Trikomoniasis Klamidia HIV AIDS

27 Tidak ada obat yang bisa menyembuhkan herpes. Pengobatan yang diberikan adalah bersifat simptomatik seperti pemberian analgesia dan antipiretik. Jika salah satu pasangan yang terinfeksi, yang lain harus dengan diperiksa oleh seorang dokter Freiman, 2006.

2.2.4.4. Trikomoniasis

Gejala klinis pada infeksi ini ialah terdapat keputihan yang banyak dan berwarna kuning kehijauan serta rasa sakit ketika buang air kecil atau saat berhubungan seksual. Gejala tersebut sering timbul pada pasien perempuan. Selain itu, terdapat kemerahan, gatal dan rasa terbakar di daerah genital. Pada pasien laki- laki, gejala berupa rasa terbakar saat membuang air kecil atau ketika ejakulasi. Untuk pengobatan, pemberian metronidazole adalah pilihan utama, bisa diberikan 2g secara oral sebagai dosis tunggal atau 400mg 2kali per hari selama 7 hari. Akan tetapi, beberapa penelitian menyebutkan bahwa metronidazole telah resisten dan nimorazole dikatakan lebih efektif dalam keadaan ini. Pasangan laki-laki harus juga diobati karena gejala lebih sering asimtomatik dan lebih sukar untuk dideteksi P. Kumar, 2009.

2.2.4.5. Klamidia

Gejala klinis pada pasien perempuan bisa asimtomatik atau terdapat nyeri ketika membuang air kecil, gatal-gatal di sekitar vagina, keluarnya sekret berwarna kuning, perdarahan di antara waktu datang bulan, atau nyeri di abdomen bagian bawah. Pada pasien laki-laki, terdapat rasa terbakar saat buang air kecil dan keluarnya sekret berwarna kecoklatan dari penis. Jika tidak diobati, klamidia bisa menyebabkan kemandulan dan masalah lain pada pasien perempuan serta pembengkakan skrotum pada pria. Antibiotik yang sering diberikan untuk mengobati Klamidia ialah tetracyclines atau macrolide tetapi tetracyclines adalah kontraindikasi untuk wanita hamil. Doxycycline 100mg setiap 12 jam untuk 7 hari atau pemberian azithromycin Universitas Sumatera Utara 28 1g sebagai dosis tunggal juga efektif untuk infeksi yang tidak mempunyai komplikasi. Selain itu, bisa juga diberikan erythromycin 500mg 4kali per hari. Pasangan seksual juga harus diobati kerana sering menimbulkan gejala yang asimtomatik P. Kumar, 2009.

2.2.4.6. HIV AIDS

Human Immunodeficiency Virus HIV adalah penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS. Penyakit ini dapat ditularkan secara kontak seksual, perinatal, transfusi darah dan penggunaan jarum yang tidak steril. Penyakit ini akan membuat sistem kekebalan tubuh lemah sehingga tidak dapat melawan penyakit. Gejala dapat berlangsung bertahun-tahun untuk berkembang, dan termasuklah sering terinfeksi, merasa lelah tanpa alasan, dan berkeringat di malam hari. Penyakit ini masih belum dapat disembuhkan secara total. Pengobatan yang tersedia hanya untuk mengkontrol progresi gejala klinis yang timbul, di samping untuk merawat efek dari lemahnya kekebalan tubuh. Terdapat beberapa agen terapi yang tersedia yaitu: a Fusion inhibitors : menghalang kemasukan HIV ke dalam sel. b Reverse transcriptase inhibitors RTI : menghambat proses translasi virus RNA kepada DNA. Terdapat 3 subtipe yaitu nucleoside analogs NRTI, satu nucleotide analog NtRTI, dan nonnucleoside inhibitors NNRTI. c Protease inhibitors PI : menghambat proses pematangan dan sekresi partikel virus yang baru. Universitas Sumatera Utara 29 Tabel 2.7 Terapi Antiretroviral Tipe Obat Contoh Reverse transcriptase inhibitors aNucleoside analogues NRTI b Nucleotide analog NtRTI c Nonnucleotide reverse transcriptase inhibitors NNRTI Zidovudine, stavudine, didanosine, emtricitabine, lamivudine, abacavir, zalcitabine. Kombinasi: Zidovudine + lamivudine, zidovudine +lamivudine +abacavir. Tenofovir. Nevirapine, efavirenz, delavirdine. Protease inhibitors Saquinavir, indinavir, ritonavir, atazanavir, saquinavir, nelfinavir, amprenavir, fosamprenavir. Kombinasi: Lopinavir+ ritonavir. Fusion inhibitor T20. P. Kumar, 2009 Pengobatan dimulai dengan 2NRTI dikombinasi dengan NNRTI atau PI. Respon efektif ditandai dengan berkurangnya 10 - 100 kali jumlah virus dalam 2 - 4 minggu pertama. Infeksi opportunistik dirawat berdasarkan indikasi P. Kumar, 2009.

2.2.4.7. Gonorrhea GO