BAB III KONSEP BERPIKIR
A. Definisi Berpikir
Secara etimologi “berpikir” adalah terjemahan istilah bahasa Inggris “thingking”. Thingking pada hakikatnya adalah kejadian batiniah, kebetulan,
tak keruan dan berulang kali Hullfish and Smith, 1964: 216. Dari pengertian berpikir yang demikian, aktifitas berpikir membutuhkan alat control berpikir
yang oleh Jhon Dewey Titus, 1984: 348 menyatakan “reflection” sebagai kontrolnya. “ Reflection” adalah kata benda yang dapat berarti daya reflek
yang ada pada manusia. Pikiran adalah bagian organ tubuh manusia yang memiliki daya –daya reflek yang dapat dikembangkan dengan cara
merefleksikannya ke dalam dunia disekelilingnya. Untuk memmbantu pengembangan “reflection” aktifitas berpikir menggunakan tiga aspek”
pengindraan, ingatan, imaginasi. Tiga aspek ini dinyatakan sebagi control berpikir.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik pengertian bahwa “thingking” berpikir adalh aktifitas yang dipusatkan untuk pngembangan
potensi diri sehingga dapat mewujudkan kebaikan-kebaikan tuhan diatas dunia ini, dan menjadikan “reflection” reflection” refleksi sebagai kontrolnya,
untuk melahirkan hidupnya kesadaran pengetahuan dalam pikiran.
1
Pikiran adalah gagasan dan proses mental. Berpikir memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan memberikan
1
Lian Hasibuan, Berpikir dalam Konsepsi Metode Belajar, jambi: IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 2000 h. 9
44
perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan. Kata yang merujuk pada konsep dan proses yang sama diantaranya
kognisi, pemahaman, kesadaran, gagasan, dan iamajinasi. Berpikir melibatkan manipulasi otak terhadap informasi, seperti saat kita membentuk konsep,
terlibat dalam pemecahan masalah, melakukan penalaran, dan membuat keputusan.Berpikir adalah fungsi kognitif tingkat tinggi dan analisis proses
berpikir menjadi bagian dari psikologi kognitif.
B. Macam-macam Berpikir
Menurut Edward De Bono berpikir mempunyai 2 bagian yaitu: 1.
Berpikir Vertikal berpikir Konvergen yaitu berpikir tradisional dan generatif
2. Berpikir Lateral berfikir divergen yaitu tipe berfikir selektif kreatif.
2
Selama dua ribu lima ratus tahun kita sudah mengembangkan, memperhalus, dan menggunakan metode pemikiran klasik kita. Metode ini
memang mengagumkan, sangat baik, efektif, dan berdaya. Tidak mengherankan bahwa kita secara tragis begitu puas dengannya. Pada saat
metode ini mengagumkan, metode itu juga sekaligus tidak memadai. Seorang tukang kayu mungkin memiliki gergaji yang paling unggul di dunia tetapi
tanpa metode untuk merakit potongan kayu menjadi satu kesatuan, pekerjaannya sebagai tukang kayu tidaklah lengkap.
2
http:sepunten.multiply.comjournalitem42 , tanpa nama penulis. Akses
pada tanggal 5 mei 2010.
Pemikiran tradisional kita berurusan dengan pemikiran ‘apa ini’. Barang ini barang apa? Situasi apakah ini? Kebenaran apakah ini? Proses
identifikasi ini memperkenankan kita menggunakan pengalaman dan pengetahuan kita, juga pengalaman dan pengetahuan orang lain.
3
Proses spesifik dalam pemikiran lateral dapat dengan sengaja digunakan untuk menghasilkan gagasan. Misalkan saja kita memerlukan
gagasan baru untuk makanan cepat saji dan kita menggunakan teknik the Random Word. Kata acaknya adalah tempat tidur. Melalui asosiasi sepintas
dengan seks kita mungkin mendapatkan tiram yang dianggap sebagai obat kuat hanya untuk lelaki yang kekurangan unsur seks jika terlalu aktif. Maka
gagasan yang menjelma adalah oyster bar yang menyajikan tiram dimasak dalam berbagai cara, atau alamiah.
4
Demikian dengan Morgan bahwa berpikir mempunyai 2 bagian, yaitu: 1.
Berpikir Autistik melamun, berkhayal, fantasi atau wishful thinking 2.
Berpikir Realistik nalar atau reasoning Pikiran sendiri ada 2, pikiran sadar bawah sadar. Sedang manusia
hanya memanfaatkan 12 kekuatan pikiranya, sementara 88 ada pada kekuatan bawah sadar, yg semacam perasaan. Diantara pikiran sadar dan
bawah sadar ada Reticular Activating System RAS atau filter, yang untuk membuka, pintu otak kita mesti berada pada gelombang Alfa. Pikiran bawah
sadar yang 88 tadi menyimpan: Memori, Self-image, Personality Habits kebiasaan.
3
Edward de Bono, Pemikiran Baru Era MIlenium, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo , 2000, h. 197.
4
Edward de Bono, h. 222-223
Sepanjang hidup, fokus kita adalah terarah pada habits pemikiran umum, yang bersifat dunia materialistik dan seolah-olah dunia ini memang satu-satunya
yang perlu kita habisin. Sekolah yang pintar, agar dapat kerjaan yang mapan, up to date secara eksistensi sosial, menjadi orang yang sukses materi.
Sampai kadang kita lupa sebenarnya kita ini mahluk Spiritual imateri. Seperti apa yang diingatkan Teilhard de Chardin:
Kita bukan manusia yang mengalami pengalaman spiritual. Kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman manusia.
Selain berfikir autistik ada lagi berfikir realistik di sebut juga nalar reasoning, ialah berfikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia
nyata. Floyd L Ruch menyebut 3 macam berfikir realistik yaitu: deduktif, induktif, dan evaluatif Ruch, 1967:336.
1. Berfikir deduktif ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang
pertama merupakan pernyataan umum. Dalam logika, ini disebut silogisme. Contohnya ialah; “Semua manusia bakal mati”. “Anggodo
manusia”. “Jadi, Anggodo bakal mati.” Berfikir deduktif dapat dirumuskan, “Jika A benar, dan B benar, maka akan terjadi C.” Jika semua
mahasiswa belajar di perguruan tinggi, dan cahpct mahasiswa, maka pasti cahpct belajar di perguruan tinggi. Dalam berfikir deduktif, kita mulai dari
hal -hal yang umum pada hal-hal yang khusus. 2.
Berpikir Induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal yang khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi.
Saya bertemu dengan cahpct, mahasiswa FIKOM. Ia pandai bicara. Sya berjumpa dengan apip, galih, yeri; semuanya anak FIKOM pandai bicara.
Ketepatan berfikir induktif bergantung pada memadainya kasus yang dijadikan dasar. Misalnya, apakah lima orang mahasiswa FIKOM cukup
untuk dijadikan sampel yang representatif. 3.
Berfikir evaluatif ialah berfikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah
atau mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu.
5
C. Berpikir Menurut Al-Qur’an