, seksual dan kesehatan reproduktif kerana pelajar sekolah terdiri daripada golongan remaja. Oleh yang demikian, pendidikan seksual di sekolah perlulah dipertimbangkan (Lee L K et al, 2006).

5.2.6. Kendala

Terdapat beberapa kendala yang terjadi sepanjang penelitian ini dilakukan antaranya ialah :

1) Penukaran teknik sampling yaitu dari simple random sampling menjadi consecutive sampling. Ini disebabkan pihak sekolah tidak mahu proses pembelajaran dan pengajaran menjadi terganggu. Tehnik simple random memerlukan peneliti untuk menggumpulkan semua sample dari kelas yang berbeda pada satu masa yang sama. Ini sukar dilaksanakan kerana jadual pembelajaran mereka tidak sama. Pihak sekolah hanya membenarkan peneliti untuk menggunakan waktu mata pelajaran Sivik untuk melakukan penelitian. Jadi, peneliti telah melakukan pengambilan data sebanyak 3 kali yaitu dengan menggunakan waktu mata pelajaran Sivik di 3 kelas yang berbeda. 2) Pemilihan 3 kelas daripada 11 kelas. Pemelihan ini dilakukan berdasarkan prestasi penilaian akedemik yaitu kelas terbaik, sedang dan paling kurang dengan harapan ia cukup untuk mewakili populasi.


(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai tingkat pengetahuan para remaja mengenai Infek Menular Seksual (IMS) berusia 17 tahun di Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, Kalng, Selangor, Malaysia diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

a) Tingkat pengetahuan remaja mengenai IMS di sekolah tersebut diperoleh sebagian besar adalah berpengetahuan sedang sebanyak 48 orang (60%), diikuti dengan yang berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 23 orang (28,75%) dan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 9 orang (11,25%).

b) Pengetahuan para remaja tersebut lebih kepada HIV/AIDS berbanding dengan tipe IMS yang lain. Ini dapat dinilai berdasarkan jumlah jawaban yang benar dan teringgi yang diperolehi yaitu sebanyak 70 orang (87,5%) untuk soalan apakah HIV bisa dicegah dan sebanyak 41 orang (51,25%) untuk soalan adakah HIV/AIDS masih belum ada penawarnya.

6.2. Saran

a) Bagi responden

- Para remaja seharusnya menjalani kehidupan dengan sehat, mencegah diri daripada terlibat dengan hubungan seks yang terlarang dan mendapatkan pengobatan segera sekiranya terdapat tanda-tanda IMS.

b) Bagi Peneliti

- Bagi peneliti di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan menyeluruh serta melakukan penelitian yang lebih mendalam seperti sumber informasi yang diperolehi dan riwayat hubungan seksual.


(55)

c) Bagi pihak sekolah

- Pihak sekolah bisa merangka program-program yang lebih banyak dan bersifat terbuka supaya para remaja dapat membicarakan segala kekeliruan mengenai hubungan seksual, kesehatan reproduksi dan mengenai IMS.

- Selain itu, kepelbagaian program juga harus dilakukan supaya para remaja terpapar dengan pelbagai jenis masalah dan penyakit seksual bukan hanya HIV/AIDS sahaja.  

                     

   

         


(56)

DAFTAR PUSTAKA

A. Sallar, 2000. Misinformation on STD Knowledge among Out-of-School

Adolescents from Three Regions in Ghana. University of British Columbia Jul 9 14; 13: abstract no. WePeC4388.

AIDS/STD Section, Department of Public Health, Malaysia. 2005. Annual Report 2004. Available from: http://dph.gov.my/dcd/aids/annual/2004/English.pdf. (Accessed 21 April 2010).

Alice Liu, Peter Kilmarx, Richard A. Jenkins, Chomnad Manopaiboon, Philip A. Mock, Supaporn Jeeyapunt, Wat Uthaivoravit and Frits van Griensven, 2006. Sexual Initiation, Substance Use, and Sexual Behavior and Knowledge Among Vocational Students in Northern Thailand. International Family Planning Perspectives, 2006, 32(3):126–135.

Andrea Koreck, 2004. Sexually Transmitted Diseases: One of the Major Health Problems of the XXI Century, University of Szeged, Hungary. Available from: http:www.aer.eu/fileadmin/user_upload/Commissions/HealthSocial/Events AndMeetings/2004/Bad Hofgastein/STD.pdf. (Accessed 22 April 2010).

