Penelitian Terdahulu yang Relevan

Pendahuluan

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

1 Gaya Bahasa al-Quran periode Mekah; Kajian struktural- semiotik oleh Ahmad Tohe Tesis UIN Syarif Hidayatullah- Jakarta. 2006, Nomor simpan. 1324. Dalam tesisnya Ahmad Tohe juga mengkaji fenomena surat Makkiyah dalam al-Quran. Berbeda dengan penulis, Tohe mengkajinya melalui analisis sastra. Ia mengatakan bahwa al-Quran periode Mekah mempunyai gaya bahasa yang khas, yang sesuai dengan tujuan dakwah pada periode dan sesuai dengan kondisi masyarakat serta kultur bahasa waktu itu. Kultur bahasa Arab yang salah satu hasil kebudayaannya adalah sajak. Persajakan telah mempengaruhi karakteristik bahasa al-Quran pada periode awal Mekah, hal ini terlihat jelas pada surat-surat yang dikelompokkan pada masa periode Mekah awal, seperti yang dinyatakan teori Noldeke-Schwally Surah Classification. 2 Angelika Newirth pernah diteliti tentang karakteristik surat- surat Makiyah. Dalam kajiannya, Angelika juga mempunyai kesimpulan bahwa surat-surat Makiyah memiliki karakteristik yang khas 35 . Apabila diklasifikasikan, maka surat-surat Makiyah dapat digolongkan ke dalam rhymed prose atau yang juga dikenal dengan sajak. 3 Sarjana lain yang juga berpendapat sama adalah Issa J Boulatta, namun Issa Boulatta dalam karyanya The Prose of The Quran 2003 mengatakan bahwa sastra al-Quran adalah sebuah jenis prosa yang unik dan spesial. Al-Quran memang tidak bisa dikatakan bahwa semua al-Quran berjenis sajak 36 , karena jenis ini tidak konsisten hadir dalam struktur bahasa al-Quran. Ia mengatakan bahwa dalam 35 Angelika Neuwitrh, Structural, Linguistic and Literary Features dalam The Cambridge Companion to The Qur’an Cambridge: Cambridge University Press, 2006, 99. 36 Sajak dalam bahasa Inggris disebut Rhymed Prose, dalam bahasa Arab disebut sajak. Rhymed ProseSaj’ adalah sebuah istilah bagi jenis sastra yang berafiliasi ke dalam prosa, namun, berbeda dengan prosa pada umumya. Perbedaannya terletak pada konstruk ritme, sajak, dan irama yang terdapat padanya karena pada umumnya karakteristik prosa tidak bersajak, beritme dan berirama. Lebih lanjut lihat J.S MEISAMI, Poetic Genres dalam Encyclopedia of Arabic Literature ed Julie Scott Meisami dan Paul Starkey, 1998, Routledge, London, Juz.2, 677. Sajak dalam pandangan sastra Arab adalah akhiran beberapa kalimat yang memiliki kesamaan dan kesesuaian bunyi. Lihat Muh}ammad Hadi Ma‘rifah, al-Tamhid Fi ‘Ulum al-Quran, 278. D.I Ansusa Putra kebanyakan ayat al-Quran irama akhir antar ayat sama 37 membuat ia berkesimpulan bahwa sebagaian sastra al-Quran adalah sajak. Namun, disisi lain ia ragu untuk mengklasifikasi semua al-Quran berjenis sajak karena jenis ini tidak konsisten keberadaannya dalam al-Quran. 5 Muh}ammad Hadi Ma‘rifah dalam al-Tamhid fi ‘Ulum al- Quran. Muh}ammad Hadi Ma‘rifah menyebutkan salah satu bukti kongkrit keberadaan sajak dalam al-Quran terdapat pada surat T{aha: 70 yang berbunyi ﻲ����ﺳﻮﻣو نور ﺎ����ھ بﺮ����ﺑ . Muh}ammad Hadi Ma‘rifah melanjutkan, alasan yang paling tepat kenapa kata Harun dalam ayat ini didahulukan, padahal tidak ditemukan sebab diakhirkan kata Musa daripada kata Harun, karena pada surat T{aha, semua ayat identik dengan persajakan berakhiran bunyi a. Lalu, pada surat al-Shu‘ara’: 48 بﺮ�ﺑ نور ﺎ�ھو ﻲ�ﺳﻮﻣ kata Harun diakhirkan, karena pada surat al-Shu‘ara’ identik dengan akhir persajakan dengan bunyi n 38 . 6 Muh}ammad Muh}ammad Abu Laylah dalam bukunya al- Quran min manz}ur ishrishraqi mengatakan bahwa al-Qur’an berbentuk sajak tanpa harus menghalangi realiata bahwa dalam al-Quran didapati sajak. Sedangkan keterkaiatannya dengan ijaz al-Quran, maka kita bisa mengatakan bahwa sajak yang ada dalam al-Quran sebagai sajak yang mujiz sajak yang tidak dapat ditandingi. 7 Al-Baqillani dalam bukunya Ijaz al-Quran tidak mengakui keberadaan sajak dalam al-Quran. Al-Baqillani mendasari pendapatnya kepada hal yang bersifat teologis. Al-Baqillani menolak keberadaan sajak dalam al-Quran dikarenakan tidak sesuai dengan konsep ijaz al- Quran yang ia anut. 8 Al-Rummani dalam bukunya al-Nukt fi al-Ijaz al-Quran. Al- Rummani juga menolak penyebutan al-Quran dalam kategori sajak. Lagi-lagi karena tidak sesuai dengan konsep ijaz al-Quran yang dianutnya. Al-Rummani sebagai seorang Mutazilah memahami konsep ijaz dari sudut pandang teori surfah. Mengakui persajakan al-Quran berarti menyalahi konsep yang dianut kelompoknya. 37 Dari tulisannya Boulatta tetap tidak dapat menutupi ketertarikannya untuk meneliti genre sastra al-Quran lewat kesesuaian sajak dan irama akhir, bahkan ia menulis sebuah sub-judul khusus membahas phonologi ilmu tentang bunyi dalam al- Quran . Lebih lanjut lihat Issa J Boulatta dalam The Prose of the Qur’an, 198. 38 Muh}ammad Hadi Ma‘rifah, al-Tamhid Fi ‘Ulum al-Quran, 278. Pendahuluan

D. Tujuan, Signifikansi dan Urgensi Penelitian