mempunyai dua makna atau lebih, begitu juga sebaliknya, tidaklah benar apabila ada dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama.
Abu Hilal al-Askari memperkuat argumennya dengan membedakan kata-kata yang sapadan atau serupa maknanya, seperi kata
ءﺎﻨﺜ ا , حﺪﻤ ا dan ءاﺮ ﻹا , yang mempunyai makna pujian. Tapi
sesungguhnya ketiga kata ini bila dikaji secara mendalam, masing-masing memiliki makna yang spesifik dan berbeda. Kata
حﺪﻤ ا berarti pujian
pada perbuatan,
ءﺎﻨﺜ ا berarti pujian yang diulang-ulang, sedangkan kata ءاﺮ ﻹا berarti pujian pada orang yang berwajah tampan atau cantik.
Ibn faris juga membedakan antara kata
ﺪﻌ dan ﺟ yang
didukung oleh para ahli bahasa lain yang menolak taraduf. Kata
ﺪﻌ
berarti duduk dari kondisi sebelumnya berdiri, sedangkan kata
ﺟ
berarti duduk dari kondisi sebelum tidur.
46
Kedua kata tersebut ternyata memiliki makna yang berbeda.
2. Sebab-sebab terjadinya sinonim
Sinonim tak dapat dihindari dalam sebuah bahasa. Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya sinonim adalah :
a. Karena adanya proses serapan borrowing. Pengenalan dengan bahasa
lain membawa akibat penerimaan kata-kata baru yang sebenarnya sudah ada padanannya dalam bahasa sendiri. Misalnya dalam bahasa Indonesia
sudah ada kata hasil, kita masih menerima kata prestasi, dan produksi, sudah ada kata jahat dan kotor, masih menerima kata maksiat. Serapan ini
bukan hanya menyangkutreferen yang sudah ada katanya dalam bahasa
46
Mukhtar ‘Umar, h. 218-219
sendiri, tetapi juga menyangkut referen yang belum ada katanya dalam bahasa sendiri. Dalam hal ini sinonim terjadi karena menerima dua bentuk
atau lebih dari sebuah bahasa donor, seperti buku, kitab; sekolah, madrasah; reklame, iklan; dan advertensi.
b. Penyerapan kata-kata daerah ke dalam bahasa Indonesia. Tempat
kediaman yang berlainan mempengaruhi pula peradaban kosa kata yanh di gunakan, walaupun referennya sama, misalnya kata tali dan tambang,
parang dan golok, ubi kayu dan singkong, lempung dan tanah liat, dan sebagainya hampir sama dengan kelas sinonim ini adalah sinonim yang
terjadi karena pengambilan data dari dialek yang berlainan, misalnya tuli dan pekak, sore dan petang, dan sebagainya.
c. Makna emotif nilai rasa dan evaluativ. Makan kognitif dari kata-kata
yang bersinonim itu tetap sama, hanya nilai evaluativ dan nilai emotifnya berbeda, misalnya kata ekonomis, hemat, dan irit; kikir dan pelit; rindu dan
damba; mayat, jenazah, dan bangkai; mati, meninggal,wafat, mangkat.
47
Sedangkan Ramadhan Abdu al-Tawwab, di dalam bukunya Fushul Fi Fiqh al-Lughah mengemukakan beberapa faktor penyebab munculnya taraduf,
yaitu : a.
Banyaknya nama suatu benda dengan ungkapan yang berbeda. Suatu benda terkadang mempunyai nama yang banyak, sehingga timbulah hubungan arti
antara nama-nama tersebut. Kondisi kebahasaan seperti ini biasanya dipengaruhi oleh factor agama, ekonomi, maupun politik yang terjadi pada
47
Gorys Keraf, h. 35-36
saat itu. Sebagai contoh kata
ﺔﻜ dalam dialek Mesir sama dengan ﺮ اﺮ
dialek Libanon, atau antara kata
شﺮ ,
ﺷﺮآ
dan
ﺪﻌﻘ .