Anete Trajman, Márcia Teresa Belo, Eleny G. Teixeira, Vicente C. S. Dantas, Frederico M. Salomão, Antônio J. Ledo A. Cunha, 2003. Knowledge about STD/AIDS and Sexual Behavior among High School Students in Rio de Janeiro, Brazil. Cad. Saúde Pública, Rio de Janeiro, 19(1):127-133, jan-fev, 2003

Arkib Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya, 2010. Data-data Jumlah Pelajar Tingkatan 5 dan Keseluruhan.

Assefa Seme & Dessalegn Wirtu, 2006. Premarital Sexual Practice among School Adolescents in Nekemte Town, East Wollega. Ethiop.J.Health Dev. 2008;22(2):167-173.


(57)

Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2008. Infeksi Kelamin Mengintai Anak-anak Mud, Jakarta. Available from:

http:tiksma2maros.forumotion.com/kumpulan-berita-nasional-dunia-dan-iptek f10/infeksi-menular-seksual-mengintai-anak-anak-muda-t13.htm. (Accessed 27 April 2010).

Benjamin Barankin, MD & Anatoli Freiman, MD, 2006. Syphilis. Herpes Simplex virus. In: Andy McPhee, ed. Derm Notes Dermatology Clinical Pocket Guide. Philadelphia: Davis 156-158.

Kaiser Family Foundation, 2005. US Teen Sexual Activity.

Kazhila C. Chinsembu, 2009. Sexually Transmitted Infections in Adolescents. The Open Infectious Diseases Journal, 2009, 3, 107-117

Kennedy D. Mwambete and Zephania Mtaturu, 2006. Knowledge of Sexually Transmitted Diseases among Secondary School Students in Dar es Salaam, Tanzania. African Health Sciences 2006; 6(3): 165-169

King K. Holmes, 2005. Sexually Transmitted Diseases: Overview and Clinical Approach. In: Dennis L. Kasper, ed. Harrison’s Principle of Internal Medicine. USA: McGraw Hill 762-775.

Lee L. K, Chen P C Y, Lee K K, Kaur J, 2006. Premarital sexual intercourse among

adolescents in Malaysia: a Cross-Sectional Malaysian School Survey. Singapore

Med J 2006; 47(6) : 476.

Low Wah Yun, 2009. Malaysian Youth and Sexuality: Issues and Challenges. JUMMEC 2009: 12 (1).

Mee-Lian Wong, Shanta Emmanuel, George Bishop, Roy Kum-Wah Chan, David Koh, Hiok-Hee Tan and Fong-Seng Lim, 2009. Premarital Sexual Intercourse


(58)

Among Adolescents in an Asian Country: Multilevel Ecological Factors. Pediatrics 2009;124;e44-e52

M. Anwar,Syed Azhar S Sulaiman, Keivan Ahmadiand Tahir M Khan, 2010.

Awareness of school students on sexually transmitted infections (STIs) and their sexual behavior: a cross-sectional study conducted in Pulau Pinang, Malaysia. BMC Public Health 2010, 10:47doi:10.1186/1471-2458-10-47

Mueller TE, Gavin LE, Kulkarni A. The association between sex education and youth’s engagement in sexual intercourse, age at first intercourse, and birth control use at first sex. J Adolesc Health 42(1), 2008.

Ng C J, Kamal SF. 2006. Bridging the Gap Between Adolescent Sexuality and HIV Risk: the Urban Malaysian Perspective, Singapore Medical Journal 47(6). Patricia D. Novak, 2004. Definition of Adolescent. In: Thomson, ed. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Philadelphia, Pennsylvania: Saunders 18. P. Kumar & Michael Clark, 2009. Sexual Transmitted Disease. In:

Prof. Janaka de Silva, ed. Kumar & Clark’s Clinical Medicine. New York: Elsevier 172-206.

Pham Thi Lan, Cecilia Stalsby Lundborg, Ingrid Mogren, Ho Dang Phuc, and Nguyen

Thi Kim Chuc, 2009. Lack of knowledge about sexually transmitted infections among women in North rural Vietnam. BMC Infectious Diseases 2009, 9:85 Robert M. Kliegman, Hal B. Jenson and Richard E. Behrman, 2005. Disorders of Growth. In: Karen J. Marcdante, ed. Nelson Essentials of Pediatrics.

