Persajakan al-Quran Sebagai Fenomena Linguistik-Stilistika

D.I Ansusa Putra dengan citraan-citraan, bunyi-bunyi dan irama-irama yang menyatu sebagai kesatuan yang tak terpisahkan. Seni bukanlah semata-mata reproduksi dari realitas. Seni merupakan salah satu jalan ke arah pandangan objektif atas benda-benda dan kehidupan manusia. Dari penjabaran di atas menyimpulkan bahwa posisi persajakan dalam analisa linguistik terdapat pada formulasi persajakan agar analisa tersebut memuat unsur objektifitasnya. Semua kontrversi di antara aliran estetika kiranya dapat diringkas menjadi satu poin pokok. Mestinya, semua aliran estetika mengakui bahwa seni merupakan bidang diskusi yang independen. Kesenian verbal juga mesti dibimbing dan dikontrol oleh rasio dan tunduk kepada hukum-hukumnya. Dari paparan di atas, maka kesenian verbal persajakan merupakan jenis sastra yang dibentuk melalui proses formalitas dan rasional. Maka, tidak berlebihan kiranya sesuatu yang dibentuk dengan unsur-unsur objektifitas dianalisa dengan perangkat dan kerangka ilmiyah, seperti disiplin linguistik.

D. Persajakan al-Quran Sebagai Fenomena Linguistik-Stilistika

Unsur sintaksis yang dimaksud mengarah pada pengertian struktur kalimat. Kegiatan komunikasi bahasa, juga dapat dilihat dari kepentingan style. Kalimat lebih penting dan bermakna dari pada sekedar kata walau kegayaan kalimat dalam banyak hal juga dipengaruhi oleh pilihan kata. Sebuah gagasan, pesan dapat diungkapkan ke dalam berbagai bentuk kalimat yang berbeda-beda struktur dan kosa katanya. Dalam kalimat kata-kata berhubungan dan berurutan secara linear. Ragam kalimat yang digunakan al Qur’an sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesannya, banyak sekali. Pemilihan ragam tersebut juga memiliki efek terhadap makna, misalnya penggunaan kalimat tanpa penyebutan fail, atau kalimat pasif. Sajak 50 adalah kesesuaian hurufbunyi akhir pada tiap potongan kalimat 51 . Tidak seperti syair, untuk membentuk sajak cukup dibutuhkan 50 Posisi sajak dalam displin ilmu, terdapat dalam kajian sastra Arab, khusunya disiplin ilmu Balaghah, yaitu pada pembahasan ilmu badi yang menjadi cabang dari balaghah. Sajak merupakan salah satu metode dalam menghasilkan ungkapan indah. Lebih lanjut lihat, Ali Jarim dan Mus}t}afa Muslim, al-Balaghah al-Wad}ihah Kairo: Dar Maarif, 2001, 78. Sajak dalam Analisa Linguistik minimal dua potongan kalimat 52 . Merujuk pada defenisi di atas, bisa disimpulkan bahwa fenomena seperti yang digambarkan oleh defenisi di atas dapat kita temui keberadaannya di dalam al-Quran, atau bahkan banyak ditemui. Namun, dalam penggunaan kata sajak untuk karakteristik tersebut dalam al-Quran masih diperdebatkan, meskipun secara esensial sudah jelas keberadaannya. Bagi sebagian aliran pemikiran dalam Islam, membenarkan keberadaan sajak dalam al-Quran tidak dibolehkan karena akan menyamakan karya manusia dengan al- Quran . Hal itu dimotivasi oleh peranan sajak pada masa pra-Islam dan dikaji secara historis banyak digunakan oleh para dukun Ar. Kuhhan 53 . Menurut Zamakhshari, walaupun sebagian al-Quran dibentuk memenuhi karakteristik sajak, namun, persajakan al-Quran