b. Adanya perkembangan bahasa penggunaan kosa kata, sehingga sebuah
benda dapat memiliki nama yang cukup banyak, contoh kata
ﺴ ا kata ini
sebenarnya mempunyai arti yang spesifik, tetapi dalam perkembangan berikutnya muncul nama-nama lain, seperti
ﺑﺎﻘ ا ,
مرﺎﺼ ا ,
ﺮ ﺎ ا
c. Karena dua pengucapan yang mirip dan jumlah hurufnya sama, hanya
susunannya saja yang berbeda. Pengucapan kata-kata seperti ini menjadi salah satu faktor timbulnya taraduf, misalnya kata
ﺑر dan kata رDisebabkan pula dengan adanya dua kata lebih yang jumlah hurufnya
sama, hanya saja salah satu huruf pada kata-kata tersebut berbeda, contoh kata
ه dengan kata ﻨ ه . kedua kata ini berbeda, tetapi karena
kemiripan antara keduanya, akhirnya diartikan sama. d.
Meminjam kata-kata asing, sebagaimana yang terjadi pada masa Jahily dan pada masa Islam, sehingga terjadi asimilasi bahasa. Pada masa itu bahasa
yang banyak diadopsi adalah bahasa Persia, seperti kata
قﺮ ﻹا ,
ﻚﺴ ﺪ ا
yang berarti sutra.
48
Itulah faktor-faktor penyebab munculnya sinonim, baik dalam bahsa Arab maupun dalam bahasa Indonesia. Namun demikian, kata-kata tertentu yang
dianggap bersinonim tidak lantas diterima begitu saja, namun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain :
a. Kata-kata yang bersinonim harus memiliki persesuain makna, seperti kata
ﺟ dengan kata ﺪﻌ . kedua kata ini mempunyai makna yang sama, yaitu
48
Ramadhan’Abdu al Tawwab, Fushul Fi Fiqh al-Lughah al-Arabiyah, KAiro: Maktabah al-Khanji, 1997, h. 316-317
b. Kata-kata yang dianggap bersinonim, harus berada dalam lingkungan
bahasa dan geografis tertentu pula, seperti bahasa Arab di Jazirah Arabia.
49
Dalam bahasa Indonesia, kesinoniman mutlak atau simetris memang tidak ada. Oleh karena itu, kata-kata yang dapat dipertukarkan begitu saja pun
jarang ada. Pada suatu tempat kita mungkin dapat menukar kata mati, dan kata meninggal, tetapi di tempat lain tidak dapat.
50
Dua buah kata yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama.
Ketidakmungkinan kita untuk menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim disebabkan berbagai faktor, antara lain:
a. Faktor waktu, misalnya kata hulubalang bersinonim dengan kata
komandan. Namun, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Karena hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno, klasik atau arkais. Sedangkan
kata komandan hanya cocok untuk situasi masa kini. b.
Faktor tempat atau daerah, misalnya kata saya bersinonim dengan kata beta. Tetapi kata beta hanya cocok untuk digunakan dalam konteks
pemakaian bahasa Indonesia Timur Maluku. Sedangkan kata saya dapat digunakan secara umum di mana saja.
c. Faktor sosial, misalnya kata aku dan saya adalah bersinonim. Tetapi kata
aku hanya dapat digunakan untuk teman yang sebaya dan tidak dapat
49
Zahruddin , Op. Cit., h. 30
50
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Op. Cit., h. 85
digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang status sosialnya lebih tinggi.
d. Faktor bidang kegiatan , misalnya kata tasawuf, kebatinan dan mistik
adalah tiga buah kata yang bersinonim. Namun kata tasawuf hanya lazim dalam agama Islam; kata kebatinan untuk yang bukan Islam dan kata
mistik untuk semua agama. e.
Faktor nuansa makna, misalnya kata-kata melihat, melirik, melotot, meninjau dan mengintip adalah bersinonim. Kata melihat memang bisa
digunakan secara umum; tetapi kata melirik hanya digunakan untuk menyatakan melihat dengan sudut mata, kata melotot untuk menyatakan
melihat dengan mata terbuka lebar, kata meninjau digunakan untuk melihat dari tempat jauh atau tempat tinggi dan kata mengintip hanya
cocok digunakan untuk melihat dari celah yang sempit.
3. Jenis-jenis sinonim