Philadelphia: Elsevier 26-27.

Sean Augustin, 2010. Trial Run of Sex Education Module Yields Positive Results. The New Straits Time. Available from :


(59)

November 2010).

Sjaiful Fahmi Daili, 2003. Tinjauan Penyakit Menular Seksual. In: Prof. Dr. Adhi Djuanda, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta, Indonesia: FKUI 341- 391.

Soekidjo Notoatmodjo, 2005. Teknik Pengambilan Sampel. In: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka 79-94.

Velicko, 2009. Increase in Reported Gonorrhoea Cases in Sweden, 2001 – 2008. In: M Unemo2, ed. Surveillance and Outbreak Reports. Department of

Epidemiology, Swedish Institute for Infectious Disease Control (Smittskyddsinstitutet), Solna, Sweden.

William D. Mosher, Anjani Chandra and Jo Jones, 2002. Sexual Behavior and

Selected Health Measures: Men and Women 15–44 Years of Age, United States, 2002. In: U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention National Center for Health Statistics.

Wolfram Sterry, Ralf Paus & Walter Burgdorf, 2006. Sexual Transmitted

Disease. In: Georg, ed. Thieme Clinical Companions Dermatology. New York: Sterry 134-154.

World Health Organization, 2001. Global Prevalence and Incidence of Selected Curable Sexually Transmitted Infections, WHO, Geneva. Available from: http:www.who.int/docstore/hiv/GRSTI/who_hiv_aids_2001.02.pdf. (Accessed 22 April 2010).

World Health Statistics, 2008. Cited WHO, UNAIDS, and UNICEF. Epidemiological Fact Sheet on HIV and AIDS: Malaysia, 2008. Available from:

http:data.unaids.org/publications/Fact-Sheets01/malaysia_en.pdf (Accessed 22 April 2010).


(60)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Surina Bt Abdul Hamid

Tempat/ Tanggal Lahir : Malaysia/ 01 Oktober 1988

Agama : Islam

Alamat : No 34, Jalan Dr Sufian , Kampus USU

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Rendah Kebangsaan Pendamaran Jaya,

Selangor, Malaysia

2. Sekolah Menengah Kebangsaan Pendamaran Jaya,

Selangor, Malaysia

3. Pre-Medicine Allianze College of Medical Sciences

Riwayat Pelatihan : Program Sunatan Massal, 2008

Riwayat Organisasi : 1. Pertubuhan Mahasiswa USU

2. Pertubuhan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia di Indonesia Cawangan Medan (PKPMI)


(61)

Kuesioner Sila tulis jawapan anda di kotak kecil yang disediakan.

Jenis IMS

1) Adakah kutu kelamin termasuk dalam IMS? a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

2) Pada pengetahuan anda, adakah kutil tidak mungkin tumbuh di kemaluan? a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

Gejala Klinis

3) Berdasarkan pengetahuan anda, benarkah kebanyakkan orang yang mengalami IMS tidak menyedarinya kerana mereka kelihatan dan merasakan sehat?

a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

4) Gejala utama infeksi Gonorrhoeae adalah keluarnya nanah pada alat sulit. a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

5) Luka lecet yang tidak sakit sering dikaitkan dengan infeksi Sifilis. a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

Cara Penularan

6) Adakah pesakit IMS terdiri dari lelaki dan perempuan dewasa? a. Ya b. Tidak c. Tidak pasti

7) Pada pengetahuan anda, adakah hanya mereka yang kerap melakukan hubungan seksual sahaja yang akan terkena IMS?

a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

8) Pada pengetahuan anda, adakah seks selepas nikah akan dapat menghindarkan diri dari terkena IMS sama sekali?