tidak mengurangi dimensi Ijaz yang terkandung dalam al-Quran. Hal itu dikarenakan persajakan al-Quran tidak semata-mata bertujuan untuk memenuhi kriteria persajakan tetapi juga dibarengi dengan kepadatan makna yang terkandung di dalamnya 54 . Hal ini juga dikemukakan oleh al-Rummani, tetapi al-Rummani tidak menggunakan istilah sajak al- Quran, tetapi menggunakan istilah Fawas{il plu. Fas{ilah. Lebih detail lagi, Abd al-Qahir memberi dimensi Ijaz sajak al-Quran pada pertukaran posisi-posisi komponen linguistik. Seperti; Taqdim wa Takhir, Hazf penghapusan kata dan lain-lain. Pertukaran-pertukaran posisi ini menurut Abd al-Qahir memberikan pemaknaan yang jauh lebih kompleks dibanding susunan kalimat yang seharusnya 55 . Sajak termasuk kemurnian fitur balaghah yang istimewa, sajak digunakan dalam banyak bahasa di dunia. Murni, mantap, digunakan dalam bentuk ungkapan perumpamaan simile, dalam pribahasa, hingga 51 Sayyid Ah}mad Hashimi, Jawahir al-Balaghah fi al-Bayan wa al-Maani wa al-Badi Baerut: Maktabah As}riyah, 1990, 330. 52 Hal ini dapat disimpulkan dari defenisi yang diberikan Ah}mad H}ashimi, yaitu: ﺮﯿﺧﻷا فﺮﺣ ﻲﻓ ﻦﯿﺘﻠﺻﺎﻔﻟا ﻖﻓاﻮﺗ kesesuaian dua potong kalimat pada huruf akhir. Dari defenisi ini dapat disimpulkan bahwa jumlah kalimat minimal pembentuk sajak adalah dua potongan kalimat. Bandingkan dengan, Abduh Abdul Aziz Qalqaylah, al- Balaghah al-Ishtilahiyah Kairo: Dar Fikr al-Arabi, 1992, 357. 53 Lebih lanjut lihat, Kamaluddin Abdul Ghani Mursi, Fawas}il al-Ayat al- Quraniyah Alexandria: Maktab al-JamiI al-Hadits, 1999, 14. 54 Zamakhshari, Asrar al-Balaghah Baerut: Dar al-Marifat, 1982, 56 55 Abd al-Qahir al-Jurjani, Dalail al-Ijaz Kairo: Dar al-Khanji, 2004, 455. D.I Ansusa Putra dalam pidato. Karena dalam sajak terdapat aspek keindahan musik. Maka, peran sajak dalam mempengaruhi pikiran dan hati tidak terbantahkan. Aspek ini pula yang dipergunakan al-Quran dalam metode dakwahnya. Melihat fenomena karakteristik al-Quran tidak menghalangi eksistensi sajak dalam al-Quran. Bahkan, yang harus dipahami adalah sajak merupakan salah satu bentuk ungkapan yang indah 56 yang digunakan al-Quran untuk menyampaikan pesan dakwahnya. Sebagai ungkapan indah al-Tabir al-Fanni keberadaan sajak tentu sangat signifikan terhadap suksesnya perjuangan dakwah nabi Muhammad di periode awal Mekah. Banyak para tokoh Islam sentral yang bermula dari ketertarikan terhadap al-Quran. Sebut saja seperti Umar bin al-Khat}t}ab. Para historian sepakat bahwa dengan masuk Islamnya Umar adalah salah satu faktor penentu kesuksesan perjalanan dakwah Islam di Mekah 57 . Fenomena linguistik persajakan al-Quran ini selayaknya diteliti dan dianalisa dengan tepat dan cermat. Alat analisa persajakan al-Quran yang cocok dalam proses analisa persajakan al-Quran adalah ilmu stilistik- linguistik. Salah satu cabang linguistik adalah stilistika 58 . Posisi sajak dalam ranah disiplin linguistik adalah dalam kajian stilistika linguistik ini, yang membahas tentang gaya-gaya bahasa. Stilistika merupakan mediasi antara dua disiplin, linguistik dan kritik sastra 59 . Hubungan antara linguistik dan kritik sastra ini digambarkan oleh Widdowson 60 . Diagram tersebut menyimpulkan: Pertama, hubungan antara linguistik dan stilistika adalah bahwa stilistika membutuhkan linguistik dalam menganalisa komponen bahasa. Abd al-Mut{allib membuat gambaran unik tentang relasi antara linguistik dan stilistika, Abd al- Mut}allib mengatakan bahwa linguistik mempelajari apa yang diucapkan, 56 Kamaluddin Abd al-Ghani Mursi Fawas}il al-Ayat al-Quraniyah, 17. 