(62)

9) Benarkah Trikomonas tidak akan menginfeksi lelaki? a. Benar b. Salah c. Tidak pasti Pengobatan

10) Pada pengetahuan anda, benarkah untuk mengubati IMS harus diberikan pada kedua-dua pasangan. Tidak cukup hanya mengobati salah satu pasangan tersebut sahaja.

a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

11)Pada pengetahuan anda, adakah HIV/AIDS masih belum ada penawarnya? a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

Langkah Pencegahan

12) Berdasarkan pengetahuan anda, adakah HIV/AIDS boleh dicegah? a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

13) Pada pengetahuan anda, adakah penggunan kondom ketika melakukan hubungan seksual akan mencegah dari terinfeksi dengan IMS sama sekali?

a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

14) Pada pengetahuan anda, adakah kutu kelamin boleh dicegah dengan penjagaan kemaluan yang benar.

a. Benar b. Salah c. Tidak pasti

Kesan/Komplikasi

15) Benarkah salah satu daripada kesan/komplikasi IMS boleh menyebabkan kemandulan pada perempuan?

a. Ya b. Tidak c. Tidak pasti

16) Salah satu daripada kesan jangka panjang IMS adalah kanser serviks (pangkal rahim).


(63)

INFORMED CONSENT

Dengan ini, saya ……… dengan kerelaan sendiri bersedia untuk mengikuti penelitian ini. Saya telah memperolehi keterangan dengan lengkap daripada peneliti tentang penelitian ini. Saya juga menyertai penelitian ini tanpa mengharapkan sebarang imbalan.

__________________________,

(NAMA: )

           


(64)

DATA

SPSS

                       


(65)

DATA VALIDITAS SAMPEL

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13

0 2 2 1 0 1 2 2 2 0 1 1 2 0 2 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 2 0 0 2 2 0 0 0 0 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 0 1 2 2 1 2 0 2 1 2 0 0 0 0 1 2 1 1 0 2 0 2 2 2 1 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 0 2 0 0 1 2 1 2 2 2 2 2 2 0 0 0 2 1 2 1 2 0 1 2 0 2 0 0 0 0 2 2 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 2 1 1 2 0 0 1 0 1 1 2 0 2 2 2 2 1 1 0 2 0 1 1 2 1 2 2 2 0 2 0 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 0 2 1 1 1 2 2 1 2 2 0 0 0 0 2 2 2 2 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 2 2 0 2 2 2 0 1 1 2 0 2 2 2 2 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 2 0 2 1 1 0 2 0 0 0 2 2 1 1  

               


(66)

P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 Ptotal 0 1 0 0 2 2 2 0 2 0 0 2 27 0 0 0 0 0 2 2 0 2 2 0 0 15 1 0 0 0 2 1 2 1 0 0 0 0 18 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 0 40 0 1 0 0 0 1 2 1 1 2 2 0 20 0 1 1 1 0 2 2 2 2 2 2 2 36 0 0 0 0 2 2 2 2 2 0 0 2 30 0 0 0 0 2 2 2 1 0 0 2 2 27 0 0 0 0 2 0 2 1 0 0 2 2 21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 2 2 2 2 2 0 19 0 0 1 2 0 2 2 2 2 1 0 2 25 0 0 0 0 2 2 2 2 2 2 0 0 28

2 0 1 0 2 1 2 2 2 2 1 2 35

2 0 0 0 2 2 2 2 2 1 2 2 36 1 0 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 31 0 1 1 2 0 1 2 0 2 0 0 0 12 0 0 1 0 2 2 2 2 2 0 1 0 30 0 0 0 0 2 2 2 1 0 0 2 0 18 0 0 0 0 0 2 2 0 2 2 0 0 20  

                 


(67)

HASIL VALIDITAS

Correlations

p1 p2 p3 p4 p5

p1 Pearson Correlation 1.000 0.305 0.213 0.418 0.423

Sig. (2-tailed) . 0.191 0.366 0.067 0.063

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p2 Pearson Correlation 0.305 1.000 0.095 0.263 -0.054

Sig. (2-tailed) 0.191 . 0.691 0.262 0.821

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p3 Pearson Correlation 0.213 0.095 1.000 0.547 0.299

Sig. (2-tailed) 0.366 0.691 . 0.013 0.200

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p4 Pearson Correlation 0.418 0.263 0.547 1.000 0.472

Sig. (2-tailed) 0.067 0.262 0.013 . 0.035

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p5 Pearson Correlation 0.423 -0.054 0.299 0.472 1.000

Sig. (2-tailed) 0.063 0.821 0.200 0.035 .

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p6 Pearson Correlation 0.179 0.046 0.286 0.305 0.425

Sig. (2-tailed) 0.451 0.846 0.222 0.191 0.062

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p7 Pearson Correlation 0.099 -0.066 0.195 0.000 0.314

Sig. (2-tailed) 0.677 0.781 0.410 1.000 0.178

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p8 Pearson Correlation 0.307 0.307 0.401 0.105 0.036

Sig. (2-tailed) 0.188 0.188 0.080 0.660 0.881

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p9 Pearson Correlation 0.000 0.521 0.256 0.178 0.000

Sig. (2-tailed) 1.000 0.018 0.276 0.452 1.000

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p10 Pearson Correlation 0.515 0.515 0.051 0.368 -0.021

Sig. (2-tailed) 0.020 0.020 0.830 0.111 0.931

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p11 Pearson Correlation 0.213 0.284 0.626 0.509 0.149


(68)

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p12 Pearson Correlation 0.626 0.080 0.528 0.711 0.385

Sig. (2-tailed) 0.003 0.738 0.017 0.000 0.094

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p13 Pearson Correlation 0.184 -0.027 0.273 0.201 0.455

Sig. (2-tailed) 0.437 0.909 0.245 0.395 0.044

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p14 Pearson Correlation 0.256 0.046 0.462 0.280 0.190

Sig. (2-tailed) 0.275 0.847 0.040 0.232 0.422

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p15 Pearson Correlation -0.132 -0.252 -0.024 -0.061 0.088

Sig. (2-tailed) 0.579 0.284 0.922 0.797 0.711

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p16 Pearson Correlation 0.207 -0.264 0.037 0.097 0.456

Sig. (2-tailed) 0.380 0.261 0.877 0.685 0.043

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p17 Pearson Correlation -0.094 -0.524 0.067 -0.132 0.244

Sig. (2-tailed) 0.692 0.018 0.778 0.579 0.300

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p18 Pearson Correlation 0.539 0.539 0.396 0.460 0.165

Sig. (2-tailed) 0.014 0.014 0.084 0.041 0.486

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p19 Pearson Correlation 0.315 0.232 0.374 0.000 0.384

Sig. (2-tailed) 0.176 0.325 0.104 1.000 0.095

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p20 Pearson Correlation 0.214 0.340 0.297 0.323 0.146

Sig. (2-tailed) 0.364 0.142 0.204 0.165 0.539

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p21 Pearson Correlation 0.514 0.017 0.455 0.459 0.575

Sig. (2-tailed) 0.020 0.945 0.044 0.042 0.008

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p22 Pearson Correlation -0.041 0.054 0.262 -0.016 0.405

Sig. (2-tailed) 0.863 0.821 0.265 0.946 0.077

N 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

p23 Pearson Correlation -0.174 0.116 0.227 0.000 0.244


(1)

p24 1.0000 .97333 20 p25 .9000 1.02084 20 Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted p1 17.0000 50.632 .634 .845 p3 16.6500 50.661 .617 .846 p4 16.6000 50.989 .623 .846 p5 17.3000 52.958 .479 .853 p6 16.9500 54.471 .376 .858 p10 16.5500 54.155 .395 .857 p11 16.8500 52.871 .556 .850 p12 16.7000 52.642 .702 .845 p14 17.5000 55.000 .450 .855 p18 16.6500 52.134 .467 .854 p19 16.2500 55.355 .405 .856 p20 15.9500 56.366 .500 .855 p21 16.6000 50.463 .723 .841 p22 16.4000 55.621 .266 .864 p24 16.8500 54.134 .338 .861 p25 16.9500 52.050 .464 .855

Scale Statistics

Mean Variance

Std.

Deviation N of Items 17.8500 59.924 7.74104 16  

     


(2)