57 Ibn Hisyam, Sirah Nabawiyah Kairo: Dar al-Hadits Islamiyah, 2003, 123 58 Stilistika adalah kajian tentang teks yang diucapkan atau yang ditulis. Maksudnya adalah mengkaji style yang secara konsisten terjadi dalam sebuah teks meliputi struktur dan tipe yang diungkapkan melalui bahasa, Lihat, Richard Bradford, Stylistics London dan New York: Routledge, 1997, 56. 59 Jeremy Hawthorne, A Glossary of Contemporary Literary Theory New York: Routledge 1994, 284. 60 Lihat tabel pada lampiran. Sajak dalam Analisa Linguistik dan stilistika mempelajari bagaimana ucapan itu dihasilkan 61 . Kedua, ilmu stilistika dalam membangun analisisnya masih membutuhkan empat disiplin lainnya, yaitu: linguistik, bahasa, kritik sastra dan ilmu sastra. Jadi, dapat dikatakan bahwa stilistika adalah disiplin ilmu yang tidak bisa berdiri sendiri. Namun, ini bukan berarti Stilistika tidak berguna bagi linguistik dan kritik sastra. Ilmu stilistika juga mempunyai peranan penting untuk memfasilitasi ketajaman analisa bahasa serta membuat apresiasi yang lebih komprehensif dalam sebuah karya sastra dalam analisis kritik sastra. Karena posisi stilistika dengan disiplin ilmu lain bersifat mediasi antara dua disiplin. Maka, analisa stilistika dapat digabungkan dengan dua disiplin lainnya; linguistik-stilistik atau stilistika sastra 62 . Karena, Style bahasa dengan Style sastra memiliki perbedaan. Paparan panjang teori di atas menyimpulkan semua unsur-unsur linguistik-stilistika adalah juga menjadi fenomena yang juga terjadi dalam persajakan al-Quran. Seperti, fenomena Udul, Ikhtiyar diksi dan pengulangan, baik dalam tataran fonem, morfem, sintaksis. Konsep- konsep ini memiliki andil yang besar dalam menciptakan harmonisasi kata ataupun kalimat yang terkonstruksi dalam persajakan al-Quran. tetapi yang menjadi hal yang lebih fenomenal lagi di dalam al-Quran adalah harmonisasi itu juga terbentuk antara persajakan yang bersifat lafz}y dengan pemaknaan. Harmonisasi lafaz dan makna ini menjadi sebuah keistimewaan yang dimiliki al-Quran, yang juga diakhui oleh para sarjana bahasa dan sastra klasik. 61 Muh}ammad Abd al-Mut{allib, al-Balaghah wa al-Uslubiyah Baerut: Maktabah Lubnan Nashirun 1994, 186. 62 Jean Jacques Weber, memberikan distingsi antar kedua hal tersebut. Jacques mengatakan, Style bahasa adalah cara pengungkapan yang sengaja diformulasikan dengan dimensi makna dengan sitem yang terorganisir dengan mengimplikasikan linguistik dan makna ekstra linguistik yang mencakup topik, situasi, fungsi, maksud pengarang, dan konten dari sebuah ungkapan Lihat, Jean Jacques Weber , The Stylistics Reader. From Roman Jakobson to the present New York: Oxford University Press, 1996, 57. D.I Ansusa Putra

BAB III ANALISA LINGUISTIK PERSAJAKAN SURAT