DATA KESELURUHAN SAMPEL

Nama JenKel P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

A laki-laki 0 0 1 0 1 2 1 1 B laki-laki 1 1 0 0 0 2 0 1 C laki-laki 2 0 2 2 2 0 2 0 D laki-laki 2 2 0 0 2 0 2 1 E laki-laki 0 1 1 0 2 2 0 1 F laki-laki 2 0 0 2 0 2 1 1 G laki-laki 1 1 2 1 1 1 1 2 H laki-laki 2 0 2 2 0 0 0 1 I laki-laki 0 1 2 0 2 1 1 1 J laki-laki 0 0 0 0 0 0 0 0 K laki-laki 0 0 2 0 0 2 0 0 L laki-laki 0 0 1 0 2 0 1 0 M laki-laki 0 0 0 0 0 0 0 0 N laki-laki 2 1 1 2 0 1 1 2 O laki-laki 2 0 2 0 1 0 0 1 P laki-laki 2 2 1 2 2 2 1 2 Q laki-laki 2 0 0 0 2 1 2 1 R laki-laki 2 0 0 2 0 1 2 1 S laki-laki 2 2 0 2 1 1 1 1 T perempuan 0 0 2 0 0 1 1 0 V laki-laki 1 2 0 2 0 2 0 1 W laki-laki 1 2 2 2 1 1 2 2 X laki-laki 0 2 2 0 0 2 0 2 Y laki-laki 0 1 2 0 1 0 1 1 Z perempuan 2 2 1 2 0 2 2 1 AA perempuan 2 0 1 0 1 1 1 2 BB perempuan 0 2 2 2 0 1 1 1 CC perempuan 0 2 2 2 1 1 2 2 DD perempuan 0 0 1 0 0 1 1 2 EE laki-laki 0 2 2 0 1 2 2 2 FF laki-laki 1 2 2 0 0 1 1 1 GG laki-laki 1 1 2 2 2 2 2 1 HH laki-laki 1 2 2 2 2 1 1 0


(3)

II laki-laki 2 2 2 1 2 1 1 0 JJ laki-laki 2 1 2 2 2 2 1 1 KK laki-laki 0 0 2 0 2 2 1 2 LL laki-laki 0 0 2 0 0 0 1 0 MM laki-laki 2 1 2 2 1 1 2 1 NN laki-laki 0 0 0 0 2 1 2 0 OO laki-laki 1 0 2 0 1 1 2 2 PP laki-laki 1 1 1 2 2 2 2 1 QQ laki-laki 1 2 1 1 1 1 2 2 RR laki-laki 0 2 0 0 2 1 2 2 SS laki-laki 0 2 0 1 1 1 2 2 TT laki-laki 0 1 2 0 2 2 2 0 UU laki-laki 1 2 1 2 1 1 2 1 VV perempuan 2 0 2 2 2 2 0 0 WW perempuan 1 0 0 0 0 0 2 0 XX perempuan 0 0 0 0 2 0 2 1 YY perempuan 0 0 2 0 0 2 0 2 ZZ perempuan 0 2 0 2 0 2 1 2 AAA perempuan 0 0 2 0 0 2 0 1 BBB perempuan 1 1 2 1 2 1 1 1 CCC perempuan 0 0 2 0 0 2 0 1 DDD perempuan 0 0 2 0 0 2 0 2 EEE perempuan 0 0 0 0 2 2 1 0 FFF perempuan 2 0 1 0 0 2 2 1 GGG perempuan 0 0 1 0 0 0 0 2 HHH perempuan 0 1 2 0 1 2 0 2 III perempuan 0 0 0 2 1 0 1 0 JJJ perempuan 0 1 0 0 0 2 0 0 KKK perempuan 0 1 0 0 0 0 0 1 LLL perempuan 0 0 2 0 0 2 0 0 MMM perempuan 2 1 0 2 1 2 2 0 NNN perempuan 0 0 0 0 0 0 0 0 OOO perempuan 0 0 0 0 2 2 1 0 PPP perempuan 0 0 2 0 0 1 0 0 QQQ perempuan 0 0 0 0 0 0 2 0 RRR perempuan 2 2 1 0 0 0 0 0


(4)

SSS perempuan 2 2 0 2 0 2 1 2 TTT perempuan 0 2 1 2 0 1 0 2 UUU perempuan 0 0 0 2 2 2 1 2 VVV perempuan 2 0 2 0 0 1 1 0 WWW perempuan 0 0 2 2 2 2 1 1 XXX perempuan 0 0 2 0 0 2 2 2 YYY perempuan 0 0 2 0 0 1 0 0 ZZZ perempuan 0 0 2 0 2 2 0 0 AAAA perempuan 2 0 2 0 0 2 1 1 BBBB perempuan 2 0 2 2 2 2 0 1 CCCC perempuan 0 2 2 0 0 0 0 0

P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 Total Kategori

2 0 1 2 1 1 0 0 13 sedang 0 2 2 2 2 0 0 2 15 sedang 1 0 0 2 1 0 1 0 15 sedang 0 0 1 1 2 0 2 0 15 sedang 0 2 2 2 1 2 0 2 18 sedang 0 2 2 2 1 0 1 0 16 sedang 2 2 1 2 1 2 2 1 23 sedang 2 2 2 2 1 0 0 2 18 sedang 0 2 1 2 1 1 2 2 19 sedang 0 2 2 0 0 0 0 0 4 kurang 0 2 2 2 0 2 0 0 12 kurang 0 0 2 2 0 0 0 0 8 kurang 0 0 0 2 0 2 0 0 4 kurang 0 2 0 2 2 2 1 0 19 sedang 0 0 1 2 1 0 0 0 10 kurang 1 1 1 2 0 2 1 2 24 baik 0 0 2 2 1 0 0 2 15 sedang 0 2 2 2 1 0 2 2 19 sedang 2 2 0 2 2 2 2 0 22 sedang 0 2 2 2 1 2 0 2 15 sedang 0 0 2 2 1 2 1 1 17 sedang 2 2 2 2 1 2 1 2 27 baik


(5)

0 2 1 2 2 2 0 0 17 sedang 0 0 2 2 0 2 2 0 14 sedang 0 2 2 2 2 2 0 2 24 baik 0 2 2 2 2 2 0 2 20 sedang 0 2 2 2 2 2 0 2 21 sedang 0 2 2 2 2 0 0 2 22 sedang 2 1 2 2 2 2 0 1 17 sedang 0 2 2 2 2 0 2 2 23 sedang 0 0 1 2 2 2 2 0 17 sedang 1 1 2 2 1 2 2 1 25 baik 0 2 2 2 0 0 2 0 19 sedang 2 2 1 2 1 2 2 2 25 baik 2 1 2 2 2 2 2 2 28 baik 0 0 2 1 0 2 2 0 16 sedang 0 0 2 1 0 0 0 0 6 kurang 2 2 1 2 2 1 2 2 26 baik 0 0 2 2 1 2 0 0 12 kurang 0 2 1 2 1 2 0 0 17 sedang 2 1 1 2 2 2 2 2 26 baik 2 1 2 2 2 0 2 1 23 sedang 0 0 0 0 1 0 0 0 10 kurang 2 0 2 2 2 0 0 0 17 sedang 2 1 2 2 1 2 0 2 21 sedang 0 2 2 2 1 0 2 0 20 sedang 2 1 0 2 0 2 2 2 21 sedang 0 2 0 2 0 2 0 0 9 kurang 0 2 2 2 0 0 1 0 12 kurang 0 0 0 0 1 0 0 2 9 kurang 0 1 2 2 1 0 2 2 19 sedang 0 0 2 2 0 0 0 2 11 kurang 2 2 2 2 2 2 2 2 26 baik 1 2 0 2 2 2 2 2 18 sedang 0 0 1 2 0 0 0 2 11 kurang 0 2 0 2 0 2 0 2 13 sedang 0 2 0 2 0 0 2 0 14 sedang 0 0 0 2 0 0 0 0 5 kurang


(6)

0 0 2 2 0 0 0 0 13 sedang 2 0 1 2 2 0 2 0 13 sedang 0 1 1 2 0 2 0 0 9 kurang 0 2 2 2 0 2 0 0 10 kurang 0 2 0 1 0 0 2 2 11 kurang 0 0 1 2 2 2 1 1 19 sedang 0 1 1 2 0 0 2 2 8 kurang 0 0 0 2 0 0 0 0 7 kurang 0 0 2 2 1 2 2 2 14 sedang 0 2 0 0 2 0 2 2 10 kurang 0 2 2 2 2 0 0 0 13 sedang 0 2 0 2 0 2 0 2 19 sedang 0 1 2 2 0 2 0 0 15 sedang 0 2 1 2 0 2 2 2 20 sedang 0 2 0 2 0 2 0 0 12 kurang 0 2 1 2 0 2 2 2 21 sedang 0 2 0 2 1 2 0 2 15 sedang 0 2 2 1 1 0 0 0 9 kurang 0 2 0 2 1 2 2 0 15 sedang 0 2 0 2 1 2 0 0 15 sedang 2 2 2 2 2 0 0 2 23 sedang 0 2 2 0 2 2 0 0 12 kurang